• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PERANAN POLISI DALAM PENEGAKAN HUKUM

F. Upaya Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan

Mahasiswa ataupun mahasiswi sangat banyak memiliki peran dalam mendukung pembangunan nasional, termasuk peran dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.

Sebagai langkah proaktif dapat dilaksanakan melalui :35

1. Pre-emptif

a. Komitmen untuk menjaga lingkungan tempat tinggal, bebas dari keterlibatan peredaran gelap dan penyalahgunaan Narkotika.

b. Adanya forum diskusi-diskusi secara sistematis dikalangan mahasiswa/iu terhadap pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika.

c. Pengadaan ceramah pembinaan mental.

35

2. Preventif

a. Pengawasan terhadap tempat-tempat rawan dilingkungan tempat tinggal ataupun kampus yang dapat dijadikan tempat transaksi Narkotika.

b. Penyusunan/penyebaran informasi tentang bahaya Narkotika. c. Secara aktif kampaye dalam rangka penciptaan kondisi tidak

menggunakan narkotika.

3. Represif

a. Menangani dan menyelamatkan rekan-rekan mahasiswa/i yang terlibat dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika.

b. Sebagai agen yang memberikan informasi kepada petugas (Polisi).

c. Menangkap pelaku dalam hal tertangkap tangan dan menyerahkan kepada pihak yang berwajib.

BAB IV

HAMBATAN YANG DIHADAPI POLISI DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI LINGKUNGAN KAMPUS

KHUSUSNYA DI WILAYAH HUKUM POLDA SUMUT

Faktor-faktor kendala yang dihadapi Polisi dalam menangani Tindak Pidana Narkotika sebagai berikut :36

A. Intern

1. Kegiatan tiap fungsi yang ada dalam struktur Polisi masih belum optimal dan kurang terpadu bahkan cenderung ekslusif. Kadangkala mereka beranggapan bahwa keberhasilan tugas dianggap sukses jika mereka mampu melaksanakan tugas-tugasnya secara mandiri atau dengan kata lain tidak memerlukan bantuan dan dukungan dari fungsi yang lain. Hal ini menyebabkan kurangnya frekuensi koordinasi antar fungsi dalam kegiatan rutin masing-masing sehingga hasil yang dicapai secara keseluruhan belum optimal. Kurang koordinasi antar fungsi ini dapat disebabkan karena ketidaktahuan anggota akan manfaat koordinasi.

2. Secara umum kualitas personil Polisi dalam menghadapi modus operandi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang dilakukan para sindikat pengedar narkotika (mafia) masih relatif rendah. Hal ini disebabkan karena kurangnya anggota memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan kejuruan, kursus-

36

AKBP Bajawato Zebua, Kabag Biopnal Polda Medan, Wawancara Pribadi, Medan, 23 April 2015.

kursus dan latihan ketrampilan lainnya sehingga menjadikan kendala dalam melaksanakan tugas operasional dilapangan. Kita mengetahui bahwa modus operandi kejahatan termasuk kejahatan narkotika makin canggih sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan personil Polisi yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi masih sangat terbatas. Kemampuan bahasa penyelidik, penyidik Polisi khususnya Fungsi Reserse Narkotika masih kurang, terutama kemampuan bahasa Inggris, China mengingat para pengedar narkotika di wilayah hukum Polda Sumut terutama warga negara Afrika (Black Man), China dan lainlain.

3. Selain kualitas personil, mentalitas personil Polisi juga masih banyak yang perlu diperbaiki agar tidak terlibat terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika ataupun membacking para pengedar Narkotika

4. Kurangnya sarana dan prasarana yang dimiliki Polisi merupakan kendala dalam mengejar dan menangkap kelompok pengedar. 5. Minimnya anggaran untuk pengungkapan kasus narkotika. Kita

mengetahui bahwa untuk melaksanakan penyelidikan dan penyidikan kejahatan narkotika khususnya untuk menangkap seorang pengedar, memerlukan waktu yang sangat panjang atau lama. Sering kali harus melakukan pembelian secara terselubung (Teknik undercover buy) dan melakukan beberapa kali agar dapat berhubungan langsung dengan

tidak akan menemui dan menyuruh kurir untuk mengantarkan barang / narkotika pesanan. Hal ini tentunya memerlukan biaya yang sangat besar apalagi harga narkotika sangat mahal.

6. Belum adanya keterpaduan fungsi, dalam hal melaksanakan sosialisasi bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika serta pemanfaatan peran serta masyarakat antara Fungsi Binmas dan Fungsi Reserse Narkotika.

B. Ekstern

1. Adanya rasa takut masyarakat melaporkan tentang kegiatan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dilakukan oleh Sindikat Narkotika.

2. Propinsi Sumatera Utara merupakan berbatasan dengan Propinsi NAD sebagai penanam (Kultivator) Ganja sehingga jalur lintas (transit) dan peredaran gelap Narkotika Golongan I Jenis Ganja.

3. Maraknya tempat-tempat hiburan di wilayah Propinsi Sumatera Utara, yang banyak dikunjungi kaula muda dan remaja.

4. Banyaknya masyarakat yang belum mendapat pekerjaan, sehingga masyarakat mencari penghasilan dengan cara ikut mengedarkan Narkotika.

Kampus merupakan sebuah lingkungan yang sebagian besar dihuni oleh para remaja dari berbagai latar belakang serta masa remaja yang cukup rentan dan labil, karena pada tahapan itulah para remaja sedang mencari jati dirinya. Ketika para remaja menjalani tahap pencarian jati dirinya, bagi para pengedar maupun penyalahguna narkotika memandang mereka merupakan pasar yang potensial yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan dan keuntungan bagi mereka.

Adapun hambatan yang dihadapi Polisi dalam penegakan hukum di lingkungan kampus bahwa belum adanya kerjasama antara Pihak Kampus (Rektor) dan Polisi dalam bentuk :37

1. Melakukan Penyuluhan Bahaya Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika.

2. Melakukan Test Urine secara berkala dan dadakan terhadap para mahasiswa atau mahasiswi dan security (satpam) kampus

3. Melakukan razia di kampus maupun disekitar kampus yang merupakan tempat-tempat para mahasiswa atau mahasiswi berkumpul.

4. Pembentukan Satgas Mahasiswa atau mahasiswi anti Narkotika di lingkungan kampus.

5. Kurangnya informasi dari pihak Kampus terhadap Mahasiswa atau mahasiswi yang diduga sebagai penyalahguna dan pengedar Narkotika.

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian dalam bab-bab terdahulu dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Narkotika adalah segolongan obat, bahan, atau zat, yang jika masuk ke dalam tubuh, berpengaruh terutama pada fungsi otak (susunan syaraf pusat) dan sering menimbulkan ketergantungan (adiktif).

2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3698) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671) yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang- Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

3. Perlunya pembuatan MoU antara pihak Kampus (Rektorat) dengan Polisi khususnya Fungsi Reserse Narkotika dalam rangka kerjasama untuk melakukan pencegahan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dilingkungan Kampus, sehingga mempermudah Polisi khususnya Fungsi Reserse Narkotika melakukan

penindakan terhadap para pelaku Tindak Pidana Narkotika yang berada di lingkungan kampus.

B. SARAN

Merujuk pada kesimpulan di atas, maka saran yang dapat dikemukakan adalah :

1. Perlunya diadakan penyuluhan tentang bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika kepada staf, dosen dan security (satpam) 2. Perlunya diadakan test urine terhadap penerimaan mahasiswa atau

mahasiswi baru dan test urine secara berkala dan dadakan

3. Perlunya pihak Kampus (Rektorat) menetapkan sanksi kepada mahasiswa atau mahasiswi yang positif urinenya mengandung Narkotika

4. Perlunya dibentuk Satgas Mahasiswa Anti Narkotika dilingkungan kampus.

DAFTAR PUSTAKA

1. Litelatur

A.Hamzah dan RM. Surachman, 1994, Kejahatan narkotika dan Psikotropika,

Jakarta :Sinar Grafika.

Dirjosisworo, Soedjono, 1990, Hukum narkotika di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Friedman, Lawrence M., 1977, Law and Society An Introduction, New Jersey: Prentice Hall Inc.

Lubis, M. Solly, 1989, Serba-serbi Politik dan Hukum, Bandung: Mandar Maju. Raharjo, Sajipto, 1983, Masalah Penegakan Hukum,Bandung: Sinar Baru.

Ruby Hardiati Jhony, 1985, diktat kuliah hukum pidana khusus Tindak Pidana Narkotika, Purwekerto: Fakultas Hukum.

Sadjijono, 2006, Hukum Kepolisian, Perspektif Kedudukan dan Hubungannya dalam Hukum Administrasi, Yogyakarta: LaksBang PRESSindo. Subagyo, Joko, 1993, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta :

Remaja Rosda Karya.

Supramono, Gatot, 2000, Hukum Acara Pengadilan Anak, cetakan pertama, Jakarta: Djambatan.

____________, 2001, Hukum Narkotika Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Widjaya, A.W., 1995, Masalah Kenakalan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotika, Bandung: Armico.

Mertokusumo, Sudikno, 1993, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Yogyakarta: Citra Aditya Bakti.

Utrecht, E., 1962, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Buku Ichtiar.

Wignjosoebroto, Soetandyo, 2002, Hukum, Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya, Cetakan Pertama, Jakarta: ELSAM dan HUMA.

2. Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika

3. Internet

Singlesmilesoup.blogspot.com/2011/05/faktor-faktor-penyalahgunaan- narkoba. html? m=1 diakses tanggal 12 Maret 2015.

https://lerrytutufile.files.wordpress.com/2013/09/perkap-nomor-14-tahun- 2012-tentang-manajemen-penyidikan-tindak-pidana, diakses tanggal 12 Maret 2015.

http://www.wikipedia.org/wiki/detoksifikasi, diakses tanggal 10 April 2015.

KOMPOL J. Silaban, Kasubbag Min Opsnal Bag Bin Opsnal Polda Medan, Wawancara Pribadi, Medan, 18 Mei 2015

AKBP Bajawato Zebua, Kabag Biopnal Polda Medan, Wawancara Pribadi, Medan, 23 April 2015.

Dokumen terkait