• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

A. Kemampuan Reflektif Siswa

5. Unsur-Unsur atau Aspek-Aspek Kegiatan Refleksi

Berpijak dari pengertian dan tujuan refleksi yang sudah dijabarkan di atas maka, unsur-unsur yang menyebabkan terjadinya kegiatan refleksi, yaitu:

a. Ingatan atas pengalaman

Menurut Rita, L, dkk. (1991: 341), segala macam belajar melibatkan ingatan. Jika kita tidak dapat mengingat apa pun mengenai pengalaman kita, kita tidak akan dapat belajar apa-apa. Tanpa ingatan kita tidak dapat merefleksikan diri

kita sendiri, karena pemahaman diri tergantung pada suatu kesadaran yang berkesinambungan yang hanya dapat terlaksana dengan adanya ingatan.

Siswa beserta aktivitas-aktivitasnya tidak semata-mata ditentukan oleh pengaruh-pengaruh dan proses-proses yang berlangsung waktu kini, tetapi juga oleh pengaruh-pengaruh dan proses-proses yang lampau ikut menentukan perkembangan kepribadiannya. Mengingat berarti menyerap atau meletakkan pengalaman dengan jalan menangkap atau menerima pengalaman, menyimpan pengalaman dan menghasilkan pengalaman.

Paradigma Pedagogi Reflektif (2010: 48-52), pengalaman menurut Ignatius berarti “mengenyam sesuatu hal dalam batin”. Dari pengertian tersebut mengandaikan adanya fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang dialami oleh siswa dalam hidup keseharian. Pengalaman itu bisa diperoleh dengan mengingat-ingat dari pengalaman hidup sendiri (mengalami langsung), contohnya: pengalaman perjumpaan dengan teman dekat, pengalaman dalam kegiatan mengikuti perlombaan menyanyi, pengalaman dalam kegiatan mengikuti ibu pergi ke pasar, dan sebagainya atau pengalaman yang diperoleh dari membaca dan mendengarkan, contohnya: membaca cerita tentang gempa yang terjadi akhir-akhir ini, membaca tentang anak kelaparan yang disebabkan oleh makanan tidak sehat dan kurang memadai, melihat tayangan film atau video,dan sebagainya. Pengalaman tersebut tidak hanya mengantar peserta didik pada pemahaman intelektual tetapi juga menyangkut keseluruhan pribadi, budi, perasaan dan kehendak dalam menghayati suatu pengalaman.

b. Akal Budi

Salah satu karunia Tuhan yang sangat istimewa yang diterima manusia adalah akal budi. Dengan akal budi, manusia memiliki keunggulan dari makhluk hidup lainnya. Akal atau rasio untuk berpikir, mengarahkan manusia mempunyai rasa ingin tahu (curiosity). Rasa ingin tahu inilah yang membuat manusia selalu mempertanyakan segala hal yang dipikirkannya, menyangsikan segala apa yang dilihat, dan mencari segala bentuk permasalahan yang dihadapi. Manusia berusaha menjawab semua pertanyaan yang dihadapi dan mengajukan alternatif pemecahan suatu masalah.

Menurut Jose dalam Syah (2006:46), menjelaskan mengenai akal sebagai kemampuan untuk memahami sesuatu, dengan akal manusia dapat melihat diri sendiri dalam hubungannya dengan lingkungannya, juga dapat mengembangkan konsepsi mengenai waktu dan keadaan diri sendiri, serta melakukan tindakan yang bersifat antisipatif.

Budi yang biasa disebut dengan hati nurani (suara hati), sangat esensial dalam refleksi. Suara hati ialah tempat manusia pribadi mendengarkan panggilan untuk berjumpa dan berhubungan dengan Tuhan secara pribadi (KWI, 1996: 16). Melalui perjumpaan dengan Tuhan, manusia menyadari tugas moral dan untuk mengambil keputusan moral terhadap suatu permasalahan. Berdasarkan suara hatinya, manusia dapat menimbang baik buruk segala sesuatu, benar atau tidaknya suatu tindakan. Maka dengan akal budinya, manusia menyadari segala apa yang terjadi atas dirinya, sekaligus ia mampu merenungkan dan mempelajari segala sesuatu yang pernah terjadi dalam hidupnya, juga apa yang terjadi dengan orang

lain. Singkatnya manusia tidak akan mampu merefleksikan segala pengalaman hidupnya tanpa adanya kekuatan akal budi.

c. Fantasi/Imajinasi

Menurut Yulia Supriyati (2010: 13), fantasi adalah daya jiwa yang dapat membentuk tanggapan-tanggapan baru dengan pertolongan tanggapan yang sudah ada dan tanggapan baru tersebut belum tentu sesuai dengan tanggapan yang sudah ada. Berhubung tanggapan baru belum tentu atau tidak perlu sesuai dengan tanggapan yang sudah ada, maka fantasi kadang sangat luas.

Syaiful Sagala (2011: 127), menemukan makna atau tanggapan-tanggapan baru bagi diri pribadi tentang kejadian-kejadian, ide-ide, kebenaran atau pemutarbalikan dari kebenaran. Hasil dari fantasi atau imajinasi, memungkinkan siswa dapat membuat perencanaan untuk dilaksanakan di masa mendatang dan berusaha merealisasikannya. Misalnya, “Kebanyakan siswa beranggapan bahwa perlu mencintai orang orangtua dengan sepenuh hati, bahkan para siswa beranggapan bahwa mencintai orangtua tersebut merupakan tuntutan mutlak. Mungkinkah sikap saya yang selalu menuntut terhadap orangtua mengakibatkan kesedihan bagi orangtua saya? Apakah saya sanggup merubah sikap agar orangtua menjadi bangga akan diri saya?

d. Perasaan

Perasaan dapat diartikan sebagai suasana psikis yang mengambil bagian pribadi dalam situasi, dengan jalan membuka diri terhadap suatu hal yang berbeda dengan keadaan atau nilai diri. Apabila berpikir itu bersifat objektif, maka

perasaan itu bersifat subjektif karena lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan diri. Misalkan: Apa yang baik, menarik dan indah menurut siswa pertama belum tentu demikian bagi siswa yang berikutnya.

Menurut Syaiful Sagala (2011: 131-132), perasaan dapat dibagi atas: perasaan jasmaniah, yaitu perasaan yang berhubungan dengan indera misalnya dingin, hangat, pahit, masam, lelah, lesu, lemah, segar, dan sehat; dan perasaan rohani, yaitu perasaan luhur yang terdiri dari perasaan intelektual, perasaan etis, perasaan estetis, perasaan sosial dan perasaan harga diri. Perasaan siswa dapat diwujudkan dalam bentuk ekspresi, yaitu pernyataan emosi yang dapat diamati oleh orang lain seperti tersenyum, tertawa, menangis, murung, muram, tunduk kepala, mengelus dada, cemberut, merengut, dan lain-lain. Oleh karena itu ekspresi dapat membantu guru dalam usaha mengenal emosi dan perasaan siswa. Misalnya, waktu mendapat nilai ulangan jelek, muka menjadi cemberut dan tidak mau bermain bersama teman-teman. Nilai jelek menimbulkan perasaan apa dalam dirimu? Mengapa demikian? Apakah kamu merasa malu dengan nilai jelek? Kalau ya, mengapa?

e. Kehendak

Syaiful Sagala (2011: 132-133), kehendak adalah kekuatan dari dalam untuk memilih dan merealisasikan suatu tujuan yang merupakan pilihan di antara berbagai tujuan yang bertentangan. Pemilihan dan realisasi tujuan memerlukan suatu kekuatan yang disebut kehendak. Kehendak dapat bekerja baik secara paksaan maupun dalam bentuk pilihan sendiri. Kehendak yang bebas adalah kehendak yang sesuai dengan keinginan diri, sedangkan kehendak yang terikat

adalah kehendak yang ditimbulkan oleh kondisi kebutuhan yang terbatasi oleh norma sosial ataupun kondisi lingkungan.

Dokumen terkait