DAFTAR PUSTAKA
Boediono, 2009, Perpajakan Indonesia, Diadit Media, Jakarta.
Mardiasmo, 2011, Perpajakan, Andi, Yogyakarta.
Mardiasmo, 2013, Perpajakan, Andi, Yogyakarta.
Resmi Siti, 2008, Perpajakan: Teori Dan Kasus, Salemba Empat, Jakarta.
Suandy Erly, 2011, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta.
Waluyo, 2011, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta.
Peraturan Perundang - Undangan
Undang - Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
BAB III
GAMBARAN DATA PKLM A. Definisi Pajak
a. Menurut Undang – Undang Nomor 16 tahun 2009
Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutangoleh Orang Pribadi
atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – Undang, dengan tidak
mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi
sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.
b. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H
Pajak ialah iuran kepada kas Negara berdasarkan Undang – Undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung
dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
B. Asas – Asas Pemungutan Pajak
Dalam pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada asas – asas sebagai
berikut;
a. Equality
Pemungutan Pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak harus bersifat adil
dan merata, pajak yang dikenakan kepada Orang Pribadi atau Badan yang harus
b. Certainty
Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang
terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.
c. Convenience
Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengat saat –
saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak.
d. Economy
Secara ekonomi bahwa pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak
bagi Wajib Pajak diharapkan seminim mungkin.
C. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi:
a. Official Assessment System
Merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukanbesarnya pajak yang terutang.
b. Self Assessment System
Merupakan pemungutan pajak yang memberikan wewenang, kepercayaan,
tanggungjawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
c. Witholding System
Sistem Pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk
memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
(Waluyo, 2011:13-17)
D. Wajib Pajak
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, dan
pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan
peraturan perundang – undangan perpajakan.
E. Definisi Penanggung Pajak
Definisi penanggung pajak pada Pasal 1 ayat 25 Undang – Undang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah orang pribadi atau badan yang
bertanggungjawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan
memenuhi kewajiban Wajib pajak menurut ketentuan peraturan perundang –
undangan perpajakan.
F. Pengertian Penagihan
Penagihan adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi
Utang Pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan,
mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan,
menjual barang yang telah disita. (Mardiasmo, 2011:119)
G. Dasar Hukum Penagihan
Ialah;
a. Undang – Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksasebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang – Undang
Nomor 19 Tahun 2000
b. Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang – Undang
Nomor 16 Tahun 2009
c. Peraturan Menteri Keuangan 24/PMK.03/2008 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Penagihan Dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan
Sekaligus
d. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 147/KMK.04/1998 TentangPenunjukan
Pejabat Untuk Penagihan Pajak Pusat, Tata Cara dan Jadwal Waktu
Pelaksanaan Penagihan Pajak.
e. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE – 13/PJ.75/1998 Tentang Jadwal Waktu
H. Bentuk Penagihan
Bentuk Penagihan ada 2, yaitu;
a. Penagihan Pasif
Penagihan dimana fiskus menagih utang Wajib Pajak dengan cara
mengeluarkan Ketetapan Pajak seperti: Surat Tgaihan Pajak, Surat Ketetapan
Pajak. Apabila setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak tetapi utang
pajak belum dilunasi maka langkah selanjutnya fiskus mengekuarkan Surat
Teguran.
b. Penagihan Aktif
Merupakan kelanjutan dari Penagihan Pasif. Dimana fiskus berperan aktif
dalam hal mengih utang pajak, tidak hanya menerbitkan surat, tetapi
melakukan penyitaan, penyanderaan dan pencegahan.
I. Daluwarsa Penagihan
Hak untuk melakukan penagihan termasuk sanksi administrasi berupa bunga,
denda, atau kenaikan dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah 5 tahun terhiung
sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang
menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.
a. Diterbitkan surat paksa
b. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak
langsung
c. Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan
d. Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. ( Mardiasmo,
2011:121)
J. Bunga Penagihan
Berdasarkan pasal 19 ayat 1 Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP), apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan , serta Surat Ketetapan Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang
menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh
tempo pelunasan tidak atau kurang bayar itu, dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau
tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1
bulan.
K. Biaya Penagihan Pajak
Biaya penagihan pajak yang harus dibayar oleh Penanggung Pajak yaitu:
b. Setiap pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) Rp.
100.000
Tambahan biaya penagihan pajak yang harus dibayar penanggung pajak bila
barang yang telah disita dijual:
a. Secara lelang 1% pokok lelang
b. Tidak secara lelang 1% x hasil penjualan
Biaya penagihan pajak dan tambahan biaya penagihan pajak merupakan
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
L. Tindakan Penagihan Pajak
Berdasarkan pasal 1 ayat 9 Undang – Undang Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa, tindakan penagihan pajak dapat berupa menegur, memperingatkan,
melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa,
mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan,
menjual barang yang disita.
Pasal 5 KMK 561/KMK.04/200, tindakan penagihan pajak dilakukan 7 (tujuh
hari) setelah jatuh tempo pembayaran SKP/SKT atau surat sejenis dan belum dibayar
lunas, dengan diterbitkannya Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang
M. Dasar Penagihan Seketika dan Sekaligus
Dasar hukum:
a. Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir menjadi Undang –
Undang Nomor 16 Tahun 2009
b. Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa
c. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 Tentang
Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa
Penagihan Seketika dan Sekaligus (PSS) merupakan tindakan penagihan pajak
yang dilaksanakan jurusita pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu tanggal
jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak,
masa pajak, dan tahun pajak.
Jurusita Pajak melaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus tanpa
menunggu tanggal jatuh tempo pembayran berdasarkan Surat Perintah Penagihan
Seketika dan Sekaligus. Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang –
kurangnya memuat:
a. Nama Wajib Pajak, atau Wajib Pajak dan Penanggung Pajak
b. Dasar Penagihan
d. Perintah untuk membayar
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan;
a. Sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran
b. Tanpa didahului surat teguran
c. Sebelum jangka waktu 21 hari sejak surat teguran diterbitkan
d. Sebelum penerbitan Surat Paksa
N. Pejabat Penagihan Pajak
Kepala KPP adalah pejabat yang diberi wewenang dalam penagihan pajak.
Kewenangan Pajak meliputi:
a. Mengangkat dan memberhentikan jurusita pajak
b. Menerbitkan:
1. Surat Teguran (ST), Surat Peringatan, atau surat lain sejenisnya
2. Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus (SPPSS)
3. Surat Paksa (SP)
4. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan(SPMP)
5. Surat Perintah Penyanderaan
6. Surat Pencabutan Sita
7. Pengumuman Lelang
8. Surat Penentuan Harga Limit
10.Surat lain yang diperlukan untuk pelaksanaan penagihan pajak
O. Jurusita Pajak
Dasar Hukum;
a. Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa
b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 Tentang
Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa
c. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 562/KMK.04/2000 tentang Syarat –
syarat, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Jurusita Pajak
Berdasarkan pasal 1 ayat 6 Undang – Undang Penagihan Pajak dan pasal 1
ayat 1 Keputusan Menteri Keuangan, Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan
penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan
Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.
Tugas Jurusita Pajak, meliputi:
a. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus
b. Memberitahukan Surat Paksa
c. Melaksanakan Penyitaan Barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan
Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugas harus dilengkapi kartu tanda pengenal
dan memperlihatkannya kepada Penanggung Pajak. Dalam melaksanakan tugasnya
sebagai Jurusita Pajak, Jurusita Pajak mempunyai beberapa wewenang yaitu;
a. Jurusita Pajak berwenang memasuki dan memeriksa semua ruangan
termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk menemukan objek
sita dtempat usaha, tempat kedudukan, atau tempat tinggal Penanggung
Pajak, atau tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan
objek sita.
b. Jurusita bisa meminta bantuan kepolisian, kejaksaan, departemen yang
membidangi hukum dan perundang – undangan, pemda setempat, BPN, atau
pihak lain.
c. Jurusita pajak menjalankan tugas di wilayah kerja pejabat yang
mengangkatnya, kecuali ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri atau
Keputusan Kepala Daerah.
P. Tunggakan Pajak
Tunggakan pajak terjadi jika Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang
tempo pelunasan tidak atau kurang bayar,maka saat itulah pajak tertunggak.
(Prastowo,2011:221)
Q. Pengertian Utang Pajak
Utang Pajak dalam pasal 1 ayat 8 Undang – Undang Penagihan adalah pajak
yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau
kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau surat sejenisnya
berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan.
R. Timbulnya Utang Pajak
Saat timbulnya utang pajak sangat penting karena berkaitan dengan
pembayaran pajak, pemasuka Surat Keberatan, penentuan daluwarsa, penerbitan surat
ketetapan pajak dan penentuan besarnya denda.
Ada 2 ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak;
a. Ajaran Material
Utang pajak yang timbul pada saat diundangkannya Undang – Undang pajak
sepanjang apa yang diatur dalam Undang – Undang tersebut menimbulkan suatu
kewajiban bagi seseorang terutang pajak.
b. Ajaran Formal
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak atau SKP oelh
S. Hapusnya Utang Pajak
Hal – hal yang dapat mengakibatkan hapusnya utang pajak adalah
a. Pembayaran
Utang pajak yang melekat pada Wajib Pajak akan dihapus karena pembayaran
pajak yang dilakukan ke kas negara.
b. Kompensasi
Kompensasi terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai tagihan berupa kelebihan
pembayaran pajak.
c. Daluwarsa
Untuk melakukan penagihan pajak, daluwarsa telah lampau waktu lima tahun
terhitung sejak saat terutangnya pajak dan berakhirnya masa pajak. Hal ini untuk
memberikan kepastian hukum kapan utang pajak dapat diragih lagi.
d. Pembebasan
Pembebasan tidak diberikan kepada pokok pajaknya, tetapi pembebasan hanya
dilakukan terhadap sanksi administrasi.
e. Penghapusan
Penghapusan utang pajak ini sama sifatnya dengan pembebasan, tetapi
diberikannya karena keadaan Wajib Pajak, misalnya: Perusahaan Wajib Pajak
BAB IV
ANALISA DAN EVALUASI
A. Prosedur Pelaksanaan Penagihan
Penagihan Pajak merupakan serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan cara menegur atau
memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan
Surat Paksa, mengusulkan pencegahan ke luar negeri, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyanderaan, dan mejual barang sita (lelang).
Dasar tindakan penagihan pajak adalah apabila pajak yang terutang
sebagaimana tercantum dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding serta Putusan Peninjauan
Kembali yang menyebabkan pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau kurang
bayar, setelah lewat jatuh tempo pembayaran pajak yang bersangkutan.
Adapun Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak
jjja jatuh tempo 7 hari 21 hari
STP SKPKB SKPKBT SK Pembetulan
SK Keberatan 2x24 Jam
Put Banding
Put Peninjauan Kembali
14 hari 14 hari
Keterangan:
a. Diawali dengan penerbitan Surat Teguran setelah 7 hari jatuh tempo
pembayaran
b. Apabila utang pajak tidak dilunasi Penanggung Pajak setelah lewat 21 hari
sejak terbitnya Surat Teguran, diterbitkan Surat Paksa
c. Apabila utang pajak tidak dilunasi oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak
setelah lewat 2 x 24 jam sejak Surat Paksa diberitahukan, maka diterbitkan
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP)
d. Apabila utang pajak dan biaya penagihan tidak dilunasi oleh Wajib Pajak atau
Penanggung Pajak setelah lewat 14 haru sejak tanggal penyitaan,
e. Bila utang pajak dan biaya penagihan tidak dilunasi oleh Wajib Pajak atau
Penanggung Pajak setelah lewat 14 hari terhitung sejak tanggal pengumuman
lelang, maka dilaksanakan pelelangan (penjualan barang sitaan Penanggung
Pajak) melalui kantor lelang.
1. Surat Teguran
Surat Teguran diterbitkan bila Penanggung Pajak tidak melunasi utang
pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran.
Dasar hukum;
a. Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa
b. Undang – Undang Nomor 16 tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir menjadi Undang –
Undang Nomor 16 Tahun 2009
c. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 Tentang
Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa
Berdasarkan Pasal 1 ayat 10 Undang – Undang penagihan, surat teguran adalah
surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan Penanggung
Pajak untuk melunasi utang pajaknya, yang diterbitkan 7 (tujuh) hari setelah tanggal
2. Surat Paksa
Surat Paksa ialah surat perintah untuk membayar utang pajak dan biaya
penagihan pajak.
Dasar hukum:
a. Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir menjadi Undang –
Undang Nomor 16 Tahun 2009
b. Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa
c. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 Tentang
Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa
d. Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan
Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Surat Paksa diterbitkan apabila;
a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah
diterbitkan Surat Teguran atau surat lain yang sejenis
b. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan
Sekaligus; atau
c. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam
Surat Paksa sekurang – kurangnya memuat:
a. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak
b. Dasar Penagihan
c. Besarnya utang pajak; dan
d. Perintah untuk membayar
Pemberitahuan Surat Paksa dituangkan di dalam Berita Acara Penyampaian
Surat Paksa (BAPSP) yang sekurang – kurangnya memuat:
a. Hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa
b. Nama Jurusita Pajak
c. Nama yang menerima
d. Tempat pemberitahuan Surat Paksa
Surat Paksa terhadap Badan diberitahukan Jurusita Pajak kepada:
a. Pengurus, kantor perwakilan, kantor cabang, penanggung jawab, pemilik
modal, baik ditempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal
mereka, maupun di tempat lain yang memungkinkan atau
b. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang
bersangkutan bila jurusita pajak tidak dapat menjumpai salah seorang dari
pengurus, kantor perwakilan, kantor cabang, penanggung jawab, pemilik
3. Penyitaan
Dasar hukum;
a. Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa
b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 tentang
Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa
c. Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan
Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggun
Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Penyitaan dilakukan apabila utang pajak tidak dilunasi Penanggung Pajakdalam
jangka waktu 2 x 24 jam setelah Surat Paksa diterbitkan.
Penyitaan dilaksanakan dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang
saksi dengan syarat;
a. Telah dewasa
b. Penduduk Indonesia
c. Dikenal Jurusita Pajak
Dalam setiap melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak membuat Berita Acara
Pelaksanaan Sita (BAPS) yang ditandatangani Jurusita Pajak, Penanggung Pajak dan
saksi-saksi. BAPS sekurang-kurangnya memuat;
a. Hari, tanggal, nomor
b. Nama Jurusita Pajak, Penanggung Pajak, para saksi
c. Nama dan jenis barang yang disita
d. Tempat penyitaan
4. Lelang
Lelang adalah setiap penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran
harga secara lisan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon
pembeli.
Dasara hukum;
a. Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa
b. Peraturan Pemerintah Nomor 136 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Penjualan
Barang Sitaan Yang Dikecualikan Dari Penjualan Secara Lelang Dalam
Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
1. Penjualan lelang dilakukan melalui Kantor Lelang dan dilaksanakan pelaing
cepat setelah jangka waktu 14 hari terhitung sejak pengumpulan lelang
2. Pengumuman lelang dilaksanakan paling cepat setelah jangka waktu 14 hari
terhitung sejak penyitaan
3. Pejabat bertindak sebagai penjual atas barang yang disita mengajukan
permintaan lelang kepada Kantor Lelang sebelum lelang dilaksanakan
4. Pejabat atau yang mewakilinya menghadiri pelaksanaan lelang untuk
menentukan dilepas atau tidaknya barang yang dilelang dan menandatangani
asli risalah lelang
5. Lelang tetap dapat dilaksanakan walaupun keberatan yang diajukan oelh
Wajib Pajak belum memperoleh keputusan keberatan
6. Lelang tetap dapat dilaksanakan tanpa dihadiri Penanggung Pajak
7. Bila hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya
penagihan dan utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan walaupun barang
yang akan dilelang masih ada
8. Pejabat dan Jurusita Pajak termasuk istri, kelaurga sedarah dan semenda
dalam keturunan garis lurus, dan anak angkatnya tidak diperbolehkan
membeli barang sitaan yang dilelang
9. Hak Penanggung Pajak atas barang yang telah dilelang berpindah kepada
pembeli dan kepadanya diberikan Risalah lelang yang merupakan bukti
Barang – barang yang dikecualikan dari penjualan secara lelang, yaitu;
1. Uang
2. Kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan di Bank
3. Obligasi
4. Saham
5. Piutang
6. Penyertaan modal dan Surat Berharga lainnya
7. Barang yang mudah rusak atau cepat busuk
Bila penjualan barang secara lelang biaya penagihan pajak ditambah 1% dari
pokok lelang. Sisa barang dan kelebihan uang hasil lelang dikembalikan oleh Pejabat
kepada Penanggung Pajak paling lambat 3 hari setelah pelaksanaan lelang.
5. Pemblokiran
Pemblokiran adalah tindakan pengamanan harta Wajib Pajak/Penanggung Pajak
yang tersimpan di Bank dengan tujuan agar harta kekayaan dimaksud tidak terdapat
perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai.
Pimpinan Bank wajib memblokir setelah menerima permohonan pemblokiran
dari pejabat membuat berita acara pemblokiran serta menyampaikan salinannya
kepada Pejabat dan Penanggung Pajak. Setelah menerima Berita Acara Pemblokiran
dari Bank, memerintahkan Penanggung Pajak untuk memberikan kuasa kepada Bank
Jurusita Pajak. Bila Penanggung Pajak menolak memberitahukan saldo kekayaanya
maka pejabat kemudian meminta Gubernur Bank Indonesia melalui Menteri
Keuangan untuk memerintahkan Bank memberitahukan saldo kekayaan Penanggung
Pajak.
Setelah saldo kekayaan Penanggung Pajak diketahui, Jurusita Pajak melakukan
penyitaan dengan membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS), menandatangani
bersama sanksi – sanksi dan pemimpin Bank. Bilamana Penanggung Pajak tidak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan dalam jangka waktu 14 hari sejak
penyitaan, Pejabat segera meminta kepada Pemimpin Bank untuk memindahbukukan
harta kekayaan Penanggung Pajak ke kas negara sejumlah yang tercantum dalam
BAPS, tembusannya disampaikan kepada Penanggung Pajak.
6. Penyanderaan
Dasar hukum;
a. Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa
b. Peraturan Pemerintah Nomor 137 Tahun 2000 tentang Tempat dan Tata Cara
Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak, dan Pemberian
Ganti Rugi Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung
a. Penanggung Pajak mempunyai utang pajak sekurang- kurangnya Rp.
100.000.000
b. Penanggung Pajak diragukan itikad baik dalam melunasi utang pajak
c. Apabila telah lewat 14 hari dari penerbitan Surat Paksa
d. Telah mendapat izin Menteri Keuangan
Penyanderaan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah
Penyanderaan yang diterbitkan oleh pejabat atau atasannya setelah mendapat izin
Menteri Keuangan.
Surat Perintah Penyanderaan sekurang – kurangnya memuat:
1. Identitas Penanggung Pajak
2. Alasan Penyanderaan
3. Izin Penyanderaan
4. Lama Penyanderaan
5. Temapat Penyanderaan
Masa penyanderaan paling lama 6 bulan sejak Penanggung Pajak dimasukkan
pada tempat penyanderaan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya 6 bulan.
Tempat Penyanderaan Penanggung Pajak dibentuk Departemen Keuangan dengan
persyaratan:
1. Tertutup dan terasing dari masyarakat
3. Sistem pengawasan/pengamanan memadai
Sebelum ada tempat penyanderaan yang dibentuk Departemen Keuangan,
Penanggung Pajak dititipkan di rumah tahanan negara yang terpisah dengan tahanan
lain.
Penyanderaan dilaksanakan Jurusita Pajak dengan menyampaikan Surat
Perintah Penyanderaan kepada Penanggung Pajak dengan 2 orang saksi penduduk
Indonesia yang telah dewasa, dikenal dan dapat dipercaya oleh Jurusita Pajak. Salinan
Surat Perintah Penyanderaan disampaikan Jurusita Pajak kepada Kepala Rumah
Tahanan Negara.
Jurusita Pajak membuat Berita Acara Penyanderaan pada saat Penanggung
Pajak ditempatkan di Rumah Tahanan Negara dengan menandatanganinya bersama
Kepala Rumah Tahanan Negara dan saksi-saksi.
1. Berita Acara Penyanderaan sekurang-kurangnya memuat:
2. Nomor dan tanggal Surat Perintah Penyanderaan
3. Izin tertulis Menteri Keuangan
4. Identitas Jurusita Pajak, Identitas Penanggung Pajak, identitas para saksi
5. Tempat penyanderaan
Salinan Berita Acara Penyanderaan disampaikan ke;
1. Kepala Rumah Tahanan Negara
2. Penanggung Pajak yang dikenakan penyanderaan
3. Bupati/Walikota dimana Penanggung Pajak bertempat tinggal
Penanggung Pajak yang disandera, dilepas bila:
1. Utang pajak dan biaya penagihan dilunasi
2. Jangka waktu penyanderaan terpenuhi
3. Putusan pengadilan
4. Pertimbangan tertentu Menteri Keuangan atau Gubernur
Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan atas pelaksanaan penyanderaan
hanya kepada Pengadilan Negeri. Bila gugatan Penanggung Pajak dikabulkan dan
putusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Penanggung Pajak dapat
meminta rehabilitas nama baik dan ganti rugi atas masa penyanderaan yang telah
dijalaninya.
B. Kendala Yang Dihadapi Dalam Melaksanakan Penagihan Pajak
Adapun kendala yang dihadapi oleh Jurusita Pajak dalam melaksanakan
penagihan tunggakan pajak terhadap Wajib Pajak Badan yaitu:
a. Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak ditemukan atau tidak diketahui
keberadaanya.
b. Wajib Pajak/Penanggung Pajak sudah pindah menurut informasi yang
diterima oleh Jurusita Pajak dari warga yang berada disekitar tempat
tinggal, atau tempat usaha Wajib Pajak/Penanggung Pajak.
c. Wajib Pajak/Penanggung Pajak telah meninggal dunia.
d. Perusahaan sudah bubar dan pailit.
e. Wajib Pajak/Penanggung Pajak menolak menerima Surat Paksa, yang
alasannya karena Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak merasa
mempunyai utang pajak.
f. Wajib Pajak/Penanggung Pajak merasa semua pajak sudah dibayar.
g. Wajib Pajak/Penanggung Pajak sudah tidak mempunyai kemampuan lagi
untuk membayar.
h. Wajib Pajak/Penanggung Pajak merasa Surat Ketetapan Pajak (SKP)
tidak seharusnya terbit.
i. Kurangnya kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak di bidang perpajakan,
sehingga tunggakan pajak yang timbul ialah sanksi Administrasi yang
tidak bisa diterima oleh Wajib Pajak.
j. Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak kooperatif dalam melunasi
tunggakan pajaknya. Terkadang terjadi dimana Wajib Pajak/Penanggung
Pajak mempunyai kemampuan bayar tetapi tidak mau membayar
k. Kurangnya Sumber Daya Manusia, khususnya Jurusita Pajak yang hanya
berjumlah 3 orang pada seksi penagihan, sehingga menghambat tindakan
penagihan.
2. Dalam hal Penyitaan
a. Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak mau disita.
Adakalanya ketika hendak dilakukan penyitaan, beberapa Wajib Pajak tidak
mau disita, alasannya kerena Waib Pajak merasa bahwa mereka tidak
mempunyai utang pajak dan tidak seharusnya dilaksanakan penyitaan.
b. Jurusita pajak tidak diperbolehkan masuk rumah
Pada saat dilakukan penyitaan, terkadang ada Wajib Pajak yang tidak
memperbolehkan Jurusita Pajak memasuki rumah, memasuki ruangan atau
tempat yang dianggap perlu untuk dilakukan penyitaan, sehingga tindakan
pun menjadi terhambat.
c. Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak mau menandatangani Berita Acara
Pelaksanaan Sita (BAPS)
Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) dibuat dan ditandatangani oleh
Jurusita Pajak, 2 orang saksi, dan Wajib Pajak/Penanggung Pajak, sering
terjadi Wajib Pajak/Penanggung Pajaktidak mau menandatangani Berita
Acara Pelaksanaan Sita (BAPS), sehingga penyitaan barang Wajib Pajak
d. Pembuktian barang – barang yang bukan milik Wajib Pajak
Adakalanya barang – barang yang dibuktikan oleh Wajib Pajak adalah
barang – barang yang bukan miliknya.
e. Adakalanya pendapat dari Wajib Pajak bahwa mereka merasa akan sia-sia
membayar pajak karena menurut mereka pajak yang akan dilunasi nantinya
tidak akan masuk ke kas negara melainkan ke kantong para pejabat pajak.
C. Upaya Yang Dilakukan Oleh Jurusita Pajak Dalam Mengatasi Kendala
Upaya yang dilakukan oelh Jurusita Pajak dalam mengatasi kendala yang
dihadapi dalam melaksanakan tunggakan pajak yaitu:
1. Dalam hal penyampaian Surat Paksa
a. Apabila Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan, maka
Jurusita Pajak mencari ke tempat alamat dimana Wajib Pajak/Penanggung
Pajak terdaftar, dengan meminta bantuan dan bekerjasama dengan
Pemerintah setempat (Kepling/Kelurahan).
b. Apabila Wajib Pajak meninggal dunia, Jurusita Pajak meminta Surat
Keterangan Meninggal dari Lurah setempat, kemudian menemui ahli
waris atau pelaksana wasiat yang mengurus harta peninggalan Wajib
Pajak apabila harta warisan belum dibagi dan ahli waris apabila harta
peninggalan wajib pajak telah dibagi untuk memberitahukan Surat Paksa
c. Apabila Perusahaan telah bubar, maka Jurusita Pajak memberitahukan
Surat Paksa kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan
pemberesan atau likuidasi.
d. Apabila Perusahaan pailit, maka Jurusita Pajak menyampaikan Surat
Paksa kepada kurator, hakim pengawas, balai harta peninggalan.
e. Apabila Wajib Pajak/Penanggung Pajak merasa semua pajaknya sudah
dibayar, maka Jurusita Pajak terlebih dahulu meminta bukti pembayaran
pajak seperti Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat membuktikan bahwa
Wajib Pajak/Penanggung Pajak sudah melunasi semua pajaknya.
f. Meyakinkan dan membantu Wajib Pajak dalam menyelesaikan
permasalahan Surat Ketetapan Pajaknya dengan cara menjembatani Wajib
Pajak untuk berkonsultasi dengan Account Representative (AR).
g. Terhadap Wajib Pajak yang menyatakan bahwa mereka tidak mempunyai
kemampuan lagi untuk membayar atau tidak mempunyai harta lagi,
Jurusita Pajak melihat keadaan Wajib Pajak tersebut, apabila tidak sesuai
dengan apa yang dikatakan oleh Wajib Pajak bahwa dirinya tidak mampu
membayar maka Jurusita Pajak melakukan Pemblokiran terhadap
rekening Wajib Pajak. Pemblokiran dilakukan secara acak dengan
mengirimkan Surat Permohonan Pemblokiran yang berisi identitas Wajib
Pajak yang akan dilakukan pemblokiran ke seluruh Pimpinan Bank yang
Medan disertai dengan Salinan Surat Paksa dan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan (SPMP).
h. Menjelaskan kepada Wajib Pajak bahwa jika melunasi pajak tepat pada
waktunya maka tidak akan dilakukan tindakan penagihan. Oleh karena itu
Wajib Pajak hendaknya melunasi utang pajaknya.
i. Apabila Jurusita Pajak tidak diperbolehkan masuk rumah oleh Wajib
Pajak ketika hendak dilaksanakan penyitaan dan memberi ancaman maka
Jurusita Pajak dapat melaporkan kepada polisi untuk membantu dalam hal
penyitaan.
j. Apabila Jurusita Pajak tidak diperbolehkan menyita barang Wajib Pajak
maka Jurusita Pajak memberikan penjelasan bahwa maksud dari
penyitaan tidak selalu berakhir dengan penjualan barang (lelang), tetapi
hanya sebagai jaminan agar Wajib Pajak dapat melunasi pajaknya.
k. Sebagian barang Wajib Pajak bukan miliknya, maka oleh karena itu
Wajib Pajak harus memberi bukti yang jelas bahwa barang tersebut
memang benar bukan milik Wajib Pajak.
Berdasarkan data yang saya peroleh sebanyak 276 Wajib Pajak Badan yang
menunggak pajak pada tahun 2013 dengan tunggakan sebesar Rp. 8.667.673.973, hal
ini membuktikan bahwa masih banyak Wajib Pajak/Penanggung Pajak Badan yang
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari analisis dan evaluasi tersebut tentang Prosedur Pelaksanaan Penagihan
Tunggakan Pajak Terhadap Wajib Pajak Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Kota ternyata ada 6 tahap yang dilakukan oleh KPP Pratama Medan
Kotadalam melaksanakan penagihan yaitu;
a. Surat Teguran
Tindakan pelaksanaan penagihan diawali dengan penerbitan Surat
Teguran atau Surat Peringatan setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo
pembayaran (satu bulan sejak ketetapan atau keputusan diberikan).
b. Surat Paksa
Surat Paksa diterbitkan apabilaWajib Pajak /Penanggung Pajak tidak
melunasi utang pajak sampai dengan jatuh tempo pembayaran dan
kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran. Maka Surat Paksa
diterbitkan dengan pernyataan kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak
c. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP)
Apapbila utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu 2x24 jam sejak
tanggal jatuh tempo penerbitan Surat Paksa, maka dapat dilakukan
penyitaan terhadap harta kekayaan Wajib Pajak/Penanggung Pajak oleh
Kantor Pelayanan Pajak Pratama dengan mengeluarkan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan. Tujuannya yaitu untuk memperoleh uang
jaminan pelunasan utang pajak dari Wajib Pajak/Penggung Pajak, baik
yang berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau
tempat lain sekalipun pengusahanya berada ditangan pihak lain.
d. Lelang
Jika telah melampaui 14 ahri sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan (SPMP), Wajib Pajak/Penanggung Pajak juga
belum melunasi utang pajaknya maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak
mengajukan permintaan penetapan tanggal dan tempat pelelangan
Kepada Kantor Lelang Negara setempat. Setelah mendapat kepastian
tanggal dan tempat pelelangan maka Jurusita Pajak akan
memberitahukan hal tersebut kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak
secara tertulis dangan menyampaikan Surat Pemberitahuan akan
e. Pemblokiran
Pemblokiran adalah tindakan pengamanan harta Wajib
Pajak/Penanggung Pajak yang tersimpan di Bankdengan tujuan agar
harta kekayaan dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain
penambahan jumlah atau nilai.
f. Penyanderaan
Penyanderaan adalah penegkangan sementara waktu kebebasan
penanggung pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.
Penyanderaan dilakukan apabila:
1. Penanggung Pajak mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya
Rp. 100.000.000
2. Penanggung Pajak diragukan itikad baik dalam melunasi utang
pajak
3. Apabila telah lewat 14 hari dari penerbitan Surat Paksa
4. Telah mendapat izin Menteri Keuangan
Dalam pelaksanaan penagihan tunggakan pajak terdapat masalah dan kendala
yang dihadapi oleh aparat pajak khususnya Jurusita Pajak di Kantor Pelayanan Pajak
1. Wajib Pajak tidak ditemukan karena Wajib Pajak sudah pindah alamat,
Wajib Pajak meninggal dunia, dan alamat ahli waris tidak diketahui,
Wajib Pajak sudah tidak mempunyai kegiatan dan tidak mempunyai
harta untuk melunasi utang pajaknya. Maka yang dilakukan Jurusita
Pajak adalah bekerjasama dengan pemerintah setempat seperti RT, RW,
Kelurahan untuk meminta keterangan domisili untuk melacak
keberadaan Wajib Pajak
2. Kurangnya tenaga Jurusita Pajak di KPP Pratama Medan Kota yang saat
ini hanya berjumlah 3 orang, maka penagihan sulit dilaksanakan.
3. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan Waib Pajak dalam bidang
perpajakan, sehingga masih banyak Wajib Pajak yang menunggak
pembayaran pajak.
4. Tujuan akhir dari pelaksanaan penagihan bukan menyita atau melelang
tetapi pelunasan pajak yang terutang.
5. Dalam pelaksanaan penagihan masih banyak kendala – kendala dengan
tidak ditemukannya harta yang dihadapi Jurusita Pajak.
6. Dalam melaksanakan kegiatan penagihan terhadap perpajakan harus
mengikuti dasar hukum yang telah ditetapkan.
7. Selama Wajib Pajak membayar pajak tepat pada waktunya atau sebelum
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah disampaikan oleh penulis maka penulis
mencoba memberikan saran yang mungkin bermanfaat bagi Wajib Pajak dan Petugas
Perpajakan khususnya di Seksi Penagihan:
1. Pelaksanaan Prosedur penagihan secara konsisten sesuai dengan peraturan
perundang – undangan perpajakan sehingga tujuan akhir tunggakan pajak
dalam meningkatkan penerimaan pajak tercapai.
2. Melaksanakan pembinaan kepada Wajib Pajak yang masih awam tentang
perpajakan, seperti penyebaran informasi, sosialisasi, penyuluhan
perpajakan, pelayanan Administrasi Perpajakan yang diperlukan Wajib
Pajak sehingga Waib Pajak dapat mengerti akan hak dan kewaiban
perpajakannya.
3. Melaksanakan pengawasan terhadap kepatuhan Wajib Pajak, agar dapat
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajakdalam melunasi pajaknya.
4. Diharapkan kepada fiskus agar dapat bekerjasama dengan baik dengan
instansi terkait, sehingga pelaksanaan penagihan dapat dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya. Hal ini bertujuan memperkecil kesempatan Wajib
Pajak dalam menghindari tunggakan pajaknya.
5. Dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya hendaknya Waijb Pajak
6. Perlunya peningkatan fungsi pengawasan terhadap penagihan pajak dan
koordinasi serta kerja sama dalam pelaksanaan tugas pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota yang bertujuan untuk
BAB II
GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA MEDAN KOTA
A. Sejarah Singkat KPP Pratama Medan Kota
Sejarah umum dari Kantor Pelayanan Pajak dimulai pada masa penjajahan
Belanda, Kantor Pelayanan Pajak bernama Belasting, yang kemudian setelah
kemerdekaan berubah menjadi Kantor Inspeksi Keuangan. Kemudian berubah lagi
menjadi Kantor Inspeksi Pajak dengan induk organisasinya Direktorat Jendral Pajak
Keuangan Republik Indonesia. Di Sumatera Utara pada Tahun 1976 berdiri tiga
Kantor Inspeksi Pajak, Yaitu:
a. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan
b. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara
c. Kantor Inspeksi Pajak Pematang Siantar
Di tahun 1978 Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dipecah menjadi dua yaitu
Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Untuk
memudahkan pelayanan pembayaran pajak dari masyarakat, dan dengan pertumbuhan
ekonomi yang semakin cepat, maka didirikanlah kantor Inspeksi Pajak Medan Timur
(sekarang Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur dan Kantor Pelayanan Pajak Medan
Kota). dan untuk semakin memantapkan pelayanannya kepada masyarakat dalam
pelayanan pembayaran pajak, maka berdasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan
menyeluruh pada Direktorat Jendral Pajak yang mencakup reorganisasi Kantor
Inspeksi Pajak yang diganti nama menjadi Kantor Pelayan pajak, yang sekaligus
dibentuknya Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.
Berdasarkan pada keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor:
Kep.758/KMK.01/1993 tertanggal 3 Agustus 1993,maka pada tanggal 1 April 1994
didirikanlah Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur.
Kantor Pelayanan Pajak medan Timur merupakan pecahan dari tiga Kantor
Pelayanan pajak, yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat
3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara
Dan terhitung mulai tanggal 1 April 1994, Kantor Pelayanan Pajak berubah
menjadi 4 wilayah kerja, yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat
3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara
4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai.
Berdasarkan Keputusan menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor :
Jenderal Pajak” dimana Kantor Pelayanan Pajak di Kota madya Medan Menjadi enam
wilayah kerja, yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak medan Timur, dengan ruang lingkup meliputi
wilayah:
1. Kecamatan Medan timur
2. Kecamatan Medan Area
3. Kecamatan Medan Tembung
4. Kecamatan Medan Perjuangan
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat, dengan ruang Lingkup meliputi
wilayah:
1. Kecamatan Medan Barat
2. Kecamatan Medan Sunggal
3. Kecamatan Medan Petisah
4. Kecamatan Medan Helvetia
3. Kantor Pelayanan Pajak Medan kota, dengan ruang lingkup meliputi wilayah:
1. Kecamatan Medan kota
2. Kecamatan Medan Denai
3. Kecamatan Medan Johor
4. Kecamatan Medan Amplas
4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia,dengan ruang lingkup meliputi
1. Kecamatan Medan Polonia
2. Kecamatan Medan Maimun
3. Kecamatan Medan Baru
4. Kecamatan Medan Tuntungan
5. Kecamatan Medan Selayang
5. Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan,dengan ruang lingkup meliputi
wilayah:
1.Kecamatan Medan Belawan
2.Kecamatan Medan Marelan
3.Kecamatan Medan Labuhan
4.Kecamatan Medan Deli
6. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai
Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota adalah sebagai institusi pemerintah yang
mempunyai tugas pokok dalam menyelenggarakan urusan perpajakan. Karena Pajak
merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang berhutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi
sebesar-besarnya untuk laporan rakyat. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota berada di Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak SUMUT I lantai 3 di jalan Sukamulia Nomor. 17A
Medan. Adapun sejarah singkat dari Kantor Pelayanan Medan Kota adalah sebagai
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota merupakan pecahan dari kantor
Pelayanan Pajak Medan Timur yang berdasarkan kepada :
a. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor :
443/KMK/.01/2001 Tanggal 23 Juli 2001
b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor :
58/kmk.01/2002 tanggal 26 Februari 2002
c. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor :
58/KMK/.01/2002 tanggal 26 Februari 2002
2. Yang mengepalai Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota saat ini adalah
Bapak Yan Santoso Purba,SH.MM
Berdasarkan penjelasan sejarah Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota,
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Kota berganti nama menjadi Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota pada tanggal 27 Mei 2008 Sesuai
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 131/PMK.01/2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan yang telah diubah terakhir
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 54/PMK.01/2007 dan berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jendral Pajak sebagaimana telah diubah
B. Visi dan Misi KPP Pratama Medan Kota
Keberhasilan program modernisasi di lingkungan DJP, tidak hanya dapat
membawa perubahan paradigma dan perubahan perilaku pegawai DJP. Tetapi lebih
jauh juga dapat memberikan dampak positif terhadap percepatan penerapan
praktik-praktik “good governance” pada institusi pemerintah secara keseluruhan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Direktorat Jendral Pajak telah mencanangkan
visi dan misi sebagai pedoman dalam melakukan setiap kegiatan.
Adapun visi dan misi tersebut adalah sebagai berikut:
VISI
“Menjadi institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi
perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan
integritas dan profesionalisme yang tinggi”
MISI
“Menghimpun penerimaan dalam negeri dari sektor pajak yang mampu
menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan undang-undang
C. Struktur Organisasi dan Deskripsi Tugas KPP Pratama Medan Kota
Struktur organisasi adalah suatu rangkaian yang mewujudkan pola tetap dari
hubungan diantara bidang kerja, namun orang mewujudkan kedudukan, wewenang
dan tanggung jawab dalam system kerjasama.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dikepalai oleh seorang Kepala
Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang terdiri atas Sub Bagian Umum dan beberapa
seksi yang dipimpin oleh masing-masing seorang kepala seksi.
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota membawahi 1(satu)
bagian dan 10 (sepuluh) seksi, ditambah kelompok jabatan fungsional.
Adapun bidang-bidang yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
Kota antara lain adalah sebagai berikut:
1) Sub Bagian Umum
2) Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)
3) Seksi Pelayanan
4) Seksi Penagihan
5) Seksi Pemeriksaan
6) Seksi Ekstensifikasi
8) Seksi Pengwasan dan Konsultasi II
9) Seksi Pengwasan dan Konsultasi III
10) Seksi Pengwasan dan Konsultasi IV
11)Kelompok Jabatan Fungsional
D. Deskripsi dan Aktivitas Tugas KPP Pratama Medan Kota
1. Kepala Kantor
Mengingat KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB, dan
Karikpa maka kepala Kantor KPP Pratama mempunyai Tugas Mengkoordinasi
Pelaksanaan penyuluhan, pelayanan dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak
Penghasilan, pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan
Pajak Tidak Langsung Lainnya dan Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan
Hak atas Tanah Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan
perundang undangan yang berlaku.
2. Sub Bagian Umum
Membantu dan menunjang kelancaran tugas kantor dalam mengkoordinasikan
tugas dan fungsi pelayanan kesekretarian terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata
3. Seksi Ekstensifikasi
Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan
penatausahaan pengamatan potensi perpajakan, pendapatan objek dan subjek pajak,
penilaian objek pajak, dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan pengumpulan,
pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakn,
urusan tata usaha angka penerimaan pajak, pengalokasia dan penatausahaan bagi hasil
Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan,
pelayanan dukungan teknis computer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling dan
penyiapan laporan kinerja.
5. Seksi Pelayanan
Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan
penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas
perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya,
penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi WP, serta kerja sama perpajakan
sesuai ketentuan yang berlaku.
6. Seksi Pengawasan dan Konsultan (WASKON I, II, III, IV)
Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan
Wajib pajak (PPh, PPN, PBB, BPHTB dan Pajak lainnya), bimbingan atau himbauan
analisis kinerja Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan
evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam satu KPP Pratama
terdapat 4 (empat) Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian
tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah(territorial tertentu).
7. Seksi Pemeriksaan
Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan penyusunan
perencanaan pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan
dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan
perpajakan lainnya.
8. Seksi Penagihan
Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan
penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan
pajak, dan usulan penghapusan pajak serta penyimpanan dokumen-dokumen
penagihan.
9. Kelompok Jabatan Fungsional
Pejabat Fungsional terdiri dari Pejabat Fungsional Pemeriksaan dan Pejabat
Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala KPP
Pratama. Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional Pemeriksaan
berkoordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi dengan Seksi Ekstensifikasi.Selain itu, teknologi informatika dan sistem informasi dimanfaatkan
TABEL 2.1
DAFTAR BERDASARKAN JABATAN PEGAWAI KPP PRATAMA MEDAN KOTA
NO KETERANGAN JUMLAH
1 Kepala Kantor 1
2 Kasi/Kasubbag 10
3 Fungsional 12
4 Account Representative 27
5 Pelaksana 36
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Demi mewujudkan kemandirian bangsa dan negara dalam pembiayaan
pembangunan, pemerintah perlu melakukan usaha - usaha yang cukup optimal, salah
satunya adalah menggali sumber-sumber dana yang berasal dari dalam negeri. Pada
saat ini sektor perpajakan merupakan salah satu sumber penerimaan yang ideal baik
itu penerimaan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Bila dilihat dari potensinya, sektor perpajakan dapat menjadi salah satu sektor
yang dapat memenuhi pembiayaan pembangunan yang dilakukan secara berkala dan
berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara materil maupun
spiritual. Bisa berjalan secara baik atau tidak pemanfaatan sumber ini tak lepas dari
adanya kebijakan - kebijakan dari pemerintah dan peran serta masyarakat untuk
memenuhi kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat
diharapkan, namun dalam kenyataannya masih banyak dijumpai adanya tunggakan
pajak sebagai akibat dari tidak dilunasinya utang pajak yang terutang. Selama ini
masyarakat masih menganggap pajak sebagai suatu beban. Tingkat pendapatan yang
rendah serta minimnya pengetahuan tentang pajak merupakan suatu faktor yang
menyebabkan kurangnya kesadaran masyarakat untuk melunasi kewajiban
Sehubungan dengan hal itu, aparat pajak dalam melakukan tugasnya didukung
oleh berbagai faktor penunjang, salah satunya adalah penerapan langkah strategi
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, serta upaya yang dilakukan dalam rangka
pelunasan atau pencairan tunggakan pajak yang terutang sesuai dengan prosedur
penagihan sehingga tercapainya pelunasan tunggakan pajak yang semestinya untuk
meningkatkan penerimaan pajak.
Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara perlu ditingkatkan sehingga
pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan
prinsip kemandirian. Peningkatan keadaan masyarakat di bidang perpajakan harus
ditunjang dengan iklim yang mendukung peningkatan peran aktif masyarakat serta
pemahaman akan hak dan kewajiban alam melaksanakan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Berdasarkan dengan hal - hal yang telah dijelaskan di atas, maka penulis
tertarik membahas tentang “Prosedur Pelaksanaan Penagihan Tunggakan Pajak
TerhadapWajib Pajak Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota”.
B.Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Pengalaman praktis di lapangan yang secara langsung berhubungan dengan
teori - teori yang diterima di bangku perkuliahan dan merupakan salah satu syarat
Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Sumatera Utara dapat mahasiswa
peroleh dengan melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri, kegiatan ini
memberikan tujuan dan manfaat yang sangat baik bagi mahasiswa.
1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Adapun tujuan dari Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah :
1.1 Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan penagihan terhadap Wajib Pajak
Badan yang menunggak pembayaran pajak pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Kota
1.2 Untuk mengetahui kendala - kendala yang dihadapi dalam proses penagihan
dan upaya - upaya yang ditempuh dalam mengatasinya
2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Sedangkan manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri dapat diuraikan sebagai berikut :
2.1 Bagi Mahasiswa yaitu :
a. Untuk menambah pengetahuan penulis khususnya dalam bidang penagihan
pajak
b. Mengetahui secara langsung praktik kerja yang sesungguhnya dan
penanganan masalah yang dihadapi
c. Memahami prosedur pelaksanaan penagihan pajak terhadap Wajib Pajak
d. Sebagai sarana latihan berpikir mahasiswa dalam menyusun suatu karya
ilmiah berdasarkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan.
2.2 Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu
Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yaitu :
a. Sebagai sarana untuk mempererat hubungan yang positif antara Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dengan lembaga pendidikan
Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Diploma III
Administrasi Perpajakan
b. Mendapatkan masukan berupa ide, saran, dan gagasan untuk evaluasi
kurikulum Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan bagi
penyempurnaan kurikulum
c. Mempromosikan sumber daya manusia yang dimiliki Universitas Sumatera
Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.
2.3 Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota :
a. Sebagai bahan masukan bagi Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I
khususnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dalam menangani
administrasi perpajakan
b. Mendapatkan masukan berupa ide, saran, dan gagasan dari perguruan tinggi
menyangkut penanganan masalah perpajakan khususnya penagihan tunggakan
c. Mempererat hubungan antara Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I
khususnya dengan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
C. Uraian Teoritis
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) Pasal 1 ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib
kepada negara yang terutang olehorang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang - undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar - besarnya kemakmuran rakyat.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan perpajakan.
(Pasal 1 ayat 2 KUP)
Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi
utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan,
melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa,
mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan dan
menjual barang yang disita. (Mardiasmo, 2013 : 119)
Penagihan pajak di atur dalam Undang - Undang Nomor 6 Tahun 1993
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada pasal 18 sampai dengan
pasal 23. Pada Pasal 18 disebutkan bahwa yang menjadi dasar Penagihan Pajak
adalah Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah.
Wajib Pajak Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang
meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha
milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,
firma, kongsi koperasi, dana pensiun persekutuan, perkumpulan yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. (Mardiasmo,
2013 :21)
D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Dalam hal ini, penulis akan melakukan PKLM mengenai penagihan pajak yang
dilakukan Fiskus terhadap Wajib Pajak Badan. Adapun ruang lingkup Praktik Kerja
Lapangan Mandiri (PKLM) :
1. Mengetahui prosedur pelaksanaan penagihan pajak
3. Upaya yang dilakukan dalam menghadapi kendala pada penagihan
pajak.
E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Adapun yang menjadi metode dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan
Mandiri ini, penulis akan melakukan metode - metode terapan yang telah dibuat
sesuai dengan Ketentuan Program Studi Diploma III Administasi Perpajakan FISIP
USU.
1. Tahap Persiapan
Dalam tahap ini, penulis melakukan berbagai persiapan dimulai dari
mengajukan judul, penentuan judul, pembuatan proposal, seminar
proposal, perbaikan proposal, persetujuan proposal, penentuan dosen
pembimbing, bimbingan dan konsultasi, dan pembuatan surat izin
pelaksanaan PKLM kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Sumatera Utara I untuk disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Kota.
2. Studi Literatur
Penulis membaca beberapa literatur yang berkaitan dengan topik
praktik dalam mencari dan mempersiapkan sesuatu yang berhubungan
dan dapat dijadikan sumber oleh penulis dalam menjalankan Praktik
3. Observasi Lapangan
Penulis dalam melakukan observasi lapangan sesuai dengan peraturan
yang berlaku, dimana dalam observasi ini penulis mencari data dan
informasi berhubungan dengan penagihan, serta mempelajari data -
data yang berhubungan dengan masalah-masalah yang akan dibahas
yang nantinya akan dijadikan bukti dalam daftar dokumen penulis.
4. Pengumpulan Data
Pada tahap ini, penulis mengumpulkan data melalui dua cara yaitu
data primer dan data sekunder yang bertujuan untuk pengumpulan data
yang berhubungan dengan penyusunan laporan PKLM.
a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh dari pihak - pihak yang
memahami dan menguasai objek kajian dalam Praktik Kerja
Lapangan Mandiri (PKLM)
b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari referensi yang
mendukung laporan penyajian Praktik Kerja Lapangan Mandiri
(PKLM)
5. Analisa dan Evaluasi
Setelah penulis memperoleh data yang diperlukan, penulis akan
menganalisa dan mengevaluasi data secara kualitatif yang kemudian
F. Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
1. Wawancara (Interview)
Dalam hal ini, penulis akan mengajukan pertanyaan langsung kepada para
pegawai yang berhubungan dengan masalah yang dibahas untuk mendapatkan
data yang diperlukan dan didokumentasikannya.
2. Pengamatan (Observasi)
Meninjau langsung ke lapangan untuk memperoleh informasi dan data yang
diperlukan.
3. Dokumentasi
Data yang berisikan dokumentasi yang didapat oleh penulis selama melakukan
Prakti Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).
G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Adapun yang menjadi sistematika dalam PKLM adalah sebagai berikut;
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis menjelaskan secara singkat latar belakang yang
menjadi pemikiran dan pemilihan judul. Bab ini berisikan latar belakang
Praktik Kerja Lapangan Mandiri, Tujuan, Manfaat, Uraian Teoritis,
Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri, Metode Pengumpulan
BAB II : GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)
Dalam bab ini, penulis akan menguraikan secara singkat mengenai
lokasi Praktik Kerja Lapangan Mandiri, Struktur Organisasi, Uraian
tugas pokok dan fungsi, serta gambaran mengenai pegawai Kantor
Pelayanan Pajak Medan Kota.
BAB III : GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)
Dalam bab ini akan dibahas prosedur pelaksanaan penagihan tunggakan
pajak terhadap Wajib Pajak Badan pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Kota.
BAB IV : ANALISA DAN EVALUASI
Pada bab ini, membahas analisa dan evaluasi masalah yang dihadapi
dalam melaksanakan penagihan tunggakan pajak pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Medan Kota.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam hal ini penulis akan menguraikan tentang kesimpulan dan saran
TUGAS AKHIR
PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)
TENTANG
PROSEDUR PELAKSANAAN PENAGIHAN TUNGGAKAN PAJAK TERHADAP WAJIB PAJAK BADAN PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK
(KPP) PRATAMA MEDAN KOTA
O L E H
NAMA : CLARISSA MEDIANA PUTRI NIM : 112600008
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan
kesehatan dan kemampuan penulis untuk dapat meyelesaikan laporan tugas akhir
sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
Laporan ini merupakan sebuah karya ilmiah yang disusun oleh penulis dalam
rangka memenuhi salah satu syarat menyelesaikan program studi pada Program Studi
Diploma III Administrasi Perpajakan. Laporan ini disusun berdasarkan data - data
yang diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota selama
penulis menjalaniproses praktik kerja lapangan mandiri.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU).
2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si, sebagai Ketua Jurusan Program
Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.
3. Bapak Drs. Zakaria, MSP, sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan
arahan dan bimbingan kepada penulis selama melakukan praktik kerja
lapangan mandiri.
4. Seluruh Dosen dan Pegawai Program Studi Diploma III Administrasi
Perpajakan FISIP USU.
5. Bapak Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
6. Bapak Usmada, sebagai Supervisor Lapangan.
7. Seluruh pegawai KPP Pratama Medan Kota khususnya bagian penagihan
8. Yang teristimewa kepada kedua orangtua penulis, Papa (Alm) Yoyok
Hascaryo dan Mama Yuniarti yang telah bersusah payah dengan segenap hati
dan penuh kasih sayang serta sabar dalam membesarkan, mendidik dan
mendorong penulis dalam menyelesaikan kuliah. Dan kepada 2 Saudari Saya,
Denish Pradita Putri dan Safira Esmeralda Putri terimakasih atas dukungan
kalian.
9. Buat Sahabat Saya semasa SMA sampai sekarang, Dina Indri Utami dan Putri
Nanda Sari, kalian berdua adalah sahabat yang baik yang Saya miliki. Terima
kasih atas dukungan dan semangat yang selalu kalian berikan.
10.Untuk para sahabat saksi hidup susah senang selama masa perkuliahan,
Nasriati, Ita, Fitrah, Loly, Elma, Enjel, Puspa, Maya, Wendy, Rivai, Ade dan
seluruh teman – teman Tax A dan B stambuk 2011 terima kasih telah
memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.
Dan pada akhirnya penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan,
mengingat terbatasnya kemampuan dan pengalaman penulis. Untuk itu, kritik dan
saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan
laporan ini. Semoga apa yang penulis peroleh dari semua pihak yang telah membantu
dalam perkuliahan dan penyusunan laporan ini kiranya ALLAH SWT yang akan
membalasnya.
Medan, Juli 2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ... 1
B. Tujuan dan Manfaat PKLM ... 2
C. Uraian Teoritis ... 5
D. Ruang Lingkup PKLM ... 6
E. Metode PKLM ... 7
F. Metode Pengumpulan Data PKLM ... 9
G. Sistematika Penulisan Laporan PKLM ... 9
BAB II GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA MEDAN KOTA ... 11
A. Sejarah Singkat KPP Pratama Medan Kota ... 11
B. Visi dan Misi KPP Pratama Medan Kota ... 16
C. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Kota ... 17
D. Deskripsi dan Aktifitas Kerja KPP Pratama Medan Kota ... 18
BAB III GAMBARAN DATA PKLM ... 22
A. Definisi Pajak ... 22
B. Asas – asas Pemungutan Pajak ... 22
C. Sistem Pemungutan Pajak ... 23
D. Wajib Pajak ... 24
E. Definisi Penanggung Pajak... 24
G. Dasar Hukum Penagihan ... 25
H. Bentuk Penagihan ... 26
I. Daluwarsa Penagihan ... 26
J. Bunga Penagihan ... 27
K. Biaya Penagihan ... 27
L. Tindakan Penagihan Pajak ... 28
M. Penagihan Seketika dan Sekaligus ... 29
N. Pejabat Penagihan Pajak ... 30
O. Jurusita Pajak ... 31
P. Tunggakan Pajak ... 32
Q. Pengertian Utang Pajak ... 33
R. Timbulnya Utang Pajak ... 33
S. Hapusnya Utang Pajak ... 34
BAB IV ANALISA DAN EVALUASI ... 35
A. Prosedur Pelaksanaan Penagihan ... 35
B. Kendala Yang Dihadapi Dalam Melaksanakan Penagihan Pajak ... 47
C. Upaya Yang dilakukan Oleh Jurusita Pajak Dalam Mengatasi Kendala ... 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 53
A. Kesimpulan ... 53
B. Saran ... 57