• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

C. Tinjauan Umum Tentang Ganjaran dan Hukuman 6. Pembahasan Tentang Ganjaran

4. Upaya Pembinaan Akhlak Terpuji di Sekolah

Pada dasarnya sekolah merupakan suatu lembaga yang membantu bagi terciptanya cita-cita keluarga dan masyarakat, khususnya dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang tidak dapat dilaksanakan secara sempurna di dalam rumah dan masjid.

Untuk mengatasi agar tidak terjadi penyimpangan moral bagi peserta didik, maka guru harus memberikan suri tauladan yang baik terhadap anak didik karena guru digugu dan ditiru. Terutama bagi guru agama yang menjadi contoh yang baik bagi peserta didik sebagaimana dikatakan dalam peribahasa “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Hal ini berarti kesalahan yang dilakukan oleh guru akan membawa akibat yang lebih parah bagi peserta didik.

Oleh karena itu guru harus menjadi contoh dalam segala keadaannya maka guru harus menjadi model yang baik. Keinginan untuk menerapkan pendidikan budi pekerti tentu didasari atas kenyataan sosial yang berkembang ditengah-tengah masyarakat tentang timbulnya dekadensi moral dikalangan masyarakat, termasuk generasi muda. Timbulnya antar pelajar-pelajar di kota-kota besar, serta banyaknya generasi muda yang terlibat narkoba dan obat-obatan terlarang.

Pendidikan agama di sekolah adalah bermuatan keimanan, ibadah, al-Quran, akhlak, syari’ah, muamalah dan tarikh. Di dalam materi yang terkait langsung dengan budi pekerti adalah akhlak. Dengan adanya

pendidikan budi pekerti, peserta didik diharapkan menerapkan nilai, sikap, dan perilaku yang positif, seperti amal sholeh, amanah, bekerja jeras, beradab, dan lain-lain. Seperti meninggalkan perilaku yang negatif seperti berbohong, boros, buruk sangka, ceroboh, curang, dengki, fitnah dan lain-lain.95 Maka dalam hal ini yang perlu diperhatikan dalam rangka penerapan pembinaan budi pekerti (akhlak) di sekolah adalah:

e. Kurikulum. Departemen pendidikan nasional telah merancang bahwa pendidikan budi pekerti ini direncanakan secara integratif, artinya pendidikan budi pekerti dimasukkan dalam mata pelajarang yang relevan, seperti pendidikan agama, bahasa Indonesia dan PPKn.

f. Pendidik. Pendidik atau guru hendaknya dapat dijadikan suri tauladan bagi muridnya.

g. Lingkungan pendidikan. Lingkungan yang dimaksud disini adalah lingkungan sosial pendidikan di sekolah. Lingkungan sekolah hendaknya dapat mengembangkan wawasan budi perti kearah membangun tatanan dan iklim social budaya dunia persekolahan yang berwawasan dan memandarkan akhlak mulia, sehingga lingkungan dan budaya sekolah menjadi teladan atau model pendidikan budi pekerti. h. Tri pusat pendidikan. Untuk membentuk kepribadian anak didik, perlu

di organisir sebuah upaya yang mengefektifkan hubungan antara pihak sekolah dengan keluarga atau orang tua.96

C. Pembahasan Peserta Didik 1. Pengertian Peserta didik

95

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2004, hal. 219-220.

96

Komponen terpenting dalam pendidikan adalah peserta didik. Dalam buku perspektif pendidikan islam peserta didik merupakan subjek dan objek. Oleh karena aktifitasnya kependidikan tidak akan terlaksana tanpa keterlibatan peserta didik di dalamnya. Pengertian peserta didik sangat penting untuk diketahui oleh semua pihak, terutam komponen pendidikan yang terlibat langsung dengan dunia pendidikan. Tanpa pemahaman yang utuh dan komprehensip terhadap peserta didik, sulit rasanya untuk pendidik dapat menghantarkan peserta didiknya kearah tujuan pendidikan yang diinginkan.97

Dengan berpijak pada paradigma “belajar sepanjang masa”, maka istilah yang tepat untuk mnyebut individu yang menuntut ilmu adalah peserta didik dan bukan anak didik. Peserta didik cakupannya lebih luas, yang tidak hanya melibatkan anak-anak, tetapi juga pada orang-orang dewasa. Sementara istilah anak didik hanya dikhususkan pada individu yang berusia kanak-kanak. Penyebutan peserta didik ini juga mengisyaratkan bahwa lembaga pendidikan tidak hanya di sekolah (pendidikan formal), tapi juga lembaga pendidikan di masyarakat, seperti Majlis Taklim, Paguyupan, dan sebagainya.98

Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik adalah orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan dasar) yang masih perlu dikembangkan.99

97

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Ciputat Pers, Jakarta, 2002, hal. 47.

98

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2006, hal. 102.

99

Abudin Nata mengungkapkan bahwa peserta didik merupakan makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing.100

Peserta didik dalam pendidikan Islam adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak. Definisi tersebut memberi arti bahwa peserta didik merupakan individu yang belum dewasa, yang karenanya memerlukan orang lain untuk menjadikan dirinya dewasa. Anak kandung adalah peserta didik dalam keluarga, murid adalah peserta didik disekolah, anak-anak penduduk adalah peserta didik masyarakat sekitarnya, dan umat beragama menjadi peserta didik ruhaniawan dalam suatu agama.101

Dalam ilmu tasawuf, peserta didik sering kali disebut dengan “murid” atau thalib. Secara bahasa, murid berarti “orang yang

menghendaki”. Sedangkan menurut istilah, murid adalah ”pencari hakikat di bawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual (mursyid)”. Sedangkan thalib secara bahasa berarti “orang yang mencari”, sedangkan menurut istilah tasawuf adalah “penenpuh jalan spiritual”, di mana ia berusaha keras menempah dirinya untuk mencapai derajat sufi. Penyebutan murid ini juga dipakai untuk mnyebut peserta didik pada tingkat dasar (SD) dan menengah, sementara untuk perguruan tinggi lazimnya disebut dengan mahasiswa (thalib).102

Istilah murid atau thalib ini sesungguhnya memiliki kedalam makna daripada penyebutan siswa. Artinya, dalam proses pendidikan itu

100

Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Logos, Jakarta, 1997, hal. 79.

101

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Op. Cit., hal. 103.

102

terdapat individu yang secara sungguh-sungguh menghendaki dan mencari ilmu pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa istilah murid dan thalib menghendaki adanya keaktifan pada peserta didik dalam proses belajar mengajar, bukan pada pendidik.103

Melihat dari paradigma di atas, peserta didik merupakan objek dan subjek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu mengarahkan potensi yang dimiliki peserta didik. Setara untuk menghantarkan menuju kedewasaan. Dalam menghantarkan peserta didik menuju tingkat kedewasaan, dalam dunia pendidik dibuat strategi dalam menyampaikan materi yaitu dengan cara berjenjang, semuanya itu dilakukan agar mempermudah dalam menyampaikan materi kepada peserta didik, dan mudah untuk menyusun kurikulum yang akan disampaikan kepada peserta didik. Dan tidak ada kesenjangan dalam hal pola pikir antara peserta didik yang berusia muda dan yang berusia lebih tua darinya, semua ini dilakukan oleh semua dunia pendidikan di Indonesia.