EFEKTIVITAS PENANGGULANGAN BENCANA PUTING BELIUNG di DESA LIDAH TANAH KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN
SERDANG BEDAGAI
SKRIPSI
Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Oleh :
AGUSTINA SAMOSIR 090903075
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh:
Nama : Agustina Samosir
Nim : 090903075
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Judul : Efektivitas Penanggulangan Bencana Puting Beliung di Desa Lidah Tanah Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai
Medan, Juli 2013
Pembimbing Ketua Departemen
Ilmu Administrasi Negara
Dra. Beti Nasution, M.Si Drs. M. HusniThamrinNasution,M.Si
NIP. 196106251987112001 NIP:196401081991021001 Dekan
FISIP USU MEDAN,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih
dan berkatNya yang telah menyertai penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi
ini.
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan program pendidikan
Strata 1 (S1) di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik serta sebagai wahana untuk melatih diri dan mengembangkan wawasan
berpikir dalam penulisan karya ilmiah ini.
Adapun judul dari skripsi ini adalah ”Efektivitas Penanggulangan Bencana Puting Beliung di Desa Lidah Tanah Kecamatan Perbaungan Kabupaten
Serdang Bedagai”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan, baik itu dari permasalahan penulisan redaksi maupun dari substansi
penulisan. Hal ini karena penulis masih dalam tahap pembelajaran dan peningkatan
pengetahuan serta keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini
selanjutnya.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak baik
dari proses awal penulisan sampai penyelesaian skripsi ini. Dalam kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Tuhanku Yesus Kritus yang telah memberikanku segalanya. Segala tahap
dalam penulisan skripsi ini mampu penulis kerjakan adalah kesanggupan
2. Orang tua penulis terkhusus ibu R. Manalu yang sudah bertahan dan
berjuang untuk memenuhi setiap kebutuhan perkuliahan hingga penyelesaian
skripsi ini, Almarhum Ayah A. Samosir terima kasih untuk setiap nasehat
yang diberikan yang selalu menjadi motivasi bagiku hingga saat ini.
TERIMA KASIH ...
3. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. Zakaria, M.SP selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si selaku Ketua Departemen
Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.
6. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi
Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.
7. Ibu Beti Nasution, M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan
bimbingannya kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini dan yang
telah bersedia meluangkan waktunya dalam mengarahkan penulis sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Bapak Muhammad Arifin Nasution, S.Sos, M.SP selaku dosen penguji
yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan kritik dan saran
9. Bapak/Ibu Staf Pengajar FISIP USU yang telah berjasa dalam memberikan
banyak bekal ilmu pengetahuan, bimbingan serta arahan kepada penulis
selama penulis menimba ilmu pengetahuan di Departemen Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
10.Kepada seluruh Staf Pegawai Administrasi yang ada di Departemen Administrasi Negara khususnya buat Kak Mega dan Kak Dian, yang telah membantu urusan administratif selama proses perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini
11.Special Thanks teruntuk Kakakku terkasih Fenny Samosir, terima kasih
untuk setiap perhatian, dukungan dan doa-doamu. Terima kasih selalu
membuatku seolah-olah punya Ayah selama ini. Moga bisa sama-sama
berjuang demi keluarga kita. Amin
12.Special Thanks Buat Adik-adikku terkasih Triwati Samosir, Udur Samosir,
Asido Samosir. Terima kasih untuk pengertian dan doa-doa kalian.
Semangat berjuang untuk studi kalian!!! *indah pada waktunya
13.Special Thanks buat teman-temanku di Acc Ladies Camp (ALC)
“Mardewina, Ketua, Selfi, Dio, Ririzz, Rouly, Beatrich, Triwati, Damaris,
dan Lidya). Terima kasih telah menjadi keluarga yang indah untukku selama
di Medan ini. Segala suka dan duka yang telah kita alami bersama adalah hal
yang tak akan bisa terlupakan. Saling berbagi, saling menopang, saling
bercerita dan melakukan hal-hal aneh juga menjadi bagian cerita kita
bersama. Semangat berjuang ya teman-teman.. Tuhan pasti buka jalan!! Gbu
sudah kita alami bersama moga menjadi pengalaman yang akan kita kenang selamanya.
15.Kepada teman-teman sepelayananku di K-23 dan K-24 KMKS terkhusus Komcil-PI 23 (Maria, Berto, Rianto dan Ka Plani) dan Komcil 24 (Berto, Ka vina dan Vera). Terima kasih untuk dukungan doanya teman-teman..
16.Buat saudara/i terkasih di KMKS, Bg Sabam, ka Ruth, ka Hana, ka Irza, Bg
Everson, Bg Donal, Simson, Polmer, Frans, de Grace, sadoQ Randy, Bg HP,
Devy, Vero, Endang, Mei, Belinda, Puji, Lanny, ka Myke, Bg Jun, K25 dan
masih banyak lagi. Terima kasih...
17.Buat teman-teman terbaikku “Kepomponk” Asri, Eva, Riris dan Seru.
Terima kasih sudah banyak menghiasi masa-masa perkuliahanku. Terima
kasih untuk canda, tawa, kesal, kecewa, marah dan bahagia yang telah kita
alami bersama. Sukses bagi kita semua! Love u n God Bless us..
18.Teman-teman seperjuangan di AN’09, yang tidak bisa kutuliskan satu per
satu. AN satu AN jaya!
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Medan, Juli 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...i
DAFTAR ISI...v
DAFTAR TABEL...ix
DAFTAR GAMBAR...ix
ABSTRAK...x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ………...1
1.2 Rumusan Masalah ………...7
1.3 Tujuan Penelitian ………...7
1.4 Manfaat Penelitian ………..8
1.5 Kerangka Teori ………...8
1.5.1 Efektivitas Pelayanan Publik ...9
1.5.1.1 pengertian efektivitas ...9
1.5.1.2 Pengukuran Efektivitas ...11
1.5.1.3 Pendekatan terhadap Efektivitas ...11
1.5.2 Manajemen Penanggulangan Bencana ...13
1.5.2.1 Tahapan Pra bencana ...18
1.5.2.2 tahapan tanggap darurat ...25
1.5.2.3 tahapan pasca bencana ...27
1.5.3 Bencana Puting Beliung ...28
1.5.3.1 bencana ...28
1.5.4 Gambaran Umum Perundang-undangan mengenai
Penanggulangan Bencana di Indonesia...35
1.6 Teoritical Mapping ………...37
1.7 Definisi Konsep ...42
1.8 Sistematika Penulisan ...44
BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Bentuk Penelitian ………...45
2. 2 Lokasi Penelitian………...………...46
2. 3 Informan Penelitian………...46
2. 4 Teknik Pengumpulan Data………...47
2. 5 Teknik Analisis Data………....49
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum wilayah Kabupaten Serdang Bedagai ………...51
3.2 Gambaran Umum BPBD Kabupaten Serdang Bedagai …………...52
3.2.1 Visi dan Misi BPBD………...52
3.2.2 Tujuan BPBD ...53
3.2.3 Strategi BPBD ...53
3.2.4 Kebijakan Umum BPBD ...54
3.2.5 Program dan Kegiatan BPBD ...55
3.2.6 Susunan kepegawaian dan perlengkapan BPBD ...56
3.3 Gambaran Umum Desa Lidah Tanah ...57
3.3.1 Sejarah desa ...57
3.3.2 Bidang Pemerintahan Umum Desa ...58
BAB IV PENYAJIAN DATA
4.1 Karakteristik Informan ...…………....63
4.1.1 Informan Kunci ...63
4.1.2 Informan Utama ...64
4.1.3 Identitas Informan ...64
4.2 Temuan Lapangan ……….65
4.2.1 Deskripsi Kejadian Bencana Puting Beliung di Desa Lidah Tanah ...65
4.2.2 Pelaksanaan Penanggulangan Bencana Puting Beliung di Desa Lidah Tanah oleh BPBD Serdang Bedagai ...70
4.2.3 Efektivitas Penanggulangan Bencana Puting Beliung di Desa Lidah Tanah ...77
4.2.3.1 Pencapaian Tujuan ...77
4.2.3.2 Ketepatan Waktu ...78
4.2.3.3 Manfaat ...79
4.2.3.4 Hasil yang Diperoleh ...81
4.2.4 Kendala dalam Melaksanakan Penanggulangan Bencana Puting Beliung di Desa Lidah Tanah ...82
BAB V ANALISIS DATA 5.1 Analisis Deskripsi Kejadian Bencana Puting Beliung di Desa Lidah Tanah ...84
5.2 Analisis Pelaksanaan Penanggulangan Bencana Puting Beliung di Desa Lidah Tanah oleh BPBD Serdang Bedagai ...85
5.3 Analisis Efektivitas Penanggulangan Bencana Puting Beliung di Desa Lidah Tanah ...90
5.3.2 Analisis Ketepatan Waktu ...92
5.3.3 Analisis Manfaat ...94
5.3.4 Analisis Hasil yang Diperoleh ...95
5.4 Analisis Kendala dalam Melaksanakan Penanggulangan Bencana
Puting Beliung di Desa Lidah Tanah...96
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan………..…...98
6.2 Saran………..……...99
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tanda-tanda alam yang menjadi penanda ancaman akan datang………29
Tabel 1.2 perbedaan angin siklon dan tornado...………..32
Tabel 1.3 Hasil penelitian terdahulu………...38
Tabel 3.1 tabel perincian program dan kegiatan BPBD ………...56
Tabel 3.2 luas daerah Lidah Tanah ………...58
Tabel 3.3 Rekapitulasi jumlah penduduk ...59
Tabel 4.1 Identitas Informan ...64
Tabel 4.2 Data korban dan kerusakannya ...67
Tabel 4.3 Jumlah bangunan rusak per dusun ...69
Tabel 4.4 Jenis bantuan dan pihak yang memberikan bantuan ...75
ABSTRAK
EFEKTIVITAS PENANGGULANGAN BENCANA PUTING BELIUNG DI DESA LIDAH TANAH KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN
SERDANG BEDAGAI
Nama : Agustina Samosir
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU Dosen Pembimbing :Dra. Beti Nasution, M.Si
Puting beliung merupakan bencana yang paling banyak terjadi di daerah dan kota di Indonesia, termasuk di wilayah Sumatera Utara. Salah satu daerah rawan bencana puting beliung di Sumatera Utara adalah Kabupaten Serdang Bedagai. Pengalaman memperlihatkan bahwa kejadian-kejadian bencana alam ini telah banyak menimbulkan kerugian dan penderitaan yang cukup berat. Masalah-masalah ini menuntut adanya penanggulangan bencana yang efektif baik pada tahap prabencana, tanggap darurat, maupun tahapan pasca bencana. Namun kenyataannya, hampir di setiap tahapan ini masih menghadapi kendala yang mengakibatkan kurangnya efektivitas dalam penanggulangan bencana.
Penelitian ini mengkaji bagaimana penanggulangan bencana serta apakah penanggulangan bencana puting beliung di Desa Lidah Tanah Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai sudah efektif atau tidak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan dan efektivitas penanggulangan bencana serta kendala yang dialami oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Serdang Bedagai terkhusus dalam penanggulangan bencana puting beliung di Desa Lidah Tanah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Pengambilan subyek penelitian dilakukan secara purposive
sampling. Informan penelitian dibagi menjadi informan utama dan informan kunci
dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam (in depth interview),
observasi, studi dokumentasi, dan studi kepustakaan. Kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan model analisa data Miles and Huberman.
Kesimpulan penelitian ialah penanggulangan bencana dari aspek pencapaian tujuan sudah efektif, tetapi dari segi ketepatan waktu, manfaat serta pencapaian hasil belum efektif. Kendala yang dirasakan BPBD Serdang Bedagai berupa kurangnya jumlah personil BPBD, peralatan dan perlengkapan yang belum memadai, tidak tersedianya dana siap pakai di BPBD serta lokasi bencana yang relatif jauh.
ABSTRAK
EFEKTIVITAS PENANGGULANGAN BENCANA PUTING BELIUNG DI DESA LIDAH TANAH KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN
SERDANG BEDAGAI
Nama : Agustina Samosir
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU Dosen Pembimbing :Dra. Beti Nasution, M.Si
Puting beliung merupakan bencana yang paling banyak terjadi di daerah dan kota di Indonesia, termasuk di wilayah Sumatera Utara. Salah satu daerah rawan bencana puting beliung di Sumatera Utara adalah Kabupaten Serdang Bedagai. Pengalaman memperlihatkan bahwa kejadian-kejadian bencana alam ini telah banyak menimbulkan kerugian dan penderitaan yang cukup berat. Masalah-masalah ini menuntut adanya penanggulangan bencana yang efektif baik pada tahap prabencana, tanggap darurat, maupun tahapan pasca bencana. Namun kenyataannya, hampir di setiap tahapan ini masih menghadapi kendala yang mengakibatkan kurangnya efektivitas dalam penanggulangan bencana.
Penelitian ini mengkaji bagaimana penanggulangan bencana serta apakah penanggulangan bencana puting beliung di Desa Lidah Tanah Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai sudah efektif atau tidak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan dan efektivitas penanggulangan bencana serta kendala yang dialami oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Serdang Bedagai terkhusus dalam penanggulangan bencana puting beliung di Desa Lidah Tanah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Pengambilan subyek penelitian dilakukan secara purposive
sampling. Informan penelitian dibagi menjadi informan utama dan informan kunci
dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam (in depth interview),
observasi, studi dokumentasi, dan studi kepustakaan. Kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan model analisa data Miles and Huberman.
Kesimpulan penelitian ialah penanggulangan bencana dari aspek pencapaian tujuan sudah efektif, tetapi dari segi ketepatan waktu, manfaat serta pencapaian hasil belum efektif. Kendala yang dirasakan BPBD Serdang Bedagai berupa kurangnya jumlah personil BPBD, peralatan dan perlengkapan yang belum memadai, tidak tersedianya dana siap pakai di BPBD serta lokasi bencana yang relatif jauh.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi bencana alam yang tinggi yang pada dasarnya tidak
lebih dari sekedar refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk
wilayah tanah air kita. Indonesia merupakan negara kepulauan tempat dimana tiga
lempeng besar dunia bertemu, yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan
Lempeng Pasifik. Interaksi antar Lempeng-lempeng tersebut lebih lanjut
menempatkan Indonesia sebagai wilayah yang memiliki aktivitas kegunungapian dan
kegempaan yang cukup tinggi. Lebih dari itu, proses dinamika lempeng yang cukup
intensif juga telah membentuk relief permukaan bumi yang khas dan sangat
bervariasi, dari wilayah pegunungan dengan lereng-lerengnya yang curam dan seakan
menyiratkan potensi longsor yang tinggi hingga wilayah yang landai sepanjang pantai
dengan potensi ancaman banjir, angin puting beliung, penurunan tanah, dan
tsunaminya. Peningkatan kerentanan ini akan lebih diperparah bila aparat
pemerintahan maupun masyarakatnya sama sekali tidak menyadari dan tanggap
terhadap adanya potensi bencana alam di daerahnya.
Kesadaran terhadap Indonesia sebagai negeri yang rawan bencana belum
benar-benar kuat, terbukti belum adanya institusionalisasi sikap terhadap bencana.
Kesadaran yang minim ini terjadi baik di lingkungan pemerintahan maupun
komunitasnya. Belum nampak sikap yang mencerminkan betapa pentingnya
Pengalaman memperlihatkan bahwa kejadian-kejadian bencana alam selama ini
telah banyak menimbulkan kerugian dan penderitaan yang cukup berat sebagai akibat
dari perpaduan bahaya alam dan kompleksitas permasalahan lainnya. Berdasarkan
peringkat jumlah korban tewas terbanyak, Indonesia menempati posisi kedua, di
bawah Banglades. PBB mendata sedikitnya terdapat 191.164 jiwa yang tewas akibat
bencana alam di Indonesia selama 1980-2009. Untuk kerugian ekonomi akibat
bencana alam, Indonesia berada di peringkat ke delapan. Selama 1980-2009, negeri
ini menderita kerusakan ekonomi senilai US$22,5 miliar. Penentuan nominal
kerugian itu beradasarkan pada riset harga PBB tahun 20051.Semua masalah-masalah ini menuntut adanya upaya-upaya yang komprehensif dan efektif untuk mengurangi
resiko bencana alam baik dalam kegiatan Prabencana, tanggap darurat, maupun pasca
bencana dimana sebenarnya masalah ini sudah lama menjadi isu urgent baik bagi
Badan Penanggulangan Bencana maupun pemerintah Indonesia.
Pemerintah Indonesia mencoba membuat suatu kebijakan baru terkait
penanggulangan bencana ini melalui UU No 24 tahun 2007 yang menggeser
paradigma penanggulangan bencana dari responsif (terpusat pada tanggap darurat dan
pemulihan) ke paradigma preventif (pengurangan resiko dan kesiapsiagaaan). Akan
tetapi menurut seorang peneliti dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta,
Widodo selama ini penanganan bencana alam lebih banyak diutamakan pada kegiatan
pascabencana berupa tanggap darurat dan pemulihan daripada kegiatan prabencana
berupa mitigasi ataupun perencanaan penanggulangan bencana. Ia mengatakan, titik
1
lemah dalam siklus manajemen bencana adalah pada tahapan prabencana. Padahal
sesungguhnya tahapan ini dapat memperkecil dampak bencana yang dialami daerah
tersebut, tetapi pelaksanaannya malah seringkali dilupakan2.
Dalam Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014, isu lain yang
juga menjadi perhatian utama yang tidak kalah pentingnya dalam penanggulangan
bencana adalah belum adanya perencanaan penanggulangan bencana yang
komprehensif. Setiap terjadi bencana, siapa berbuat apa belum jelas, masih sangat
abu-abu. Semua ingin membantu tetapi kadang tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Apalagi pada saat sebelum terjadi bencana, apa yang harus dilakukan kadang masih
bingung. Pada beberapa kegiatan malah dilakukan oleh beberapa instansi sehingga
terjadi tumpang tindih. Produk yang berbeda satu dengan yang lainnya malah
membingungkan pengguna (pemerintah daerah). Hal seperti ini perlu dibuat suatu
rencana penanggulangan bencana yang melibatkan berbagai pelaku penanggulangan
bencana.
Selain itu, selama tanggap darurat beberapa hal yang perlu dilakukan namun
masih sering sekali mendapatkan kendala adalah dalam hal3:
a. memenuhi kebutuhan dasar pengungsi sesuai dengan standar minimum meliputi
kebutuhan papan/hunian sementara, sandang, pangan, kesehatan dan keamanan
lingkungan.
2
http://edukasi.kompas.com/read/2011/01/07/14140710/Tahap.Prabencana.Selalu.Dilupakan‐3 diakses 25 november 2012
3
Sudibyakto. 2011. Manajemen bencana di Indonesia ke mana?. Yogyakarta:Gajahmada University
b. menjamin bahwa kelompok rentan seperti bayi, balita, anak-anak usia sekolah, ibu
hamil, ibu menyusui, dan orang tua mendapatkan prioritas penanganan
c. memberdayakan kelompok pemuda/remaja untuk diajak bersama mengelola
distribusi logistik, pendataan korban, pelayanan kesehatan sesuai dengan minat
dan kemanpuan mereka
d. menjamin agar tidak muncul dampak buruk bagi kesehatan manusia seperti
berjangkitnya penyakit silikosis, ISPA, iritasi mata, gatal-gatal pada kulit, dan
penyakit yang ditularkan melalui air,
e. menciptakan korban bencana dan pengungsi segera pulih melalui kegiatan
ibadah dan “trauma healing”
Tidak kalah pentingnya adalah mengelola bantuan logistik yang saat ini dari
segi jumlah sangat banyak, namun tidak merata distribusinya serta perlu perkiraan
kebutuhan (need assessment) sehingga bantuan dari masyarakat sesuai dengan
kebutuhan. Tentunya sangat dibutuhkan penanggulangan bencana yang efektif agar
masalah-masalah di atas dapat diatasi.
Humas Badan Nasional Penanggulanganan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo
Nugroho menyatakan bahwa bencana yang terjadi kebanyakan merupakan bencana
hidrometeorologi. Hidrometeorologi adalah bencana yang berkaitan dengan banjir,
banjir bandang, kekeringan, tanah longsor, puting beliung. Puting beliung merupakan
bencana yang paling banyak terjadi di daerah dan kota di Indonesia. Misalnya saja
Data BNPB menyebutkan selama bulan Januari 2012 sebanyak 23 kejadian di 25
kabupaten Peristiwa tersebut menyebabkan 16 orang meninggal dan hilang, 420
2.270 unit rusak ringan. Secara keseluruhan kejadian selama Januari 2012
menyebabkan 41 orang meninggal dan hilang4. Begitu juga untuk daerah Sumut, puting beliung juga merupakan bencana yang mendominasi. Berikut beberapa
bencana puting beliung yang terjadi di Sumut sepanjang tahun 2012:
a. Di Kabupaten Tapanuli Tengah, 27 September 2012. 12 desa terendam.
b. Di kawasan Desa Klampir Kampung Dalam, Hamparan Perak di Medan
Sumatera Utara 510 Juni 2012 Sebanyak tujuh unit rumah menjadi korban puting beliung. Tujuh rumah tersebut rata dengan tanah diterpa angin puting
beliung
c. Di Desa Sei Mencirim, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang, Sumatera
Utara (Sumut) 6 Oktober 2012 sedikitnya 15 rumah rusak diterjang angin
puting beliung.
d. Berikut data kejadian bencana puting beliung di kabupaten Serdang Bedagai
pada tahun 2012, yaitu: di Desa Dolok Manampang, Dolak sagala, Kerapuh, di
desa Pematang Kuala, di kelurahan Batang Terap, Sei Buluh. Tiga kecamatan
yakni Pegajahan, Pantai Cermin, dan Perbaungan pada 29 September 2012
dilanda puting beliung menyebabkan 257 rumah rusak, 94 di antaranya rusak
berat dan 163 rumah rusak ringan.
Diantara beberapa daerah yang terkena bencana puting beliung ini, Kondisi
terparah melanda delapan desa di Perbaungan, yakni Lidah Tanah, Suka Beras,
4
http://erabaru.net/top‐news/37‐news2/29394‐hanya‐sebulan‐50‐bencana‐menimpa‐indonesia diakses pada 27 oktober 2012
5
Pematang Tatal, Lubuk Dendang, Lubuk Rotan, Tanah Merah, Kesatuan, dan Pasar
Bengkel dengan jumlah kerugian yang terbanyak pula yaitu sekitar 90 rumah rusak
berat (RB) dan 155 rumah rusak ringan (RR). Diantara 8 desa di Perbaungan ini, desa
Lidah tanah mengalami bencana yang terparah dimana melanda 98 rumah, 24 dengan
keadaan rusak berat serta 74 rusak ringan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Sumatera Utara, wilayah perbaungan
dan Pantai cermin sebelumya sudah menjadi wilayah yang patut diwaspadai, karena
berada disekitar Lubuk pakam. Dimana wilayah Lubuk Pakam sendiri, diklaim oleh
Badan meteorologi dan Geofisika (BMKG) sebagai wilayah rawan perputaran angin6. Sebagai wilayah yang diwaspadai ataupun rawan perputaran angin, selayaknya
memang pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sudah memiliki
rencana penanggulangan bencana yang lebih baik sehingga pelaksanaan tanggap
darurat maupun rekonstruksi dan rehabilitasi pun dapat berjalan dengan lebih baik
mengingat masyarakat korban bencana pastinya sangat mengharapkan
penanggulangan bencana yang efektif untuk dapat meringankan beban dan
penderitaan mereka.
Berangkat dari pentingnya pelaksanaan penanggulangan bencana yang efektif
dan juga mengingat bahwa bencana puting beliung merupakan bencana dominan dan
mengancam khususnya di Sumut, serta mengingat bahwa Desa Lidah Tanah juga
merupakan salah satu kondisi desa terparah di SUMUT, peneliti tertarik untuk
6
http://www.dnaberita.com/berita‐74213‐puting‐beliung‐melanda‐sergei‐151‐rumah‐rusak‐tersebar‐ di‐3‐kecamatan.html diakses pada 10 April 2013
mengetahui lebih dalam mengenai penanggulangan bencana puting beliung yang
dilakukan apakah sudah efektif atau tidak, maka penulis mengambil judul tentang
“Efektivitas Penanggulangan Bencana Puting Beliung di Desa Lidah Tanah
Kecamatan Perbaungan”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang maka yang
menjadi perumusan pada penelitian ini adalah “Bagaimana Efektivitas
penanggulangan bencana Puting Beliung di Desa Lidah Tanah Kecamatan
Perbaungan?”
Adapun yang menjadi sub rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Deskripsi Kejadian Bencana Puting Beliung di Desa Lidah Tanah?
2. Bagaimana pelaksanaan penanggulangan bencana Puting beliung di Desa
Lidah Tanah ?
3. Apakah penanggulangan bencana yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Serdang Bedagai terkhusus di Desa Lidah Tanah sudah
efektif?
4. Apakah kendala yang dialami BPBD Serdang Bedagai dalam pelaksanaan
penanggulangan bencana puting beliung?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui deskripsi Kejadian Bencana Puting Beliung di Desa Lidah
Tanah Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai.
2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan penanggulangan bencana yang
selama ini dilakukan BPBD Serdang Bedagai terkhusus dalam
penanggulangan bencana puting beliung di Desa Lidah Tanah Kecamatan
Perbaungan.
3. Untuk mengetahui sejauh mana efektivitas pelaksanaan penanggulangan
bencana puting beliung di Desa Lidah Tanah Kecamatan Perbaungan.
4. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh BPBD setempat dalam
melaksanakan penanggulangan bencana.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Secara subyektif, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk melatih,
meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis,
dan metodologi yang digunakan penulis dalam menyusun suatu wacana baru
dalam memperkaya wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya mengenai
efektivitas penanggulangan bencana puting beliung.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapakan dapat memberi masukan yang
bermanfaat bagi pihak yang terkait khususnya di BPBD setempat terkait
3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan
Departemen Ilmu Adminstrasi Negara.
1.5 Kerangka Teori
Menurut Kerlinger, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan
proporsi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara
merumuskan hubungan antar konsep dan kerangka teori disusun sebagai landasan
berpikir untuk menunjukan perspektif dalam memandang fenomena sosial yang
menjadi obyek penelitian7. Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel
pokok, subvariabel atau pokok masalah yang ada dalam penelitian8.
1.5.1Efektivitas Pelayanan Publik
1.5.1.1 Pengertian efektivitas
Dalam kehidupan organisasi, efektivitas merupakan hal yang sangat penting
dalam pencapaian tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan kata
lain, suatu aktivitas yang dikatakan efektif apabila sudah tercapainya tujuan dan
sasaran yang telah ditentukan. Secara sederhana bahwa efektivitas kerja berarti
7
Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES (hal 37) 8
penyelesaian suatu pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditetapkan atau sesuai
dengan rencana yang disusun.
Stoner dan Kurniawan menekankan pentingnya efektivitas organisasi dalam
pencapaian tujuan-tujuan organisasi dan efektivitas adalah kunci dari kesuksesan
suatu organisasi. Efektivitas dalam kegiatan organisasi dapat dirumuskan sebagai
tingkat perwujudan sasaran yang menunjukkan sejauh mana sasaran telah dicapai.
Efektivitas umumnya dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan operatif9.
Atmosoprapto menyatakan efektivitas adalah melakukan hal yang benar
sedangkan efisiensi adalah melakukan hal secara benar, atau efektivitas adalah sejauh
mana kita mencapai sasaran dan efisiensi adalah bagaimana kita mencampur segala
sumber daya secara cermat10.
Efektivitas memiliki 3 tingkatan sebagaimana didasarkan oleh David J. Lawless
antara lain11:
1. Efektivitas individu
Efektivitas individu didasarkan pada pandangan dari segi individu yang
menekankan pada hasil karya karyawan atau anggota dari organisasi.
2. Efektivitas kelompok
Adanya pandangan bahwa pada kenyataannya individu saling bekerjasama dalam
kelompok. Jadi efektivitas kelompok merupakan kontribusi dari semua anggota
kelompoknya.
9
Kurniawan, Agung. 2005. Transformasi pelayanan publik. Jakarta:Pembaruan (hal 106) 10
Atmosoeprapto, Kisdarto. 2002. Menuju sumber dayamanusia berdaya dengan kepemimpinan
efektif dan manajemen efisiensi. Jakarta: Elex media komputindo (hal 139) 11
3. Efektivitas organisasi
Efektivitas organisasi terdiri dari efektivitas individu dan kelompok. Melalui
pengaruh sinergitas, organisasi mampu mendapatkan hasil karya yang lebih tinggi
tingkatannya daripada jumlah hasil karya tiap-tiap bagiannya.
Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa pada dasarnya efektivitas
adalah tingkat pencapaian tujuan dan sasaran organisasional sesuai yang ditetapkan.
Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana seseorang
atau organisasi menghasilkan keluaran atau output sesuai dengan yang diharapkan.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah dipaparkan di atas, ada 4 hal yang
merupakan unsur-unsur efektivitas, yaitu:
a. Pencapaian tujuan, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila dapat mencapai
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
b. Ketepatan waktu, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila penyelesaian atau
tercapai tujuan sesuai atau bertepatan dengan waktu yang telah ditentukan.
c. Manfaat, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila tujuan ini memberikan manfaat
bagi masyarakat sesuai kebutuhan.
d. Hasil yang diperoleh, adanya hasil dari program yang telah terlaksana sesuai
dengan harapan masyarakat.
1.5.1.2 Pengukuran Efektivitas
Pengukuran efektivitas seringkali menghadapi kesulitan. Hal ini disebabkan
oleh pencapaian hasil (outcome) seringkali tidak dapat diketahui dalam jangka
efektivitas biasanya dinyatakan secara kualitatif (berdasarkan mutu) dalam bentuk
pernyataan saja, artinya apabila mutu baik, maka efektivitas baik pula.
Menurut pendapat Cambell menyebutkan ukuran dari efektivitas,
yaitu12:Kualitas, produktivitas, kesiagaan, efisiensi, penghasilan, pertumbuhan, stabilitas, kecelakaan, semangat kerja, motivasi, kepaduan dan keluwesan.
Sehubungan dengan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, maka ukuran
efektivitas merupakan suatu standar akan terpenuhinya mengenai sasaran dan tujuan
yang akan dicapai. Selain itu, menunjukan pada tingkat sejauh mana organisasi,
program/kegiatan berhasil melakukan fungsi-fungsinya secara optimal.
1.5.1.3 Pendekatan Terhadap Efektivitas
Untuk mengetahui efektivitas kegiatan organisasi pelayanan publik, dikenal
ada beberapa pendekatan, yaitu13:
a. Pendekatan sasaran (Goal approach)
Pendekatan ini memusatkan perhatiannya dalam mengukur efektivitas pada
aspek output, yaitu dengan mengukur efektivitas pada aspek output, yaitu
dengan mengukur keberhasilan organisasi publik dalam mencapai tingkatan
output yang direncanakan. Beberapa sasaran yang dianggap penting dalam
kinerja suatu organisasi adalah efektivitas, efisiensi, produktivitas,
keuntungan, pengembangan, stabilitas dan kepemimpinan.
12
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/461/jbptunikompp‐gdl‐resminings‐23003‐10 unikom_h_i.pdf diakses pada 29 november 2011
13
b. Pendekatan sumber (System resource approach)
Pendekatan ini mengukur efektivitas dari sisi input, yaitu dengan mengukur
keberhasilan organisasi publik dalam mendapatkan sumber-sumber yang
dibutuhkan untuk mencapai performansi yang baik. Indikator yang
dipergunakan dalam pendekatan ini adalah kemanpuan memanfaatkan
lingkungan, menginterpretasi lingkungan, kemanpuan memelihara kegiatan
organisasi dan kemanpuan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri dengan
lingkungan.
c. Pendekatan proses (Process approach)
Pendekatan ini menekankan pada aspek internal organisasi publik, yaitu
dengan mengukur efektivitas layanan publik melalui berbagai indikator
internal organisasi, seperti efisiensi dan iklim organisasi. Indikator yang
digunakan adalah komunikasi, perhatian, kerjasama, loyalitas, desentralisasi,
pengambilan keputusan, dsb.
d. Pendekatan integratif (Integrative approach)
Pendekatan ini merupakan gabungan dari ketiga pendekatan di atas, yang
muncul sebagai akibat adanya kelemahan dan kelebihan dari masing-masing
pendekatan. Termasuk dalam pendekatan ini antara lain adalah pendekatan
konstituensi, yakni pendekatan bidang sasaran dan kerangka ketergantungan.
Pendekatan konstituensi memusatkan perhatiannya pada konstituensi
organisasi, yani berbagai kelompok di dalam dan di luar organisasi yang
mempunyai kepentingan terhadap performansi organisasi, seperti karyawan,
1.5.2 Manajemen Penanggulangan Bencana
Manajemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan terpadu untuk
meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan observasi dan
analisis bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini,
penanganan darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi bencana14.
Sumber: (IIRR,Cordaid,2007:34)
Secara umum, manajemen bencana ditujukan untuk:
a. Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan harta
benda dan lingkungan hidup
b. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan
penghidupan korban
14
http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=509 diakses pada 30
c. Mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan/ pengungsian ke
daerah asal bila memungkinkan atau merelokasi ke daerah baru yang
layak huni dan aman.
d. Mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti komunikasi/
transportasi, air minum, listrik, dan telepon, termasuk mengembalikan
kehidupan ekonomi dan sosial daerah yang terkena bencana.
e. Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut.
f. Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna pelaksanaan kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi dalam konteks pembangunan.
Sedangkan yang menjadi Prinsip Utama Manajemen Bencana, adalah
sebagai berikut:
1. Tidak ada dua bencana yang sama (there are no two disasters alike),
walaupun jenis bencana dan lokasinya sama.
2. Efektivitas dan efisiensi manajemen bencana ditentukan oleh penguasaan
akan karakteristik setiap bencana serta kejelasan aspek-aspek kunci
sebagai berikut :
a. Sasaran dan bentuk bahaya yang akan terjadi
b. Sumber-sumber lokal yang tersedia
c. Bentuk-bentuk organisasi manajemen bencana yang dibutuhkan
d. Perencanaan pemenuhan kebutuhan bila bencana terjadi
e. Tindakan yang harus dilakukan oleh sektor serta titik masuknya dalam
peringatan dini, tanggap darurat, restorasi, rehabilitasi dan
rekonstruksi)
f. Pendidikan, pelatihan, dan pengembangan personel manajemen
bencana secara berlanjut
g. Kesejahteraan personel-personel bencana.
3. Uang tunai merupakan bentuk bantuan manajemen bencana yang paling
baik.
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana. Sebagaimanadidefinisikan dalam UU 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan
yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana,tanggap darurat, dan
rehabilitasi. Penanggulangan bencana bertujuan untuk15:
a. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana
b. Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada
c. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana,
terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh
d. Menghargai budaya lokal
e. Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta
f. Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan dan kedermawanan
15
g. Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Siklus dalam penanggulangan bencana terdiri dari, pra bencana (situasi tidak
terjadi bencana), prabencana (situasi terdapat potensi bencana), bila terjadi bencana,
tanggap darurat dan pemulihan. Prinsip –prinsip dalam penangulangan bencana,
yaitu:
a. Cepat dan tepat
Prinsip cepat dan tepat adalah bahwa dalam penanggulangan bencana
harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan
keadaan.
b. Prioritas
Prinsip prioritas adalah bahwa apabila terjadi bencana, kegiatan
penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan
penyelamatan jiwa manusia.
c. Koordinasi dan keterpaduan
Prinsip koordinasi maksudnya bahwa penanggulangan bencana
didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung. Sedangkan
prinsip keterpaduan maksudnya bahwa penanggulangan dilakukan oleh
berbagai sektor secara terpadu.
d. Berdaya guna dan berhasil guna
Prinsip berdaya guna artinya bahwa dalam mengatasi kesulitan
masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga dan biaya
adalah bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna,
khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak
membuang waktu, tenaga dan biaya yang berlebihan.
e. Transparansi dan akuntabilitas
Prinsip transparansi artinya bahwa penanggulangan bencana dilakukan
secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan dan prinsip
akuntabilitas artinya bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara
terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum.
f. Kemitraan
g. Pemberdayaan
h. Nondiskriminatif
Prinsip nondiskriminatif artinya bahwa negara dalam penanggulangan
bencana tidak memberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis
kelamin, suku, agama, ras dan aliran politik apapun.
i. Nonproletisi
Nonproletisi adalah bahwa dilarang menyebarkan agama atau keyakinan
pada saat keadaan darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan
dan pelayanan daruat bencana.
Dalam melaksanakan penanggulangan bencana, maka penyelenggaraan
penanggulangan bencana meliputi16 : a. tahap prabencana,
16
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan
b. saat tanggap darurat
c. pascabencana.
Tahapan bencana di atas, sebaiknya tidak dipahami sebagai suatu pembagian
tahapan yang tegas, dimana kegiatan pada tahap tertentu akan berakhir pada saat
tahapan berikutnya dimulai. Akan tetapi harus dipahami bahwa setiap waktu semua
tahapan dilaksanakan secara bersama-sama dengan porsi kegiatan yang berbeda.
Misalnya pada tahap pemulihan, kegiatan utamanya adalah pemulihan tetapi kegiatan
pencegahan dan mitigasi juga sudah dimulai untuk mengantisipasi bencana yang akan
datang.
1.5.2.1. Tahapan Pra Bencana
Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu :
a. Dalam situasi tidak terjadi bencana
Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah yang
berdasarkan analisis kerawanan bencana pada periode waktu tertentu tidak
menghadapi ancaman bencana yang nyata. Penyelenggaraan
penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi :
1. Perencanaan penanggulangan bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya
yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya
bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap kegiatan
rencana yang spesifik pada setiap tahapan penyelenggaraan
penanggulangan bencana, meliputi:
a. Pada tahap Prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan
penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management
Plan), yang merupakan rencana umum dan menyeluruh yang meliputi
seluruh tahapan/bidang kerja kebencanaan. Secara khusus untuk upaya
pencegahan dan mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang disebut
rencana mitigasi misalnya Rencana Mitigasi Bencana Banjir DKI Jakarta.
b. Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana dilakukan
penyusunan Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat
yang didasarkan atas skenario menghadapi bencana tertentu (single hazard)
maka disusun satu rencana yang disebut Rencana Kontinjensi
(Contingency Plan).
c. Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational Plan)
yang merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau
Rencana Kontinjensi yang telah disusun sebelumnya.
d. Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan
(Recovery Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang
dilakukan pada pasca bencana. Sedangkan jika bencana belum terjadi,
maka untuk mengantisipasi kejadian bencana dimasa mendatang dilakukan
penyusunan petunjuk /pedoman mekanisme penanggulangan pasca
Perencanaan penanggulangan bencana merupakan bagian dari perencanaan
pembangunan. Perencanaan penanggulangan bencana disusun berdasarkan hasil
analisis risiko bencana dan upaya penanggulangan bencana yang dijabarkan dalam
program kegiatan penanggulangan bencana dan rincian anggarannya. Sedangkan
penyusunan rencana penanggulangan bencana dikoordinasikan oleh:
a. BNPB untuk tingkat nasional;
b. BPBD provinsi untuk tingkat provinsi; dan
c. BPBD kabupaten/kota untuk tingkat kabupaten/kota.
Rencana penanggulangan bencana ditinjau secara berkala setiap 2 (dua) tahun
atau sewaktu-waktu apabila terjadi bencana. Penyusunan rencana penanggulangan
bencana dilakukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Kepala BNPB.
Secara garis besar proses penyusunan/penulisan rencana penanggulangan
bencana adalah sebagai berikut17 :
17
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008 Tentang
Untuk melakukan upaya pengurangan risiko bencana dilakukan
penyusunan rencana aksi pengurangan risiko bencana yang terdiri
dari:
a. rencana aksi nasional pengurangan risiko bencana
b. rencana aksi daerah pengurangan risiko bencana
3. Pencegahan
Pencegahan dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko
bencana. Pencegahan ini dilakukan dengan cara mengurangi ancaman
bencana dan kerentanan pihak yang terancam bencana. Pencegahan
dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut:
a. identifikassi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman
bencana
b. pemantauan terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam
dan penggunaan teknologi tinggi
c. pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan
lingkungan hidup
d. penguatan ketahanan sosial masyarakat
4. Pemaduan Penanggulangan Bencana
Pemaduan penanggulangan bencana dalam perencanaan pembangunan
dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah melalui koordinasi,
integrasi, dan sinkronisasi dan dilakukan dengan cara memasukkan
unsur-unsur penanggulangan bencana ke dalam rencana pembangunan
5. Persyaratan Analisis Risiko Bencana
Persyaratan analisis risiko bencana ditujukan untuk mengetahui dan
menilai tingkat risiko dari suatu kondisi atau kegiatan yang dapat
menimbulkan bencana yang disusun dan ditetapkan oleh kepala BNPB
dengan melibatkan instansi/lembaga terkait. Persyaratan analisis risiko
bencana digunakan sebagai dasar dalam penyusunan analisis mengenai
dampak lingkungan, penataan ruang, serta pengambilan tindakan
pencegahan dan mitigasi bencana.
6. Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang
Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang dilakukan untuk
mengurangi risiko bencana yang mencakup pemeberlakuan peraturan
tentang penataan ruang, standar keselamatan, dan penerapan sanksi
terhadap pelanggar. Pemerintah secara berkala melaksanakan pemantauan
dan evaluasi terhadap pelaksanaan tata ruang dan pemenuhan standar
keselamatan.
7. Pendidikan dan pelatihan
Pendidikan, pelatihan dan standar teknis penanggulangan bencana
dilaksanakan dan ditetapkan oleh pemerintahan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
8. persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
b. Dalam situasi terdapat potensi bencana
1. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan dilakukan untuk mematiskan upaya yang cepat dan
tepat dalam menghadapi kejadian bencana. Kesiapsiagaan dilakukan
melalui:
a. Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan
bencana
b. Pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini
c. Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan
dasar.
d. Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang
mekanisme tanggap darurat
e. Penyiapan lokasi evakuasi
f. Penyusunan data akurat, informasi, dan pemuktahiran prosedur tetap
tanggap darurat bencana
g. Penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk
pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.
2. Peringatan Dini
Peringatan dini dilakukan untuk pengambilan tindakan cepat dan
tepat dalam rangka mengurangi risiko terkena bencana serta
mempersiapkan tindakan tanggap darurat. Peringatan dini
dilakukan melalui:
a. Pengamatan gejala bencana
c. Pengambilan keputusan oleh pihak berwenang
d. Penyebarluasan informasi tentang peringatan bencana
e. Pengambilan tindakan oleh masyarakat
3. Mitigasi Bencana
Mitigasi dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi
masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana. Kegiatan
mitigasi dilakukan melalui:
a. Pelaksanaan penataan ruang
b. Pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata
bangunan
c. Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik
secara konvensional maupun modern
Kegiatan-kegiatan pra-bencana ini dilakukan secara lintas sector dan multi
stakeholder, oleh karena itu fungsi BNPB/BPBD adalah fungsi koordinasi.
1.5.2.2 Tahapan Tanggap Darurat
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:
a. Pengkajiaan secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber
daya
Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi:
1. Cakupan lokasi bencana
2. Jumlah korban
4. Ganguan terhadap fungsi pelayanan umum serta pemerintahan
5. Kemanpuan sumber daya alam maupun buatan
b. Penentuan status keadaan darurat bencana
Penetapan status darurat bencana dilaksanakan oleh pemerintah sesuai
dengan skala bencana. Untuk skala nasional dilakukan oleh presiden, skala
provinsi dilakukan oleh gubernur, dan skala kabupaten/kota dilakukan oleh
bupati/walikota
c. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana
Penyelamatan dan evakuasi korban dilakukan dengan memberikan
pelayanan kemanusiaan yang timbul akibat bencana yang terjadi pada suatu
daerah melalui upaya:
1. Pencarian dan penyelamatan korban
2. Pertolongan darurat
3. Evakuasi korban
d. Pemenuhan kebutuhan dasar
Pemenuhan kebutuhan dasar ini meliputi bantuan penyediaan:
1. Kebutuhan air bersih dan sanitasi
2. Pangan
3. Sandang
4. Pelayanan kesehatan
5. Pelayanan psikososial
6. Penampungan dan tempat hunian
Dilakukan dengan memberikan prioritas kepada kelompok rentan
berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan dan
psikososial. Kelompok rentan yang dimaksud terdiri atas:
1. bayi, balita, dan anak-anak
2. Ibu yang sedang mengandung atau menyusui
3. Penyandang cacat
4. Orang lanjut usia
f. Pemulihan dengan segera sarana dan prasarana vital
Dilakukan dengan memperbaiki atau mengganti kerusakan akibat
bencana.
1.5.2.3 Tahapan pascabencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana meliputi
a. Rehabilitasi
Dilakukan melalui kegiatan;
1. perbaikan lingkungan daerah bencana
2. perbaikan prasarana dan sarana umum
3. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat
4. pemulihan sosial psikososial
5. pelayanan kesehatan
6. rekonsiliasi dan resolusi proyek
7. pemulihan sosial ekonomi budaya
9. pemulihan fungsi pemerintahan
10. pemulihan fungsi pelayanan publik
b. Rekonstruksi
Rekonstruks dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik,
meliputi:
1. pembangunan kembali prasarana dan sarana
2. pembangunan kembali sarana sosial masyarakat
3. pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
4. penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih
baik dan tahan bencana
5. partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyaratan, dunia
usaha, dan masyarakat
6. peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya
7. peningkatan fungsi pelayanan publik
8. peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat
1.5.3 Bencana Puting beliung
1.5.3.1 Bencana
Menurut Asian Disaster Resources and Respons Network (ADDRN), bencana
merupakan sebuah gangguan serius terhadap berfungsinya sebuah komunitas atau
masyarakat yang mengakibatkan kerugian dan dampak yang meluas terhadap
atau masyarakat yang terkena dampak tersebut untuk mengatasinya dengan
menggunakan sumber daya mereka sendiri18.
Dalam Undang-Undang Penanggulangan Bencana No. 24 Tahun 2007 Bab 1
Pasal 1 disebutkan bahwa bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Usep Solehudin (2005) mengelompokkan bencana menjadi 2 jenis yaitu:
1. Bencana alam (natural disaster) yaitu kejadian-kejadian alami seperti
kejadian-kejadian alami seperti banjir, genangan, gempa bumi, gunung
meletus, badai, kekeringan, wabah, serangga dan lainnya.
2. Bencana ulah manusia (man made disaster) yaitu kejadian-kejadian karena
perbuatan manusia seperti tabrakan pesawat udara atau kendaraan, kebakaran,
huru-hara, sabotase, ledakan, gangguan listrik, ganguan komunikasi,
gangguan transportasi dan lainnya. Berdasarkan cakupan wilayah, bencana
terdiri dari:
1. Bencana Lokal yang memberikan dampak pada wilayah sekitarnya yang
berdekatan. Bencana terjadi pada sebuah gedung atau bangunan-bangunan
18
disekitarnya. Biasanya adalah karena akibat faktor manusia seperti
kebakaran, ledakan, terorisme, kebocoran bahan kimia dan lainnya
2. Bencana regional yang memberikan dampak atau pengaruh pada area
geografis yang cukup luas, dan biasanya disebabkan oleh faktor alam,
seperti badai, banjir, letusan gunung, tornado dan lainnya.
Bentuk ancaman Tanda-tanda
Topan 1. Bebek dan ayam beterbangan
2. Semut merayap ke atas
3. Hewan ternak gelisah
4. Kaki langit berwarna jingga
5. Sekeliling sangat tenang dan sunyi
6. Daun beterbangan
7. Gerakan binatang yang tidak biasa
8. Pohon kelapa tumbang
9. Kain bergesekan
Letusan Gunung Berapi 1. Sumur kering dan penurunan ketinggian
air
2. Hewan-hewan turun dari gunung
3. Tekanan gas meningkat Tabel 1.1
4. Warna uap berubah
5. Getaran gunung berapi
6. Suara gemuruh
7. Kawah bersinar
8. Perbedaan suhu di sumber air panas
Gempa bumi 1. Keadaan cuaca yang gelap, berkabut dan
berawan
2. Hewan seperti kecoa, anjing, ayam, dan
burung hantu menjadi gelisah dan
menunjukkan tingkah di luar
kebiasaannya
3. Air tanah berubah warna
Banjir bandang 1. Cuaca mendung
2. Hujan lebat terus menerus
3. Perilaku hewan yang tidak biasa
4. Air berubah warna
5. Permukaan air sungai naik
Sumber:IIRR Cordaid; 2007:105
1.5.3.2 Bencana angin puting beliung
Angin puting beliung adalah angin kencang yang datang secara tiba-tiba,
mempunyai pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral dengan kecepatan 40-50
(3-5 menit)19. Siklon tornado, puting beliung dan water spout sama-sama merupakan pusaran atmosfer. Namun demikian, ukuran diameter tornado, puting beliung dan
water spout sama-sama berkisar pada ratusan meter, sedangkan ukuran diameter
siklon dapat mencapai ratusak kilometer. Tornado terjadi di atas daratan, sedangkan
siklon tropis di atas lautan luas. Siklon tropis yang memasuki daratan akan melemah
dan kemudian mati. Puting beliung merupakan sebutan lokal untuk tornado skala
kecil yang terjadi di Indonesia, dan water spout merupakan tornado yang terjadi di
atas perairan, (dapat berupa danau maupun laut).
Tornado memiliki kecepatan angin 177 km/jam atau lebih dengan rata-rata
jangkauan 75 m dan menempuh beberapa kilometer sebelum menghilang. Beberapa
tornado yang mencapai kecepatan angin lebih dari 300-480 km/jam memiliki lebar
lebih dari 1,6 km dan dapat bertahan di permukaan dengan lebih dari 100 km.
Tornado biasanya diikuti dengan awan badai - thunderstorm (hujan angin yang di
ikuti petir). Awan badai ini merupakan kumpulan energi yang sangat banyak
sehingga menimbulkan gaya dorong ke dalam awan. Awan terbentuk dari
pengkondensasian air di udara, setiap gram air yang terkondensasi setara dengan 600
kalori panas yang di hasilkan. Energi ini akan terus miningkat dan di rubah menjadi
energi kinetik akibat pergerakan udara keatas dan kebawah. Rata-rata hujan badai
melepaskan energi 10.000.000 kwh atau setara dengan 20 kilotonnuklir. Pergerakan
udara keatas ini lah yang membuat terjadinya pusaran udara atau yang di kenal
19
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 8 Tahun 2011 Tentang
dengan tornado. Tingkatan skala tornado berdasarkanskala fujita. Nama ini diambil
dari nama penemunya yang seorang meteorologis bernama Theodore fujita. Skala
fujita ini memiliki enam tingkatan yaitu20:
a. Skala f0 merupakan tingkatan terendah dengan kecepatan angin 40 sampai
72mph Skala f1 dengan kecepatan angin 73 sampai 112 mph. Pada tingkat ini
tornado mampu merusak atap bangunan dan mobil kecil.
b. Skala f2, tornado mampu merusak rumah, truk, kereta api dan pepohonan.
Kecepatan angin sekitar113sampai157mph.
c. Skala f3 dengan kecepata angin 158 sampai 206m ph.
d. Skala f4 dengan kecepatan angin 207 sampai 260 mph yang mampu
merusak struktur bangunan rumah.
e. Skala f5 merupakan skala tertinggi dengan kecepatan angin 261 sampai 318
mph. Pada tingkat ini, mobil akan berterbangan di udara dan seluruh truktur
bangunan rumah akan luluh lantak di hantamnya.
Tabel 1.2 Perbedaan siklon dan tornado 21:
Kriteria Siklon Tornado
Daerah
tumbuhnya
Di laut, umumnya di
atas lintang 10 derajat
utara maupun selatan
http://teachgeograf.blogspot.com/2012/05/v‐behaviorurldefaultvmlo.html diakses pada 9 Juli 2013 21
Arah gerak
Untuk siklon di bumi
belahan selatan
umumnya bergerak ke
arah barat atau barat
daya, sedangkan untuk
siklon di bumi belahan
utara umumnya bergerak
ke arah barat atau barat
laut.
diameter ratusan meter.
Ratusan
Angin puting beliung terjadi akibat adanya perbedaan tekanan sangat besar
dalam area skala sangat lokal yang terjadi di bawah atau di sekitar awan
cumulonimbus (Cb). Gejala awal puting beliung antara lain22: a. Udara terasa panas dan gerah (sumuk)
b. Di langit tampak ada pertumbuhan awan cumulus (awan putih bergerombol
berlapis-lapis)
c. Di antara awan tersebut ada satu jenis awan mempunyai batas tepinya
sangat jelas berwarna abu-abu menjulang tinggi yang secara visual seperti
bunga kol.
22
d. Awan tiba-tiba berubah warna dari berwarna putih menjadi berwarna hitam
pekat (awan cumulonimbus)
e. Ranting pohon dan daun bergoyang cepat karena tertiup angin disertai angin
kencang sudah menjelang.
Durasi fase pembentukan awan hingga fase awan punah berlangsung paling
lama sekitar 1 jam. Proses terjadinya puting beliung sangat terkait erat dengan fase
tumbuh awan cumulonimbus (Cb), meliputi:
a. Fase Tumbuh
Dalam awan terjadi arus udara naik ke atas yang kuat. Hujan belum
turun, titik-titik air maupun kristal es masih tertahan oleh arus udara yang
naik ke atas puncak awan
b. Fase Dewasa/masak
Titik-titik air tidak tertahan lagi oleh udara naik ke puncak awan.
Hujan turun menimbulkan gaya gesek antara arus udara naik dan turun.
Temperatur massa udara yang turun ini lebih dingin dari udara
sekelilingnya. Antara arus udara yang naik dan turun dapat timbul arus
geser memuntir, membentuk pusaran. Arus udara ini berputar semakin
cepat, mirip sebuah siklon yang “menjilat” bumi sebagai angin puting
beliung. Terkadang disertai hujan deras yang membentuk pancaran air
c. Fase Punah
Tidak ada massa udara naik. Massa udara yang turun meluas di
seluruh awan. Kondensasi berhenti. Udara yang turun melemah hingga
berakhirlah pertumbuhan awan Cb.
Puting beliung merupakan dampak ikutan awan cumulonimbus (Cb) yang
biasa tumbuh selama periode musim hujan, tetapi tidak semua pertumbuhan awan Cb
akan menimbulkan angin puting beliung. Semburan angin kencang puting beliung
biasanya berlangsung sekitar 5 hingga 15 menit, karena pertumbuhan awan-awan
Comulonimbus di daratan tumbuh secara sendiri-sendiri. Namun karena kekuatan
angin yang cukup kencang dan berputar maka angin akan bersifat destruktif dan
sangat merusak terhadap benda-benda yang dilaluinya.
Secara meteorologis angin puting beliung dapat terjadi dimana saja, namun
secara statistik kejadian angin puting beliung merusak lebih banyak terjadi di dataran
rendah hingga menengah. Pendapat umum yang menyatakan bahwa angin puting
beliung biasa terjadi pada masa musim pancaroba tidak sepenuhnya benar, karena
angin puting beliung merupakan dampak ikutan dari pembentukan awan
cumulusnimbus yang dapat terjadi kapan saja23.
23
http://darbmg.wordpress.com/mengamati‐pertumbuhan‐awan‐penyebab‐puting‐beliung/ diakses pada 4 Juli 2013
1.5.4 Gambaran Umum Perundang-undangan mengenai Penanggulangan
Bencana di Indonesia
Sebelum terbentuknya BPBD, yang bertanggungjawab dalam setiap
permasalahan bencana di Indonesia adalah Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (Bakornas PB). Namun, badan ini tidak
pernah diberi kewenangan dalam menjalankan fungsi koordinasi yang sesungguhnya
karena tidak dapat menggerakkan departemen teknis terkait ketika bencana terjadi.
Hal ini dikarenakan tidak ada kekuatan hukum yang memungkinkan memaksa semua
unsur untuk menanggulangi bencana.
Sejak berlakunya otonomi daerah, Bakornas bahkan tidak memiliki
perpanjangan tangan di daerah, baik di provinsi maupun di kabupaten/kota.
Hubungan Bakornas di pemerintah pusat dengan satlak di kabupaten sekarang ini
terputus. Sebelum terjadi bencana, perencanaan kontingensi ada di masing-masing
departemen terkait, seperti Departemen PU, Departemen Kesehatan, dan Departemen
Sosial. Namun pada saat terjadi bencana, segala sesuatu yang berkaitan dengan
bencana ini harus ditangani oleh Bakornas. Hal ini tentu saja menimbulkan masalah,
dimana Bakornas tidak mengetahui apa saja yang telah dilakukan oleh departemen
tersebut dan di lapangan Bakornas tidak dapat mengkoordinasikan langkah-langkah
yang akan diambil dengan departemen terkait.
Berangkat dari permasalahan tersebut, maka diusulkan pembentukan semacam
Badan Penanggulangan Bencana yang merupakan badan setingkat departemen yang
bertanggung jawab langsung kepada Presiden menggantikan Bakornas PB yang
Bencana, dan di daerah pun dibentuk unit pelaksana daerah yaitu Badan
Penanggulangan Bencana Daerah yang bersifat operasional dan koordinasi.
Dengan latar belakang kondisi Indonesia yang rawan bencana maka pada
tahun 2007 tepatnya bulan April, Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan
bersama Presiden RI telah mengundangkan UU no. 24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Undang-undang Penanggulangan Bencana merupakan
dasar sekaligus payung hukum penyelenggaraan penanggulangan bencana di
Indonesia. Banyak kalangan berharap dengan lahirnya Undang-Undang
Penanggulangan Bencana maka penanggulangan bencana di Indonesia menjadi lebih
terencana, sistematis dan terkoordinasi.
Lahirnya Undang-Undang Penanggulangan Bencana yang diikuti dengan
ditetapkannya beberapa peraturan pelaksanaannya seperti Peraturan Pemerintah
Nomor 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, Peraturan
Pemerintah Nomor 22 tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan
Bencana, Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga
Internasional dan Lembaga Asing Non Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana,
Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan
Bencana, telah merubah paradigma penanggulangan bencana di Indonesia
dibandingkan masa sebelum lahirnya Undang-Undang Penanggulangan Bencana.
Paradigma ini tidak lagi menekankan pada aspek tanggap darurat saja, tetapi juga
menekankan pada keseluruhan aspek penanggulangan bencana yang meliputi saat pra
1.6 Teoritical Mapping
Penelitian – penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk
melakukan penelitian. Penelitian sebelumnya telah mengkaji masalah bagaimana
peran taruna penanggulangan bencana (TAGANA) dalam peningkatan kesiapsiagaan
masyarakat dalam mengurangi resiko bencana alam. Penelitian ini merupakan studi
evaluatif yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas TAGANA, komitmen
pemerintah Kabupaten/Kota serta faktor yang mempengaruhi efektivitas TAGANA.
Hasil dari penelitian ini bahwa TAGANA belum efektif dalam meningkatkan
kesiapsiagaan masyarakat.
Penelitian yang dilakukan oleh Ersyad Tonnedy mengkaji mengenai
rangkaian tahapan serta faktor penghambat dan pendukung penanggulangan bencana
yang dilakukan oleh PKPU sebagai penanggulangan bencana situ gintung. Hasil
penelitian ini berupa
Mardayeli Danhas juga telah melakukan penelitian untuk mengetahui
efektivitas Kebijakan Penanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat 2008-2012.
Dari hasil penelitian diperoleh tingkat efektivitas kebijakan penanggulangan bencana
provinsi Sumatera Barat rata-rata sebesar 50%.
Selain itu, ada juga penelitian yang mengkaji bagaimana penanggulangan
bencana dan musibah yang dilakukan oleh BASARNAS Pekanbaru oleh Sri Haryati
dan Zaili Rusli. penelitian ini menyatakan belum efektifnya penanggulangan bencana
yang dilakukan oleh BASARNAS. Untuk lebih jelasnya mengenai
N
penelitian Hasil penelitian
1 Studi
Kualitatif TAGANA belum efektif untuk penjangkauan langsung dalam sampai di Tingkat Kabupaten, dan pelaksanaan kegiatannya masih relatif tergantung dari lembaga/instansi sektoral
Kualitatif Pelaksanaan penanggulangan bencana dan musibah yang dilakukan Kantor SAR Pekanbaru dikatakan belum efektif. Hal ini disebabkan masih kurang tanggapnya dalam pelaksanaan pencarian korban, sementara pertolongan korban dapat dikatakan belum dapat terlaksana dalam arti kata korban dapat ditemukan tapi tidak dapat diselamatkan. Ini disebabkan Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan lanjutan pegawai tidak berjalan dengan maksimal, sehingga terhambatnya proses
pendukung pada pelaksanaan penanggulangan bencana dan musibah juga merupakan hal yang menyebabkan tidak efektifnya pelaksanaan penanggulangan becana. Kurang nya sosialisasi dengan lingkungan eksternal
mengakibatkan adanya koordinasi ataupun kerjasama yang kurang baik saat
pelaksanaan operasi itu
Kualitatif Rangkaian tahapan
penanggulangan bencana yang dilakakukan oleh PKPU yaitu, pada masa tanggap darurat dengan menurunkan team ekspedisi/SAR, membuat posko bantuan darurat, mengadakan program dapur air, program bersih rumah, program steam gratis, dan memberikan beragam paket-paket sumbangan yang disalurkan bagi para korban bencana situ gintung. Pada masa pasca bencana/recovery yaitu rehabilitasi meliputi program trauma healing anak-anak, program tag sale, program wisata keluarga dan program gizi dan rekonstruksi melalui program ekonomi. Sedangkan pada tahapan prabencana PKPU tidak ikut terlibat dalam upaya
penanggulangan bencana. Faktor pendukung berupa tersedianya sarana dan
yang sangat mendukung serta sambutan positif para penerima program bantuan korban bencana. Faktor penghambat berupa, kondisi medan yang berlumpur bermaterial yang menyulitkan aktivitas penanggulangan bencana, kesulitan akses keluar masuk wilayah bencana, lokasi
Dari hasil analisis efektivitas kebijakan, diperoleh tingkat efektivitas kebijakan penanggulangan bencana Provinsi Sumatera Barat rata-rata sebesar 50%. Pencapaian sasaran yang paling rendah (42%) yaitu mengenai mobilisasi sumber daya, budaya siaga bencana, daya dukung fasilitas dan utilitas umum serta penurunan kerentanan lingkungan. Sedangkan pencapaian sasaran yang paling tinggi adalah untuk pembentukan BPBD Prov. Sumbar
sebesar 60% dan penyusunan kawasan pemulihan secara partisipatif sebesar
65%. 2. Tingkat ketahanan daerah Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten/Kota berdasarkan indikator HFA masih rendah yaitu berada pada level 2-3. Kondisi paling rentan berdasarkan prioritas aksi yaitu terutama pada Pengkajian risiko, terutama untuk risiko-risiko lintas batas, Manajemen risiko dan