3. Menjaga ketertiban, keindahan, kebersihan dan membantu keamanan terhadap kendaraan yang diparkir
4.2. Unsur-Unsur Hubungan Kerja
Pada dasarnya terdapat dua kategori dalam kaitan dengan seseorang melakukan pekerjaan, yaitu: pertama; seseorang melakukan pekerjaan untuk dirinya sendiri, kedua; seseorang melakukan pekerjaan untuk orang/pihak lain.48 Ketentuan yang berlaku bagi mereka yang bekerja bukan sebagai pegawai negeri, baik di perusahaan swasta maupun perusahaan milik negara adalah ketentuan hukum ketenagakerjaan, khususnya ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja. Ketentuan hukum ketenagakerjaan berlaku terhadap hubungan hukum yang berasal dari adanya suatu perjanjian, yang melibatkan dua pihak, yaitu pihak pemberi kerja dan pihak yang akan melakukan pekerjaan sesuai dengan perjanjian yang diadakan. Sebagai dasar dari hubungan hukum yang menjadi pusat dari hukum ketenagakerjaan adalah perjanjian kerja. Perjanjian kerja merupakan salah satu bentuk perjanjian untuk melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1601 KUH Perdata.49
46 Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
47
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
48 Aloysius Uwiyono, 2014, Asas-Asas Hukum Perburuhan, Jakarta; Rajawali Pers, hlm. 51.
28 Pasal 1 angka 15 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka unsur hubungan kerja terdiri atas para pihak sebagai subjek (pengusaha dan pekerja/buruh), perjanjian kerja, adanya pekerjaan, upah dan perintah. Landasan hubungan kerja karena adanya perjanjian kerja. Di dalam perjanjian kerja yang menjadi dasar hubungan kerja adalah empat unsur penting, yaitu:
a. Adanya pekerjaan (Pasal 1601 huruf a KUH Perdata dan Pasal 341 KUH Dagang)
b. Adanya upah (Pasal 1603 huruf p KUH Perdata)
c. Adanya perintah orang lain (Pasal 1603 huruf b KUH Perdata)
d. Terbatas waktu tertentu karena tidak ada hubungan kerja berlangsung terus menerus
Pengertian yang tercantum dalam Pasal 1 angka 15 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mencakup unsur perjanjian kerja secara tegas, walaupun menurut Abdul Khakim terdapat satu unsur lagi yang sebaiknya ditambahkan, yaitu unsur waktu tertentu50.
a. Pekerjaan
Di dalam Kamus Besar Indonesia, kata pekerjaan dipadankan dengan tugas kewajiban. Kata ini diartikan sebagai barang apa yang dilakukan (diperbuat, dikerjakan dan sebagainya). Jika makna ini yang diikuti, maka pekerjaan merupakan sesuatu yang dikerjakan yang merupakan diartikan sebagai barang apa yang dilakukan (diperbuat, dikerjakan dan sebagainya). Jika makna ini yang
29 diikuti, maka pekerjaan merupakan sesuatu yang dikerjakan yang merupakan tugas dan kewajiban.
b. Upah
Menurut Pasal 1 angka 30 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu perkerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Penerima upah adalah pekerja. Pembayar upah ada dua kemungkinan yaitu pengusaha atau pemberi kerja. Aturan hukum dibayarkannya upah adalah perjanjian kerja atau kesepakatan atau peraturan perundang-undangan. Upah dapat didasarkan pada perjanjian kerja, sepanjang ketentuan upah di dalam perjanjian kerja tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang. Apabila ternyata ketentuan upah di dalam perjanjian kerja bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka yang berlaku adalah ketentuan upah di dalam peraturan perundang-undangan.51
c. Perintah
UU No. 13 Tahun 2003 ataupun peraturan perundang-undangan sebelumnya, tidak memberikan batasan atau definisi mengenai perintah. Terkait luasnya makna perintah, maka undang-undang tidak mungkin membatasinya. Perintah berarti:
30 1. Perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu,
2. Aturan dari pihak atas yang harus dilakukan. Tidak ada hubungan kerja apabila unsur perintah tidak melekat pada hubungan hukum.52
4. 3 Perjanjian Kerja
Perjanjian Kerja menurut Pasal 1601 huruf a KUH Perdata ialah suatu persetujuan, bahwa pihak kesatu, yaitu pekerja, mengikatkan diri untuk menyerahkan tenaganya kepada pihak lain yaitu pengusaha, dengan upah selama waktu tertentu.
Untuk sahnya sebuah perjanjian kerja, maka pembuatannya harus memenuhi syarat materiil (Pasal 52, 55, 58, 59 dan 60 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan) dan syarat formil (Pasal 54 dan 57 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat sahnya perjanjian pada prinsipnya tetap menjadi pedoman umum bagi syarat-syarat sahnya perjanjian kerja dan pedoman khusus diatur oleh Pasal 52 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ketentuan Pasal 52 ayat (1) UUNo. 13 Tahun 2003 secara materiil perjanjian kerja dibuat atas dasar:
1. Kesepakatan kedua belah pihak;
2. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
52 Sayid Mohammad Rifqi Noval, 2017, Hukum Ketenagakerjaan Hakikat Cita Keadilan
31 4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan terpenuhinya keempat syarat tersebut maka perjanjian kerja yang dibuat dianggap sah menurut hukum dan konsekuensinya dianggap sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.53
Dasar angka 1 dan 2 merupakan syarat subjektif sedangkan angka 3 dan 4 merupakan syarat objektif. Perjanjian kerja tersebut tidak memenuhi syarat subjektif, maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Jika perjanjian kerja tersebut tidak memenuhi syarat objektif, perjanjian itu batal demi hukum.54
4. 4. Kewajiban dan Hak Pekerja
Pada Pasal 1603 Pekerja wajib melakukan pekerjaan yang diperjanjikan menurut kemampuannya dengan sebaik-baiknya. Jika sifat dan luasnya pekerjaan yang harus dilakukan tidak dirumuskan dalam perjanjian, maka hal itu ditentukan oleh kebiasaan:
1. Pekerja wajib melakukan sendiri pekerjaannya, hanya dengan izin majikan ia dapat menyuruh orang lain menggantikannya.
2. Pekerja wajib menaati aturan-aturan pelaksana pekerjaan dan aturan-aturan yang dimaksudkan untuk perbaikan tata tertib perusahaan majikan yang diberikan oleh atau atas nama majikan dalam batas-batas aturan perundang-undangan, perjanjian, atau jika ini tidak ada, dalam batas-batas kebiasaan.
3. Pekerja yang tinggal menumpang di rumah majikan wajib berkelakuan menurut tata tertib rumah tangga majikan.
53 Sayid Mohammad Rifqi Noval, 2017, (Op. Cit.), hlm. 119.
32 4. Pekerja wajib melakukan atau tidak melakukan segala sesuatu yang dalam keadaan yang sama seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang buruh yang baik.55
Hak adalah sesuatu yang harus diberikan kepada seseorang sebagai akibat dari kedudukan atau status dari seseorang. Pekerja memiliki hak-hak karena statusnya itu. Adapun hak-haknya tersebut sebagai berikut:56
1. Hak mendapatkan upah/gaji (Pasal 1602 KUH Perdata)
2. Hak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 3 UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja) 3. Hak bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai bakat dan kemampuannya (Pasal 4 UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja)
4. Hak atas pembinaan keahlian kejuruan untuk memperoleh serta menambah keahlian dan keterampilan lagi (Pasal 6 UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja)
5. Hak mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama (Pasal 9 UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja)
6. Hak mendirikan dan menjadi anggota Perserikatan Tenaga Kerja (Pasal 11 UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja) 7. Hak atas istirahat tahunan, tiap-tiap kali setelah ia mempunyai masa kerja 12 bulan berturut-turut pada satu majikan atau beberapa majikan dari satu organisasi
55
Perjanjian Kerja, http://artonang.blogspot.com/2014/12/perjanjian-kerja.html diakses pada 4 Juli 2019 pada pukul 14.53
56 Darwan Prinst, 2000, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm. 22-23
33 majikan (Pasal 2 ayat (1) PP No. 21 Tahun 1954 tentang Penetapan Peraturan Istirahat Buruh)
8. Hak atas upah penuh selama istirahat tahunan (Pasal 4 ayat (1) PP No. 21 Tahun 1954 tentang Penetapan Pearturan Istirahat Buruh)
9. Hak atas suatu pembayaran penggantian istirahat tahunan, bila pada saat diputuskan hubungan kerja ia sudah mempunyai masa kerja sedikit-dikitnya enam bulan terhitung dari saat ia berhak atas istirahat tahunan yang terakhir, yaitu dalam hal bila hubungan kerja diputuskan oleh majikan tanpa alasan-alasan mendesak yang diberikan oleh majikan (Pasal 7 ayat (1) PP No. 21 Tahun 1954 tentang Penetapan Pearturan Istirahat Buruh)
10. Hak mengajukan banding kepada P4P dalam waktu 14 hari setelah putusan P4P diterimanya (Pasal 8 UU No. 12 Tahun 1948 tentang Kerja)
4. 5. Kewajiban dan Hak Pengusaha
Kewajiban adalah suatu prestasi baik berupa benda atau jasa yang harus dilakukan oleh seseorang karena kedudukan atau statusnya. Berikut ini adalah kewajiban pengusaha yaitu:
1. Kewajiban membayar upah;
Dalam hubungan kerja kewajiban utama pengusaha adalah membayar upah kepada pekerjanya secara tepat waktu. Ketentuan tentang upah ini juga telah mengalami perubahan pengaturan ke arah hukum publik dengan adanya campur tangan Pemerintah dalam menetapkan besarnya upah terendah yang harus dibayar pengusaha yang dikenal dengan upah minimum, maupun pengaturan upah dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah.
34 2. Kewajiban memberikan istrahat/cuti;
Pihak majikan/pengusaha diwajibkan untuk memberikan istrahat tahunan kepada pekerja secara teratur. Cuti tahunan lamanya 12 (dua belas) hari kerja. Selain itu pekerja juga berhak atas cuti panjang selama 2 (dua) bulan setelah bekerja terus-menerus selama 6 (enam) bulan pada suatu perusahaan (Pasal 79 ayat 2 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).
3. Kewajiban mengurus perawatan dan pengobatan;
Majikan/pengusaha wajib mengurus perawatan/pengobatan bagi pekerja yang bertempat tinggal dirumah majikan (Pasal 1602 huruf (x) KUH Perdata). Dalam perkembangan hukum ketenagakerjaan, kewajiban ini tidak hanya terbatas bagi pekerja yang bertempat tinggal dirumah majikan. Perlindungan bagi tenaga kerja yang sakit, kecelakaan, dan kematian telah dijamin melalui perlindungan Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan sekarang telah dirubah menjadi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
4. Kewajiban memberikan surat keterangan;
Kewajiban ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1602 huruf (a) KUH Perdata yang menentukan bahwa majikan/pengusaha wajib memberikan surat keterangan yang diberi tanggal dan dibubuhi tanda tangan. Dalam surat keterangan tersebut dijelaskan mengenai sifat pekerjaan yang dilakukan, lamanya hubungan kerja (masa kerja). Surat keterangan itu juga diberikan meskipun
35 inisiatif PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) datangnya dari pihak pekerja. Surat keterangan tersebut sebagai bekal pekerja dalam mencari pekerjaan baru, sehingga dia diperlakukan sesuai dengan pengalaman pekerjaannya.57
Hak-hak pengusaha menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan:
1. berhak atas hasil pekerjaan
2. berhak untuk memerintah/mengatur tenaga kerja
3. berhak melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
5. Penyelesaian Sengketa Konsumen