• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN MITIGASI BENCANA PUTING BELIUNG P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KAJIAN MITIGASI BENCANA PUTING BELIUNG P"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN MITIGASI BENCANA PUTING BELIUNG

PADA GEDUNG BIOSAINS UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MENGGUNAKAN METODE

CAMPUS WATCHING

DISUSUN OLEH

HERMAWAN MEIDY KURNIANTO

(NIM 166150102111004)

TUGAS MATA KULUAH

ANALISA RESIKO KEBENCANAAN

DOSEN PENGAMPU

SUKIR MARYANTO, Ph.D

PROGRAM MAGISTER

PENGELOLAAN SUMBERDAYA LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

(2)

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana (BPBD web site).

Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim. Kondisi iklim seperti ini digabungkan dengan kondisi topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik secara fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur. Sebaliknya, kondisi itu dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan. Seiring dengan berkembangnya waktu dan meningkatnya aktivitas manusia, kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah dan memicu meningkatnya jumlah kejadian dan intensitas bencana hidrometeorologi (banjir, tanah longsor dan kekeringan) yang terjadi secara silih berganti di banyak daerah di Indonesia. Pada tahun 2006 saja terjadi bencana tanah longsor dan banjir bandang di Jember, Banjarnegara, Manado, Trenggalek dan beberapa daerah lainnya. Meskipun pembangunan di Indonesia telah dirancang dan didesain sedemikian rupa dengan dampak lingkungan yang minimal, proses pembangunan tetap menimbulkan dampak kerusakan lingkungan dan ekosistem. Pembangunan yang selama ini bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam (terutama dalam skala besar) menyebabkan hilangnya daya dukung sumber daya ini terhadap kehidupan mayarakat. Dari tahun ke tahun sumber daya hutan di Indonesia semakin berkurang, sementara itu pengusahaan sumber daya mineral juga mengakibatkan kerusakan ekosistem yang secara fisik sering menyebabkan peningkatan risiko bencana.

Maka dari itu untuk mereduksi besarnya risiko kerugian yang dialami, diperlukanlah suatu langkah yang strategis dan taktis yang dilakukan baik sebelum bencana, saat bencana serta setelah bencana untuk mengupayakan sekecil mungkin kerugian yang didapat akibat bencana. Pengertian di atas sesuai dengan yang disebutlakan dalam Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraaan Penanggulangan Bencana. Dala pasal tersebut disebutkan bahwa Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana melalui pembangunan fisik mauupn penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dari makalah ini antara lain :

1. Bagaimanakah identifikasi resiko puting beliung di gedung Biosains-UB.

2. Bagaimanakah upaya mitigasi structural terhadap resiko terjadinya puting beliung di gedung Biosains-UB.

1.3 Tujuan Penyusunan Makalah

Tujuan penyusunan makalah ini antara lain :

1. Melakukan identifikasi gedung terhadap resiko terjadinya bencana puting beliung di gedung Biosains-UB.

(3)

2. KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Bencana

Bencana merupakan suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor

alam/nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Dalam menghitung resiko bencana di suatu wilayah dapat menggunakan hubungan antara ancaman bahaya, kerentanan dan kemampuan adaptasi, yang dituliskan dengan persamaan berikut :

( )

Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan masyarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya.Tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin kecil risiko yang dihadapinya. Maka dalam hal ini upaya mengurangi resiko bencana dapat dilakukan dengan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam beradaptasi terhadap lingkungan, selain mengurangi resiko dengan meningkatkan kapasitas adaptive, langkah mitigasi juga sebagai salah satu upaya dalam pengurangan resiko bencana, pada umumnya langkah ini dilakukan pada tahapan pra-bencana sehingga peringatan dini selalu tersedia bagi pemanfaat dan masyarakat luas.

2.2. Mitigasi dan Pengurangan Resiko Bencana

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 tahun 2007 mitigasi didefinisikan sebagai serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Pembangunan fisik dalam hal ini dapat diartikan sebagai upaya merancang bangunan baru, merenovasi atau merehabilitasi atau memperkuat atau menganti/membangun ulang bangunan (renovation, rehabilitation and reconstruction). Sedangkan penyadaran dan peningkatan kemampuan dapat diartikan sebagai upaya memberi pemahaman kepada masyarakat atas keamanan bangunan yang sedang digunakan dan prosedur yang harus dilaksanakan apabila bangunan itu mengalami ancaman bencana (Priyosulistyo, 2011).

Pengurangan risiko bencana menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) adalah upaya sistematis untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan, strategis dan tindakan yang dapat meminimalisir jatuhnya korban jiwa atau rusaknya asset akibat bencana, baik melalui upaya mitigasi bencana (pencegahan, peningkatan kesiapsiagaan) ataupun upaya mengurangi kerentanan (fisik, material, social, kelembagaan dan prilaku/sikap).

(4)

Sedangkan mitigasi structural adalah upaya untuk mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap bencana dengan cara rekayasa teknis bangunan tahan bencana, rekayasa teknis adalah prosedur perancangan struktur bangunan yang telah memperhitungkan karakteristik aksi dari bencana.

Mitigasi Struktural dibagi menjadi 2 daam proses analisis karakter bencana :

Skala Mikro ; mitigasi structural untuk skala mikro adalah tindakan pendeskripsian karakteristik aksi bencana yang meliputi pola serangan bencana dan besarnya daya rusak bencana, skala mikro dibagi menjadi beberapa aksi diantaranya ; formulasi aksi bencana, kodefikasi structural dan infrastruktur bangunan pelindung

Skala Makro ; mencakup tindakan-tindakan teknis untuk mendukung analisa resiko suatu wilayah terhadap berbagai bencana, serta tindakan-tindakan hukum yang berkaitan dengan dengan enforcing implementasi pedoman-pedoman pembuatan bangunan tahan bencana dan bangunan perlindungan terhadap bencana. Mitigasi structural untuk skala makro dibagi menjadi beberapa aksi diantaranya ; zonasi skala bencana, peraturan desain bangunan dan jumlah unit bangunan

2.3 Resiko Bencana Putting Beliung

Angin puting beliung adalah badai besar di laut tropis dan sub tropis, dengan kecepatan lebih dari 60 km/jam. Durasi terjadinya umumnya berkisar antara 5-10 menit. Angin ini datang secara tiba-tiba serta berkekuatan hingga 30 – 40 knot Angin ini berasal dari awan yang bergumpal, berwarna abu-abu gelap dan menjulang tinggi. Dalam ilmu meteorologi awan ini biasa disebut Cumulonimbus (Cb). Awan ini berpotensi besar menyebabkan hujan di suatu wilayah . Namun, walaupun demikian awan ini belum tentu menyebabkan angin kencang ataupun puting beliung. Puting beliung dapat terjadi dimana saja, di darat maupun di laut dan jika terjadi di laut durasinya lebih lama daripada di darat. Angin ini umumnya terjadi pada siang atau sore hari, terkadang pada malam hari dan lebih sering terjadi pada peralihan musim (pancaroba).

Pada musim pancaroba itulah, angin selalu berubah arah karena perbedaan pola tekanan. Saat angin bergerak dari arah tenggara ke barat karena tekanan udara di Australia (tenggara) lebih tinggi dari Asia (barat). Namun, kadang tekanan udara di Asia lebih tinggi dari Australia sehingga arah angin berubah arah. Inilah yang menyebabkan arah angin kerap berubah yang menimbulkan terjadinya angin puting beliung. Namun, intensitas angin puting beliung kian berkurang begitu memasuki awal musim hujan. Pada bulan itu angin sepenuhnya akan berbalik arah, yaitu dari Asia ke Australia karena tekanan udara di Asia lebih tinggi dari tekanan udara di Australia. Yang perlu diingat angin puting beliung bisa terjadi lagi pada masa peralihan musim hujan ke musim kemarau. Luas daerah yang terkena dampaknya sekitar 5 – 10 km, karena itu bersifat sangat lokal.

(5)

Tabel 2.1 Perbedaan Siklon dan Tornado

Sumber : dokumen RPB

2.4 Kejadian Putting Beliung di Indonesia

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan BNPB, didapat fakta bahwa dalam sepuluh tahun terakhir kejadian puting beliung telah meningkat 28 kali lipat. Jika di tahun 2002 hanya terdapat 14 kejadian, kemudian di tahun 2006 bertambah menjadi 84 kejadian, maka di tahun 2010 kejadian puting beliung telah menjadi 402 kejadian. Paparan oleh Kepala Pusat Informasi, Humas dan Data Badang Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho kepada Harian elektronik Kompas, di Jakarta, Minggu 9 Desember 2012, sepanjang 2002-2011 telah terjadi 1.564 kejadian puting beliung atau 14 persen dari total kejadian bencana di Indonesia. Dalam laman bbc.co.uk dengan topik berita Indonesia dituliskan bahwa Selama tahun 2012 data sementara terdapat 259 puting beliung dengan korban 36 orang meninggal, 27.254 orang mengungsi dan lebih dari 15 ribu rumah rusak ringan mau pun berat. Dalam pembahasan mengenai puting beliung ini, penulis melakukan survey literatur di dunia maya.

Dari sumber-sumber tersebut penulis merangkumkan hasil pencarian dengan tabel yang berisikan waktu kejadian, daerah dan kerugian yang ditimbulkan.

Tabel 2.2 Cuplikan Kejadian Puting Beliung selama tahun 2012-2013

(6)

Setiap daerah di Indonesia memiliki potensi bencana masing-masing. Bencana-bencana alam yang menjadi perhatian BNPB karena intensiatasnya yang cukup tinggi di wilayah Indonesia diantaranya banjir, tanah longsor, gelombang pasang, kecelakaan transportasi, letusan gunung api dan angin puting beliung. Di bawah ini merupakan Tabel Kejadian Bencana Indonesia pada bulan Maret 2013.

Gambar 2.1 Prosentase kerusakan

Sumber: http://www.bnpb.go.id/uploads/pubs/559.pdf

Gambar 2.2 Jumlah Kerusakan akibat putting beliung

Sumber : http; dibi.bnpb.go.id

Gambar 2.3 Prosentase Kerusakan Rumah Rusak Sedang Akibat Putting Beliung

(7)

Gambar 2.4 Prosentase Kerusakan Rumah Rusak Berat Akibat Putting Beliung

Sumber : http; dibi.bnpb.go.id

Dengan melihat waktu kejadian, dapat dikatakan bahwa puncak fenomena puting beliung di tahun 2012 adalah pada bulan Januari, sementara di tahun 2013, puncak kejadian puting beliung terjadi pada bulan Oktober. Selain waktu kejadiannya dapat dikatakan pula bahwa pulau Jawa merupakan pulau yang lain sering mengalami kejadian puting beliung.. Di antara bencana-bencana alam lain, puting beliung merupakan bencana yang paling sering intensitasnya terjadi di Indonesia. Hal ini dapat terlihat pada diagram Perbandingan Jumlah Kejadian Bencana Per Jenis Bencana 1815

– 2013

(8)

Tabel di atas menunjukkan bahwa di bulan Maret angin puting beliung merupakan bencana yang paling sering muncul dibandingkan bencana lain. Sementara daerah yang paling sering mengalami nya yakni Jawa Timur dan Jawa barat dengan jumlah kejadian 7 dan 8 kali kejadian. Daerah yang relatif aman puting beliung pada bulan itu adalah wilayah Papua. Selain tabel Kejadian bencana dan daerahnya, BNPB setiap bulan juga mengeluarkan Tabel jumlah Kejadian Bencana dan Dampaknya seperti tabel Jumlah Kejadian Bencana Indonesia dan Dampaknya Bulan Maret 2013

Tabel 2.4 Rincian tabel bencana maret 2013

Sumber: http://www.bnpb.go.id/uploads/pubs/559.pdf

Melalui tabel Jumlah Kejadian Bencana dan Dampaknya yang dikeluarkan oleh BNPB lewan situs bnpb.go.id , masyarakat dapat memantau seberapa parah bencana alam yang terjadi di Indonesia. Seperti pada bulan Maret 2013, terdata bahwa angin puting beliung menempati urutan pertama jumlah kejadian terbanyak dan kerusakan terbesar. Walaupun demikian bencana puting beliung ini memakan korban jiwa lebih sedikit dibanding bencana banjir, banjir dan tanah longsir dan letusan Gunung api yang memakan hingga ribuan korban jiwa.

Ancaman puting beliung atau angin berputar ini hanya melanda daerah yang bersisian dengan perairan karena daerah tersebut sangat berpotensi setelah terjadi pemanasan dengan teriknya matahari di daerah tersebut. Pemanasan ini menimbulkan penguapan yang kemudian menjadi hujan yang biasanya disertai dengan angin kencang atau puting beliung.

2.5. Upaya mengurangi resiko bencana puting beliung

(9)

Tabel 2.5 Program dan Tindakan Mitigasi Pasif saat Pra-bencana

PROGRAM TINDAKAN SASARAN

Penyusunan peraturan

perundang-undangan.

1

Penguatan PERDA Kabupaten tentang

Penanggulangan BencanaBanjir, Puting Beliung, Kebakaran, Limbah.

PERDA

2

Penyusun PERDA Kabupaten tentang

pengalokasian dana penanggulangan bencana dalam APBD

Pembuatan peta rawan bencana

dan pemetaan masalah.

Pembuatan peta rawan bencana banjir, puting beliung, kebakaran serta pemetaan masalah.

Seluruh wilayah

Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi serta prosedur evakuasi jika terjadi bencana banjir, puting beliung, kebakaran

Daerah rawan

1 Pengadaan sarana pra-sarana peringatan dini (sirine, kentongan, dll)

2 Pembuatan brosur/leaflet/poster mengenai cepat tanggap bencana

Penelitian / pengkajian karakteristik

bencana.

Penelitian / pengkajian karakteristik bencana banjir, putting beliung, kebakaran dll

Daerah rawan

Pengkajian/ analisis risiko bencana banjir, puting beliung, kebakaran, di wilayah berdasarkan jumlah kerugian, jumlah penduduk terpapar serta dampak yang ditimbulkan akibat bencana.

Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan.

Pengadaan mata pelajaran penanggulangan bencana banjir, puting beliung, kebakaran sebagai muatan lokal pada SD dan SMP.

Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana banjir, puting beliung, kebakaran

Setiap desa di

Pembentukan LP PM, SRI TGGH, SENKOM POL, TAGANA, PMI, PRAMUKA, BANSER, RAPI, SATPOL PP.

Perencanaan pembangunan sarana pra-sarana vital yang dapat meminimalisir ancaman bencana banjir, puting beliung, kebakaran.

Daerah rawan bencana banjir,

(10)

Tabel 2.6 Program dan Tindakan Mitigasi Aktif saat Pra-bencana

Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:

Tabel 2.7 Tindakan Kesiapsiagaan Per-bencana di Kabupaten Sidoarjo.

3. PEMBAHASAN DAN ANALISA 3.1. Identifikasi Ancaman

Putting beliung dapat terjadi secara mendadak, namun sebagian besar terbentuk melalui suatu proses selama beberapa jam atau hari yang dapat dipantau melalui satelit cuaca. Monitoring dengan satelit dapat untuk mengetahui arah angin sehingga cukup waktu untuk memberikan peringatan dini. Meskipun demikian perubahan sistem cuaca sangat kompleks sehingga sulit dibuat prediksi secara cepat dan akurat.

Untuk meminimalkan resiko kerusakan dan kerugian, Strategi Mitigasi dan Upaya Pengurangan Bencana terhadap putting beliung dapat dilakukan antara lain :

1. Membuat struktur bangunan yang memenuhi syarat teknis untuk mampu bertahan terhadap gaya angin.

2. Perlunya penerapan aturan standar bangunan yang memperhitungkan beban angin khususnya di daerah yang rawan angin topan

3. Penempatan lokasi pembangunan fasilitas yang penting pada daerah yang terlindung dari serangan angin topan.

4. Penghijauan di bagian atas arah angin untuk meredam gaya angin. 5. Pembuatan bangunan umum yang cukup luas yang dapat digunakan

sebagai tempat penampungan sementara bagi orang maupun barang saat terjadi serangan angin topan.

6. Pengamanan/perkuatan bagian-bagian yang mudah diterbangkan angin yang dapat membahayakan diri atau orang lain disekitarnya.

7. Kesiapsiagaan dalam menghadapi angin topan, mengetahui bagaimana cara penyelamatan diri

8. Pengamanan barang-barang disekitar rumah agar terikat/dibangun secara kuat sehingga tidak diterbangkan angina.

Berdasarkan Buku Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya di Indonesia Set BAKORNAS PBP Mitigasi Bencana Puting Beliung dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

Sebelum bencana

BENCANA TINDAKAN SASARAN

PUTING BELIUNG

Penambahan kekuatan bangunan. Seluruh wilayah Kabupaten Sidoarjo.

BENCANA KESIAPSIAGAAN

PUTING BELIUNG 1

Evakuasi masyarakat ke daerah yang lebih aman dari bencana puting beliung.

(11)

 Perlu dilakukan sosialisasi mengenai puting beliung agar masyarakat memahami dan mengenal puting beliung, baik difinisi, gejala awal, karakteristik, bahaya dan mitigasinya.

 Menyusun peta rawan bencana puting beliung berdasarkan data historis.  Memangkas ranting pohon besar dan menebang pohon yang sudah rapuh serta tidak membiasakan memarkir kendaraan di bawah pohon

besar. ƒ

 Jika tidak penting sekali, hindari bepergian apabila langit tampak awan gelap dan menggantung.

 Mengembangkan sikap sadar informasi cuaca dengan selalu mengikuti informasi prakiraan cuaca atau proaktif menanyakan kondisi cuaca kepada instansi yang berwenang.

 Penyiapan lokasi yang aman untuk tempat pengungsian sementara

Saat Bencana

 Segera berlindung pada bangunan yang kokoh dan aman begitu angin kencang menerjang.

 Jika memungkinkan segeralah menjauh dari lokasi kejadian karena proses terjadinya puting beliung berlangsung sangat cepat.

 Jika saat terjadi puting beliung kita berada di dalam rumah semi permanen/rumah kayu, hingga bangunan bergoyang, segeralah keluar rumah untuk mencari perlindungan di tempat lain karena bisa jadi rumah tersebut akan roboh.

 Hindari berteduh di bawah pohon besar, baliho, papan reklame dan jalur kabel listrik.

 Ancaman puting beliung biasanya berlangsung 5 hingga 10 menit, sehingga jangan terburu-buru keluar dari tempat perlindungan yang aman jika angin kencang belum benar-benar reda.

Setelah bencana

 Melakukan koordinasi dengan berbagai pelaksana lapangan dalam pencarian dan pertolongan para korban.

 Mendirikan tempat penampungan korban bencana secara darurat di dekat lokasi bencana atau menggunakan rumah penduduk untuk pengobatan dan dapur umum.

 Melakukan evaluasi pelaksanaan pertolongan dan estimasi kerugian material.

Analisa mitigasi bencana dalam makalah ini dilakukan dengan metode pengenalan kondisi sekitar kawasan tau observasi keliling lokasi gedung sekaligus dilakukan penggambaran denah kondisi gedung. Metode ini pada umumnya dapat disebut sebagai town watching atau campus watching, metode ini bertujuan untuk dapat mengetahui seberapa jauh konstruksi yang sudah terbangun lebih adaptif terhadap bencana terutama langkah mitigasi kebencaaan.

(12)

LAMPIRAN 1 - AREA LUAR/SEKITAR GEDUNG

BANGUNAN GEDUNG

BIOSAINS LAHAN / AREA PARKIR

(13)

LAMPIRAN 2 - BASEMENT

TANGGA

WC WC WC

(14)

LAMPIRAN 3 - LANTAI 1

PARKIR

WC WC

PINTU

(15)

LAMPIRAN 4 - LANTAI 2

LANTAI 2

LANTAI 1 PAGAR TANGGA

RUANG

RUANG

(16)

LAMPIRAN 5 - LANTAI 3

WC

WC WC

(17)

3.2. Identifikasi dan Rekomendasi Campus Watching

Berdasarkan hasil kunjungan peniaian gedung Biosains-UB dengan menggunakan metode Campus Watching, maka hasil yang doperoleh sebagai berikut ;

Tabel 3.1. Hasil dan Rekomendasi Campus Watching gedung Biosains-UB

Gambar Fasilitas

Gedung Identifikasi Ancaman Rekomendasi

Kamar Mandi

Lantai licin, jenis keramik tidak kasar dan pada saat kunjungan banyak ditemui dalam keadaan basah dan dibagian luar tidak dilengkapi dengan keset/alas.

Lantai kamarmandi sebaiknya menggunakan jenis/bahan yang tidak licin, sehingga aman untuk disabiltas dan jika

Kondisi saat ini masih belum jelas peruntukannya untuk apa (akses darurat ataukah jalan umum), kondisi, pemilihan jenis keramik sudah sesuai namun pilihan warna masih gelap

Pemilihan warna keramik sebaiknya cerah atau dibagian tengah diberi warna terang dan jika memungkinkan keramik dilengkapi dengan karpet

APAR

Kontrol APAR tidak tergantung sesuai dengan petunjuk SNI meskipun nampak seperti baru, sehingga kontrol usia APAR tidak dapat terdeteksi

Dilakukan pemeriksaan rutin setiap 6 bulanan, sehingga APAR dapat terkomtrol dan dimonitoring dengan jelas

Saluran air pemadam

API

Masih terdapat lokasi pemadam air (di lantai 2 dan 3) yang lokasinya sulit dijangkau

Titik lokasi/akses penempatan dipindah ditempat yang terbuka namun secara estetika masih layak, sehingga jika dibutuhkan sewaktu waktu dapat optimal tidak masuk ke dalam ruangan terlebih dahulu (memudahkan petugas)

Kaca Depan

Kaca tebal, namun tidak dilengkapi kasa atau kaca film ditengahnya, sehingga jika kemungkinan pecah akibat putting beliung akan dapat memakan korban

(18)

Gedung Utama Biosains

Dibagian kanan dan kiri gedung tidak terbangunnya tangga atau akses darurat bencana,

sehingga hanya mengandalkan 1 jalur akses didalam gedung

Kedepan dapat dibangun tangga darurat baik di sisi kanan atau kiri bangunan dengan catatan mudah menuju akses luar dan titik kumpul dibagian luar

Area parkir

Luas sangat memadai namun tidak terdapat lokasi yang jelas untuk titik kumpul jika terjadi bencana, sehingga

memungkinkan korban akan tidak terkoordinasi dengan baik jika terjadi bencana

Dipasang tanda atau rambu lokasi titik kumpul dengan warna yang mencolok sehingga dapat diketahui banyak orang dan pengguna jalan.

Sumber : hasil analisa kunjungan lapangan

4. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Dari rekomendasi yang telah disarankan, terdapat 7 point untuk dapat dilakukan peningkatan terhadap konstruksi kelengkapan bangunan gedung Biosains, sehingga langkah mitigasi bencana dapat maksimal terpenuhi.

2. Selain rekomendasi dalam hal konstruksi, perlu dilakukan penajaman dan peningkatan kapasitas terhadap tim yang terlibat dalam gedung baik difasilitasi oleh pihak fakultas terkait maupun panduan secara menyeluruh yang dibuat sebagai standart bangunan gedung di Universitas Brawijaya, sehingga kelengkapan terkait dengan mitigasi bencana di seluruh gedung Universitas memiliki parameter yang sama..

5. DAFTAR PUSTAKA

BNPB, 2011. Indeks Rawan Bencana Indonesia.

BNPB, 2012. Buku Saku Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi Bencana. BNPB, 2013, Jurnal Penanggulangan Bencana, Volume 4

BNPB, 2014, Info Bencana Bulanan

Dinar, C, Istiyanto, 2007, Mitigasi Struktural di Indonesia, Diskusi PPI-Ibaraki, Balai Pengkajian Dinamika Pantai

Kusuma Prayoga Nasuki Putra, 2015, Analisis Kerentanan Bangunan Terhadap Bencana Angin Putting Beliung Di Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sudibyakto, Darsono, Poster, 2008, Waspadai Putting beliung, PSBA, Universitas Gadjah Mada

Gambar

Tabel 2.2 Cuplikan Kejadian Puting Beliung selama tahun 2012-2013
Gambar 2.2 Jumlah Kerusakan akibat putting beliung
Gambar 2.4 Prosentase Kerusakan Rumah Rusak Berat Akibat Putting Beliung
Tabel 2.4 Rincian tabel bencana maret 2013
+2

Referensi

Dokumen terkait

Macken-Horarik (dalam Emilia,.. 41) menyebutkan bahwa struktur teks prosedur yang ketiga yaitu hasil. 68-69) mengatakan bahwa struktur yang ketiga teks prosedur

Kopling manual atau mekanis yang dikenal juga dengan istilah kopling sekunder adalah kopling yang cara kerjanya diatur oleh handel kopling. Kopling manual

kurstaki strain HD-7 (dipel WP) diuji di laboratorium terhadap lima strain lapangan larva Plutella xylostella (L.) yang berasal dari pusat pertanaman kubis di Lembang,

Adapun hasil dari penelitian ini ada pengaruh pelaksanaan Layout yang tepat untuk kelancaran proses produksi pada PT.Gerbang Nusa Tenggara Barat Emas (Persero)

[r]

Selain berkurangnya ketakutan akan hal yang tidak nyata, penulis juga berharap karakter tersebut dapat menjadi media hiburan dalam hal horor karena di Indonesia masih sangat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan berbagai tingkat asam sulfat (H 2 SO 4 ) pada proses pikel berpengaruh (P<0,05) terhadap nilai keasaman (pH), dan kadar krom (Cr 2

bahwa dengan telah terbentuknya Kabupaten Bener Meriah berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2003 dan dalam rangka mengisi Keistimewaan di Provinsi Nanggroe Aceh