• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : PERTANGGUNGJAWABAN ATAS HILANGNYA

C. Upaya Dan Tata Cara Penyelesaian Terhadap Hilangnya

Dengan tujuan ingin menciptakan keteraturan dan memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha dengan menjadikan jaminan fidusia sebagai salah satu sumber pembiayaan guna menunjang dinamika kegiatan usaha, ternyata yang terjadi sebaliknya, yaitu ketidakteraturan dan ketidakpastian hukum atau legal uncertainty.Jika wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak, perlindungan hukum tidak dapat berjalan secara efektif bagi pihak-pihak yang memerlukannya atau pihak yang dirugikan.

Jaminan secarahukum mempunyai fungsi untuk menanggulangi utang,

86

Yahman, Pemberian Kredit Bank Menjadi Tindak Pidana Korupsi, Verbum Publishing, Jakarta, 2012, hal. 39

karena itu jaminan merupakan sarana perlindungan bagi para kreditur yaitu kepastian akan pelunasan utang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau penjaminan debitur. Secara hukum baik jaminan kebendaan maupun perorangan, keduanya merupakan sarana untuk menanggulangi utang. Dalam berbagai literatur, jika mengkaji tentang jaminan selalu dikaitkan pada hak kebendaan karena dalam KUH Perdata jaminan merupakan hak kebendaan yang diatur dalam Buku II, sedangkan sebenarnya ada jenis jaminan lain yang dalam KUH Perdata diatur dalam Buku II yaitu tentang perjanjian penanggungan (bortoght) yang merupakan jaminan perorangan. Baik jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan merupakan sarana perlindungan bagi para kreditur.87

Pembahasan tentang jaminan diarahkan kepada berbagai jenis carakreditur untuk menjamin dipenuhi tagihannya dan memberikan kewajiban debitur untuk memberikan harta kekayaannya untuk diambil kreditur sebanyak utang debitur. Kewajiban debitur tersebut dihubungkan dengan ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata dan Pasal 1132 KUH Perdata. Kedua pasal ini mengatur semua barang bergerak dan tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan bagi semua perikatan perorangannya. Barang-barang itu menjadi jaminan bagi semua krediturnya. Hasil penjualannya akan dibagi menurut perbandingan besarnya piutang masing-masing kreditur, kecuali apabila di antara para kreditur

Jaminan kebendaan merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu yang dijadikan untuk suatu ketika, apabila debitur ingkar janji dapat diuangkan bagi pelunasan suatu utang.

87

Hasil wawancara tanggal 1 September 2015 dengan narasumber Bpk Sherhan S.H, M.H selaku legal staf PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk cabang-Sudirman Medan

itu ada yang memiliki alasan yang sah menurut hukum untuk didahulukan pembayarannya.

Hal tersebut diatas menjadi kaitan diperlukannya lembaga jaminan, karena seorang debitur itu tidak bisa dipaksa (secara fisik) membayar hutangnya di luar kehendaknya sendiri, sekalipun dengan putusan hakim.Pemaksaannya bisa dilakukan dengan penjatuhan uang paksa (dwangsom) dalam suatu putusan hakim, namun uang paksa sebenarnya hanya satu upaya agar debitur atas kesediaannya sendiri bersedia membayar hutangnya (melakukan perbuatan hukum tertentu).

Apabila debitur tidak membayar hutangnya (tidak melakukan perbuatan hukum sendiri) pada waktunya sebagaimana yang ditentukan dalam putusan hakim, maka ia bisa dikenakan uang paksa untuk setiap hari keterlambatan pembayaran. Uang paksa itu harus dibayarnya kepada kreditur.88

Di lainpihak, dalam hal eksekusi untuk kepentingan beberapa orang

Dalam hal seorang debitur tetap tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar sebagaimana ditentukan dalam putusan hakim, maka yang bisa dilakukan oleh Pengadilan adalah melakukan sita eksekutorial atas harta kekayaan debitur atas permintaan kreditur.

Dengan adanya sita eksekutorial ini kemudian diikuti pelelangan di muka umum.Hasil penjualan lelang tersebut diserahkan kepada kreditur sebagai pelunasan atas piutangnya.Langkah ini bisa dilakukan kalau debitur masih memiliki barang-barang yang dapat disita dan dijual di muka umum.

88

Hasil wawancara tanggal 1 September 2015 dengan narasumber Bpk Sherhan S.H, M.H selaku legal staf PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk cabang-Sudirman Medan

kreditur pada saat yang bersamaan, karena seorang kreditur melakukan gugatan bersama-sama dengan beberapa kreditur lainnya, maka semua hasil penjualan atas harta kekayaan debitur dibagi secara seimbang. Namun, hal tersebut menimbulkan rasa tidak aman oleh para kreditur untuk itulah diperlukannya lembaga penjamin.Dalam menganalisis jaminan fidusia tersebut baik yang terdapat dalam putusan-putusan Pengadilan maupun perjanjian fidusia yang terjadi dalam praktek perbankan dan peraturan perundang-undangan yang mengatur jaminan fidusia, diperlukan pendekatan system (approach system).Maksud menggunakan pendekatan system adalah mensyaratkan terdapatnya kompleksitas masalah hukum jaminan fidusiayang dihadapi dengan tujuan untuk menghindarkan pandangan yang menyederhanakan persoalan jaminan fidusia sehingga menghasilkan pendapat yang keliru.89

Hukum jaminan fidusia bukanlah sekedar kumpulan atau penjumlahan norma-norma hukum yang masing-masing berdiri sendiri melainkan peraturan hukum jaminan fidusia memiliki arti yang penting dalam kaitannya dengan norma-norma hukum lain dari jaminan kebendaan secara keseluruhan. Dengan demikian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia sebagai sub sistem hukum jaminan kebendaan tidak boleh bertentangan satu dengan yang lainnya. Dengan perkataan lain, norma hukum yang terdapat dalam Undang-Undang tersebut. “Kesatuan jaminan fidusia sebagai sub sistem hukum jaminan kebendaan harus diterapkan terhadap kompleks unsur-unsur yuridis seperti peraturan hukum jaminan fidusia, asas hukum dan pengertian hukumnya.

89

Romli Atmasasmita, Hukum Kejahatan Bisnis dan Praktik di Era Globalisasi, Kencana Prenada Media Group, Edisi Pertama, 2014, hal.52

“Pendekatan sistem terhadap pemecahan jaminan fidusia akan lebih sempurna apabila ditambahkan unsur lain dari sistem hukum yaitu budaya hukum. Menurut Lawrence M. Friedmann, suatu sistem hukum terdiri dari tiga unsur yaitu struktur (structure), substansi (substance) dan budaya hukum (legal culture).

D. Pertanggungjawaban Debitur Terhadap Hilangnya Objek Jaminan Fidusia

Terkait dengan musnahnya benda jaminan dalam perjanjian pembiayaan tidak diuraikan yang dimaksud dengan musnahnya benda jaminan. Namun, pada bagian sebelumnya pada bab ini telah dipertegas bahwa yang dimaksudkan dengan musnahnya barang jaminan adalah lenyap atau hilang. Kondisi musnahnya barang jaminan dapat diklasifikasikan pada musnah seluruhnya atau musnah sebagian.

Undang–Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia tidak secara rinci menjelaskan tentang sebab akibat dari musnahnya barang jaminan.Terkait dengan musnahnya barang jaminan hanyalah disebutkan bahwa musnahnya benda yang menjadi objek jaminan adalah salah satu bagian atau alasan dari hapusnya jaminan fidusia. Hal tersebut sebagaimana dikaji secara rinci pada Undang–Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang JaminanFidusia pada pasal 25 ayat (1) mengatur bahwa jaminan fidusia hapus karena hal–hal sebagai berikut: a. hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia;

b. pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia; atau c. musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Pada ayat (2) ditambahkan bahwa musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia tidak menghapuskan klaim asuransu sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 huruf b. sehingga tidak Nampak secara rinci yang dimaksudkan dengan musnahnya benda jaminan yang menjadi obyek jaminan fidusia tersebut.Namun berdasarkan penafsiran yang dilandasi pada pengertian secara umum dari kata “musnah”, maka diartikan sebagai lenyap atau hilangnya barang yang menjadi obyek jaminan.

Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia yang dikenal dengan prinsip “droit de suite” yaitu hak mutlak atas kebendaan. Pemberi fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan kepada pihak lain benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia. Benda persediaan adalah benda yang telah ada selain dari benda pokok jaminan yang dijadikan jaminan fidusia.Benda persediaan berdasarkan Pasal 21 ayat (1) boleh dialihkan oleh debitur tetapi wajib diganti dengan benda yang setara, kecuali apabila telah cidera janji oleh debitur dan atau pemberi fidusia pihak ketiga.90

Tanggung jawab debitur terhadap musnahnya barang jaminan dalam perjanjian pembiayaan adalah sebuah konsekuensi dari peristiwa yang terjadi. Disini akan muncul perbedaan antara tanggung jawab dan kewajiban. Terkait dengan penelitian ini, maka dapatlah dijelaskan bahwa istilah “tanggung jawab”

90

Hasil wawancara tanggal 1 September 2015 dengan narasumber Bpk Sherhan S.H, M.H selaku legal staf PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk cabang-Sudirman Medan

diartikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbuatan (hal tersebut) bertanggung jawab atau sesuatu yang dapat dipertanggung jawabkan “kewajiban” adalah sesuatu yang harus dikerjakan, Sesuatu yang harus dilaksanakan, sesuatu yang berkenaan dengan tugas atau pekerjaan. Dengan demikian dapat disimpulkan secara ringkas bahwa bertanggung jawab lebih luas maknanya dibandingkan kewajiban.Sebab tanggung jawab beresiko pada akibat dari sesuatu yang dilaksanakan dengan mempertegas pada konsekuensi, sedangkan kewajiban hanya terfokus pada sesuatu yang harus dilaksanakan tanpa menekankan pada konsekuensi.Penelitian ini mengkaji sejauhmana tanggung jawab dari salah satu pihak (debitur) terhadap musnahnya barang jaminan.Terkait dengan suatu perjanjian pada dasarnya akan menimbulkan kewajiban bagi para pihak lain untuk memenuhi prestasi. Jika debitur tidak melakukan apa yang dijanjikan, maka ia disebut wanprestasi.

Risiko merupakan suatu akibat dan suatu keadaan yang memaksa (Overmarcht) sedanhkan ganti rugi merupakan akibat dari wanprestasi.Apabila debitur atau pemberi fidusia cidera jani.Tidak dapat mengembalikan pembiayaan tepat pada waktunyam maka mekanisme atau prosedur pelaksanaan eksekusi atas barang yang menjadi jaminan fidusia adalah pihak bank harus memberitahukan secara tertulis kepada mereka agar segera menyerahkannya kepada bank.Setelah barang dikuasai oleh bank, maka tindakan selanjutnya melaksanakan eksekusi jaminan fidusia.91

Terhadap risikotersebut di atas, maka beberapa usaha yang dilakukan

91

Hasil wawancara tanggal 1 September 2015 dengan narasumber Bpk Sherhan S.H, M.H selaku legal staf PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk cabang-Sudirman Medan

oleh manusia untuk mengatasi risiko, yaitu :

1. menerima risiko, apabila suatu risiko yang dihadapi oleh seseorang tidak begitu besar atau usaha untuk menghindari, mencegah, memperalihkan itu diperhitungkan lebih besar daripada keuntungannya, maka orang yang menghadapi risiko itu mungkin akan mengambil sikap, bahwa ia akan menerima saja risiko itu, Dengan kata lain ia akan pasrah saja.

2. Menghindari risiko, menghindari atau menjauhi adalah suatu cara menghadapi masalah yang penuh dengan risiko. Seseorang yang menghindari atau menjauh dari suatu pekerjaan, suatu benda yang penuh risiko, berarti dia berusaha menghindari risiko itu sendiri.

3. Mencegah risiko, dengan cara melakukan beberapa usaha sehingga akibat yang tidak diharapkan, yang mungkin timbul akan dapat diatasi atau dihindari.

4. Mengalihkan risiko, bahwa seseorang yang menghadapu risiko meminta orang lain untuk menerima risiko terebut. Ini dilakukan dengan memperalihkan risiko terebut berdasarkan suatu perjanjian.

Beberapa cara mengatasi risiko maka pengalihan risiko merupakan cara yang paling efektif, karena dengan cara mengalihkan risiko kepada pihak lain yang telah disepakati tentunya pihak tersebut bersedia mengambil alih risiko. Hal demikian berarti bahwa jika risiko atau perisitiwa yang tidak pasti benar–benar terjadi maka pihak yang bersedia menanngung peralihan risiko tersebut.Adalah lembaga pertanggungan yaitu perusahaan asuransi.Besarnya uang pertanggungjawaban yaitu perusahaan asuransi. Besarnya uang pertanggungan

yang diterima tidak akan pernah sebanding dengan akibat yang ditimbulkan karena kecelakaan, kerusakan,kehilangan, dan cacat. Namun, setidaknya uang pertanggungan yang diterima, dapat meringankan beban ganti rugi.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang–Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, Pengertian Asuransi dan Pertanggungan adalah perjanjian dua pihak atau lebih dengan nama pihak penanggung mengikatkan diri kepada pihak tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung kepada kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang yang dipertanggukan.92

92

Gatot Supramono,PerbankandanMasalahKreditSuatuTinjauanYuridis, Djambatan, Jakarta,1995, hal.15

Dari pengertian tersebut, manusia dalam mengarungu kehidupannya dan dalam setiap kegiatannya selalu berhadapan dengan risiko.Setiap orang yang ingin memperkecil risiko yang terjadi karena peristiwa yang tidak pasti dapat dilakukan dengan mengasuransikan segala sesuatu yang dapat menimbulkan risiko.

Perusahaan asuransi tidak memberikan ganti rugi sepenuhunya atas benda jaminan fidusia yang musnah tersebut, yang mengakibatkan bank masihmengalami kerugian maka bank meminta kepada debitur untuk menutup sisa

kerugian yang timbul dengan beberapa cara:93

1. Dengan cara pengembalian langusng sisa kerugian yang tidak diganti sepenuhnya oleh perusahaan asuransi

2. Jika debitur belum dapat mengembalikan sepenuhnya kerugian yang timbul tanpa melalui perusahaan asuransi karena benda jaminan tidak diasuransikan maka debitur meminta kebijakan kepaa kreditur untuk diberikan tenggang waktu pengambilan dari tenggang waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian, dan juga keringanan terhadap nilai pinjaman yang harus dilunasi oleh debitur.

Tanggung jawab debitur terhadap jaminan benda bergerak yang hilang adalah tetap mengembalikan pinjamn pembiayaan kepada kreditur, Jika benda bergerak yang diasuransikan hilang maka debitur tetap mempertanggungjawabkan pengembalian pinjaman pembiayaan melalui perusahaan asuransi kepada kreditur.Walaupun tidak dibayar sepenuhnya oleh perusahaan asuransi dimana benda jaminan diasuransikan.Sisa dari pinjaman pembiayaan yang belum lunas tetap dilunasi oleh pihak debitur.Tetapi jika jika benda jaminan bergerak tidak diasuransikan ternyata musnah karena debitur bertanggung jawab penuh dalam pengambilan pinjaman pembiayaan kepada kreditur.Hal ini dikarenakan debitur telah terikat dalam perjanjian pembiayaan dengan pihak bank.Pada dasarnya setiap perjanjian pembiayaan yang dilaksanakan todak merugikan pihak bank, walaupun dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan itu benda jaminan musnah.Mengenai perpindahan atau pengalihan hak milik dimaksud haruslah

93

Rudiyanti Dorotea Tobing, Hukum Perjanjian Kredit Konsep Perjanjia Kredit Sindikasi Yang Berdasarkan Demokrasi Ekonomi, Laksbang Grafika Yogyakarta, 2014, hal. 37

tetap mengacu kepada system hukum jaminan yang berlaku, yaitu bahwa pihak penerima jaminan atau kreditur tidak dibenarkan menjadi pemilik yang penuh atas benda tersebut, artinya kewenangan kreditur tidak dibenarkan menjadi pemilik yang penuh atas benda tersebut.Artinya kewenangan kreditur hanyalah kewenangan yang berhak atas benda jaminan dalam hal ini hanya hak kepemilikan yang beralih sedangkan benda jaminan masih dikuasai oleh pemberi fidusia.94

94

Hasil wawancara tanggal 1 September 2015 dengan narasumber Bpk Sherhan S.H, M.H selaku legal staf PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk cabang-Sudirman Medan

BAB V

PENUTUP

Dari uraianbab-babsebelumnyamakakesimpulandan saran yang penulisperolehadalahsebagaiberikut:

A. Kesimpulan

1. Tinjauanumumtentangjaminanfidusiaterhadaphukumpositif di negara IndonesiaadalahdenganhadirnyaUndang-UndangNomor 42 Tahun 1999 tentangjaminanfidusiadiharapkandapatmemberikankepastianhukumbagiparapihak denganmenjadikanjaminanfidusiasebagaisalahsatusumberlembagapenjaminanbag ibendabergerakgunamenunjangdinamikakegiatanusaha.Namunternyata yang terjadimalahsebaliknya, dinamikakegiatanusahaternyata yang terjadididapatiketidakteraturandanketidakpastianhukumatau “legal uncertainty”.

Jika debitur melakukan wanprestasi, dimanaperlindunganhukumkepadapemegang fidusiatidakberjalansecaraefektifkhususnyabagikreditur.

2. Pelaksanaan perikatan jaminanfidusiadalampraktek di PT.Bank Muamalat Indonesia,Tbksaatinisudahberjalanefektifdan relevan sesuai dengan aturan Undang-Undang dimana Bank Muamalatdalammenyalurkanpembiayaandenganmemilikijaminanbendaber

geraksepertikendaraan,mesin,tagihandan lain sebagainyamenggunakanLembagaJaminanFidusianamunhalnyadalam

proses pelaksanaaneksekusi kepada debitur yang wanprestasitidakjarangjuga Bank Muamalatmendapatimasalah-

3. Pertanggungjawabanatashilangnyaobjekjaminanfidusia yang telah di daftarkan di KEMENKUMHAMdalamsuatuperjanjianpembiayaan bank

menurutUndang-UndangNomor 42 Tahun 1999 adalahdebiturtetapbertanggungjawabmengembalikanpinjamankreditwalaupunben dajaminanfidusiatersebutdiasuransikanakanmaupuntidakdiasuransikan. Jikabendajaminanfidusiadiasuransikanmakadilunasiolehperusahaanasuransidiman abendajaminanfidusiadiasuransikansesuaidenganisiperjanjian, jikabendajaminanfidusiatidakdiasuransikanmakadebiturbertanggungjawabpenuh mengembalikanpinjamanpembiayaan. Hal inidikarenakandebiturtelahterikatdalamperjanjianpembiayaandenganpihak bank, walaupunbendajaminanfidusiahilangkarenaapabiladebituringkarmakahaltersebutd iklasifikasikandalamtindakan pidanasepertipenggelapan. B. Saran 1. Setiapbenda yang menjadiobjekjaminanfidusiaseharusnyadiasuransikanterlebihdahulu. Hal inidimaksudkanuntukmengantisipasimusnahnyabendajaminan, dimanadenganmusnahnyabendajaminantersebuttidakmenghapuskanpiutang yang belumdihapus. Walaupunperusahaanasuransitidakmembayarsepenuhnyatetapiperusahaanasurans idapatmeringankanbebandebituruntukmengembalikansisapinjamankredit.

2. DiharapkankepadaDPR agar merevisiUndang-UndangNomor 42 Tahun 1999 tentangJaminanFidusiadimanadapatdikatakanUndang-

UndangJaminanFidusiaNomor 42 Tahun 1999 tentangJaminanFidusiasaatinihanyamemenuhiaspekyuridissajasementaraaspek

moral, aspek social danaspekfilosofibelumterpenuhi. Sementarasasaran yang ingindicapaigunamemberikanperlindungan

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Atmasasmita, Romli, Hukum Kejahatan Bisnis dan Praktik di Era Globalisasi, Kencana Prenada Media Group, Edisi Pertama, 2014.

Fuady,Munir. Konsep Hukum Perdata, Divisi Buku Perguruan Tinggi Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014.

, Hukum Jaminan Utang, Erlangga, Jakarta, 2013. , Jaminan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

J.Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.

Kamello, Tan. Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni,Bandung,2014.

Patrik, Purwahid. Dasar-Dasar Hukum Perikatan (perikatan yang lahir dari perjanjian dan undang-undang), Penerbit Mandar Maju, Bandung, 1994.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatik Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.

Sunggono,Bambang. Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.

Straus dan Corbin dalam Imron Arifin, Penelitian Kualitatif dalam ilmu-ilmu sosial dan Keagamaan, Kalimasahada, Malang, 1996.

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. Beberapa masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khususnya Fiducia di Dalam dan Pelaksanaannya di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Gadjah mada, Yogyakarta, 1977.

Tobing, Rudiyanti Dorotea. Hukum Perjanjian Kredit Konsep Perjanjia Kredit Sindikasi Yang Berdasarkan Demokrasi Ekonomi, Laksbang Grafika Yogyakarta, 2014.

Usman, Rachmadi. Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009. Yahman, Karakteristik wanprestasi tindak pidana dan penipuan, Kencana

, Pemberian kredit Bank Menjadi Tindak Pidana Korupsi, Verbum Publishing, Jakarta, 2012.

PERUNDANG-UNDANGAN :

Penejelasan umum angka 4 UUHT Pasal 1150 KUH Perdata.

Pasal 23 ayat (2) UUJF

Penjelasan Umum angka 8, Pasal 10 ayat (1), dan pasal 18 ayat (1) UUHT

MAKALAH:

Musnahnya Benda Jaminan fidusia dalam Perjanjian Kredit Bank, Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar, 2011.

INTERNET:

September 2015)

http://koleksi-skripsi.blogspot.co.id/2008/07/gambaran-umum-bank-muamalat- indonesia.html?m=1 (diakses pada tanggal 11 September 2015)

http://frenkymay.blogspot.co.id/2010/06/pengertian-dan-fungsi-bank- muamalat.html?m=1 (diakses pada tanggal 11 Desember 2015)

https://m.wikipedia.org/wiki/Bank_Muamalat_Indonesia (diakses pada tanggal 11 September 2015)

http://banking.blog.gunadarma.ac.id/2010/03/10/managemen-kredit-syariah-bank- muamalat-2/ (diakses pada tanggal 11 September 2015)

http://www.pendidikanmu.com/2015/02/pengertian-fungsi-dan-jenis- bank.html?m=1 (diakses pada tanggal 11 September 2015)

http://banking.blog.gunadarma.ac.id/2010/03/10/managemen-kredit-syariah-bank- muamalat-2/ (diakses pada tanggal 11 Desember 2015)

https://tiarramon.wordpress.com/2010/03/30/bab-i-pendahuluan/ (diakses pada tanggal 10 September 2015)

http://jurnalhukum.com/jenis-jenis-perjanjian/ (diakses pada tanggal 10 September 2015)

http://rinaldisantoso.blogspot.co.id/2011/11/pembiayaan-konsumen.html?m=1 (diakses pada tanggal 11 September 2015)

http://izrajingasaeani.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-dan-unsur-unsur- kredit.html?m=1 (diakses pada tanggal 11 September 2015)

http://ssihab.blogspot.co.id/2009/11/aspek-hukum-perjanjian-kredit-bank- dan.html?m=1 (diakses pada tanggal 12 September 2015)

https://m/facebook.com/permalink.php?id=255621610421&story_fbid=10153355 549615422 (diakses pada tanggal 12 September 2015)

http://iqrapedia.blog.com/2011/09/26/analisa-kelayakan-pembiayaan-bank- syariah/ (diakses pada tanggal 12 September 2015)

http://hkm301.weblog.esaunggul.ac.id/wp-

content/uploads/sites/3914/2014/06/Hukum-Perikatan-Pertemuan-5.ppt (diakses pada tanggal 12 September 2015)

https://gandatapa.files.wordpress.com/2010/10/hukum-perdata-bag.ppt (diakses pada tanggal 12 September 2015)

http://izrajingasaeni.blogspot.co.id/2013/02/sifat-perjanjian-jaminan.html?m=1 (diakses pada tanggal 12 September 2015)

http://lawfile.blogspot.co.id/2011/12/catatan-rangkuman-hukum- jaminan.html?m=1 (diakses pada tanggal 12 September 2015)

https://blog.duitpintar.com/aset-aset-yang-bisa-jadi-jaminan-untuk-pinjaman-ke- bank (diakses pada tanggal 12 September 2015)

https://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tablD=61&src=k&id=41174 (diakses pada tanggal 12 September 2015)

https://rohmadijiwi.wordpress.com/hukum-kontrak/(diakses pada tanggal 12 September 2015)

notaris-sidoarjo.blogspot.co.id/2012/11/fidusia.html, diakses pada tanggal 1 september 2015

Law-indonesia.blogspot.co.id/2015/04/sifat-dari-jaminan-fidusia-dan-titel_2.html, diakes pada tanggal 1 september 2015.

Dokumen terkait