• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hapusnya Utang Pajak

Dalam dokumen Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) (Halaman 14-59)

BAB III GAMBARAN DATA PKLM

S. Hapusnya Utang Pajak

Hal – hal yang dapat mengakibatkan hapusnya utang pajak adalah

a. Pembayaran

Utang pajak yang melekat pada Wajib Pajak akan dihapus karena pembayaran pajak yang dilakukan ke kas negara.

b. Kompensasi

Kompensasi terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak.

c. Daluwarsa

Untuk melakukan penagihan pajak, daluwarsa telah lampau waktu lima tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak dan berakhirnya masa pajak. Hal ini untuk memberikan kepastian hukum kapan utang pajak dapat diragih lagi.

d. Pembebasan

Pembebasan tidak diberikan kepada pokok pajaknya, tetapi pembebasan hanya dilakukan terhadap sanksi administrasi.

e. Penghapusan

Penghapusan utang pajak ini sama sifatnya dengan pembebasan, tetapi diberikannya karena keadaan Wajib Pajak, misalnya: Perusahaan Wajib Pajak bangkrut dan karena Force Majeur. (Waluyo,2011:19)

BAB IV

ANALISA DAN EVALUASI A. Prosedur Pelaksanaan Penagihan

Penagihan Pajak merupakan serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan cara menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan ke luar negeri, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan mejual barang sita (lelang).

Dasar tindakan penagihan pajak adalah apabila pajak yang terutang sebagaimana tercantum dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau kurang bayar, setelah lewat jatuh tempo pembayaran pajak yang bersangkutan.

Adapun Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota, yaitu:

jjja jatuh tempo 7 hari 21 hari STP SKPKB SKPKBT SK Pembetulan SK Keberatan 2x24 Jam Put Banding

Put Peninjauan Kembali

14 hari 14 hari

Keterangan:

a. Diawali dengan penerbitan Surat Teguran setelah 7 hari jatuh tempo pembayaran

b. Apabila utang pajak tidak dilunasi Penanggung Pajak setelah lewat 21 hari sejak terbitnya Surat Teguran, diterbitkan Surat Paksa

c. Apabila utang pajak tidak dilunasi oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak setelah lewat 2 x 24 jam sejak Surat Paksa diberitahukan, maka diterbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP)

d. Apabila utang pajak dan biaya penagihan tidak dilunasi oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak setelah lewat 14 haru sejak tanggal penyitaan, dilaksanakan Pengumuman Lelang

Surat Teguran Surat Paksa SPMP Pelaksan aan Lelang Pengum uman Lelang

e. Bila utang pajak dan biaya penagihan tidak dilunasi oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak setelah lewat 14 hari terhitung sejak tanggal pengumuman lelang, maka dilaksanakan pelelangan (penjualan barang sitaan Penanggung Pajak) melalui kantor lelang.

1. Surat Teguran

Surat Teguran diterbitkan bila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran.

Dasar hukum;

a. Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

b. Undang – Undang Nomor 16 tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir menjadi Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2009

c. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 Tentang Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa

Berdasarkan Pasal 1 ayat 10 Undang – Undang penagihan, surat teguran adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan Penanggung Pajak untuk melunasi utang pajaknya, yang diterbitkan 7 (tujuh) hari setelah tanggal jatuh tempo pembayaran utang pajak.

2. Surat Paksa

Surat Paksa ialah surat perintah untuk membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

Dasar hukum:

a. Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir menjadi Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2009

b. Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

c. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 Tentang Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa d. Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan

Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Surat Paksa diterbitkan apabila;

a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau surat lain yang sejenis

b. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus; atau

c. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak

Surat Paksa sekurang – kurangnya memuat:

a. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak b. Dasar Penagihan

c. Besarnya utang pajak; dan d. Perintah untuk membayar

Pemberitahuan Surat Paksa dituangkan di dalam Berita Acara Penyampaian Surat Paksa (BAPSP) yang sekurang – kurangnya memuat:

a. Hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa b. Nama Jurusita Pajak

c. Nama yang menerima

d. Tempat pemberitahuan Surat Paksa

Surat Paksa terhadap Badan diberitahukan Jurusita Pajak kepada:

a. Pengurus, kantor perwakilan, kantor cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik ditempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka, maupun di tempat lain yang memungkinkan atau

b. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan bila jurusita pajak tidak dapat menjumpai salah seorang dari pengurus, kantor perwakilan, kantor cabang, penanggung jawab, pemilik modal.

3. Penyitaan

Dasar hukum;

a. Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 tentang Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa c. Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan

Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggun Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penyitaan dilakukan apabila utang pajak tidak dilunasi Penanggung Pajakdalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah Surat Paksa diterbitkan.

Penyitaan dilaksanakan dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi dengan syarat;

a. Telah dewasa b. Penduduk Indonesia c. Dikenal Jurusita Pajak d. Dapat dipercaya

Dalam setiap melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) yang ditandatangani Jurusita Pajak, Penanggung Pajak dan saksi-saksi. BAPS sekurang-kurangnya memuat;

a. Hari, tanggal, nomor

b. Nama Jurusita Pajak, Penanggung Pajak, para saksi c. Nama dan jenis barang yang disita

d. Tempat penyitaan

4. Lelang

Lelang adalah setiap penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran harga secara lisan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.

Dasara hukum;

a. Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

b. Peraturan Pemerintah Nomor 136 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang Dikecualikan Dari Penjualan Secara Lelang Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

1. Penjualan lelang dilakukan melalui Kantor Lelang dan dilaksanakan pelaing cepat setelah jangka waktu 14 hari terhitung sejak pengumpulan lelang 2. Pengumuman lelang dilaksanakan paling cepat setelah jangka waktu 14 hari

terhitung sejak penyitaan

3. Pejabat bertindak sebagai penjual atas barang yang disita mengajukan permintaan lelang kepada Kantor Lelang sebelum lelang dilaksanakan

4. Pejabat atau yang mewakilinya menghadiri pelaksanaan lelang untuk menentukan dilepas atau tidaknya barang yang dilelang dan menandatangani asli risalah lelang

5. Lelang tetap dapat dilaksanakan walaupun keberatan yang diajukan oelh Wajib Pajak belum memperoleh keputusan keberatan

6. Lelang tetap dapat dilaksanakan tanpa dihadiri Penanggung Pajak

7. Bila hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan dan utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan walaupun barang yang akan dilelang masih ada

8. Pejabat dan Jurusita Pajak termasuk istri, kelaurga sedarah dan semenda dalam keturunan garis lurus, dan anak angkatnya tidak diperbolehkan membeli barang sitaan yang dilelang

9. Hak Penanggung Pajak atas barang yang telah dilelang berpindah kepada pembeli dan kepadanya diberikan Risalah lelang yang merupakan bukti otentik sebagai dasar pendaftaran dan pengalihan hak

Barang – barang yang dikecualikan dari penjualan secara lelang, yaitu;

1. Uang

2. Kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan di Bank 3. Obligasi

4. Saham 5. Piutang

6. Penyertaan modal dan Surat Berharga lainnya 7. Barang yang mudah rusak atau cepat busuk

Bila penjualan barang secara lelang biaya penagihan pajak ditambah 1% dari pokok lelang. Sisa barang dan kelebihan uang hasil lelang dikembalikan oleh Pejabat kepada Penanggung Pajak paling lambat 3 hari setelah pelaksanaan lelang.

5. Pemblokiran

Pemblokiran adalah tindakan pengamanan harta Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang tersimpan di Bank dengan tujuan agar harta kekayaan dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai.

Pimpinan Bank wajib memblokir setelah menerima permohonan pemblokiran dari pejabat membuat berita acara pemblokiran serta menyampaikan salinannya kepada Pejabat dan Penanggung Pajak. Setelah menerima Berita Acara Pemblokiran dari Bank, memerintahkan Penanggung Pajak untuk memberikan kuasa kepada Bank agar memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan di Bank tersebut kepada

Jurusita Pajak. Bila Penanggung Pajak menolak memberitahukan saldo kekayaanya maka pejabat kemudian meminta Gubernur Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan Bank memberitahukan saldo kekayaan Penanggung Pajak.

Setelah saldo kekayaan Penanggung Pajak diketahui, Jurusita Pajak melakukan penyitaan dengan membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS), menandatangani bersama sanksi – sanksi dan pemimpin Bank. Bilamana Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan dalam jangka waktu 14 hari sejak penyitaan, Pejabat segera meminta kepada Pemimpin Bank untuk memindahbukukan harta kekayaan Penanggung Pajak ke kas negara sejumlah yang tercantum dalam BAPS, tembusannya disampaikan kepada Penanggung Pajak.

6. Penyanderaan

Dasar hukum;

a. Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

b. Peraturan Pemerintah Nomor 137 Tahun 2000 tentang Tempat dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak, dan Pemberian Ganti Rugi Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu. Penyanderaan dilakukan apabila:

a. Penanggung Pajak mempunyai utang pajak sekurang- kurangnya Rp. 100.000.000

b. Penanggung Pajak diragukan itikad baik dalam melunasi utang pajak c. Apabila telah lewat 14 hari dari penerbitan Surat Paksa

d. Telah mendapat izin Menteri Keuangan

Penyanderaan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh pejabat atau atasannya setelah mendapat izin Menteri Keuangan.

Surat Perintah Penyanderaan sekurang – kurangnya memuat:

1. Identitas Penanggung Pajak 2. Alasan Penyanderaan 3. Izin Penyanderaan 4. Lama Penyanderaan 5. Temapat Penyanderaan

Masa penyanderaan paling lama 6 bulan sejak Penanggung Pajak dimasukkan pada tempat penyanderaan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya 6 bulan. Tempat Penyanderaan Penanggung Pajak dibentuk Departemen Keuangan dengan persyaratan:

1. Tertutup dan terasing dari masyarakat 2. Fasilitas terbatas, dan

3. Sistem pengawasan/pengamanan memadai

Sebelum ada tempat penyanderaan yang dibentuk Departemen Keuangan, Penanggung Pajak dititipkan di rumah tahanan negara yang terpisah dengan tahanan lain.

Penyanderaan dilaksanakan Jurusita Pajak dengan menyampaikan Surat Perintah Penyanderaan kepada Penanggung Pajak dengan 2 orang saksi penduduk Indonesia yang telah dewasa, dikenal dan dapat dipercaya oleh Jurusita Pajak. Salinan Surat Perintah Penyanderaan disampaikan Jurusita Pajak kepada Kepala Rumah Tahanan Negara.

Jurusita Pajak membuat Berita Acara Penyanderaan pada saat Penanggung Pajak ditempatkan di Rumah Tahanan Negara dengan menandatanganinya bersama Kepala Rumah Tahanan Negara dan saksi-saksi.

1. Berita Acara Penyanderaan sekurang-kurangnya memuat: 2. Nomor dan tanggal Surat Perintah Penyanderaan

3. Izin tertulis Menteri Keuangan

4. Identitas Jurusita Pajak, Identitas Penanggung Pajak, identitas para saksi 5. Tempat penyanderaan

Salinan Berita Acara Penyanderaan disampaikan ke;

1. Kepala Rumah Tahanan Negara

2. Penanggung Pajak yang dikenakan penyanderaan

3. Bupati/Walikota dimana Penanggung Pajak bertempat tinggal

Penanggung Pajak yang disandera, dilepas bila:

1. Utang pajak dan biaya penagihan dilunasi 2. Jangka waktu penyanderaan terpenuhi 3. Putusan pengadilan

4. Pertimbangan tertentu Menteri Keuangan atau Gubernur

Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan atas pelaksanaan penyanderaan hanya kepada Pengadilan Negeri. Bila gugatan Penanggung Pajak dikabulkan dan putusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Penanggung Pajak dapat meminta rehabilitas nama baik dan ganti rugi atas masa penyanderaan yang telah dijalaninya.

B. Kendala Yang Dihadapi Dalam Melaksanakan Penagihan Pajak

Adapun kendala yang dihadapi oleh Jurusita Pajak dalam melaksanakan penagihan tunggakan pajak terhadap Wajib Pajak Badan yaitu:

a. Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak ditemukan atau tidak diketahui keberadaanya.

b. Wajib Pajak/Penanggung Pajak sudah pindah menurut informasi yang diterima oleh Jurusita Pajak dari warga yang berada disekitar tempat tinggal, atau tempat usaha Wajib Pajak/Penanggung Pajak.

c. Wajib Pajak/Penanggung Pajak telah meninggal dunia. d. Perusahaan sudah bubar dan pailit.

e. Wajib Pajak/Penanggung Pajak menolak menerima Surat Paksa, yang alasannya karena Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak merasa mempunyai utang pajak.

f. Wajib Pajak/Penanggung Pajak merasa semua pajak sudah dibayar.

g. Wajib Pajak/Penanggung Pajak sudah tidak mempunyai kemampuan lagi untuk membayar.

h. Wajib Pajak/Penanggung Pajak merasa Surat Ketetapan Pajak (SKP) tidak seharusnya terbit.

i. Kurangnya kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak di bidang perpajakan, sehingga tunggakan pajak yang timbul ialah sanksi Administrasi yang tidak bisa diterima oleh Wajib Pajak.

j. Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak kooperatif dalam melunasi tunggakan pajaknya. Terkadang terjadi dimana Wajib Pajak/Penanggung Pajak mempunyai kemampuan bayar tetapi tidak mau membayar tunggakan pajaknya.

k. Kurangnya Sumber Daya Manusia, khususnya Jurusita Pajak yang hanya berjumlah 3 orang pada seksi penagihan, sehingga menghambat tindakan penagihan.

2. Dalam hal Penyitaan

a. Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak mau disita.

Adakalanya ketika hendak dilakukan penyitaan, beberapa Wajib Pajak tidak mau disita, alasannya kerena Waib Pajak merasa bahwa mereka tidak mempunyai utang pajak dan tidak seharusnya dilaksanakan penyitaan.

b. Jurusita pajak tidak diperbolehkan masuk rumah

Pada saat dilakukan penyitaan, terkadang ada Wajib Pajak yang tidak memperbolehkan Jurusita Pajak memasuki rumah, memasuki ruangan atau tempat yang dianggap perlu untuk dilakukan penyitaan, sehingga tindakan pun menjadi terhambat.

c. Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak mau menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS)

Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) dibuat dan ditandatangani oleh Jurusita Pajak, 2 orang saksi, dan Wajib Pajak/Penanggung Pajak, sering terjadi Wajib Pajak/Penanggung Pajaktidak mau menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS), sehingga penyitaan barang Wajib Pajak guna melunasi utang pajaknya menjadi tertunda.

d. Pembuktian barang – barang yang bukan milik Wajib Pajak

Adakalanya barang – barang yang dibuktikan oleh Wajib Pajak adalah barang – barang yang bukan miliknya.

e. Adakalanya pendapat dari Wajib Pajak bahwa mereka merasa akan sia-sia membayar pajak karena menurut mereka pajak yang akan dilunasi nantinya tidak akan masuk ke kas negara melainkan ke kantong para pejabat pajak.

C. Upaya Yang Dilakukan Oleh Jurusita Pajak Dalam Mengatasi Kendala

Upaya yang dilakukan oelh Jurusita Pajak dalam mengatasi kendala yang dihadapi dalam melaksanakan tunggakan pajak yaitu:

1. Dalam hal penyampaian Surat Paksa

a. Apabila Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan, maka Jurusita Pajak mencari ke tempat alamat dimana Wajib Pajak/Penanggung Pajak terdaftar, dengan meminta bantuan dan bekerjasama dengan Pemerintah setempat (Kepling/Kelurahan).

b. Apabila Wajib Pajak meninggal dunia, Jurusita Pajak meminta Surat Keterangan Meninggal dari Lurah setempat, kemudian menemui ahli waris atau pelaksana wasiat yang mengurus harta peninggalan Wajib Pajak apabila harta warisan belum dibagi dan ahli waris apabila harta peninggalan wajib pajak telah dibagi untuk memberitahukan Surat Paksa bahwa Wajib Pajak tersebut memiliki utang pajak yang belum dibayar.

c. Apabila Perusahaan telah bubar, maka Jurusita Pajak memberitahukan Surat Paksa kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan atau likuidasi.

d. Apabila Perusahaan pailit, maka Jurusita Pajak menyampaikan Surat Paksa kepada kurator, hakim pengawas, balai harta peninggalan.

e. Apabila Wajib Pajak/Penanggung Pajak merasa semua pajaknya sudah dibayar, maka Jurusita Pajak terlebih dahulu meminta bukti pembayaran pajak seperti Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat membuktikan bahwa Wajib Pajak/Penanggung Pajak sudah melunasi semua pajaknya.

f. Meyakinkan dan membantu Wajib Pajak dalam menyelesaikan permasalahan Surat Ketetapan Pajaknya dengan cara menjembatani Wajib Pajak untuk berkonsultasi dengan Account Representative (AR).

g. Terhadap Wajib Pajak yang menyatakan bahwa mereka tidak mempunyai kemampuan lagi untuk membayar atau tidak mempunyai harta lagi, Jurusita Pajak melihat keadaan Wajib Pajak tersebut, apabila tidak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Wajib Pajak bahwa dirinya tidak mampu membayar maka Jurusita Pajak melakukan Pemblokiran terhadap rekening Wajib Pajak. Pemblokiran dilakukan secara acak dengan mengirimkan Surat Permohonan Pemblokiran yang berisi identitas Wajib Pajak yang akan dilakukan pemblokiran ke seluruh Pimpinan Bank yang ada di daerah Wajib Pajak tinggal dalam hal ini, seluruh Bank yang ada di

Medan disertai dengan Salinan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).

h. Menjelaskan kepada Wajib Pajak bahwa jika melunasi pajak tepat pada waktunya maka tidak akan dilakukan tindakan penagihan. Oleh karena itu Wajib Pajak hendaknya melunasi utang pajaknya.

i. Apabila Jurusita Pajak tidak diperbolehkan masuk rumah oleh Wajib Pajak ketika hendak dilaksanakan penyitaan dan memberi ancaman maka Jurusita Pajak dapat melaporkan kepada polisi untuk membantu dalam hal penyitaan.

j. Apabila Jurusita Pajak tidak diperbolehkan menyita barang Wajib Pajak maka Jurusita Pajak memberikan penjelasan bahwa maksud dari penyitaan tidak selalu berakhir dengan penjualan barang (lelang), tetapi hanya sebagai jaminan agar Wajib Pajak dapat melunasi pajaknya.

k. Sebagian barang Wajib Pajak bukan miliknya, maka oleh karena itu Wajib Pajak harus memberi bukti yang jelas bahwa barang tersebut memang benar bukan milik Wajib Pajak.

Berdasarkan data yang saya peroleh sebanyak 276 Wajib Pajak Badan yang menunggak pajak pada tahun 2013 dengan tunggakan sebesar Rp. 8.667.673.973, hal ini membuktikan bahwa masih banyak Wajib Pajak/Penanggung Pajak Badan yang menunggak membayar pajaknya khususnya di KPP Pratama Medan Kota.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari analisis dan evaluasi tersebut tentang Prosedur Pelaksanaan Penagihan Tunggakan Pajak Terhadap Wajib Pajak Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota ternyata ada 6 tahap yang dilakukan oleh KPP Pratama Medan Kotadalam melaksanakan penagihan yaitu;

a. Surat Teguran

Tindakan pelaksanaan penagihan diawali dengan penerbitan Surat Teguran atau Surat Peringatan setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran (satu bulan sejak ketetapan atau keputusan diberikan).

b. Surat Paksa

Surat Paksa diterbitkan apabilaWajib Pajak /Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran. Maka Surat Paksa diterbitkan dengan pernyataan kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak setelah lewat 21 hari sejak tanggal Surat Teguran.

c. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP)

Apapbila utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu 2x24 jam sejak tanggal jatuh tempo penerbitan Surat Paksa, maka dapat dilakukan penyitaan terhadap harta kekayaan Wajib Pajak/Penanggung Pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama dengan mengeluarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Tujuannya yaitu untuk memperoleh uang jaminan pelunasan utang pajak dari Wajib Pajak/Penggung Pajak, baik yang berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau tempat lain sekalipun pengusahanya berada ditangan pihak lain.

d. Lelang

Jika telah melampaui 14 ahri sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP), Wajib Pajak/Penanggung Pajak juga belum melunasi utang pajaknya maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak mengajukan permintaan penetapan tanggal dan tempat pelelangan Kepada Kantor Lelang Negara setempat. Setelah mendapat kepastian tanggal dan tempat pelelangan maka Jurusita Pajak akan memberitahukan hal tersebut kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak secara tertulis dangan menyampaikan Surat Pemberitahuan akan dilakukan Pelelangan kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak

e. Pemblokiran

Pemblokiran adalah tindakan pengamanan harta Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang tersimpan di Bankdengan tujuan agar harta kekayaan dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai.

f. Penyanderaan

Penyanderaan adalah penegkangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu. Penyanderaan dilakukan apabila:

1. Penanggung Pajak mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya Rp. 100.000.000

2. Penanggung Pajak diragukan itikad baik dalam melunasi utang pajak

3. Apabila telah lewat 14 hari dari penerbitan Surat Paksa 4. Telah mendapat izin Menteri Keuangan

Dalam pelaksanaan penagihan tunggakan pajak terdapat masalah dan kendala yang dihadapi oleh aparat pajak khususnya Jurusita Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota, antara lain yaitu;

1. Wajib Pajak tidak ditemukan karena Wajib Pajak sudah pindah alamat, Wajib Pajak meninggal dunia, dan alamat ahli waris tidak diketahui, Wajib Pajak sudah tidak mempunyai kegiatan dan tidak mempunyai harta untuk melunasi utang pajaknya. Maka yang dilakukan Jurusita Pajak adalah bekerjasama dengan pemerintah setempat seperti RT, RW, Kelurahan untuk meminta keterangan domisili untuk melacak keberadaan Wajib Pajak

2. Kurangnya tenaga Jurusita Pajak di KPP Pratama Medan Kota yang saat ini hanya berjumlah 3 orang, maka penagihan sulit dilaksanakan.

3. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan Waib Pajak dalam bidang perpajakan, sehingga masih banyak Wajib Pajak yang menunggak pembayaran pajak.

4. Tujuan akhir dari pelaksanaan penagihan bukan menyita atau melelang tetapi pelunasan pajak yang terutang.

5. Dalam pelaksanaan penagihan masih banyak kendala – kendala dengan tidak ditemukannya harta yang dihadapi Jurusita Pajak.

6. Dalam melaksanakan kegiatan penagihan terhadap perpajakan harus mengikuti dasar hukum yang telah ditetapkan.

7. Selama Wajib Pajak membayar pajak tepat pada waktunya atau sebelum jatuh tempo tidak akan dilakukan tindakan penagihan.

Dalam dokumen Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) (Halaman 14-59)

Dokumen terkait