• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.4. UPAYA PENGENDALIAN INFLASI

Dalam dokumen KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (Halaman 40-44)

Upaya pengendalian inflasi pada triwulan kedua oleh Tim Pengendalian inflasi Daerah (TPID) baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota, terutama difokuskan untuk memitigasi risiko inflasi menjelang Bulan Puasa dan Lebaran. Berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait, TPID berupaya menjaga ketersediaan dan distribusi komoditas bahan pangan dan memastikan kelancaran proses distribusi. Beberapa langkah yang ditempuh TPID sebagai berikut:

1. Melakukan pemantauan harga bahan pangan dan mengantisipasi peredaran beras sintetis.

2. Memastikan ketersediaan dan kelancaran distribusi bahan pangan khususnya beras dengan memperkuat koordinasi dengan distributor utama. Rapat koordinasi dilakukan antara Disperindag, Bulog, Kadin, dan sejumlah distributor utama untuk memastikan ketersediaan stok.

3. Melakukan operasi pasar murah dan operasi pasar, berkoordinasi dengan Pemda setempat.

4. Melakukan koordinasi dengan Disperindag untuk mengatasi kendala teknis Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Kota Batam serta mengkaji kemungkinan memperluas implementasi PIHPS ke Tanjungpinang.

5. Menjaga keterjangkauan harga melalui pengendalian tarif angkutan darat yang berpotensi meningkat akibat kenaikan harga BBM.

Meningkatkan komunikasi dan himbauan kepada masyarakat untuk tidak melakukan pembelian bahan pokok secara berlebihan melalui siaran pers maupun talkshow radio.

Boks

UPAYA MEREDAM INFLASI MELALUI PULAU BINAAN

Keterbatasan pasokan bahan pangan di Kepri menyebabkan komoditas volatile food menjadi penyumbang terbesar inflasi di Kepri, mendorong Kantor Perwakilan Bank Indonesia

oditas penyumbang inflasi Kepri yaitu Cabai, yang tingkat permintaannya cenderung meningkat. Kebutuhan cabai di Prov. Kepri mencapai 8.555 ton pertahun sementara Prov. Kepri hanya dapat memenuhi 2.779 ton pertahun.

tersebut melibatkan 6 (enam) pihak lainnya

yaitu Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, Pemerintah Kota Batam, Korem 033/ Wira Pratama, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, Forum CSR Prov. Kepri, dan Kadin Prov. Kepri. Payung

hukum atau legalisasi progra Selain memiliki sasaran untuk mencapai

membangun kemandirian masyarakat pulau melalui pemberdayaan dengan peningkatan produktivitas, kualitas dan daya saing komoditas pertanian, perikanan dan usaha ekonomi produktif lainnya, dalam rangka menunjang ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pulau.

hinterland. Berdasarkan data BPS, jumlah pulau yang dimiliki oleh Kepri sebanyak 2.408 pulau besar. Dari sekian banyaknya pulau tersebut, hanya kawasan mainland yang selama ini menopang perekonomian Prov. Kepri. Sementara hinterland belum berkembang secara optimal baik dari sisi perekonomian, kehidupan sosial, maupun infrastrukturnya. Kawasan hinterland memerlukan pengembangan untuk dapat berpartisipasi dalam perekonomian Prov. Kepri. Sulitnya akses menuju hinterland, menyebabkan masyarakat di hinterland memerlukan biaya distribusi yang cukup tinggi untuk dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari khususnya kebutuhan pangan. Tetapi jika masyarakat hinterland dapat memproduksi sendiri kebutuhan pokoknya seperti kebutuhan pangan, maka biaya distribusi dapat ditekan. Bukan hanya dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tetapi diharapkan masyarakat hinterland juga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat di Prov. Kepri yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat hinterland.

Beberapa p

program ketahanan pangan yang ditekankan pada program pertanian terpadu total organik (Integrated Ecofarming). Integrated ecofarming merupakan konsep zero waste, dimana materi yang merupakan limbah atau waste dari suatu sektor akan digunakan kembali sebagai bahan dasar pada sektor lainnya. pengembangan Integrated Ecofarming sama sekali tidak menggunakan bahan kimia tetapi total organik demi kesehatan lingkungan dan konsumennya. Integrated ecofarming ini merupakan replikasi dari pilot project klaster integrated ecofarming Sei Temiang Kota Batam yang cenderung sukses mengimplementasikan cabai organik. Kualitas cabai yang dihasilkan klaster tersebut jauh lebih unggul dari pada kualitas cabai konvensional atau anorganik, selain itu biaya produksi cabai organik tersebut terbilang lebih murah dan menguntungkan petani.

merupakan komoditas unggulan Prov. Kepri juga berpotensi untuk dikembangkan. Peranan sektor perikanan di Prov. Kepri tidak diragukan lagi, kontribusi subsektor perikanan terhadap sektor pertanian mencapai 70%, salah satunya yang unggul adalah komoditas lele. Kebutuhan

lele di Kepri sebanyak 10.438 Ton pertahun dan lele yang tersedia di Kepri sebanyak 10.761 Ton, kelebihan komoditas lele tersebut menjadi potensi untuk dikembangkan ekspor lele ke negara tetangga. Sementara Peranan sektor peternakan di Prov. Kepri tidak terlalu besar hanya dibawah 1% terhadap total PDRB, namun demikian subsektor ini menduduki peringkat kedua dalam penciptaan nilai tambah sektor pertanian dengan kisaran pertumbuhan antara 4-5%. Selain itu, kebutuhan sapi di Prov. Kepri cukup tinggi mencapai 15.597 ton pertahun, sementara Prov. Kepri hanya mampu memenuhi 1.077 ton pertahun.. (sumber:Data BPS Prov. Kepri). Mengingat konsepnya terpadu, sehingga setiap waste dari lele, sapi, maupun cabai akan saling menguntungkan untuk setiap komoditas lainnya.

beberapa program lainnya antara lain program pemberdayaan perempuan, program pengembangan peran masjid dalam perekonomian warga, program pengembangan keuangan inklusif, dan program pengembangan agrowisata.

Program pemberdayaan perempuan dilakukan terhadap istri para petani untuk dapat memproduksi olahan pertanian untuk meningkatkan value added dari hasil produksi pertanian. Keterampilan produksi, mutu produk, kemasan, standarisasi produk, dan manajemen pengelolaan akan diajarkan secara bertahap.

Program pengembangan peran masjid akan diarahkan untuk turut serta dalam

koperasi syariah dan BMT yang memberikanan layanan simpan pinjam dan sebagai outlet pemasaran hasil pertanian. Masjid juga dapat dikembangkan untuk turut serta dalam

perbankan.

Program keuangan inklusif menjadi sosok yang sangat penting karena letak hinterland yang sulit dicapai oleh perbankan menjadi faktor utama untuk meningkatkan akses masyarakat hinterland kepada perbankan. Serangkaian kegiatan yang akan dilakukan antara lain edukasi keuangan, sosialisasi Gerakan Nasional Non Tunai, pengenalan produk pembiayaan dan produk non tunai, dan mengimplementasikan Layanan Keuangan Digital (LKD). LKD merupakan teknologi dimana masyarakat dapat tetap mengakses layanan sistem pembayaran dan keuangan tanpa adanya kantor fisik perbankan tetapi dengan memanfaatkan teknologi mobile based maupun web based

didirikan Agen LKD sebagai pihak ketiga yang menyediakan LKD melalui Uang Elektronik registered dan diproses secara online.

baik, maka Pulau Binaan dapat difungsikan pula sebagai objek agrowisata atau kawasan eduwisata, dimana masyarakat yang berkunjung dapat diberikan wawasan mengenai teknik

bertani dan berternak. Sasaran utama eduwisata ini adalah untuk mensosialisasikan potensi perikanan dan pertanian di Prov. Kepri.

Kecamatan Bulang, Kota Batam. Pulau Tanjung Kubu merupakan pilot project

hinterland lainnya. Semoga Pulau Tanjung Kubu ini mampu membantu memenuhi kebutuan cabai di Prov. Kepri dan menjadi sentra pemasok sapi bagi Kota Batam maupun Provinsi Kepri, serta turut andil dalam menopang perekonomian Provinsi Kepri.

BAB 3

Dalam dokumen KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (Halaman 40-44)

Dokumen terkait