• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Pengurangan Risiko Bencana Untuk Meningkatkan

Dalam dokumen Panduan Kampus Siaga Bencana_final Version (Halaman 24-34)

BAB I PENGURANGAN RISIKO BENCANA

B. Upaya Pengurangan Risiko Bencana Untuk Meningkatkan

1. Pengurangan Risiko Bencana (PRB)

Risiko bencana dapat menimpa masyarakat rentan, yang hanya memiliki sedikit kapasitas untuk menghadapi dampak negatif bencana. Pada dasarnya ada 5 (lima) komponen kerentanan yang mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk menghadapi risiko bencana, yaitu: rumah tangga (livelihood), status dasar dan kesejahteraan, perlindungan diri, per-lindungan sosial, dan tata kelola (governance). Sedangkan dalam menentu-kan risiko, terdapat 3 komponen sebagai berikut:

a. Kemungkinan terjadinya ancaman

Kemungkinan terjadinya bencana alamiah, bencana teknologi dan bencana penurunan kualitas lingkungan di suatu daerah atau lokasi, yang ditinjau dari aspek kemungkinan terjadi dan tingkat kekuatan bencana. Misal: gempa berskala 8,5 SR lebih jarang terjadi dibanding gempa yang berskala 5,0 SR.

b. Elemen-elemen yang berisiko

Mengidentifikasi unsur-unsur yang terkena dampak bencana, termasuk perkiraan nilai ekonomisnya. Kesemuanya ini mencakup segala hal yang ada di dalam masyarakat, seperti data penduduk, kesehatan masyarakat, kegiatan perekonomian, sarana, pemukiman, jalan, pelayanan, infrastruktur, maupun hasil pertanian dan ternak.

c. Kerentanan elemen-elemen yang berisiko

Mengidentifikasi sejauh mana bangunan akan mengalami kerusakan, orang akan terluka atau elemen-elemen lain akan mengalami kerusakan dan ke-rugian saat mengalami beberapa tingkatan ancaman. Hal ini menunjukkan hubungan antara tingkat keparahan atau kekuatan ancaman dengan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh ancaman tersebut. Masing-masing elemen akan berbeda pengaruhnya karena perbedaan tingkat keparahan atau ke- kuatan ancaman. Semakin parah atau kuat terjadinya suatu ancaman, maka akan semakin parah kerusakan yang terjadi pada elemen-elemen tersebut.

7

Panduan Kampus Siaga Bencana

KAMPUS SIAGA BENCANA Dengan demikian, konsep mengenai kerentanan, ancaman, dan risiko berhubungan secara dinamis. Hubungan antar elemen tersebut juga dapat diungkapkan dengan pendekatan sebagai berikut: besarnya ancaman yang disebabkan suatu kejadian potensial disertai dengan tingginya kerentanan suatu populasi akan meningkatkan besarnya risiko. Di sisi lain, sifat kerentanan adalah hubungan secara terbalik dengan kapasitas manusia untuk bertahan terhadap akibat-akibat bencana tersebut.

Secara matematis, kondisi ini digambarkan sebagai berikut:

Sebagai contoh :

Kampus Impian berada di dataran tinggi yang rawan tanah longsor dan tanah bergerak. Jika musim penghujan datang, maka longsor akan menyertai. Tanah longsor yang terakhir terjadi mengakibatkan 1 rumah di sekitar kampus rusak berat, dan beberapa bangunan umum di desa sekitar kampus mengalami kerusakan. Dinding kampus hanya mengalami retak rambut. Pihak kampus telah mengambil langkah guna membekali mahasiswa dengan pengetahuan tentang kesiapsiagaan dan tanggap darurat bencana. Di lingkungan kampus, digalakkan program lahan hijau dan paru-paru kampus dengan menata ulang lahan kosong di kampus dan penanaman pohon. Jalur evakuasi di tiap gedung di wilayah kampus sudah terpasang, sehingga masyarakat kampus sudah mengetahui ke arah mana harus

berlindung ketika bencana datang. Sistem peringatan dini bencana telah ditempatkan dengan memanfaatkan interkom di setiap ruangan kelas, serta pengeras suara di masjid kampus. Tim Pertolongan Pertama telah terlatih dan secara rutin melakukan penyegaran maupun latihan serta memeriksa kesiapan peralatan.

Dengan kondisi di atas, walaupun Kampus Impian terletak di wilayah yang rentan terhadap ancaman bencana, tetapi mereka mempunyai kapasitas yang tinggi. Risiko yang akan mereka hadapi menjadi kecil/minimal.

9

Panduan Kampus Siaga Bencana

KAMPUS SIAGA BENCANA Berdasarkan persamaan matematis di atas, maka diperlukan upaya terpadu yang dilaksanakan oleh sivitas akademika, masyarakat dan stakeholder setempat untuk mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas sivitas dan masyarakat agar dapat menanggulangi dampak bencana, wabah penyakit, masalah kesehatan, maupun masalah lingkungan, yang dirumus-kan sebagai berikut:

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menjelaskan paradigma Pengurangan Risiko Bencana (PRB) yang merupakan rencana terpadu yang bersifat lintas sektor dan lintas wilayah serta meliputi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Dalam implementasinya, kegiatan PRB nasional akan disesuaikan dengan rencana pengurangan risiko tingkat regional dan internasional, dimana masyarakat merupakan subjek, objek sekaligus sasaran utama upaya PRB dan berupaya mengadopsi dan mem-perhatikan kearifan lokal (local wisdom) dan pengetahuan tradisional (traditional knowledge) yang ada dan berkembang dalam masyarakat. Sebagai subjek, masyarakat diharapkan dapat aktif mengakses saluran informasi formal dan nonformal, sehingga upaya PRB secara langsung dapat melibatkan masyarakat. Pemerintah bertugas mempersiapkan sarana, prasarana, dan sumber daya yang memadai untuk pelaksanaan kegiatan PRB (Laman Badan Nasional Penanggulangan Bencana www.bnpb.go.id).

PMI mendefinisikan “Upaya Pengurangan Risiko Bencana sebagai upaya terpadu yang dilaksanakan oleh masyarakat dan stakeholder setempat untuk mengurangi kerentanan

yang ada di masyarakat dan meningkatkan

kapasitas masyarakat untuk dapat menanggulangi dampak dari bencana, wabah penyakit, masalah kesehatan, masalah

lingkungan dan sebagainya”. (Buku PMI, “Pelatihan VCA dan PRA”, 2008)

2. Upaya Pengurangan Risiko Bencana Pemerintah Indonesia

Konsep penanggulangan bencana telah mengalami perubahan cukup men-dasar. Pemaknaan terhadap bencana yang secara konvensional dianggap sebagai kejadian yang tidak dapat dicegah, kemudian mengalami pergeseran menjadi dapat diprediksi sebelumnya sehingga dapat diupayakan pencegahan dan pengurangan risiko bencana tersebut. Upaya PRB yang telah menjadi salah satu kebutuhan prioritas baik di tingkat global maupun masyarakat, semakin memperkuat komitmen pemerintah Indonesia untuk mengubah paradigma dari kegiatan responsif (penanggulangan bencana) ke arah kegiatan preventif (pengurangan risiko bencana), serta memposisi-kan masyarakat dari objek pasif menjadi subjek aktif yang dengan kesadaran diri bertanggung jawab untuk melakukan upaya PRB.

Gempa bumi dan tsunami di Aceh yang terjadi pada bulan Desember 2004 telah membuka mata dunia internasional akan kurangnya dan pentingnya pengurangan risiko bencana.

11

Panduan Kampus Siaga Bencana

KAMPUS SIAGA BENCANA Menanggapi hal tersebut, diselenggarakanlah suatu konferensi tentang “Pengurangan Risiko Bencana” di Kobe, Hyogo Jepang pada bulan Juni 2005. Konferensi ini menghasilkan kesepakatan global, “Hyogo Framework for Action 2005-2015” - HFA (Kerangka Aksi Hyogo untuk Pengurangan Risiko Bencana 2005-2015): membangun ketangguhan bangsa dan masyarakat ter-hadap bencana. Kerangka aksi ini menekankan pada semua negara dunia untuk menyusun mekanisme terpadu PRB yang didukung oleh kelembagaan serta kapasitas sumber daya yang memadai.

Merujuk pada berbagai hasil evaluasi pelaksanaan upaya PRB, HFA telah menghasilkan rekomendasi yang digunakan sebagai salah satu acuan setiap institusi maupun lapisan masyarakat, sebagai berikut:

a. Meletakkan PRB sebagai prioritas nasional dan daerah yang pelaksanaan-nya harus didukung oleh kelembagaan yang kuat;

b. Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko bencana serta menerap-kan sistem peringatan dini;

c. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun kesadaran keselamatan diri dan ketahanan terhadap bencana pada semua tingkat masyarakat;

d. Mengurangi faktor-faktor penyebab risiko bencana;

e. Memperkuat kesiapan dalam menghadapi bencana pada semua tingkatan masyarakat agar respons yang dilakukan lebih efektif.

Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 24 tahun 2007 mengenai “Penanggulangan Bencana” yang mengatur tahapan bencana meliputi pra-bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana. Adanya undang-undang ini juga menjadi landasan pendirian BNPB (Badan Nasional

Penanggulangan Bencana) dan BPBD (Badan

Penanggulangan Bencana Daerah) di seluruh kotamadya/ kabupaten di Indonesia. Selain itu, pemerintah Indonesia menyusun Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB) yang dievaluasi secara berkala serta mengadopsi, melaksanakan dan mengembangkan kesepakatan global ke dalam konteks lokal.

Upaya peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan kesadaran masyarakat dalam hal PRB telah menjadi perhatian pemerintah di setiap tingkatan, yang dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti pelatihan, penyuluhan, simulasi, seminar, pengembangan program di masyarakat, serta memperkuat kualitas institusi Pemerintah di bidang kebencanaan antara lain BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Dikarenakan upaya PRB juga berkaitan dengan topik dan permasalahan lainnya, maka Pemerintah melakukan pengarusutamaan PRB di berbagai sektor.

Pada sektor pendidikan formal, Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional telah mengeluarkan Surat Edaran nomor 70a/MPN/ SE/2010 tanggal 31 Maret 2010 tentang Pengarusutamaan Risiko Bencana di Sekolah, yang ditindaklanjuti dengan kegiatan pelatihan guru, sosialiasi, pengintegrasian topik kebencanaan ke dalam intra dan ekstrakurikuler, serta program Sekolah Siaga Bencana. Pada tingkatan pendidikan tinggi, beberapa perguruan tinggi juga telah melakukan upaya PRB melalui kebijakan rektorat secara menyeluruh, pengembangan program studi kebencanaan, maupun kegiatan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).

Untuk mendukung sarana, prasarana, kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM), dan pendanaan, Pemerintah melakukan jejaring dan kerjasama dengan lintas sektor, baik swasta, maupun organisasi nonpemerintah di tingkat internasional, nasional, dan lokal. Forum terkait PRB yang diselenggarakan oleh Konsorsium Pendidikan Bencana maupun pihak lain, menjadi media berbagi informasi, pembelajaran, dan berkegiatan bersama. Selain itu, program Sekolah Siaga Bencana yang diselenggara-kan oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), PMI (Palang Merah Indonesia), UNDP (United Nations Development Programme), UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization), PLAN International, Save the Children, Habitat International, Mercy Corps, Hope, ASB (Arbeiter Samariter Bund Deutschland) menjadi salah satu bentuk jejaring dan kerjasama lintas sektor dengan Pemerintah.

13

Panduan Kampus Siaga Bencana

KAMPUS SIAGA BENCANA 3. Upaya Pengurangan Risiko Bencana Palang Merah Indonesia

Sebagai organisasi kemanusiaan, PMI memiliki mandat membantu dan bekerjasama dengan pemerintah untuk memperkuat masyarakat rentan. Dengan komitmen ini, PMI telah aktif terlibat dalam berbagai kegiatan pengurangan risiko dan adaptasi perubahan iklim sejak konsep ini mulai diperdengarkan di Indonesia.

Sebagai tindak lanjut dari komitmen tersebut, PMI telah menandatangi Nota Kesepahaman dengan BNPB pada tanggal 23 Maret 2009 yang menyatakan bahwa kedua belah pihak setuju untuk membangun kerjasama dalam melakukan berbagai aktifitas penanggulangan bencana sebelum, saat, dan sesudah bencana terjadi, sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing. Melalui perjanjian ini PMI juga berkomitmen untuk membantu BNPB dalam pelaksanaan dan pencapaian kebijakan PRB di tingkat kota, kabupaten, provinsi, nasional, regional maupun global. Selain itu, PMI sejak tahun 2004 terlibat secara aktif dalam kelompok kerja pembentukan RAN PRB dalam upaya pencapaian prioritas Kerangka Aksi Hyogo, yang dikoordinasi oleh BAPPENAS.

Selain kebijakan dan kerjasama, PMI juga mendukung upaya PRB dengan melaksanakan kegiatan pemberdayaan di masyarakat melalui Program Pengurangan Risiko Terpadu Berbasis Masyarakat (PERTAMA), Program Kesehatan dan Pertolongan Pertama Berbasis Masyarakat (KPPBM), Program Sekolah Siaga Bencana (SSB) melalui ekstrakurikuler Palang Merah Remaja (PMR), pelatihan dan simulasi untuk relawan di tingkat desa, maupun Korps Sukarela (KSR) PMI di perguruan tinggi dan PMI kabupaten/ kota, serta kegiatan-kegiatan yang mengarah pada adaptasi perubahan iklim seperti pembuatan biopori, dan kampanye “green and clean”.

Di dunia pendidikan yang sejalan dengan Keputusan Kementerian Pendidikan Nasional tentang Pengarusutamaan Risiko Bencana di Sekolah, maka PMI telah mengembangkan Program Sekolah Siaga Bencana (SSB) di SMP dan SMA di berbagai provinsi di Indonesia sejak tahun 2004. Strategi program dilaksanakan dengan cara mengintegrasikan SSB dengan program Sekolah Sehat yang sudah ada, peningkatan kapasitas kesiapsiagaan bencana melalui pelatihan bagi guru serta melalui ekstrakurikuler Palang Merah Remaja (PMR), sosialisasi dan advokasi kepada orang tua serta mitra lain, dan pengembangan program secara mandiri oleh pihak sekolah. Sampai dengan tahun 2010, total 16 PMI Provinsi menginiasi SSB yang berintegrasi dengan program PERTAMA, dan lebih dari 50.000 orang termasuk murid, guru, orang tua murid serta masyarakat sekitar sekolah telah mendapatkan pengetahuan mengenai kesiapsiagaan bencana.

Kebutuhan akan upaya PRB secara bertahap dan berkelanjutan juga men-jangkau tingkat pendidikan tinggi. Merujuk pada daerah rawan bencana yang tersebar di hampir seluruh provinsi di Indonesia, secara geografis lingkungan kampus termasuk wilayah rentan terhadap dampak bencana karena berisiko mengalami kerusakan sarana dan prasarana perkuliahan, terhambatnya proses belajar mengajar, maupun korban jiwa.

Namun demikian, seperti halnya sekolah dasar dan menengah, maka perguruan tinggi juga berpotensi menjadi tempat pertemuan, tempat aman untuk penyelamatan, dan sekaligus tempat tinggal sementara bagi pengungsi. Disamping itu, berbagai cabang disiplin ilmu seperti kedokteran, psikologi, arsitektur dan teknik, memungkinkan institusi pendidikan ini menjadi sumber informasi dan memberikan bantuan kepada masyarakat selama masa tanggap darurat dan pemulihan. Hal ini kemudian mendorong PMI untuk mengembangkan konsep Sekolah Siaga Bencana (SSB) yang dapat diterapkan di lingkungan perguruan tinggi, yang disebut Kampus Siaga Bencana (KSB).

KAMPUS

SIAGA

BENCANA

Dalam dokumen Panduan Kampus Siaga Bencana_final Version (Halaman 24-34)

Dokumen terkait