BAB IV STRUKTUR DAN MAKNA UPACARA “ MANYUE” PADA
4.1.3 Upacara Pemberian Nama Sang Bayi
Pemberian nama kepada bayi pada Suku Hokkian hampir sama dengan suku-suku yang ada di Indonesia dan suku-suku pada Etnis Tionghoa lainnya yaitu menganut sistem patrilineal dimana marga diturunkan dari pihak lelaki. Marga diletakkan pada posisi depan dengan menggunakan nama keluarga atau marga pada keturunannya. Pada suku-suku yang ada di Indonesia nama keluarga atau marga diletakkan di belakang setelah nama sang bayi namun pada Suku Hokkian nama keluarga atau marga diletakkan di depan nama bayi.
Secara tradisional Suku Hokkian biasa menggunakan nama yang diawali dengan nama marga yang diambil dari pihak ayah. Selain itu ada juga yang memakai marga atau She dari ibunya dan nama itu juga berfungsi sebagai lambang atau tanda tertentu serta juga bisa menunjukkan kepribadian dan karakternya. Misalnya: memakai nǚ (女, perempuan) sebagai elemen hurufnya. Misalkan: 姜 (jiang), 姚 (yao), 姬 (ji). Bahkan kata “marga” (姓) itu sendiri terdiri dari 女 dan 生. Hal ini adalah sesuai dengan karakter huruf-huruf mandarin yang mengandung arti yang sangat dalam. Karena itu pada awalnya bahasa atau huruf Mandarin adalah sebuah “gambar” yang kemudian disederhanakan dan pada akhirnya dikenal sebagai huruf Mandarin. Maka dari itu dalam penulisan serta penyebutannya haruslah tepat karena berbeda sebuah titik ataupun sebuah garis saja maka bisa berbeda jauh arti dan maksudnya. Huruf Mandarin memang memerlukan penyebutan yang teliti dan tepat akan tetapi huruf-huruf ini juga banyak dipakai di berbagai negara dan cara penyebutannya pun bisa berlainan akan tetapi arti dan maksudnya tetaplah sama untuk huruf tertentu walau disebut degan dialek yg berbeda. Hal yang lazim nama tersebut terdiri dari 3 suku atau buah kata, yakni: kata pertama, nama marga atau "She" Kata kedua adalah sesuai dengan urutan syair marga atau keluarga. Kata ketiga barulah nama diri seseorang.
Pada zaman dahulu pemberian marga pada Etnis Tionghoa dapat dilihat asal usul marganya. Misalnya:
1. Marga berasal dari binatang yang disembah orang zaman dulu. Misal: 马
Dalam suatu suku mempunyai marga Lung / Liong (Hokian) yang artinya naga. Ada kemungkinan pada jaman dahulu leluhur suku tersebut menggunakan lambang naga. Contoh lain misalnya suatu suku menggunakan marga Ma yang artinya kuda. Bisa jadi bagi mereka kuda mempunyai makna yang penting ataukah sebagai binatang yang berjasa karena membantu meringankan kehidupan mereka atau karena alasan lain. 2. Marga dari negara leluhur. Misal: 赵 (Zhao), 宋 (Song), 秦 (Qin), 吴 (Wu). 3. Marga berasal dari nama gelar leluhur. Misal: 司马 (Sima), 司徒 (Situ), yang merupakan nama gelar zaman dulu. Pada kelompok orang yang menggunakan marga司马 (Sima) yang artinya Menteri Perang. Mungkin dahulu leluhur suku tersebut ada yang menjabat sebagai menteri perang
suatu kerajaan sehingga keturunannya menggunakan marga司马 (Sima).
4. Marga berasal dari kedudukan leluhur. Misal: 王 (pangeran), 侯 (marquis). 5. Posisi dan keadaan tempat tinggal sebagai marga. Misal: 东郭 (tembok
timur), 西门 (gerbang barat), 池 (kolam), 柳 (willow).
6. Pekerjaan sebagai marga. Misal: pembuat tembikar bermarga 陶(tao, tembikar).
7. Menggunakan nama leluhur sebagai marga. Misal: leluhur bangsa
Tiongkok, Huangdi, bernama Xuanyuan, maka akhirnya Xuanyuan menjadi sebuah marga.
Selain marga yang dibawa kedalam penamaan bayi ada juga nama pribadi sang bayi. Nama dibuat dan diberikan kepada seorang untuk membedakan dengan
orang lain; untuk memudahkan anggota keluarga/masyarakat memanggilnya, menyuruhnya bila perlu. Nama dibuat untuk dipakai, untuk disebut demi kepraktisan dalam kehidupan sehari-hari. (Tarigan, 1995). Di dalam pemberian nama terdapat aturan cara pemberian nama. Menurut Thatcher (1970) ada 7 aturan pemberian nama yaitu: (1) nama harus berharga, (2) nama harus mengandung nama yang baik, (3) nama harus asli, (4) nama harus dilafalkan, (5) nama harus bersifat membedakan, (6) nama harus cocok dengan nama keluarga, (7) nama harus menunjukkan jenis kelamin.
Sama seperti suku bangsa pada umumnya. Pemberian nama bayi pada Suku Hokkian mempunyai beberapa tata cara yaitu: dengan melihat kaitannya dengan saat kelahiran, ada yang menggunakan cara yang sesuai dengan harapan orangtua, ada yang mencari arti dan huruf yang di pergunakan, ada yang mencari bunyi yang menurut orangtua bagus terdengarnya, ada yang menggunakan shio dan ada yang menggunakan fengshui.
1. Pemberian nama bayi melihat kaitannya dengan saat kelahiran. Biasanya orangtua akan melihat tanggal berapa, jam berapa, atau shio apa cara ini yang dinamakan peqji
2. Pemberian nama dengan mencari bunyi yang menurut orang tuanya bagus
terdengarnya.
3. Pemberian nama yang mencari arti dari huruf yang menggunakan cara yang sesuai dengan harapan orang tua
Misalnya: misal: 忠“Zhong” (kesetiaan), 义“Yi” (keadilan), 丽 “Li”
harapan kesehatan, panjang umur, bahagia, misal: 健“Jian” (sehat), 寿 “Shou” (panjang umur), 松“Song” (pinus, mewakili panjang umur), 福 “Fu” (bahagia)
4. Pemberian nama ada yang dipilih berdasarkan kenangan orang tua dan mengikuti nama atau mendekati nama orang yang dikagumi seperti : pahlawan, penemu dan lain-lain
5. Pemberian nama dengan cara yang dipilih sesuai dengan tempat tinggal atau tempat kelahiran. Contoh yang lahir di luar negeri diberi nama Haiwai yang artinya diseberang lautan. Yang lahir di propinsi Fujian diberi nama
Min...(Min adalah singkatan dari nama propinsi Fujian, yang dalam dialek Hokkian dibaca Ban), ada cara yang diberi nama dewa dan nama binatang yang kuat untuk laki-laki, dan nama bintang, tumbuhan yang indah untuk wanita.
6. Pemberian nama ada juga yang menggunakan shio pada pembuatan nama
sang bayi. Huìyuán, Dàshī 慧 缘 大 师 (2011) mengatakan sejak dahulu masyarakat Tionghoa memiliki kebudayaan memberi nama berdasarkan shio. Shio yang dimiliki oleh masing-masing orang merupakan kebudayaan yang ditinggalkan leluhur sejak dahulu. Cara pertama adalah langsung memberikan nama berdasarkan dua belas shio, contohnya orang
bernama 王申猴, Wáng Shēnhóu ,王子鼠 Wáng Zǐshù,牛丑牛Niú Chǒu.
Cara ini walaupun dapat dengan jelas mencerminkan dua belas shio dalam nama seseorang, serta memiliki makna untuk menunjukan tahun kelahiran, tetapi cara ini memiliki kelemahan. Sementara ada cara
lain yang diutarakan oleh Zhōu 周 (2012), yaitu menghubungkan makna yang tercermin dalam radikal huruf Tionghoa dengan kebiasaan binatang dalam dua belas shio, misalnya ada seorang anak yang memiliki shio
kambing. Kambing suka makan rumput 草 cǎo. Huruf yang mengandung
radikal rumput “草cǎo” akan sangat membantu melancarkan rejeki bagi orang bershio kambing, seperti, 苑 yuàn, 莲 lián dan 秋 qiū, sehingga
anak tersebut diberi nama 吴秋莲Wú Qiūlián.
7. Selain menggunakan shio ada juga yang menggunakan fengshui. Ilmu Fengshui ternyata tidak dipakai hanya untuk rumah atau bangunan saja, tetapi bisa juga dipakai untuk membuat nama pada anak (sejak bayi).
Tujuan pembuatan nama anak berdasarkan Fengshui adalah dengan
harapan agar anaknya kelak bisa menjadi orang yang kaya rezeki, jadi orang terkenal, jadi pejabat, jadi artis, dan sebagainya. Banyak teknik atau cara dalam pemberian nama menggunakan fengshui anak, diantaranya adalah :
a. Untuk nama karakter Hanzi juga ada hitungan unsur-nya. Misalnya kalau unsur lahirnya kekurangan/lemah di unsur Kayu, maka dicarikan nama yang berunsur kayu agar bisa seimbang. Untuk nama karakter Hanzi juga harus lebih dari 30 coretan/goresan (tradisional).
b. Tanggal lahir dan jam lahir anak dicarikan unsurnya. Kalau sudah ketemu, misalnya unsurnya adalah udara, maka bisa pakai nama „Bayu'; nama „Bayu‟
berarti angin. Kalau angin berarti unsurnya udara, atau dicarikan unsur lain yang berkaitan terhadap udara.
Akan tetapi Suku Hokkian yang sudah menetap di Indonesia memilih nama bayi dengan menggunakan nama yang menyerupai nama-nama orang Indonesia. Ini diperjelas dengan Peraturan perundang-undangan atau Keppres No. 240 Tahun 1967 tentang Kebijaksanaan Pokok yang Menjangkut Warga Negara Indonesia Keturunan Asing (“Keppres 240/1967”). Pasal 5 Keppres 240/1967 berbunyi “Khusus terhadap Warga Negara Indonesia Keturunan Asing jang masih memakai nama Cina diandjurkan mengganti nama-namanja dengan nama Indonesia sesuai dengan ketentuan jang berlaku.” Dalam konsiderans mengingat Keppres 240/1967 merujuk antara lain pada Keputusan Presidium Kabinet No. 127/U/Kep/12/1966 tentang Peraturan Ganti Nama Bagi WNI yang Memakai Nama Cina. Maka dari itu Suku Hokkian di Kota Medan lebih menggunakan nama sang bayi dengan menyerupai nama-nama orang Indonesia atau nama-nama Jawa yang mempunyai makna yang bagus dan menggunakan nama bayi menyerupai nama-nama orang barat. Berikut tata cara penggunaan nama Mandarin dibuat ke dalam nama Indonesia:
1. Tjie Kim Fie menjadi Silvie Djiono.
Bunyi (fie) pada unsur akhir nama Tionghoa mirip dengan bunyi unsur awal pada nama Indonesia, [sil +vie] [silvie]
2. Goey Kiong U menjadi Utuh Sastra Gunawan
Bunyi (goey) pada unsur awal nama Tionghoa mirip dengan bunyi unsure akhir pada nama Indonesia [gunawan], bunyi [goe (-y) + nawan]. Bunyi [nawan] di tambahkan pada bunyi [goe]. Selain itu, bunyi [u] pada akhir unsur nama menjadi unsur awal pada nama Indonesia namun ditulis menjadi sebuah kata utuh.Jadi bunyi [u] + [tuh] [utuh].
3. Tan Tie Yoke menjadi Elianawati Yulia Tanuwijaya.
Bunyi [tan] pada unsur awal nama Tionghoa mirip dengan bunyi unsur akhir pada nama Indonesia yakni [tanuwijaya]. Kedua nama tersebut mengandung bunyi [tan]. Bunyi [tan] + (u) wijaya] [tanuwijaya].Sedangkan bunyi [u] digunakan sebagai penyelaras bunyi agar enak/indahdidengar.