• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Hukum Melalui Cara Non Litigasi Bagi Pekerja Harian Lepas Yang Tidak Mendapatkan Upah

Dalam dokumen Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Harian L (Halaman 48-59)

UPAYA HUKUM BAGI PEKERJA HARIAN LEPAS YANG TIDAK MENDAPATKAN UPAH

3.1 Upaya Hukum Melalui Cara Non Litigasi Bagi Pekerja Harian Lepas Yang Tidak Mendapatkan Upah

Didalam dunia ketenagakerjaan pastinya ada perselisihan baik antara pekerja dengan pekerja maupun pekerja dengan pemberi kerja / pengusaha.

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Selanjutnya disebut UU PPHI), perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Setiap perselisihan hubungan industrial yang terjadi baik di perusahaan swasta maupun perusahaan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara pada awalnya diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat oleh para pihak yang berselisih (bipartit) melalui perundingan bipartit. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 yaitu :

“Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.“

Jenis perselisihan hubungan industrial menurut Pasal 2 UU PPHI meliputi: a. Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhi hak,

akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama;

b. Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

c. Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak;

d. Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham, mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatan pekerja.

Dalam hal tidak mendapatkan upah yang dialami oleh pekerja harian lepas, hal tersebut adalah termasuk jenis dari bentuk perselisihan hak dan perselisihan kepentingan yang tertulis pada Pasal 2 UU PPHI. Yang dimana hak untuk menerima upah atau bayaran yang harus dipenuhi oleh pemberi kerja tidak dibayarkan atau tidak dipenuhi dengan berbagai alasan apapun. Untuk itu kasus tersebut harus dilanjutkan kedalam perundinga bipartit sebagai salah satu bentuk proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial ini.

Menurut Pasal 3 UU PPHI mewajibkan setiap perselisihan hubungan industrial yang terjadi harus diselesaikan terlebih dahulu melalui perundingan bipartit, yang dimana lebih mengutamakan secara musyawarah dan mencapai mufakat bersama dalam suatu perselisihan, untuk menghindari perundingan tripartit yang dapat memperpanjang perselisihan dalam hubungan industrial antara pekerja dengan pemberi kerja. Berikut merupakan skema atau proses untuk menyelesaikan perselisihan antara pemberi kerja dengan pekerja melalui perundingan bipartit :

Bagan 2

Proses Perundingan Bipartit

Proses perundingan bipartit ini harus dihadiri oleh masing-masing pihak yaitu pemberi kerja dan pekerja. Pihak pekerja harian lepas diharuskan melakukan proses perundingan ini terlebih dahulu dengan pihak pemberi kerja. Karena dengan melalui proses ini masing-masing pihak dapat memperoleh hasil yang sesuai dan dapat menekan biaya serta menghemat waktu dari masing-masing pihak. Setelah proses perundingan bipartit selesai

Pekerja Pemberi Kerja Perundingan Sepakat Tidak Sepakat Perjanjian Bersama

Lanjut Perundingan Tripartit 30 Hari

dilakukan, maka dibuatlah risalah yang ditandatangani oleh para pihak. Risalah perundingan sekurang-kurangnya memuat :

a. Nama lengkap dan alamat para pihak; b. Tanggal dan tempat perundingan; c. Pokok masalah atau alasan perselisihan; d. Pendapat para pihak;

e. Kesimpulan atau hasil perundingan; dan

f. Tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan.33

Jika didalam perundingan bipartit ini mencapai kesepakatan maka akan dibuat perjanjian bersama yang ditanda tangani oleh masing-masing pihak dan didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. Perjanjian Bersama sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) UU PPHI telah mengikat dan menjadi hukum serta wajib dilaksanakan oleh para pihak. Kemudian dibuatkan dan diberikan akta bukti pendaftaran perjanjian bersama yang dibuat oleh Pengadilan Negeri setempat. Hal ini diatur pada Pasal 7 UU PPHI. Apabila perjanjian bersama tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, pihak yang dirugikan dapat mengajukan eksekusi, dengan mengajukan gugatan dan diberikan ke ketua pengadilan hubungan industrial, bersama dengan melampirkan hasil risalah perjanjian bersama yang telah disepakati. Jadi secara otomatis perselisihan tersebut akan masuk ke proses penyelesaian secara litigasi.

Jika tidak ada kesepakatan dalam perundingan bipartit maka salah satu pihak dapat mencatatkan perselisihannya ke Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) dengan membawa bukti-bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan dan gagal. Kemudian Disnaker akan menawarkan penyelesaian secara tripartit dengan ditengahi oleh mediator. Adanya mediator ini diatur dalam Pasal 4 UU PPHI. Penyelesaian perselisihan melalui bipartit sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (2) harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Jika setelah 30 hari salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai sepakat maka perundingan bipartit dianggap gagal.

Lebih dari banyak bentuk perselisihan dalam rana upah yang tidak terbayarkan dapat diselesaikan dalam proses perundingan bipartit ini. Dikarenakan perundingan bipartit ini merupakan cara yang pas dan cocok untuk masing-masing pihak dengan perjanjian kerja sebagai landasan dalam perselisihan ini yang terdapat unsur hak pekerja yang tidak terpenuhi. Yang dimana bentuk dari keputusan sepihak atau klausula baku dalam isi perjanjian yang mengikat pekerja harian lepas yang berujung merugikan pekerja. Untuk itu jika dalam proses perundingan bipartit ini gagal maka dapat dilanjutkan ke proses perundingan tripartit.

Perundingan tripartit merupakan perundingan antara pekerja dengan pemberi kerja yang melibatkan pihak ketiga sebagai fasiliator dalam

penyelesaian perselisihan hubungan industrial diantara pekerja dan pemberi kerja. Perundingan tripartit bisa melalui mediasi, konsiliasi dan arbitrase. Dalam perundingan tripartit ini, pihak mediator, konsiliator dan arbiter adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa.34

Perundingan tripartit akan dilakukan apabila perundingan bipartit telah dilakukan dan tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak tidak melakukan isi dari perjanjian bersama yang telah disepakati. Tetapi biasanya penyelesaian dalam rana tidak mendapatkan upah dapat diselesaikan paling jauh melalui proses tripartit dengan didampingi fasiliator sebagai penengah yang netral. Berikut merupakan proses dari perundingan tripartit dengan adanya pihak ketiga :

34 Wijayanto Setiawan, Op.cit, hal. 163

Pekerja

Pemberi Kerja

Mediator / Konsiliator / Arbiter 30 Hari

Bagan 3

Proses Perundingan Tripartit

Perundingan tripartit harus dihadiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan seperti pekerja dengan pemberi kerja dan dengan dihadiri fasiliator yang disediakan oleh Dinas Ketenagakerjaan berupa mediator, konsiliator atau arbiter tergantung perselisihan yang sedang terjadi. Kemudian perundingan akan dilaksanakan di Kantor Dinas Ketenagakerjaan. Apabila terjadi kesepakatan maka akan dibuatkan perjanjian bersama yang ditandatangani para pihak dan diserahkan dan didaftarkan dipengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri setempat. Kemudian dibuatkan dan diberikan akta bukti pendaftaran perjanjian bersama yang dibuat oleh Pengadilan Negeri setempat. Jika tidak ada kesepakatan dalam perundingan tripartit maka salah satu pihak dapat mencatatkan perselisihannya ke Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) dengan membawa bukti-bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan

Perundingan Mediasi / Konsiliasi / arbitrase

Sepakat

Tidak Sepakat

Perjanjian Bersama

Lanjut ke Pengadilan Hubungan Industrial

tripartit telah dilakukan dan gagal. Kemudian proses penyelesaian dapat dilanjutkan melalui penyelesaian secara litigasi.

Mekanisme penyelesaian perselisihan perburuhan secara litigasi atau melalui pengadilan hubungan industrial baru dapat dilakukan manakala telah ditempuh melalui upaya-upaya penyelesaian di luar pengadilan, yakni perundingan dengan bantuan pihak ketiga (tripartit) mediasi, konsiliasi atau arbitrase.35 Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 dalam penyelesaian

perselisihan hubungan industrial ada 3 (tiga) cara yaitu :

1. Mediasi hubungan industrial adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.

2. Konsiliasi hubungan industrial adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral. 3. Arbitrase hubungan industrial adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan

penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak yang bersifat final.

Hasil dari mediasi dan konsiliasi tidak jauh berbeda. Jika tercapai kesepakatan maka maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator atau konsiliator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran., jika tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi atau konsiliasi, maka:

a. Mediator/konsiliasi mengeluarkan anjuran tertulis;

b. Anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi/konsiliasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak; c. Para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada

mediator/konsiliator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis;

d. Pihak yang tidak memberikan pendapatnya sebagaimana dimaksud pada huruf c dianggap menolak anjuran tertulis;

e. Dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, mediator/konsiliator harus sudah selesai

membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.

Tetapi jika melalui arbitrase dan mencapai kesepakatan, maka arbiter atau majelis arbiter wajib membuat akta perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak yang berselisih dan arbiter atau majelis arbiter. Akta perdamaian didaftarkan di pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri diwilayah arbiter mengadakan perdamaian. Akta perdamaian yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari akta perdamaian. Apabila upaya perdamaian gagal, arbiter atau majelis arbiter meneruskan sidang arbitrase. Terhadap kegiatan dalam pemeriksaan dan sidang arbitrase dibuat berita acara pemeriksaan oleh arbiter. Putusan sidang arbiter ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, kebiasaan, keadilan dan kepentingan umum. Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang berselisih dan merupakan putusan yang bersifat akhir dan tetap.36

Penyelesaian melalui mediasi, konsiliasi atau arbitrase didalam perundingan tripartit tentunya sama, hanya berbeda mengenai pokok perselisihan yang diatasi dan diselesaiakan. Dalam perselisihan mengenai tidak terbayarnya upah yang dialami oleh pekerja harian lepas tidak perlu sampai masuk kedalam

upaya perlindungan hukum melalui pengadilan hubungan industrial. Karena bisa diselesaikan dengan proses perundingan bipartit atau tripartit.

3.2 Upaya Hukum Melalui Cara Litigasi Bagi Pekerja Harian Lepas Yang

Dalam dokumen Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Harian L (Halaman 48-59)