• Tidak ada hasil yang ditemukan

Panduan Kampus Siaga Bencana_final Version

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Panduan Kampus Siaga Bencana_final Version"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KAMPUS

SIAGA

BENCANA

(3)

KAMPUS SIAGA BENCANA

Edisi Pertama: ... | ISBN: ...

Penyusunan materi panduan Kampus Siaga Bencana dapat terlaksana berkat kontribusi:

Penerbit:

Palang Merah Indonesia (PMI)

Didukung oleh:

Palang Merah Perancis Ali Mahsyar (PMI Provinsi Jawa Tengah)

Astrid Firdianto (PMI Pusat) Bevita D. Meidityawati (PMI Pusat)

Catur Meipriyanti (PMI Provinsi Sumatera Barat) Deasy Sujatiningrani (PMI Pusat)

Denok Rahayu (PMI Pusat) Exkuwin Suharyanto (PMI Pusat)

Febriana Ambarwati (PMI Cabang Jakarta Timur) Ketut Sassu Budi Satwan (PMI Provinsi Bali) Lilis Wijaya (PMI Pusat)

Muksinun (PMI Cabang Kota Yogyakarta) Nuzlan Huda (PMI Provinsi Sumatera Barat) Rano Sumarno (PMI Cabang Jakarta Barat) Rachmad Arif Susilo (PMI Pusat)

Renita Syafmi (PMI Provinsi Aceh)

Wuri Widiayanti (PMI Provinsi Jawa Tengah) Dwi Hariyadi (PMI Pusat)

Indra Yogasara (PMI Pusat)

Maria Aswi Reksaningtyas (PMI Pusat)

dr. Dewindra Widiamurti Endra Setyawan Mathilde Hutagaol Rina Utami Dheni Prasetyo Florensia Malau eLBe Creative

PALANG MERAH INDONESIA

JARING BENING

EDITOR

(4)

Puji Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan limpahan berkah kepada kita semua sehingga akhirnya buku ini dapat diselesaikan dengan baik setelah melalui tahapan loka-karya dan ujicoba dilapangan. Disamping itu masukan dari banyak pihak baik akademisi, pemerintah, kampus, mahasiswa/i, perwakilan masyarakat dosen dan pelak-sana lapangan program pengurangan risiko bencana juga telah berkontribusi dalam penyelesaian panduan ini. Kampus Siaga Bencana atau di singkat dengan KSB adalah kegiatan yang berfokus pada kampus. Akan tetapi bukan kampus sebagai sasaran program saja melainkan pada saatnya diharapkan, kampus yang berisi agen-agen perubahan atau bibit-bibit agen perubahan akan menjadi subyek untuk menyebarkan informasi mengenai pengurangan risiko bencana. Sehingga dengan keterlibatan kampus, setiap kampus nantinya akan mempunyai kepedulian terhadap pengurangan risiko bencana secara masal. Kedepannya diharapkan juga para mahasiswa/i yang telah berkiprah di masyarakat baik pada saat masih menjadi mahasiswa seperti bakti sosial, desa binaan, mau-pun Kuliah kerja Nyata (KKN) dan setelah lulus akan dapat terus berperan dalam penyebaran pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana-siaga bencana.

Mengapa Kampus..? pertanyaan yang keluar kemudian, karena: pertama semua orang berhak selamat pada setiap kejadian bencana termasuk juga insan yang ada di kampus, karena keselamatan dalam bencana adalah hak. Kedua karena berdasarkan fakta lapangan masih jarang sekali kampus mempunyai kesiapsiagaan dalam bencana. Ketiga kampus yang merupakan kawah candradimuka tempat pendidikan bagi generasi penerus bangsa yang akan mencetak ahli-ahli, agen-agen perubahan, diharapkan pada saatnya nanti dapat berperan secara positif dalam pengurangan risiko bencana baik sebagai pelaku maupun sebagai agen yang mempunyai kepedulian terhadap isu pengurangan risiko bencana-siaga bencana dan akan menyebarkannya dimanapun berada, baik di kampus maupun setelah berada ditengah-tengah masyarakat nantinya.

Korps Sukarela (KSR) yang ada di Perguruan Tinggi akan mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan-kegiatan kampus siaga bencana, sebagai pintu masuk dan juga sebagai pengerak, pendorong kegiatan pengurangan risiko bencana di kampus. Walaupun demikian buku ini tidak hanya ditujukan pada

(5)

Panduan Kampus Siaga Bencana ii

kampus yang sudah mempunyai unit kegiatan mahasiswa Korps Sukarela Palang Merah Indonesia (KSR PMI) saja, tetapi kampus yang belum mempunyai KSR PMI juga dapat menggunakan buku ini. Dalam kegiatannya kampus siaga bencana melibatkan semua stakeholder kampus mulai dari rektor sampai penjaga kampus dan kantin-kantin yang ada di kampus serta masyarakat sekitar kampus.

Diharapkan dengan hadirnya buku ini akan dapat membantu semua pihak yang mempunyai kepedulian pada pengurangan risiko bencana (PRB) terutama yang akan bergerak pada perguruan tinggi. Selain itu buku ini juga mengarapkan adanya keterlibatan masyarakat sekitar kampus.

Terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusinya dalam pengembangan dan penyusunan buku ini, terutama Kementrian Pendidikan kebudayaan, Pusat Studi Bencana Universitas Gajah Mada, Jogjakarta (PSB UGM), Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) – Universitas Syiah Kuala, Aceh serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu semoga ini menjadi amal baik dalam kemanusian. Akhirnya buku ini tentu saja bukan buku yang sempurna kritik konstruktif dan saran pengembangan sangat kami harapkan sehingga dapat menjadi koreksi perbaikan pada masa yang akan datang, sehingga penyelenggaran kegiatan pengurangan risiko bencana dari tahun ke tahun akan semakin baik.

Selamat ber-Siaga Bencana

Jakarta, Desember 2012 Pengurus Pusat

Palang Merah Indonesia Ketua Bidang Relawan

(6)

Kata Pengantar ... Daftar Isi ... Daftar Gambar/Tabel/Lampiran ... Daftar Singkatan ... Definisi ...

BAB I PENGURANGAN RISIKO BENCANA

A. Indonesia Rawan Bencana ... B. Upaya Pengurangan Risiko Bencana Untuk Meningkatkan

Kapasitas Menghadapi Bencana ...

BAB II KAMPUS SIAGA BENCANA

A. Kampus Siaga Bencana Sebagai Upaya Pengurangan

Risiko Bencana Terpadu Berbasis Kampus ... B. Tujuan Kampus Siaga Bencana ... C. Keluaran Kampus Siaga Bencana ... D. Ruang Lingkup Kampus Siaga Bencana ... E. Sasaran Penerima Manfaat Kampus Siaga Bencana... F. Komponen Kampus Siaga Bencana ... G. Peran PMI dan Para Mitra Dalam Pelaksanaan Siklus

Kampus Siaga Bencana ... H. Isu Lintas Sektoral Kampus Siaga Bencana ...

BAB III PARAMETER KAMPUS SIAGA BENCANA

A. Parameter Kampus Siaga Bencana ... B. Indikator Pencapaian Parameter ...

i

iii

v

vii

ix

2

6

16

23

23

24

24

25

27

33

48

49

(7)

Panduan Kampus Siaga Bencana iv

BAB IV SIKLUS KAMPUS SIAGA BENCANA

A. Tahapan Persiapan ... B. Siklus Kampus Siaga Bencana ...

BAB V STRATEGI PELAKSANAAN DAN KEBERLANJUTAN KAMPUS SIAGA BENCANA

A. Strategi Pelaksanaan Kampus Siaga Bencana ... B. Strategi Keberlanjutan Kampus Siaga Bencana ...

DAFTAR PUSTAKA

57

60

70

72

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Jumlah Kejadian Bencana di Indonesia Tahun 2010 Gambar 2. Peran Kampus dalam pengurangan risiko bencana

Gambar 3. Kampanye pengurangan risiko bencana yang dilakukan unit KSR dan UKM lainnya di Universitas Negeri Semarang (UNNES) Gambar 4. Aksi penanaman pohon yang dilakukan para mahasiswa yang

tergabung dalam unit KSR Universitas Negeri Jakarta Gambar 5. Siklus KSB

Gambar 6. Penyuluhan pengurangan risiko bencana yang dilakukan mahasiswa Universitas Syiah Kuala kepada murid-murid sekolah dasar

Gambar 7. Latihan gabungan pertolongan pertama dan evakuasi korban bencana oleh UKM KSR-UNNES yang diikuti oleh mahasiswa umum (UKM dan BEM)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keterkaitan aspek lintas sektor pengurangan risiko bencana di kampus dengan aspek MDGs yang akan saling mendukung dan berintegrasi

Tabel 2. Peran PMI di Setiap Tingkatan

Tabel 3. Peran Pengurus, Staf dan Relawan PMI

Tabel 4. Kompetensi dan peran warga kampus di perguruan tinggi Tabel 5. Indikator Pencapaian Parameter

LAMPIRAN

1. Contoh Integrasi Kampus Siaga Bencana ke dalam Mata Kuliah Lembaga Kampus - Organisasi Ekstra dan Intra Kampus

2. Contoh Langkah Praktis KSB 3. Contoh Laporan KSR

(9)

Panduan Kampus Siaga Bencana vi

4. Contoh Pedoman Wawancara 5. Contoh Prosedur Tanggap Darurat

6. Contoh Tabel Mempermudah Menyusun SOP Tanggap Darurat di Kampus 7. Formulir Asesmen Cepat KSB

8. Format Monitoring & Evaluasi KSB 9. Format Rencana Aksi KSB

10. Matriks Tahapan Kampus Siaga Bencana

11. Matriks Pendidikan dan Pelatihan Beserta Cakupan Materi

12. Alat (Tools) Identifikasi Kapasitas Kampus atau Sumber Daya Kampus 13. Alat (Tools) Peta Simulasi KSB

(10)

AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome (sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV)

ASB : Arbeiter Samariter Bund Deutschland API : Adaptasi Perubahan Iklim

BAPPENAS : Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional BEM : Badan Eksekutif Mahasiswa

BNPB : Badan Nasional Penanggulangan Bencana DIKTI : Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi FK : Fakultas Kedokteran

FKM : Fakultas Kesehatan Masyarakat

HFA : Hyogo Framework for Action (Kerangka Aksi Hyogo)

HIV : Human Immunodeficiency Virus (virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia)

KAP : Knowledge, Attitude and Practice (Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan) KBBM : Kesiapsiagaan Bencana Berbasis Masyarakat

KK : Kepala Keluarga

KKN : Kuliah Kerja Nyata

KOPERTIS : Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta

KPPBM : Kesehatan dan Pertolongan Pertama Berbasis Masyarakat KSB : Kampus Siaga Bencana

KSR : Korps Sukarela

LIPI : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat MCK : Mandi Cuci Kakus

MDGs : Millennium Development Goals (Tujuan Pembangunan Milenium) MoU : Memorandum of Understanding (Nota kesepahaman)

ODHA : Orang dengan HIV dan AIDS PBB : Persatuan Bangsa-Bangsa

PERTAMA : Pengurangan Risiko Terpadu Berbasis Masyarakat PKL : Praktek Kerja Lapangan

PMI : Palang Merah Indonesia PMR : Palang Merah Remaja

(11)

Panduan Kampus Siaga Bencana viii

Pokja : Kelompok Kerja

PPGD : Pertolongan Pertama Gawat Darurat PPL : Praktek Pengalaman Lapangan

PRA : Participatory Rural Appraisal (Pengkajian Keadaan Desa Secara Partisipatif) PRB : Pengurangan Risiko Bencana

PSP : Psychosocial Support Program (Program Dukungan Psikososial) RAN : Rencana Aksi Nasional

RI : Republik Indonesia SDM : Sumber Daya Manusia SOP : Standard Operating Procedure SSB : Sekolah Siaga Bencana

SWOT : Strength, Weakness, Opportunity, and Threat (Kekuatan, Kelemahan, Kesempatan dan Tantangan)

TDMRC : Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (Pusat Pengkajian Mitigasi Bencana dan Tsunami)

UGM : Universitas Gadjah Mada

UN-ESCAP : United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (Komisi Ekonomi dan Sosial PBB Untuk Kawasan Asia dan Pasifik.)

UU : Undang-Undang

UKM : Unit Kegiatan Mahasiswa

UNDP : United Nations Development Program (Badan PBB urusan Program Pembangunan) UNESCO : United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization

(Badan PBB urusan Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan) UNIMUS : Universitas Muhammadiyah Semarang

UNISDR : United Nations International Strategy for Disaster Reduction (Badan PBB urusan Strategi International untuk Pengurangan Risiko)

UNNES : Universitas Negeri Semarang UNSYIAH : Universitas Syiah Kuala

(12)

Ancaman Bencana

Suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana (UU RI No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana)

Ancaman (Hazard)

a. Proses atau fenomena alam yang bisa menyebabkan hilangnya nyawa, cedera atau dampak-dampak kesehatan lain, kerusakan harta benda, hilangnya penghidupan dan layanan, gangguan sosial dan ekonomi, atau kerusakan lingkungan (Terminologi Pengurangan Risiko Bencana 2009, diambil dari laman www.unisdr.org).

b. Fenomena alam atau buatan yang mempunyai potensi mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan (Laman Badan Nasional Penanggulangan Bencana, www.bnpb.go.id). c. Fenomena alam yang luar biasa yang berpotensi merusak atau

mengancam kehidupan manusia, kehilangan harta benda, kehilangan mata pencaharian, dan kerusakan lingkungan. Misal: tanah longsor, banjir, gempa bumi, letusan gunung api, kebakaran (Buku PMI, “Pelatihan VCA dan PRA”, 2008).

Bencana

a. Sebuah gangguan serius terhadap berfungsinya sebuah komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian dan dampak yang meluas terhadap manusia, materi, ekonomi dan lingkungan, yang melampaui kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak ter-sebut untuk mengatasinya dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri (Terminologi Pengurangan Risiko Bencana 2009, diambil dari laman www.unisdr.org).

(13)

Panduan Kampus Siaga Bencana x

b. Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU RI No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana).

c. Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam (faktor alam) dan non alam (faktor manusia) yang mengakibatkan korban manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana serta fasilitas umum (“Prosedur Tetap Tanggap Darurat Bencana PMI”, 2007).

Indikator

Sesuatu yang dapat memberikan (menjadi) petunjuk atau keterangan (http://www.kbbi.web.id/).

Kapasitas

a. Gabungan antara semua kekuatan, ciri yang melekat dan sumber daya yang tersedia dalam sebuah komunitas, masyarakat atau organisasi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang disepakati (Terminologi Pengurangan Risiko Bencana 2009, diambil dari laman www.unisdr.org).

b. Kemampuan potensial sesungguhnya yang ada di dalam masyarakat untuk menghadapi bencana lewat berbagai sumber daya manusia atau materi untuk membantu pencegahan dan tanggap bencana yang efektif (Buku PMI, “Pelatihan VCA dan PRA”, 2008).

Kerentanan

(14)

mem-laman www.unisdr.org).

b. Tingkat dimana sebuah masyarakat, struktur, layanan, atau daerah geografis yang berpotensi/mungkin rusak atau terganggu oleh dampak bencana tertentu karena sifat-sifatnya, konstruksinya, dan dekat dengan daerah berbahaya atau daerah yang rawan/rentan (Buku PMI, “Pelatihan VCA dan PRA”, 2008).

Kesiapsiagaan

a. Pengetahuan dan kapasitas yang dikembangkan oleh pemerintah, lembaga-lembaga profesional dalam bidang respon dan pemulihan, serta masyarakat dan perorangan dalam mengantisipasi, merespon dan pulih secara efektif dari dampak-dampak peristiwa atau kondisi ancaman bencana yang mungkin ada, akan segera ada atau saat ini ada (Terminologi Pengurangan Risiko Bencana 2009, diambil dari laman www.unisdr.org).

b. Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU RI No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana).

c. Mencakup upaya-upaya yang memungkinkan pemerintah, masyarakat dan individu merespon secara cepat situasi bencana secara efektif dengan menggunakan kapasitas sendiri. Kesiapsiagaan mencakup penyusunan rencana tanggap darurat, pengembangan sistem peringatan dini, pemberdayaan personal melalui pendidikan dan pelatihan penanganan bencana, pertolongan dan penyelamatan serta pembentukan mekanisme tanggap darurat yang sistematis. Kesiapsiagaan dilaksanakan sebelum kejadian bencana yang diarahkan pada pengurangan jumlah korban dan kerusakan pada harta benda (Buku PMI, “Pelatihan VCA dan PRA”, 2008).

(15)

Panduan Kampus Siaga Bencana xii

Keterpaparan (Exposure)

Penduduk, harta benda, sistem-sistem atau elemen-elemen yang ada di kawasan ancaman bencana yang oleh karenanya bisa berpotensi mengalami kerugian/kehilangan (Terminologi Dasar Adaptasi dan Pengurangan Risiko Bencana, fpbibencana.blogspot.com/2009/08/terminologi-dasar-adaptasi-dan.html).

Mitigasi

a. Pengurangan atau pembatasan dampak-dampak merugikan yang diakibatkan ancaman bencana dan bencana terkait (Terminologi Pengurangan Risiko Bencana 2009, diambil dari laman www.unisdr.org). b. Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui

pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU RI No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana).

`

Mitigasi dibedakan menjadi 2:

• Mitigasi Struktural, mitigasi yang bertujuan mengurangi dampak dan risiko bencana dengan jalan pembangunan/penguatan sarana fisik. Misalnya: tanggul, pusat evakuasi, sarana MCK (Mandi Cuci Kakus). • Mitigasi Non-Struktural, mitigasi yang bertujuan merubah

perilaku masyarakat terhadap bencana, tindakan ini dilakukan melalui: kegiatan-kegiatan partisipatif (PRA-Participatory Rural Appraisal, Base-line and KAP Survey, pembuatan rencana aksi, dll), misalnya: pelati-han, FGD (Focus Group Discussion), pendampingan, dll. (Buku PMI, “Pelatihan KBBM-Pertama untuk KSR, Panduan Pelatih”).

Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana

Proses dimana pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko bencana dikedepankan oleh organisasi/individu yang terlibat di dalam

(16)

serta proses-proses dimana pengurangan risiko bencana dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan tersebut (Buku “Kerangka Kerja Sekolah Siaga Bencana, Konsorsium Pendidikan Indonesia, 2011”).

Pengurangan Risiko Bencana

a. Suatu konsep dan praktik mengurangi risiko-risiko bencana melalui upaya-upaya sistematis untuk menganalisis dan mengelola faktor-faktor penyebab bencana, termasuk melalui pengurangan keterpaparan terhadap ancaman bencana, pengurangan kerentanan penduduk dan harta benda, pengelolaan lahan dan lingkungan secara bijak, dan peningkatan kesiapsiagaan terhadap peristiwa-peristiwa yang merugikan (Terminologi Pengurangan Risiko Bencana 2009, diambil dari laman www. unisdr.org).

b. Upaya terpadu yang dilaksanakan oleh masyarakat dan stakeholder setempat untuk mengurangi kerentanan yang ada di masyarakat dan meningkatkan kapasitas masyarakat untuk dapat menanggulangi dampak dari bencana, wabah penyakit, masalah kesehatan, masalah lingkungan dan sebagainya (Buku PMI, “Pelatihan VCA dan PRA”, 2008).

Peringatan Dini

Serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang (UU RI No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana).

Respon (Tanggap Darurat Bencana)

(17)

Panduan Kampus Siaga Bencana xiv

bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang me-liputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, serta pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, pemulihan sarana dan prasarana. (“Prosedur Tetap Tanggap Darurat Bencana PMI, 2007”).

b. Pemberian layanan tanggap darurat dan bantuan umum selama atau segera setelah terjadinya sebuah bencana yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa, mengurangi dampak-dampak kesehatan, memastikan keselamatan umum dan memenuhi kebutuhan dasar subsistens penduduk yang terkena dampak (Terminologi Pengurangan Risiko Bencana 2009, diambil dari laman www.unisdr.org).

c. Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana (UU RI No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana).

Risiko

a. Gabungan antara kemungkinan terjadinya suatu peristiwa dan dampak-dampak negatif yang ditimbulkannya (Terminologi Pengurangan Risiko Bencana 2009, diambil dari laman www.unisdr.org).

b. Potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau

kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat

(UU RI No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana).

c. Suatu peluang dari timbulnya akibat buruk atau kemungkinan kerugian dalam hal kematian, luka-luka, kehilangan dan kerusakan

(18)

bencana dan kerentanan (Buku PMI, “Pelatihan VCA dan PRA”, 2008). Verifikasi

Pemeriksaan tentang kebenaran pelaporan, pernyataan, perhitungan dan sebagainya (http://www.kbbi.web.id/).

Warga Kampus

Semua orang yang berada dan terlibat dalam kegiatan belajar-mengajar: mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, dan rektorat (Adaptasi dari pengertian Warga Sekolah, sumber: “Buku Kerangka Kerja Sekolah Siaga Bencana”, 2011, Konsorsium Pendidikan Indonesia).

(19)

1

Panduan Kampus Siaga Bencana

KAMPUS SIAGA BENCANA

PENGURANGAN

RISIKO

BENCANA

(20)

BAB I

PENGURANGAN RISIKO BENCANA

A. Indonesia Rawan Bencana

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mencakup 17.508 pulau tersebar di lintas garis khatulistiwa, berada di antara dua benua, Asia dan Australia, serta dua Samudra, Hindia dan Pasifik, dan ter- letak pada pertemuan tiga lempeng kerak bumi (Eurasia, Indo-Australia dan Lempeng Pasifik). Secara geografis, hal ini memungkinkan Indonesia mem-punyai berbagai macam budaya, sumber daya alam yang beragam, dan sebaran penduduk yang menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara terpadat di dunia. Di sisi lain, kondisi ini juga memunculkan risiko bencana mulai dari bencana alam letusan gunung berapi, banjir, longsor, gempa bumi, hingga masalah kesehatan.

(21)

3

Panduan Kampus Siaga Bencana

KAMPUS SIAGA BENCANA Data dari Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan Indonesia menunjukkan bahwa kecenderungan bencana di Indonesia terus mening-kat yakni 691 kejadian bencana yang tercatat pada tahun 2005 dan 2.232 kejadian bencana yang terjadi pada tahun 2010.

Dalam kurun waktu 1980 - 2009, sedikitnya terdapat 18 juta warga di Indonesia terkena dampak bencana1, yang diantaranya adalah anak,

remaja, pemuda, dan tenaga pendidik. Adapun data bencana tahun 2002-2011 menyatakan bahwa bencana di Indonesia didominasi oleh bencana hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang, kekeringan, tanah longsor, puting beliung, dan gelombang pasang, sedangkan bencana geologi seperti gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi tetap menjadi ancaman di beberapa wilayah.

Perubahan iklim global juga diperkirakan mempengaruhi secara nyata peningkatan gelombang panas, kekeringan, frekuensi curah hujan tinggi yang menyebabkan banjir, tanah longsor, angin topan, meningkatnya permukaan air laut sampai akibat langsung maupun tidak langsung pada peningkatan kasus penyakit menular. Adapun degradasi lingkungan, kemiskinan, dan ber-tambahnya jumlah penduduk juga berpotensi memperbesar ancaman risiko bencana.

Berbagai bencana yang terjadi, dalam jangka waktu panjang dapat memper-lambat pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals-MDGs) 2015. Pada setiap kejadian bencana, berbagai kemungkinan risiko dapat muncul, yang pada akhirnya akan mempengaruhi pencapaian delapan indikator MDGs sebagai tolok ukur derajat kesejahteraan suatu bangsa. Sebagai contoh:

1. Bencana akan meningkatkan kemiskinan dan kelaparan karena rusaknya sumber mata pencaharian, sumber pangan, serta hilangnya mata penca-harian;

1 Laporan “The Asia Pacific Disaster Report 2010” oleh Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Kawasan Asia dan Pasifik (ESCAP) dan Badan PBB Urusan Strategi Internasional untuk Penanggulangan Bencana (UNISDR)

(22)

2. Kerusakan berbagai infrastruktur sekolah, sistem, dan sumber daya manusia dapat mempengaruhi kualitas pendidikan, disamping itu hilangnya pendapatan kepala keluarga dan terceraiberainya keluarga akan mempengaruhi upaya memperoleh pendidikan bagi anak;

3. Kaum perempuan baik ibu maupun anak, merupakan salah satu golongan paling rentan saat terjadinya bencana akibat rusaknya fasilitas pelayanan kesehatan, penambahan beban kerja sebagai ibu sekaligus kepala keluarga, sampai tingkat pelecehan seksual yang tinggi di barak pengungsian;

4. Anak merupakan korban jiwa paling tinggi saat terjadinya banjir, longsor dan gempa bumi karena kurangnya pengetahuan yang berkaitan dengan pertolongan dan keselamatan bencana, kehilangan orang tua, kehilangan rumah maupun tempat berlindung, serta meningkatnya kerentanan terhadap penyakit karena air dan sanitasi buruk;

5. Wanita hamil memiliki risiko paling tinggi terhadap kematian, luka maupun penyakit saat maupun sesudah bencana yang disebabkan oleh rusaknya fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas sehingga mengakibatkan buruknya kondisi untuk melahirkan dengan sehat;

6. Penyebaran penyakit menular seperti malaria yang ditularkan melalui vektor dapat meluas dengan cepat yang diperburuk dengan tidak tersedianya sarana dan prasarana kesehatan. Disamping itu, hilangnya mata pencaharian seringkali memaksa wanita untuk bekerja sebagai pekerja seks komersial yang berakibat pada risiko peningkatan kasus infeksi HIV; serta,

7. Kerusakan lingkungan dengan berbagai derajat yang berbeda, baik karena bencana maupun pembangunan permukiman yang mengakibatkan penebangan pohon secara luas.

8. Semua hal tersebut pada akhirnya akan menghambat strategi kemitraan, pemulihan maupun masa pembangunan pasca bencana.

(23)

5

Panduan Kampus Siaga Bencana

KAMPUS SIAGA BENCANA MDGs ini merupakan hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mulai dijalankan pada September 2000, berupa delapan butir tujuan sebagai satu paket tujuan yang terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan yang dapat dicapai pada tahun 2015. Para pemimpin dunia berkomitmen untuk:

1. Mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang menderita akibat kelaparan,

2. Menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya, 3. Mengentaskan kesenjangan gender pada semua tingkat pendidikan, 4. Mengurangi kematian anak balita hingga 2/3,

5. Meningkatkan kesehatan ibu,

6. Memerangi HIV dan AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, 7. Memastikan kelestarian lingkungan hidup, dan

(24)

B. Upaya Pengurangan Risiko Bencana untuk Meningkatkan Kapasitas Menghadapi Bencana

1. Pengurangan Risiko Bencana (PRB)

Risiko bencana dapat menimpa masyarakat rentan, yang hanya memiliki sedikit kapasitas untuk menghadapi dampak negatif bencana. Pada dasarnya ada 5 (lima) komponen kerentanan yang mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk menghadapi risiko bencana, yaitu: rumah tangga (livelihood), status dasar dan kesejahteraan, perlindungan diri, per-lindungan sosial, dan tata kelola (governance). Sedangkan dalam menentu-kan risiko, terdapat 3 komponen sebagai berikut:

a. Kemungkinan terjadinya ancaman

Kemungkinan terjadinya bencana alamiah, bencana teknologi dan bencana penurunan kualitas lingkungan di suatu daerah atau lokasi, yang ditinjau dari aspek kemungkinan terjadi dan tingkat kekuatan bencana. Misal: gempa berskala 8,5 SR lebih jarang terjadi dibanding gempa yang berskala 5,0 SR.

b. Elemen-elemen yang berisiko

Mengidentifikasi unsur-unsur yang terkena dampak bencana, termasuk perkiraan nilai ekonomisnya. Kesemuanya ini mencakup segala hal yang ada di dalam masyarakat, seperti data penduduk, kesehatan masyarakat, kegiatan perekonomian, sarana, pemukiman, jalan, pelayanan, infrastruktur, maupun hasil pertanian dan ternak.

c. Kerentanan elemen-elemen yang berisiko

Mengidentifikasi sejauh mana bangunan akan mengalami kerusakan, orang akan terluka atau elemen-elemen lain akan mengalami kerusakan dan ke-rugian saat mengalami beberapa tingkatan ancaman. Hal ini menunjukkan hubungan antara tingkat keparahan atau kekuatan ancaman dengan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh ancaman tersebut. Masing-masing elemen akan berbeda pengaruhnya karena perbedaan tingkat keparahan atau ke- kuatan ancaman. Semakin parah atau kuat terjadinya suatu ancaman, maka akan semakin parah kerusakan yang terjadi pada elemen-elemen tersebut.

(25)

7

Panduan Kampus Siaga Bencana

KAMPUS SIAGA BENCANA Dengan demikian, konsep mengenai kerentanan, ancaman, dan risiko berhubungan secara dinamis. Hubungan antar elemen tersebut juga dapat diungkapkan dengan pendekatan sebagai berikut: besarnya ancaman yang disebabkan suatu kejadian potensial disertai dengan tingginya kerentanan suatu populasi akan meningkatkan besarnya risiko. Di sisi lain, sifat kerentanan adalah hubungan secara terbalik dengan kapasitas manusia untuk bertahan terhadap akibat-akibat bencana tersebut.

Secara matematis, kondisi ini digambarkan sebagai berikut:

Sebagai contoh :

Kampus Impian berada di dataran tinggi yang rawan tanah longsor dan tanah bergerak. Jika musim penghujan datang, maka longsor akan menyertai. Tanah longsor yang terakhir terjadi mengakibatkan 1 rumah di sekitar kampus rusak berat, dan beberapa bangunan umum di desa sekitar kampus mengalami kerusakan. Dinding kampus hanya mengalami retak rambut. Pihak kampus telah mengambil langkah guna membekali mahasiswa dengan pengetahuan tentang kesiapsiagaan dan tanggap darurat bencana. Di lingkungan kampus, digalakkan program lahan hijau dan paru-paru kampus dengan menata ulang lahan kosong di kampus dan penanaman pohon. Jalur evakuasi di tiap gedung di wilayah kampus sudah terpasang, sehingga masyarakat kampus sudah mengetahui ke arah mana harus

(26)

berlindung ketika bencana datang. Sistem peringatan dini bencana telah ditempatkan dengan memanfaatkan interkom di setiap ruangan kelas, serta pengeras suara di masjid kampus. Tim Pertolongan Pertama telah terlatih dan secara rutin melakukan penyegaran maupun latihan serta memeriksa kesiapan peralatan.

Dengan kondisi di atas, walaupun Kampus Impian terletak di wilayah yang rentan terhadap ancaman bencana, tetapi mereka mempunyai kapasitas yang tinggi. Risiko yang akan mereka hadapi menjadi kecil/minimal.

(27)

9

Panduan Kampus Siaga Bencana

KAMPUS SIAGA BENCANA Berdasarkan persamaan matematis di atas, maka diperlukan upaya terpadu yang dilaksanakan oleh sivitas akademika, masyarakat dan stakeholder setempat untuk mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas sivitas dan masyarakat agar dapat menanggulangi dampak bencana, wabah penyakit, masalah kesehatan, maupun masalah lingkungan, yang dirumus-kan sebagai berikut:

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menjelaskan paradigma Pengurangan Risiko Bencana (PRB) yang merupakan rencana terpadu yang bersifat lintas sektor dan lintas wilayah serta meliputi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Dalam implementasinya, kegiatan PRB nasional akan disesuaikan dengan rencana pengurangan risiko tingkat regional dan internasional, dimana masyarakat merupakan subjek, objek sekaligus sasaran utama upaya PRB dan berupaya mengadopsi dan mem-perhatikan kearifan lokal (local wisdom) dan pengetahuan tradisional (traditional knowledge) yang ada dan berkembang dalam masyarakat. Sebagai subjek, masyarakat diharapkan dapat aktif mengakses saluran informasi formal dan nonformal, sehingga upaya PRB secara langsung dapat melibatkan masyarakat. Pemerintah bertugas mempersiapkan sarana, prasarana, dan sumber daya yang memadai untuk pelaksanaan kegiatan PRB (Laman Badan Nasional Penanggulangan Bencana www.bnpb.go.id).

(28)

PMI mendefinisikan “Upaya Pengurangan Risiko Bencana sebagai upaya terpadu yang dilaksanakan oleh masyarakat dan stakeholder setempat untuk mengurangi kerentanan

yang ada di masyarakat dan meningkatkan

kapasitas masyarakat untuk dapat menanggulangi dampak dari bencana, wabah penyakit, masalah kesehatan, masalah

lingkungan dan sebagainya”. (Buku PMI, “Pelatihan VCA dan PRA”, 2008)

2. Upaya Pengurangan Risiko Bencana Pemerintah Indonesia

Konsep penanggulangan bencana telah mengalami perubahan cukup men-dasar. Pemaknaan terhadap bencana yang secara konvensional dianggap sebagai kejadian yang tidak dapat dicegah, kemudian mengalami pergeseran menjadi dapat diprediksi sebelumnya sehingga dapat diupayakan pencegahan dan pengurangan risiko bencana tersebut. Upaya PRB yang telah menjadi salah satu kebutuhan prioritas baik di tingkat global maupun masyarakat, semakin memperkuat komitmen pemerintah Indonesia untuk mengubah paradigma dari kegiatan responsif (penanggulangan bencana) ke arah kegiatan preventif (pengurangan risiko bencana), serta memposisi-kan masyarakat dari objek pasif menjadi subjek aktif yang dengan kesadaran diri bertanggung jawab untuk melakukan upaya PRB.

Gempa bumi dan tsunami di Aceh yang terjadi pada bulan Desember 2004 telah membuka mata dunia internasional akan kurangnya dan pentingnya pengurangan risiko bencana.

(29)

11

Panduan Kampus Siaga Bencana

KAMPUS SIAGA BENCANA Menanggapi hal tersebut, diselenggarakanlah suatu konferensi tentang “Pengurangan Risiko Bencana” di Kobe, Hyogo Jepang pada bulan Juni 2005. Konferensi ini menghasilkan kesepakatan global, “Hyogo Framework for Action 2005-2015” - HFA (Kerangka Aksi Hyogo untuk Pengurangan Risiko Bencana 2005-2015): membangun ketangguhan bangsa dan masyarakat ter-hadap bencana. Kerangka aksi ini menekankan pada semua negara dunia untuk menyusun mekanisme terpadu PRB yang didukung oleh kelembagaan serta kapasitas sumber daya yang memadai.

Merujuk pada berbagai hasil evaluasi pelaksanaan upaya PRB, HFA telah menghasilkan rekomendasi yang digunakan sebagai salah satu acuan setiap institusi maupun lapisan masyarakat, sebagai berikut:

a. Meletakkan PRB sebagai prioritas nasional dan daerah yang pelaksanaan-nya harus didukung oleh kelembagaan yang kuat;

b. Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko bencana serta menerap-kan sistem peringatan dini;

c. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun kesadaran keselamatan diri dan ketahanan terhadap bencana pada semua tingkat masyarakat;

d. Mengurangi faktor-faktor penyebab risiko bencana;

e. Memperkuat kesiapan dalam menghadapi bencana pada semua tingkatan masyarakat agar respons yang dilakukan lebih efektif.

Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 24 tahun 2007 mengenai “Penanggulangan Bencana” yang mengatur tahapan bencana meliputi pra-bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana. Adanya undang-undang ini juga menjadi landasan pendirian BNPB (Badan Nasional

Penanggulangan Bencana) dan BPBD (Badan

Penanggulangan Bencana Daerah) di seluruh kotamadya/ kabupaten di Indonesia. Selain itu, pemerintah Indonesia menyusun Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB) yang dievaluasi secara berkala serta mengadopsi, melaksanakan dan mengembangkan kesepakatan global ke dalam konteks lokal.

(30)

Upaya peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan kesadaran masyarakat dalam hal PRB telah menjadi perhatian pemerintah di setiap tingkatan, yang dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti pelatihan, penyuluhan, simulasi, seminar, pengembangan program di masyarakat, serta memperkuat kualitas institusi Pemerintah di bidang kebencanaan antara lain BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Dikarenakan upaya PRB juga berkaitan dengan topik dan permasalahan lainnya, maka Pemerintah melakukan pengarusutamaan PRB di berbagai sektor.

Pada sektor pendidikan formal, Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional telah mengeluarkan Surat Edaran nomor 70a/MPN/ SE/2010 tanggal 31 Maret 2010 tentang Pengarusutamaan Risiko Bencana di Sekolah, yang ditindaklanjuti dengan kegiatan pelatihan guru, sosialiasi, pengintegrasian topik kebencanaan ke dalam intra dan ekstrakurikuler, serta program Sekolah Siaga Bencana. Pada tingkatan pendidikan tinggi, beberapa perguruan tinggi juga telah melakukan upaya PRB melalui kebijakan rektorat secara menyeluruh, pengembangan program studi kebencanaan, maupun kegiatan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).

Untuk mendukung sarana, prasarana, kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM), dan pendanaan, Pemerintah melakukan jejaring dan kerjasama dengan lintas sektor, baik swasta, maupun organisasi nonpemerintah di tingkat internasional, nasional, dan lokal. Forum terkait PRB yang diselenggarakan oleh Konsorsium Pendidikan Bencana maupun pihak lain, menjadi media berbagi informasi, pembelajaran, dan berkegiatan bersama. Selain itu, program Sekolah Siaga Bencana yang diselenggara-kan oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), PMI (Palang Merah Indonesia), UNDP (United Nations Development Programme), UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization), PLAN International, Save the Children, Habitat International, Mercy Corps, Hope, ASB (Arbeiter Samariter Bund Deutschland) menjadi salah satu bentuk jejaring dan kerjasama lintas sektor dengan Pemerintah.

(31)

13

Panduan Kampus Siaga Bencana

KAMPUS SIAGA BENCANA 3. Upaya Pengurangan Risiko Bencana Palang Merah Indonesia

Sebagai organisasi kemanusiaan, PMI memiliki mandat membantu dan bekerjasama dengan pemerintah untuk memperkuat masyarakat rentan. Dengan komitmen ini, PMI telah aktif terlibat dalam berbagai kegiatan pengurangan risiko dan adaptasi perubahan iklim sejak konsep ini mulai diperdengarkan di Indonesia.

Sebagai tindak lanjut dari komitmen tersebut, PMI telah menandatangi Nota Kesepahaman dengan BNPB pada tanggal 23 Maret 2009 yang menyatakan bahwa kedua belah pihak setuju untuk membangun kerjasama dalam melakukan berbagai aktifitas penanggulangan bencana sebelum, saat, dan sesudah bencana terjadi, sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing. Melalui perjanjian ini PMI juga berkomitmen untuk membantu BNPB dalam pelaksanaan dan pencapaian kebijakan PRB di tingkat kota, kabupaten, provinsi, nasional, regional maupun global. Selain itu, PMI sejak tahun 2004 terlibat secara aktif dalam kelompok kerja pembentukan RAN PRB dalam upaya pencapaian prioritas Kerangka Aksi Hyogo, yang dikoordinasi oleh BAPPENAS.

Selain kebijakan dan kerjasama, PMI juga mendukung upaya PRB dengan melaksanakan kegiatan pemberdayaan di masyarakat melalui Program Pengurangan Risiko Terpadu Berbasis Masyarakat (PERTAMA), Program Kesehatan dan Pertolongan Pertama Berbasis Masyarakat (KPPBM), Program Sekolah Siaga Bencana (SSB) melalui ekstrakurikuler Palang Merah Remaja (PMR), pelatihan dan simulasi untuk relawan di tingkat desa, maupun Korps Sukarela (KSR) PMI di perguruan tinggi dan PMI kabupaten/ kota, serta kegiatan-kegiatan yang mengarah pada adaptasi perubahan iklim seperti pembuatan biopori, dan kampanye “green and clean”.

(32)

Di dunia pendidikan yang sejalan dengan Keputusan Kementerian Pendidikan Nasional tentang Pengarusutamaan Risiko Bencana di Sekolah, maka PMI telah mengembangkan Program Sekolah Siaga Bencana (SSB) di SMP dan SMA di berbagai provinsi di Indonesia sejak tahun 2004. Strategi program dilaksanakan dengan cara mengintegrasikan SSB dengan program Sekolah Sehat yang sudah ada, peningkatan kapasitas kesiapsiagaan bencana melalui pelatihan bagi guru serta melalui ekstrakurikuler Palang Merah Remaja (PMR), sosialisasi dan advokasi kepada orang tua serta mitra lain, dan pengembangan program secara mandiri oleh pihak sekolah. Sampai dengan tahun 2010, total 16 PMI Provinsi menginiasi SSB yang berintegrasi dengan program PERTAMA, dan lebih dari 50.000 orang termasuk murid, guru, orang tua murid serta masyarakat sekitar sekolah telah mendapatkan pengetahuan mengenai kesiapsiagaan bencana.

Kebutuhan akan upaya PRB secara bertahap dan berkelanjutan juga men-jangkau tingkat pendidikan tinggi. Merujuk pada daerah rawan bencana yang tersebar di hampir seluruh provinsi di Indonesia, secara geografis lingkungan kampus termasuk wilayah rentan terhadap dampak bencana karena berisiko mengalami kerusakan sarana dan prasarana perkuliahan, terhambatnya proses belajar mengajar, maupun korban jiwa.

Namun demikian, seperti halnya sekolah dasar dan menengah, maka perguruan tinggi juga berpotensi menjadi tempat pertemuan, tempat aman untuk penyelamatan, dan sekaligus tempat tinggal sementara bagi pengungsi. Disamping itu, berbagai cabang disiplin ilmu seperti kedokteran, psikologi, arsitektur dan teknik, memungkinkan institusi pendidikan ini menjadi sumber informasi dan memberikan bantuan kepada masyarakat selama masa tanggap darurat dan pemulihan. Hal ini kemudian mendorong PMI untuk mengembangkan konsep Sekolah Siaga Bencana (SSB) yang dapat diterapkan di lingkungan perguruan tinggi, yang disebut Kampus Siaga Bencana (KSB).

(33)

KAMPUS

SIAGA

BENCANA

(34)

BAB II

KAMPUS SIAGA BENCANA

A. Kampus Siaga Bencana sebagai Upaya Pengurangan Risiko Bencana Terpadu Berbasis Kampus

Kampus merupakan salah satu area pembentukan bagi para agen perubahan yang berkarakter dan profesional. Tri Dharma Perguruan Tinggi yang terdiri atas Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian, serta Pengabdian pada Masyarakat, merupakan dasar perilaku serta tanggung jawab setiap mahasiswa dan komponen perguruan tinggi. Sebagai praktisi, mereka tidak hanya memberikan sumbangsih sesuai dengan teori ilmu pengetahuan yang mereka tekuni serta idealisme yang kuat, namun lebih dari itu, mereka dapat memberikan kontribusi dan mendapatkan pengalaman di berbagai aspek sosial agar nantinya dapat mengabdi kepada masyarakat. Dalam konteks PRB, Tri Dharma Perguruan Tinggi dilaksanakan untuk mendorong terciptanya kampus dan masyarakat yang aman dan tangguh terhadap bencana. Mahasiswa dan warga kampus sebagai agen perubahan, dapat berperan aktif di lingkungan internal kampus dan masyarakat untuk melakukan upaya PRB secara terpadu dan berkelanjutan. Dengan demikian, kegiatan-kegiatan untuk tiap poin Tri Dharma Perguruan Tinggi yang telah maupun yang akan dilaksanakan oleh kampus akan saling berkaitan dan saling berkontribusi untuk pencapaian tujuan pengurangan risiko bencana.

(35)

17

Panduan Kampus Siaga Bencana

KAMPUS SIAGA BENCANA Contoh nyata keterkaitan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam mendukung upaya PRB adalah:

1. Pendidikan dan Pengajaran

a. Integrasi PRB ke dalam kegiatan pendidikan b. Pelatihan dan Simulasi

c. Sarana dan prasarana yang mendukung upaya PRB

2. Penelitian

a. Kampus sebagai pusat penelitian kebencanaan

3. Pengabdian pada masyarakat

a. KKN tematik PRB

b. Pelatihan dan simulasi untuk masyarakat

c. Pendampingan masyarakat untuk pengembangan upaya PRB

Gambar 2: Peran Kampus dalam

Pengurangan Risiko Bencana

(36)

Gambar 3 : Kampanye pengurangan risiko bencana yang dilakukan unit KSR dan UKM lainnya di Universitas Negeri Semarang (UNNES)

Peran kampus dalam pengurangan risiko bencana, juga sejalan dengan peran kampus dalam pencapaian Millennium Development Goals (MDGs). Upaya mahasiswa yang tertuang dalam Deklarasi Youth Millennium Drive pada tanggal 24 Oktober 2011, yang isinya antara lain memasyarakat-kan pola hidup sehat sedini mungkin, menyeimbangmemasyarakat-kan peranan pria dan wanita dalam masyarakat dan pemerintahan, membantu memaksimal-kan fungsi puskesmas dan posyandu sebagai lini pertama dalam pelayanan kesehatan terutama dalam menurunkan angka kematian ibu dan anak. Serta meningkatkan mutu pendidikan bagi generasi muda bangsa Indonesia, akan memberikan kontribusi dan bersinergi dengan upaya PRB.

(37)

19

Panduan Kampus Siaga Bencana

KAMPUS SIAGA BENCANA Tabel 1. Keterkaitan aspek lintas sektor pengurangan risiko bencana di kampus

dengan aspek MDGs yang akan saling mendukung dan berintegrasi

Pelaksanaan Tri Dharma yang berkaitan dengan topik kesehatan, lingkungan, gender, maupun pendidikan yang dikelola oleh berbagai disiplin ilmu, intra maupun kegiatan kemahasiswaan (Unit Kegiatan Mahasiswa) juga akan mem-berikan pengayaan pada kegiatan-kegiatan PRB, yang sekaligus mendukung pencapaian MDGs.

Potensi Kampus dalam mencapai PRB dan MDGs

1. Mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang menderita akibat kelaparan.

Kelaparan menjadi salah satu dampak bencana atau menjadi bencana tersendiri. Hilangnya sumber pangan maupun mata pencaharian saat bencana akan meningkatkan kerentanan para korban bencana. Kampus dapat ikut berperan serta mengurangi kelaparan saat terjadi bencana dengan memberikan bantuan berupa bahan pangan, memberi-kan pengetahuan mengenai bahan mamemberi-kanan pengganti bila mamemberi-kanan ISU LINTAS SEKTORAL KSB

- Pendekatan multi hazard - Kesehatan

- Kesinambungan lingkungan - Keragaman budaya & usia - Perspektif gender - Adaptasi perubahan Iklim - Kelompok rentan

- Partisipasi masyarakat dan relawan - Mobilisasi sumber daya

MGDs

- Memberantas kemiskinan dan kelaparan ekstrem

- Mewujudkan pendidikan dasar untuk semua

- Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan - Menurunkan angka kematian anak - Meningkatkan kesehatan ibu - Memerangi HIV dan AIDS, malaria

dan penyakit lainnya

- Memastikan pelestarian lingkungan - Mengembangkan kemitraan global

(38)

utama tidak tersedia. Sedangkan sebelum terjadinya bencana, kampus dapat membantu dengan cara bakti sosial ke masyarakat, mengadakan kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat dalam hal bercocok tanam, serta penyuluhan atau pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya gizi dan cara mengolah makanan dan minuman yang sehat dan bergizi.

2. Menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya.

Akses mendapatkan pendidikan bahkan kesempatan menyelesaikan pendidikan dasar, dapat tetap diupayakan meskipun dalam situasi darurat bencana. Untuk itu kampus bisa dijadikan sebagai sekolah sementara, sedangkan para mahasiswa menjadi pengajar bagi anak-anak korban bencana yang tinggal di hunian sementara di kampus tersebut maupun di hunian sementara lain.

3. Mengentaskan kesenjangan gender pada semua tingkat pendidikan. Setiap orang, perempuan maupun laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi dalam mengurangi risiko bencana; kontribusi ini dapat dilakukan sejak perencanaan, pelaksanaan maupun proses monitoring dan evaluasi kegiatan. Untuk mengurangi kesenjangan gender, maka pihak kampus melakukan kegiatan sosialisasi, seminar, maupun pendidikan gender dalam PRB di lingkungan kampus dan masyarakat.

4. Mengurangi kematian anak balita hingga 2/3.

Anak dan balita merupakan salah satu kelompok rentan ketika terjadi

bencana; berdasar data di lapangan sebagian besar korban terluka dan meninggal saat bencana adalah anak dan balita. Angka ini dapat meningkat dengan tidak adanya sarana, sistem dan petugas kesehatan, kurang atau tidak adanya air bersih, kurangnya kebersihan lingkungan hunian sementara dapat meningkatkan risiko kematian anak dan balita. Angka ini dapat meningkat dengan tidak adanya sarana, sistem

(39)

21

Panduan Kampus Siaga Bencana

KAMPUS SIAGA BENCANA dan petugas kesehatan, kurang atau tidak adanya air bersih, kurang-nya kebersihan lingkungan hunian sementara dapat meningkatkan risiko kematian anak dan balita. Melalui program yang ada di kampus, mahasiswa dapat bekerjasama dengan Puskesmas atau Posyandu untuk mengurangi kerentanan anak dan balita, melalui penyuluhan hidup sehat sebelum, selama, dan setelah bencana, dan pelatihan pertolongan pertama untuk ibu dan PKK, serta kegiatan PRB yang ditujukan untuk anak dan balita antara lain bercerita, menggambar, dan bernyanyi.

5. Meningkatkan kesehatan ibu hamil.

Melalui program yang ada di kampus, mahasiswa dapat memberi-kan pengetahuan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan ibu hamil di masa darurat bencana. Mahasiswa juga dapat berperan aktif bekerja sama dengan pusat kesehatan untuk memastikan ibu hamil mendapat pelayanan kesehatan selama masa tanggap darurat bencana sampai dengan tahap pemulihan.

6. Memerangi HIV dan AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya.

Kampus dapat menjadi “motor penggerak” di masyarakat dalam upaya memerangi HIV dan AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya melalui pendidikan remaja sebaya di lingkungannya. Hal ini karena berbagai jenis penyakit dapat muncul sebelum, selama, dan setelah bencana terjadi. Contoh nyata juga dapat diberikan kepada masyarakat sekitarnya dengan menjadikan kampus sehat dan bersih.

7. Memastikan kelestarian lingkungan hidup.

Sebagai agen perubahan, mahasiswa dapat mendorong pembentukan Kampus Hijau, menggalakkan program penanaman pohon dan berperan serta secara aktif bersama masyarakat untuk bisa menjaga kelestarian lingkungan hidup.

(40)

8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

Dalam bidang Pengurangan Risiko Bencana, kampus tidak hanya dapat bekerjasama dan menjalin kemitraan dengan perguruan tinggi dalam negeri, namun lebih jauh, dengan perguruan tinggi di luar negeri, lembaga kemanusiaan internasional dan lembaga-lembaga internasional yang bergerak di bidang kebencanaan. Pertukaran ilmu pengetahuan melalui upaya kerjasama untuk penelitian, pertukaran dosen/mahasiswa, jurnal, konferensi ilmiah, dan berbagi hasil-hasil studi dalam bentuk kepustakaan. Selain itu, mahasiswa dapat melakukan studi banding di bidang Pengurangan Risiko Bencana.

Perguruan Tinggi di Indonesia.

Berkaitan dengan integrasi PRB ke dalam kegiatan kemahasiswaan, PMI telah melaksanakan pembinaan dan pengembangan Korps Suka Rela (KSR) di sebagian besar perguruan tinggi di Indonesia.

Pengembangan KSR ini mengarah kepada pelibatan anggota KSR dalam kegiatan upaya PRB sebagai penerapan Tri Dharma Perguruan Tinggi maupun peran KSR-PMI unit perguruan tinggi dalam menerapkan Prinsip-Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Agar upaya PRB dapat terlaksana secara terpadu dan berkesinambungan di lingkungan per-guruan tinggi, PMI mengembangkan konsep “Kampus Siaga Bencana (KSB)” yang dapat diterapkan oleh anggota KSR-PMI perguruan tinggi maupun digunakan oleh pihak perguruan tinggi untuk pengembangan sasaran, kebijakan, maupun program yang lebih luas.

Kampus Siaga Bencana (KSB) merupakan upaya pemberdayaan dan peningkatan kapasitas perguruan tinggi dalam kesiapsiagaan dan PRB dengan melibatkan seluruh komponen perguruan tinggi dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Pelaksanaan KSB ini tentunya

(41)

23

Panduan Kampus Siaga Bencana

KAMPUS SIAGA BENCANA melibatkan berbagai komponen dan aspek. Namun demikian, dalam panduan ini dibatasi pada aspek peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Sedangkan aspek lainnya dapat dikembangkan lebih lanjut oleh institusi lain, yang pada akhirnya akan saling melengkapi.

Pentingnya KSB bagi upaya pengurangan risiko bencana:

• Setiap orang mempunyai hak untuk selamat dari dampak bencana, termasuk warga kampus

• Kampus sebagai lembaga pendidikan yang melahirkan agen perubahan ikut bertanggung jawab dalam keselamatan masyarakat dalam arti luas • Sebagai wujud implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi di bidang

pengurangan risiko bencana

• Banyak kampus yang memiliki pusat studi bencana, namun masih sedikit kampus yang memiliki rencana aksi pengurangan risiko bencana

B. Tujuan Kampus Siaga Bencana Tujuan dari Kampus Siaga Bencana yaitu:

1. Meningkatkan kapasitas perguruan tinggi terhadap upaya kesiapsiagaan bencana, pengurangan risiko bencana dan tanggap darurat bencana. 2. Meningkatkan peran perguruan tinggi sebagai agen perubahan dalam

upaya pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam kesiapsiagaan, pengurangan risiko dan tanggap darurat bencana.

C. Keluaran Kampus Siaga Bencana

Keluaran yang diharapkan dari Kampus Siaga Bencana, diantaranya adalah: 1. Adanya perubahan perilaku komponen SDM di perguruan tinggi terhadap

isu PRB.

2. Program PRB dapat terintegrasi dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

3. Perguruan tinggi dapat menjadi wadah bagi pelaku PRB dan mengembang-kannya di lingkungan masyarakat.

(42)

4. Perguruan tinggi memiliki kapasitas untuk berkontribusi dalam perubahan perilaku masyarakat dalam kesiapsiagaan, PRB, dan tanggap darurat bencana.

D. Ruang Lingkup Kampus Siaga Bencana

1. Soft Skill

Kampus Siaga Bencana ini akan meningkatkan kemampuan sasaran dalam berhubungan dengan orang lain dan keterampilan dalam dirinya sendiri yang mampu mengembangkan kerjanya secara maksimal. Misalnya, ke-mampuan dalam melakukan diseminasi, advokasi dan sosialisasi tentang upaya PRB.

2. Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan

Melalui Kampus Siaga Bencana ini pengetahuan, sikap dan keterampilan sasaran di bidang PRB akan ditingkatkan, baik melalui pelatihan maupun kegiatan yang lainnya.

3. Mitigasi Non-struktural

Salah satu bentuk upaya PRB adalah mitigasi non-struktural, yaitu mitigasi yang bersifat non-fisik misalnya meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap dan perilaku dan membuat kebijakan tentang upaya PRB.

E. Sasaran Penerima Manfaat Kampus Siaga Bencana

1. Sasaran Primer

Sasaran primer adalah individu atau kelompok yang diharapkan berubah perilakunya. Mahasiswa merupakan sasaran primer karena sebagai agen perubahan pengurangan risiko bencana di dalam kampus maupun lingkungan masyarakat.

2. Sasaran Sekunder

Sasaran sekunder adalah individu atau kelompok dan organisasi yang mem-pengaruhi perubahan perilaku sasaran primer. Dalam konteks KSB, yang termasuk dapat mempengaruhi perubahan perilaku mahasiswa adalah:

(43)

25

Panduan Kampus Siaga Bencana

KAMPUS SIAGA BENCANA a. Dosen b. Karyawan c. Pengelola jasa

d. Masyarakat sekitar kampus

e. Orang tua dan keluarga mahasiswa

f. Media massa, media elektronik, dan sosial media

3. Sasaran Tersier

Sasaran tersier adalah individu atau kelompok dan organisasi yang memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan dan keputusan PRB di kampus. Dengan demikian para pemangku kebijakan di kampus, pihak yayasan, KOPERTIS, Rektorat, Dekanat, Direktorat Perguruan Tinggi, serta instansi yang menangani kegiatan PRB menjadi bagian dari sasaran tersier.

F. Komponen Kampus Siaga Bencana

Komponen KSB, yang juga dapat disebut sebagai tim Kelompok Kerja (Pokja) terdiri dari tim pengarah, tim pelaksana, dan dapat melibatkan mitra.

1. Tim Pengarah KSB

Tim pengarah terdiri dari rektorat/dekanat dan dosen pendamping Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), yang mempunyai tugas:

a. Memberi persetujuan atas rencana kegiatan yang disusun secara bersama oleh Kelompok Kerja (Pokja) KSB.

b. Memberi petunjuk dalam mengorganisasi dan memobilisasi komponen kampus untuk mendukung pelaksanaan KSB.

c. Memberi petunjuk dalam rangka pelatihan bagi warga kampus dan anggota masyarakat dengan keterampilan PRB.

d. Membina koordinasi dengan dinas terkait setempat serta dengan organisasi masyarakat pemerhati masalah bencana dan lingkungan lainnya.

(44)

2. Tim Pelaksana KSB

Tim pelaksana KSB merupakan gabungan dari dosen dan mahasiswa, yang bertugas:

a. Menyusun secara rinci rencana kegiatan berdasarkan masukan- masukan dari pelaksana lapangan dan masyarakat, sebelum diajukan kepada tim pengarah.

b. Mobilisasi komponen kampus dalam rangka pelaksanaan kegiatan program penguatan kapasitas SDM dalam bidang PRB.

c. Mengorganisasi kegiatan PRB di tingkat perguruan tinggi dan masyarakat.

d. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan sehari-hari di tingkat perguruan tinggi dan masyarakat.

e. Koordinasi dengan petugas lapangan dari instansi-instansi terkait. f. Evaluasi laporan kemajuan program di tingkat perguruan tinggi dan

masyarakat.

3. Mitra KSB

Berikut ini beberapa mitra potensial yang dapat terlibat sebagai anggota tim Kelompok Kerja (Pokja):

a. Yayasan b. Kopertis c. PMI

d. Badan Nasional Penanggulangan Bencana e. Media massa

f. Dinas terkait g. LSM/NGO terkait

(45)

27

Panduan Kampus Siaga Bencana

KAMPUS SIAGA BENCANA Gambar 4 : Aksi penanaman pohon yang dilakukan para mahasiswa yang tergabung

dalam unit KSR Universitas Negeri Jakarta

G. Peran PMI dan Para Mitra Dalam Pelaksanaan Siklus Kampus Siaga Bencana PMI, sebagai salah satu mitra perguruan tinggi dalam mendukung terwujudnya upaya PRB di lingkungan kampus, akan melaksanakan peran yang mengacu pada mandat PMI baik dalam hal PRB, pembinaan generasi muda, maupun Prinsip-Prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Berikut peran dan komitmen yang dapat dilakukan oleh PMI:

1. Pembinaan KSR Perguruan Tinggi sebagai salah satu UKM yang berfokus pada upaya pengurangan risiko bencana.

2. Berbagi informasi dan sumber daya dalam bentuk fasilitator, nara sumber, maupun pelatih, dokumen terkait PRB, kurikulum pelatihan, alat peraga.

(46)

3. Sosialisasi dan advokasi di tingkat nasional maupun global di lingkungan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.

4. Mengintegrasikan upaya PRB di kampus dan PMI untuk pengembangan program-program PRB berbasis masyarakat dan Sekolah Siaga Bencana (SSB).

5. Menjadi anggota tim pemantauan dan evaluasi, maupun tim pengembangan KSB.

Adapun peran PMI di setiap tingkatan, secara rinci dijelaskan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 2. Peran PMI di Setiap Tingkatan

Komponen Peran

PMI Pusat

- Memformulasikan kebijakan dan strategi pengembangan KSB - Memastikan kerjasama dengan pihak-pihak terkait dapat

ber-jalan sebagaimana yang dikehendaki

- Meninjau permohonan dari PMI Provinsi lain dalam rangka pengembangan KSB di wilayah kerjanya

- Melaksanakan koordinasi di tingkat internal PMI dalam kaitannya dengan pengembangan KSB

- Melaksanakan koordinasi dengan pihak eksternal di tingkat nasional dalam kaitannya dengan pengembangan KSB.

PMI Provinsi

- Menjabarkan kebijakan dan strategi pengembangan KSB sesuai dengan situasi, kondisi serta prioritas PMI Provinsi

- Memastikan kerjasama dengan pihak-pihak terkait dapat ber-jalan sebagaimana yang dikehendaki

- Membina koordinasi dengan BPBD, dinas-dinas dan pemangku kebijakan terkait serta mengupayakan dukungan dari pemerintah provinsi

- Mendukung mobilisasi sumber daya

- Mengupayakan dukungan monitoring dan supervisi pelaksanaan pengembangan KSB.

(47)

29

Panduan Kampus Siaga Bencana

KAMPUS SIAGA BENCANA

PMI Kabupaten/Kota

- Mensosialisasikan KSB sebagai sebuah pendekatan pelaksanaan PRB di Perguruan Tinggi

- Memberi rekomendasi dalam mengorganisasi dan memobilisasi sumber daya untuk mendukung pelaksanaan kegiatan PRB di Perguruan Tinggi

- Memberi rekomendasi dalam rangka peningkatan kapasitas sumber daya manusia di internal PMI dalam kaitannya dengan pengembangan KSB

- Membantu mengidentifikasi kebutuhan kegiatan PRB di Kampus bekerjasama dengan Perguruan Tinggi terkait

- Memberikan pendampingan teknis bagi Perguruan Tinggi dalam mengembangkan dan melaksanakan kegiatan PRB

- Membina koordinasi dengan BPBD, pemangku kebijakan, dinas dan organisasi terkait dalam hal pengembangan PRB

di Perguruan Tinggi

- Pembinaan KSR Unit Perguruan Tinggi sebagai salah satu sumber daya yang dimiliki oleh PMI Kabupaten/Kota dalam mengem-bangkan PRB di Perguruan Tinggi

- Berbagi informasi dan sumber daya dalam bentuk fasilitator, narasumber, pelatih dan dokumen terkait pengurangan risiko bencana, kurikulum pelatihan, serta alat peraga

- Sosialisasi dan advokasi Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional

- Mengintegrasikan upaya pengurangan risiko di Perguruan Tinggi untuk pengembangan program-program pengurangan risiko berbasis masyarakat dan Sekolah Siaga Bencana

- Menjadi anggota tim pemantauan dan evaluasi, maupun tim pengembangan KSB.

(48)

Sedangkan peran Pengurus, Staf, dan Relawan PMI dijabarkan sebagaimana tabel berikut ini:

Tabel 3. Peran Pengurus, Staf dan Relawan PMI

Komponen Peran

Pengurus

- Memformulasikan kebijakan dan rencana strategi pengembangan KSB; - Melaksanakan pengawasan, pembinaan dan pengembangan KSB - Bekerjasama dengan pemerintah dan pihak-pihak terkait dalam

mengembangkan KSB

- Membangun jejaring dengan pemangku kepentingan lainnya di tingkat Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota dalam rangka pengembangan KSB

Staf

- Menjabarkan kebijakan dan rencana strategi pengembangan KSB sesuai dengan situasi, kondisi serta prioritas PMI Pusat/ Provinsi/Kabupaten/Kota

- Mensosialisasikan KSB sebagai sebuah pendekatan pelaksanaan PRB di Perguruan Tinggi

- Memastikan kerjasama dengan pihak-pihak terkait dapat ber-jalan sebagaimana yang dikehendaki

- Membina koordinasi dengan BPBD, Perguruan Tinggi, dinas-dinas dan pemangku kebijakan terkait serta mengupayakan dukungan dari pemerintah provinsi

- Mendukung mobilisasi sumber daya

- Mengupayakan dukungan monitoring dan supervisi pelaksanaan pengembangan KSB.

Relawan

- Mensosialisasikan KSB sebagai sebuah pendekatan pelaksanaan PRB di Perguruan Tinggi

- Mempromosikan kegiatan KSB

- Memberikan pendampingan teknis dalam pelaksanaan kegiatan PRB di Perguruan Tinggi.

(49)

31

Panduan Kampus Siaga Bencana

KAMPUS SIAGA BENCANA Kampus sebagai pengelola KSB tentunya memainkan peran utama untuk mencapai keberhasilan PRB di lingkungan kampus. Tabel di bawah ini men-deskripsikan kompetensi dan peran warga kampus, yang dapat bersinergi dengan para mitra:

Tabel 4. Kompetensi dan Peran Warga Kampus di Perguruan Tinggi

Komponen Kompetensi Peran

Rektorat/Dekanat

- Mampu membuat kebijakan (mengesahkan dan menetapkan Standard

Operating Procedure (SOP),

Perjanjian Kerjasama dan Kesepahaman, Rencana Strategis, Rencana Aksi) - Mendanai dan/atau

mendukung pendanaan pelaksanaan.

- Pembuat kebijakan kampus yang mendukung

pelaksanaan upaya KSB dan integrasinya dalam kegiatan perguruan tinggi - Pelindung - Penasehat - Penyandang dana Dosen - Memahami konsep PRB - Memberikan pemahaman

kepada masyarakat kampus tentang KSB

- Mengintegrasikan isu dan dampak PRB dan adaptasi perubahan iklim ke dalam mata kuliah yang diajarkan - Berkonstribusi mengenai

penelitian dan

pengembangan keilmuan terkait

- Sebagai Role Model, memberikan contoh kepada masyarakat lingkungan kampus tentang perilaku upaya PRB dan adaptasi perubahan iklim. - Narasumber - Fasilitator - Pelaksana - Peneliti - Promotor

(50)

Mahasiswa

- Memahami KSB - Mampu mengelola dan

melaksanakan KSB dalam upaya PRB

- Memiliki kemampuan advokasi

- Terlibat dan berpartisipasi dalam upaya pencapaian tujuan KSB. - Pelaksana - Pengelola - Promotor - Narasumber - Pendidik sebaya

Karyawan - Mengetahui upaya PRB

- Melaksanakan KSB.

- Pelaksana - Pendukung - Promotor - Fasilitator Pengelola jasa layanan

(kantin, photo copy, parkir, dll)

- Mengetahui tentang KSB

- Terlibat dalam KSB - Partisipasi

Yayasan

- Mengetahui tentang KSB - Memahami KSB

- Mendukung pengesahan dan penetapan kebijakan - Mendanai pelaksanaan - Pembuat Kebijakan - Promotor KOPERTIS - Mengetahui tentang KSB - Mendukung upaya promotif

pengambilan kebijakan - Mendukung upaya promotif

penyediaan dana pelaksanaan - Mendukung upaya

koordinasi dan kerjasama KSB antar perguruan tinggi

(51)

33

Panduan Kampus Siaga Bencana

KAMPUS SIAGA BENCANA H. Isu Lintas Sektor Kampus Siaga Bencana (KSB)

Semakin besarnya perhatian pada upaya pengarusutamaan risiko bencana dipengaruhi oleh semakin meningkatnya kerugian yang ditimbulkan oleh bencana terutama terhadap aset ekonomi, sosial serta kesejahteraan dan penghidupan masyarakat. Oleh karena itu, salah satu upaya yang perlu diperhatikan dalam penyelesaian PRB adalah dengan memperhatikan isi-isu lintas sektor KSB. Memadukan strategi program PRB dengan isu-isu lintas sektoral yang terkait dengan bencana tentunya akan menjadikan KSB mem-punyai cakupan sasaran yang luas dan menyeluruh. Berikut isu lintas sektor KSB sebagaimana dijelaskan di bawah ini:

1. Pendekatan Multiancaman (multi-hazard)

Pendekatan multiancaman adalah salah satu metodologi dalam upaya PRB yang berguna dalam mengidentifikasikan sekaligus membandingkan strategi-strategi PRB, kesiapsiagaan, serta langkah-langkah mitigasi untuk setiap jenis bencana yang berbeda. Pengurangan Risiko Bencana dalam aplikasinya pada sebuah program kerja adalah sebuah permasalahan multi-dimensi yang kompleks dimana membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang luas dari berbagai disiplin ilmu.

Mengadopsi pendekatan multibencana dalam rencana kerja KSB kedepan-nya akan menjadi satu keuntungan. KSB menjadi wadah yang tepat untuk hal ini karena pendekatan multibencana dapat digunakan untuk memantau seluruh strategi PRB yang akan digunakan oleh sebuah perguruan tinggi. Selain itu pendekatan ini memberikan kesempatan untuk kerja pembangunan yang lebih terkoordinasi. Berikut adalah isu-isu terkait lainnya yang termasuk dalam pendekatan multi-hazard:

(52)

Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana (TDMRC) Universitas Syiah Kuala Universitas Syiah Kuala (UNSYIAH) merupakan salah satu universitas di Indonesia yang telah mengembangkan dan menerapkan berbagai program mitigasi bencana di lingkungan kampus melalui pendirian Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana (Tsunami and Disaster Mitigation Research Center) pada tahun 2006. Pendirian TDMRC tersebut diilhami oleh bencana tsunami yang melanda Aceh pada 2004 silam, yang menelan ratusan korban jiwa.

Pengembangan program mitigasi yang dilakukan UNSYIAH, tidak hanya dilakukan di Aceh, tetapi di seluruh wilayah Indonesia, terutama daerah rawan bencana.

“Program kebencanaan yang sudah dan sedang dilakukan terus disosialisasi-kan oleh TDMRC”, papar Teuku Alvisyahrin, Kepala Divisi Professional Service

TDMRC UNSYIAH kepada Antara (Antara, 2010). TDMRC juga mendapat mandat dari pemerintah Provinsi Aceh untuk menyediakan informasi, produk dan layanan yang dapat dimanfaatkan untuk program pengurangan risiko bencana. Dalam upaya mempercepat proses pengembangan kapasitas lembaga, dalam melaksanakan aktivitasnya TDMRC bekerja sama dengan para peneliti dari lembaga riset kebencanaan nasional dan internasional.

Program kolaborasi yang dirintis oleh TDMRC juga mencakup penerapan dan pengembangan teknologi bencana dan pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat, dan mengintegrasikan program siaga bencana dalam kurikulum sekolah dan universitas.

Upaya-upaya memperkuat kapasitas terus dilakukan sampai saat ini. Seperti yang dijelaskan dalam web resmi UNSYIAH, saat ini pihak universitas juga sudah mengirimkan beberapa akademisi handal keluar negeri, terutama Jepang guna mempelajari bagaimana cara menanggulangi bencana. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia juga menjadi salah satu fokus utama dari pengembangan TDMRC karena selama ini UNSYIAH masih kekurangan tenaga profesional yang dapat menangani mitigasi bencana. Pihak universitas juga akan menjamin akan adanya transfer ilmu dan teknologi dari program ini.

Dalam situs resminya, Darni, Rektor UNSYIAH juga menekankan bahwa UNSYIAH akan mengembangkan program mitigasi melalui jenjang pendidikan. Semua masyarakat kampus akan dilibatkan, baik staf, dosen maupun mahasiswa dalam mensosialisasikan siaga bencana di wilayah masing-masing (www.tdmrc.org/id/).

Gambar

Gambar 3 : Kampanye pengurangan risiko bencana yang dilakukan unit KSR dan UKM lainnya di Universitas Negeri Semarang (UNNES)
Tabel 1. Keterkaitan aspek lintas sektor pengurangan risiko bencana di kampus  dengan aspek MDGs yang akan saling mendukung dan berintegrasi
Gambar 4 : Aksi penanaman pohon yang dilakukan para mahasiswa yang tergabung   dalam unit KSR Universitas Negeri Jakarta
Tabel 2. Peran PMI di Setiap Tingkatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kemampuan masyarakat dalam upaya melaksanakan program Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) di Desa

Dalam upaya untuk melaksanakan perubahan mekanisme sosialisasi Kebijakan Ujian Nasional Tahun 2017/2018, BSNP sebagai penyelenggara Ujian Nasional (UN) melaksanakan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kemampuan masyarakat dalam upaya melaksanakan program Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) di Desa Wonolelo dengan

Rekam jejak dan kapasitas institusi dan program studi dalam melaksanakan kerjasama dengan mitra, serta manfaat yang diperoleh dari kerjasama tersebut yang dapat mendukung

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kemampuan masyarakat dalam upaya melaksanakan program Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) di Desa Wonolelo dengan

Pengurangan risiko bencana menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) adalah upaya sistematis untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan, strategis dan