PERANAN KOORDINASI BADAN PENANGGULANGAN
BENCANA DAERAH (BPBD) KOTA MEDAN DALAM
UPAYA PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR
DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Disusun Oleh :
MARINO YENNI CHRISTANTI MARBUN
080903046
DEPARTEMEN STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Motto:
Jangan melihat apa yang ada di belakang kita
Tetapi lihatlah apa yang ada di depa kita
Kupersembahkan untuk:
• Tuhanku, Yesus Kristus, Allah Tri Tunggal, satu-satunya Allah yang patut
untuk disembah
• Kedua orangtua ku yang telah mendidik dan membesarkanku.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh:
Nama : Marino Yenni Christanti Marbun
Nim : 080903046
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Judul : Peranan Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Kota Medan dalam Upaya Penanggulangan Bencana
Banjir di Kota Medan
Medan, 21 Januari 2013
Dosen Pembimbing Ketua Departemen
Ilmu Administrasi Negara
Dra. Asima Yanti Siahaan, MA., PhD Drs. M. HusniThamrinNasution,M.Si NIP: 196401261988032002 NIP: 196401081991021001
Dekan
FISIP USU MEDAN,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus, Allah
yang setia, Allah yang selalu menemani dan memberi kekuatan kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat guna
memenuhi program studi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dalam
Departemen Ilmu Administrasi Negara dengan konsentrasi Administrasi
Pembangunan di Universitas Sumatera Utara.
Penulis menerima banyak bantuan baik secara moral maupun materil,
sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Peranan Koordinasi Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan dalam Upaya
Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan” dapat diselesaikan. Kepada my daddy (S. Marbun, S.E., M.M) dan my mommy (R. Manurung), penulis sangat berterima kasih atas doa dan dukungan yang tiada hentinya yang diberikan kepada
penulis. Thank you, mom and dad, I’m proud to be your daughter.
Untuk menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak bekerja sendiri. Banyak
pihak-pihak yang membantu penulis saat proses penyelesaian skripsi ini. Maka,
penulis ingin berterima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Baddaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Asima Yanti Siahaan, MA., PhD, selaku dosen pembimbing yang
penuh dengan kesabaran membimbing penulis.
4. Semua pegawai di BPBD Kota Medan, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Medan, Dinas Kesehatan Kota Medan, Dinas Bina Marga Kota
Medan, Kantor Kecamatan Medan Maimun dan warga Kecamatan Medan
Maimun yang tidak bisa saya sebutkan satu-satu namanya. Terima kasih
atas bantuannya selama proses pengerjaan skripsi saya. Tuhan
5. My sista, Diessy Novida Rotua Marbun, S.KM, terima kasih buat doa dan dukungan serta pengertian yang diberikan kepada penulis.
6. My nephews, Daiya (Ryan Hezekiah) dan Ichi (Darius Ben Ezra), buat hiburan yang diberikan kepada penulis atas kelucuannya. Hehe…
7. KTB Vocatio Dei (Rosmeri, Marintan, Grace, Evlin, Kak Doris dan Kak
Riama), terima kasih buat doa dan perhatian yang diberikan kepada
penulis. Kalian keluarga pertama rohani-ku yang paling aku sayangi. Buat
Evlin, penulis doakan segera menyusul yaa… amin…
8. KK The True Worshippers (Erin, Ester, Feby dan Rati), terima kasih buat
doa, dukungan dan kehadiran kalian di hidup kakak dan menjadi keluarga
rohani kedua ku. Tetap semangat ya dekk q… luph u…
9. Bobsiezt (May, Che, Cuyut, Tika), terima kasih untuk selalu ada buat ku
and be my “bebep”. You are my bestfriend and I hope all of our dreams will come true…
10.The CoffeCinoGirlz (secret - some people who can’t be named), terima kasih buat doa dan dukungannya. Semoga yang lain bisa menyusul yaa…
Miss you, all.. Aku juga kangen ngopi bareng kalian lagi dan membicarakan kopi masing-masing, CinoZ…hehe
11.Eda Eda Community (Dak Shinta, dak Betty, Dak Rasna, Dak Siska, dak
Eva, Dak Juli, dan edak-edak yang lain yang tidak bisa disebutkan
namanya satu-satu)… terima kasih sudah menjadi edak ku… hahaha…
12.LoveCream (Marlina, Rizky Novira, Hijria, Ocien, Ozi, dan Abdul), terima kasih buat dukungan kalian semua dan selalu menyempatkan waktu
buat ngumpul bareng walau sebentar…
13.Sahabat Doa ku (Marlina, Marliana, Jessy, Boy), terima kasih buat doa
yang pada akhirnya menguatkanku hingga sampai saat ini.
14.Teman-teman magang Desa Sei Silau (Tina, Qomariah, Rosmeri,
Marintan, Cindy, Nia, Juliana, Alex, Jhon Ricky, Jhom Henry, Ifri,
Bambang). Tetap semangat ya teman-teman…
15.Teman-teman AN 08 yang sudah beterbangan kemana-mana dan yang
16.Keluarga dan teman-temanku yang lain yang tidak disebutkan namanya…
Terima kasih yaa…
Harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan
pembangunan di Kota Medan. Amin. Tuhan Yesus memberkati.
Medan, 21 Januari 2013
ABSTRAKSI
Peranan Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD Kota Medan dalam Upaya Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan
Nama : MARINO YENNI CHRISTANTI MARBUN
NIM : 080903046
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Dosen Pembimbing : Dra. Asima Yanty S.Siahaan, M.A., Ph.D.
Hujan adalah bencana alam yang sering terjadi di Kota Medan bahkan sampai menyebabkan banjir. Salah satu kecamatan yang menjadi korban saat bencana banjir melanda adalah Kecamatan Medan Maimun. Oleh karena itu, Kota Medan membutuhkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan yang memiliki tupoksi dalam upaya penanggulangan bencana Namun, BPBD Kota Medan masih sulit mencegah bahkan mengatasi banjir di Kota Medan karena koordinasi yang tidak maksimal dengan instansi pemerintah memiliki tupoksi yang berkaitan dengan masalah banjir, khususnya pada tahap saat bencana dan pasca bencana.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana BPBD Kota Medan melaksanakan koordinasi dalam upaya penanggulangan bencana banjir di Kota Medan bersama Dinas-Dinas Pemerintah Kota Medan dan masyarakat Kecamatan Medan Maimun sebagai salah satu korban banjir di Kota Medan.
Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan wawancara dan observasi. Teknik pengambilan subyek penelitian yakni dengan menggunakan teknik purposive sampling dan snowball sampling. Dari teknik ini diperoleh 5 informan kunci, yang terdiri dari Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kota Medan, Kepala Bidang Pelayanan Sosial Dinsosnaker Kota Medan, Kepala Seksi Pembinaan Daerah Kumuh dan Penanggulangan Bencana Dinsosnaker Kota Medan, Kepala Seksi Wabah dan Bencana Dinkes Kota Medan dan Kepala Seksi Pembangunan Drainase Dinas Bina Marga Kota Medan serta beberapa informan utama dari masyarakat Kecamatan Medan Maimun. Wawancara dan observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka didapat beberapa temuan penelitian, antara lain BPBD Kota Medan memang belum melakukan koordinasi sesuai dengan tupoksi karena anggaran dari pemerintah pusat turun pada tahun 2013. Koordinasi yang dilakukan BPBD Kota Medan ke Dinas-Dinas Pemerintah Kota Medan bersifat arahan/himbauan berupa surat. Koordinasi pemerintah Kota Medan dalam pemberian banttuan logistik kepada masyarakat korban banjir (Kecamatan Medan Maimun) berjalan cukup baik karena kurang sistematis pembagian bantuan logistik di kelurahan. Saran peneliti diharapkan agar semakin meningkatkan komunikasi antar instansi dan mengingat kembali prinsip-prinsip koordinasi agar dapat berjalan dengan baik dan sistematis.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………. iii
ABSTRAKSI………... vi
DAFTAR ISI……… vii
DAFTAR TABEL……… xi
DAFTAR GAMBAR………... xii
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang……… 1
I.2. Fokus Masalah……… 10
I.3. Perumusan Masalah……… 10
I.4. Tujuan Penelitian……… 11
I.5. Manfaat Penelitian……….. 11
I.6. Sistematika Penulisan……….. 12
BAB II KERANGKA TEORI II. 1. Koordinasi……….. 14
II. 1. 1. Pengertian Koordinasi……….. 14
II. 1. 2. Ciri-Ciri Koordinasi……….. 16
II. 1. 3. Jenis-Jenis Koordinasi……….. 17
II. 1. 4. Prinsip-Prinsip Koordinasi……… 18
II. 1. 5. Mekanisme dan Proses Koordinasi………... 19
II. 1. 6. Hambatan dalam Pengkoordinasian………... 21
II. 2. 1. Penanggulangan……… 22
II. 2. 2. Bencana………. 24
II. 2. 3. Penanggulangan Bencana………. 25
II. 2. 4. Upaya Penanggulangan Bencana……….. 28
II. 3. Banjir……….. 35
II. 4. Defenisi Konsep………. 37
BAB III METODE PENELITIAN III. 1. Bentuk Penelitian………. 39
III. 2. Lokasi Penelitian……….. 40
III. 3. Informasn Penelitian………. 41
III. 4. Teknik Pengumpulan Data……… 43
III. 5. Teknik Analisis Data………. 44
III. 6. Implementasi Pengujian Keabsahan Data………. 46
III. 7. Implementasi dalam Penelitian………. 47
III. 8. Etika Penelitian………. 49
BAB IV TEMUAN PENELITIAN IV. 1. Pemerintah Kota Medan………... 51
IV. 1. 1. Gambaran Umum………. 51
IV. 1. 2. Visi dan Misi……… 52
IV. 1. 3. Struktur Organisasi Pemerintah Kota Medan…….. 54
IV. 1. 4. Pemerintah dan Fungsinya………... 55
IV. 2. Kecamatan Medan Maimun……… 58
IV. 2. 2. Pemerintahan……….. 59
IV. 2. 3. Penduduk dan Tenaga Kerja……… 59
IV. 2. 4. Visi dan Misi………... 62
IV. 2. 5. Struktur Organisasi……….. 63
IV. 3. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan 64 IV. 3. 1. Sejarah Berdirinya BPBD Kota Medan……… 64
IV. 3. 2. Visi dan Misi………. 65
IV. 3. 3. Profil BPBD Kota Medan………. 66
IV. 3. 4. Struktur Organisasi………... 68
IV. 3. 5. Tugas Pokok dan Fungsi……….. 69
IV. 4. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan………. 85
IV. 4. 1. Visi dan Misi……… 85
IV. 4. 2. Struktur Organisasi……….. 86
IV. 4. 3. Tugas Pokok dan Fungsi……….. 87
IV. 5. Dinas Kesehatan Kota Medan………... 89
IV. 5. 1. Visi dan Misi……… 89
IV. 5. 2. Struktur Organisasi……….. 90
IV. 5. 3. Tugas Pokok dan Fungsi……….. 91
IV. 6. Taruna Siaga Bencana (TAGANA)……….. 93
IV. 7. Dinas Bina Marga………. 95
IV. 7. 1. Visi dan Misi……… 95
IV. 7. 2. Struktur Organisasi……….. 97
BAB V ANALISA TEMUAN
V. 1. Penyebab Bencana Banjir……… 100
V. 2. Koordinasi dalam Upaya Penanggulangan Bencana pada Saat
Bencana……… 103
V. 2. 1. Koordinasi Intern………. 103
V. 2. 2. Koordinasi Ekstern……….. 108
V. 3. Koordinasi dalam Upaya Penanggulangan Bencana pada Pasca
Bencana……… 116
V. 3. 1. Koordinasi Intern……… 116
V. 3. 2. Koordinasi Ekstern………. 117
V. 4. Hambatan dalam Pengkoordinasian Upaya Penanggulangan
Bencana……… 118
V. 5. Strategi Mengatasi Hambatan Pengkoordinasian dalam Uoaya
Penanggulangan Bencana………. 121
BAB VI PENUTUP
VI. 1. Kesimpulan……….. 125
VI. 2. Saran………... 126
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel I. 1. Data Kejadian Bencana Banjir di Indonesia Tahun 1979-2009… 2
Tabel II. 1. Tahapan Bencana Menurut Para Ahli………. … 31
Tabel IV. 1. Luas Wilayah dirinci per Kelurahan di Kecamatan Medan Maimun
Tahun 2010………. 58
Tabel IV. 2. Banyaknya Rumah Tangga, Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan
Kepadatan Penduduk per Km dirinci menurut Kelurahan di
Kecamatan Medan Maimun Tahun 2010……… 60
Tabel IV. 3. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dirinci Menurut Kelurahan
di Kecamatan Medan Maimun Tahun 2010……… 61
Tabel IV. 4. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di
Kecamatan Medan Maimun Tahun 2010……… 62
Tabel IV. 5. Data Jumlah SDM BPBD Kota Medan………. 66
Tabel V. 1. Data Obat-Obatan yang Diberikan Dinas Kesehatan Kota Medan 113
DAFTAR GAMBAR
Gambar II. 1. Serangan Bencana yang Cepat……… 24
Gambar II. 2. Serangan Bencana yang Lambat………. 25
Gambar II. 3. Diagram Siklus Pengelolaan Bencana……… 26
Gambar IV. 1. Struktur Organisai Pemerintah Kota Medan……… 54
Gambar IV. 2. Struktur Organisai Kecamatan Medan Maimun………….. 63
Gambar IV. 3. Struktur Organisai BPBD Kota Medan……… 68
Gambar IV. 4. Struktur Organisai Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan……… 86
Gambar IV. 5. Struktur Organisai Dinas Kesehatan Kota Medan………... 90
Gambar IV. 6. Struktur Organisai Dinas Bina Marga Kota Medan………. 97
Gambar V. 1. Kondisi Banjir di Kecamatan Medan Maimun……….. 102
Gambar V. 2. Tahap Koordinasi Pencegahan Bencana BPBD Kota Medan 106 Gambar V. 3. Pemberian Bantuan Logistik kepada Korban Banjir Melalui Kecamatan……….. 109
ABSTRAKSI
Peranan Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD Kota Medan dalam Upaya Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan
Nama : MARINO YENNI CHRISTANTI MARBUN
NIM : 080903046
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Dosen Pembimbing : Dra. Asima Yanty S.Siahaan, M.A., Ph.D.
Hujan adalah bencana alam yang sering terjadi di Kota Medan bahkan sampai menyebabkan banjir. Salah satu kecamatan yang menjadi korban saat bencana banjir melanda adalah Kecamatan Medan Maimun. Oleh karena itu, Kota Medan membutuhkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan yang memiliki tupoksi dalam upaya penanggulangan bencana Namun, BPBD Kota Medan masih sulit mencegah bahkan mengatasi banjir di Kota Medan karena koordinasi yang tidak maksimal dengan instansi pemerintah memiliki tupoksi yang berkaitan dengan masalah banjir, khususnya pada tahap saat bencana dan pasca bencana.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana BPBD Kota Medan melaksanakan koordinasi dalam upaya penanggulangan bencana banjir di Kota Medan bersama Dinas-Dinas Pemerintah Kota Medan dan masyarakat Kecamatan Medan Maimun sebagai salah satu korban banjir di Kota Medan.
Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan wawancara dan observasi. Teknik pengambilan subyek penelitian yakni dengan menggunakan teknik purposive sampling dan snowball sampling. Dari teknik ini diperoleh 5 informan kunci, yang terdiri dari Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kota Medan, Kepala Bidang Pelayanan Sosial Dinsosnaker Kota Medan, Kepala Seksi Pembinaan Daerah Kumuh dan Penanggulangan Bencana Dinsosnaker Kota Medan, Kepala Seksi Wabah dan Bencana Dinkes Kota Medan dan Kepala Seksi Pembangunan Drainase Dinas Bina Marga Kota Medan serta beberapa informan utama dari masyarakat Kecamatan Medan Maimun. Wawancara dan observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka didapat beberapa temuan penelitian, antara lain BPBD Kota Medan memang belum melakukan koordinasi sesuai dengan tupoksi karena anggaran dari pemerintah pusat turun pada tahun 2013. Koordinasi yang dilakukan BPBD Kota Medan ke Dinas-Dinas Pemerintah Kota Medan bersifat arahan/himbauan berupa surat. Koordinasi pemerintah Kota Medan dalam pemberian banttuan logistik kepada masyarakat korban banjir (Kecamatan Medan Maimun) berjalan cukup baik karena kurang sistematis pembagian bantuan logistik di kelurahan. Saran peneliti diharapkan agar semakin meningkatkan komunikasi antar instansi dan mengingat kembali prinsip-prinsip koordinasi agar dapat berjalan dengan baik dan sistematis.
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Beberapa tahun belakangan ini Indonesia banyak ditimpa musibah
bencana alam. Data dari Badan PBB untuk Strategi Internasional Pengurangan
Risiko Bencana (UN-ISDR) menyebutkan bahwa Indonesia berada dalam posisi
puncak dunia dari ancaman tsunami. Mereka juga menyebutkan bahwa dalam
paparan terhadap penduduk atau jumlah manusia yang ada di daerah yang
mungkin kehilangan nyawa karena bencana, Indonesia sangat tinggi risiko
bencananya. Dalam bencana Tsunami, Indonesia menempati rangking 1 dari 265
negara dengan jumlah 5.402.239 orang yang akan terkena dampaknya. Bencana
197.372 orang yang akan terkena dampaknya. Bencana
Indonesia menempati rangking 3 dari 153 negara dengan jumlah 11.056.806 orang
yang akan terkena dampaknya. Dan bencan
rangking 6 dari 162 negara dengan jumlah 1.101.507 orang yang akan terkena
dampaknya.1
Pada tahun 2011, bencana di Indonesia terjadi sekitar 1.598 kejadian
bencana. Data ini masih sementara karena belum seluruhnya data di
kementerian/lembaga dan pemerintah daerah terkumpul. Jumlah orang meninggal
1
dan hilang mencapai 834 orang. Menderita dan mengungsi 325.361 orang. Rumah
rusak berat 15.166 unit, rusak sedang 3.302 unit dan rusak ringan 41.795 unit.
Dari 1.598 kejadian bencana tersebut, sekitar 75% adalah bencana
hidrometerologi. Sedangkan bencana geologi seperti gempabumi, tsunami dan
gunung meletus masing-masing terjadi 11 kali (0,7%), 1 kali (0,06%) dan 4 kali
(0,2%). Dampak yang ditimbulkan oleh gempabumi 5 orang meninggal dan
rumah rusak sebanyak 7.251 unit. Berdasarkan jumlah kejadian terbanyak, paling
banyak adalah banjir (403 kejadian), kemudian kebakaran (355), dan puting
beliung (284). Puting beliung merupakan fenomena kejadian yang terus
meningkat secara tajam jumlah kejadiannya dalam 10 tahun terakhir. Hal ini
sangat berkaitan dengan perubahan iklim global dan lingkungan. Berdasarkan
korban meninggal dan hilang, kecelakaan transportasi kapal mendominasi
dibandingkan dengan bencana lain.2
Berikut data kejadian bencana banjir yang terjadi di Indonesia sejak tahun
1979-2009.
Tabel I. 1.
Data Kejadian Bencana Banjir di Indonesia Tahun 1979-20093
No. Nama Provinsi Jumlah Kejadian
1.
Waspada Online, 1 Januari 2012 diakses pada tanggal 18 Juli 2012 pukul 22:06 WIB 3
4.
D. I. Yogyakarta
D. K. I. Jakarta
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
Lampung
Maluku
Maluku Utara
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
27.
Berdasarkan data kejadian bencana banjir yang diperoleh dari BNPB sejak
tahun 1979-2009 di atas, dapat dilihat bahwa Provinsi Jawa Tengah berada pada
posisi pertama untuk kejadian bencana banjir yang terbanyak dengan jumlah
kejadian sebanyak 337 kejadian dan Provinsi Papua Barat berada pada peringkat
terakhir dengan keterangan tidak ada kejadian banjir. Sedangkan untuk Provinsi
Sumatera Utara sendiri berada pada peringkat empat untuk kejadian bencana
banjir yang terbanyak dengan jumlah kejadian sebanyak 175 kejadian. Kejadian
banjir tersebut terjadi di ibu kota Provinsi Sumatera Utara, yaitu di Kota Medan.
Kota Medan beberapa tahun belakangan ini sering diguyur hujan dan
terkadang menyebabkan banjir. Banyak pendapat yang mengatakan apa yang
menjadi penyebab banjir tersebut. Daya serap tanah di kota Medan rendah
sehingga menjadi salah satu faktor penyebab banjir juga. Dalam artikel itu, ada
beberapa data laporan terhadap banjir Kota Medan yang disusun oleh Balai
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP DAS), yaitu untuk tahun 2008 hingga
dan penggunaan lahan di sepanjang DAS. Di DAS Deli, dari data disebutkan
terjadi peningkatan yang cukup signifikan oleh pemukiman dan pertanian lahan
kering. Untuk 2008 tercatat 12.830.026 hektar (28,90%) dan meingkat menjadi
13.650.144 hektar (28,86%) lahan DAS yang digunakan. Selain itu, juga terjadi
peningkatan luasan pada tanah terbuka juga sawah di sepanjang kawasan DAS
Deli. Dengan kondisi tanah kering, dan dihujani terus, sedang daya serap tanahnya
rendah dan air limpasan lebih tinggi dari yang mampu diserap, menyebabkan air
meluap karena sungai tidak mampu lagi mengaliri air.4
Banjir di Kota Medan disebabkan oleh faktor alam dan fator non-alam.
Penjelasan di atas merupakan penyebab banjir yang disebabkan oleh faktor alam
sedangkan yang merupakan factor non-alam, yaitu Medan belum mempunyai
masterplan dan manajemen drainase. Proyek drainase sudah lama menjadi proyek yang dikerjakan oleh salah satu dinas kota Medan tetapi hingga saat ini
pengerjaannya terkesan mubazir karena kota Medan masih mengumpulkan data
base serta melakukan pembenahan internal untuk penyusunan masterplan tersebut.
Medan memiliki dua saluran drainase alami besar (Sei Deli dan Sei Belawan) dan
satu buatan. Masih ada lagi saluran alami lainnya yang membelah kota Medan
seperti Sei Bandera, Sei Sikambing, Sei Putih, Sei Babura, dan Sei Sulang-Saling.
Sayang sekali tidak dimanfaatkan dengan baik.5
Oleh karena factor-faktor di atas, maka banjir yang hebat pun terjadi di
Kota Medan. Seperti yang terjadi pada tanggal 5 Januari 2011 pukul 23.00 WIB.
4
Medan Bisnis, 26 Mei 2011 diakses pada tanggal 20 Juni 2012 pukul 22:55 WIB
5
Banjir yang mencapai empat meter itu menggenangi ribuan rumah penduduk yang
terdapat di sebelas kecamatan di Kota Medan, yaitu Kecamatan Medan Maimun,
Kecamatan Medan Labuhan, Kecamatan Medan Deli, Kecamatan Medan
Helvetia, Kecamatan Medan Sunggal, Kecamatan Medan Petisah, Kecamatan
Medan Johor, Kecamatan Medan Baru, Kecamatan Medan Selayang, Kecamatan
Medan Marelan, dan Kecamatan Medan Polonia.6
Banjir yang hebat juga terjadi tanggal 1 April 2011. Banjir mulai terjadi
pada tanggal 31 Maret 2011 pada pukul 22.00 WIB dan mulai naik pada tanggal 1
April 2011 pada pukul 02.00 WIB dengan ketinggian sekitar 2-4 meter. Ada 11
kecamatan yang menjadi korban banjir saat itu, yaitu Medan Tuntungan, Medan
Selayang, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Petisah, Medan Johor, Medan
Barat, Medan Helvetia, Medan Maimun, Medan Labuhan, dan Medan Belawan.7
Data berikutnya yaitu ada 7241 KK atau 26.959 jiwa yang menjadi korban
banjir saat itu. Menurut data dari Dinas Pendidikan Kota Medan, ada 43 unit
gedung sekolah yang terkena banjir, yaitu 28 SD, 4 SMP, 9 SMA, dan 6 SMK.8
Kecamatan Medan Maimun merupakan salah satu kecamatan di Medan
yang selalu menjadi korban saat bencana banjir melanda. Saat banjir melanda
Kota Medan pada tanggal 5 Januari 2011 lalu, wilayah Kecamatan Medan
Maimun menjadi kawasan terparah. Enam kelurahan di Kecamatan Medan
Maimun semuanya terendam banjir. Keenamnya dilintasi aliran Sungai Deli. Dari
data sementara, di Kelurahan Kampung Baru ada 920 rumah terendam, di
6
Waspada Online, 6 Januari 2011 diakses pada tanggal 18 Juli 2012 pukul 22:00 WIB
7
Waspada Online, 2 April 2011 diakses pada tanggal 20 Juni 2012 pukul 22:51 WIB
8
Kelurahan Jati 20 rumah terendam, di Kelurahan Sukaraja 138 rumah, di
Kelurahan Aur 687 rumah, di Kelurahan Hamdan 430 rumah, dan Kelurahan Sei
Mati 628 rumah. Tinggi air yang melanda kecamatan yang berada di tengah kota
ini mencapai 2,5 meter.9
Bukan hanya itu, hujan lebat yang terjadi pada tanggal 16 Mei 2012
kembali merendam Kecamatan Medan Maimun. Berdasarkan data kecamatan
Medan Maimun di Kelurahan Aur terdapat 456KK, Kelurahan Sukaraja 83KK,
Kelurahan Sei Mati 812KK, Kelurahan Jati 15KK, Kelurahan Hamdan 220KK
dan Kelurahan Kampung Baru 343KK. Berarti ada total 1929 KK yang terendam
banjir akibat hujan lebat tersebut.10
Melihat data di atas, dapat dikatakan bahwa Indonesia, khususnya Kota
Medan membutuhkan upaya penanggulangan bencana yang ditangani oleh Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota.
Namun dalam penanganan bencana, berbagai kalangan menilai kinerja
BNPB sangat lambat dan tidak maksimal. Ketua Komisi VIII Abdul Kadir
Karding menyatakan pemerintah daerah dinilai kurang tanggap dan kurang cepat,
baik dalam pendataan tempat-tempat pengungsian maupun distribusi logistik yang
diperlukan di pengungsian.
“Sesungguhnya, logistik kebutuhan pengungsi melimpah, namun pemerintah daerah kurang cepat. Akibatnya sejumlah titik pengungsian justru terancam kelaparan,” tegasnya, usai rapat
9
Kompas, 6 Januari 2011 diakses pada tanggal 18 Juli 2012 pukul 21:45
10
evaluasi penanganan bencana Merapi, di kantor Bakorwil II Magelang, Jumat.11
Oleh karena itu, pihaknya menginginkan peran TNI dan Polri untuk
menjamin kecepatan dan kelancaran distribusi logistik hingga sampai di
penampungan pengungsi.
“Kami memandang perlu perbaikan di lapangan, khusunya dalam hal koordinasi, komunikasi serta mekanisme distribusi logistic. Sehingga hasilnya bisa lebih maksimal,” imbuhnya.12
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengakui kelambanan
dan tidak meratanya distribusi logistik pengungsi ini disebabkan oleh fungsi
pemerintah kabupaten (Pemkab) yang tidak maksimal. Akibatnya, beberapa
tempat pengungsian masih mengalami kekurangan, bahkan ribuan pengungsi
terancam kelaparan, meski logistik bantuan ini menumpuk.
Gondo Radityo Gambiro, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, berpendapat
bahwa memang BNPB berperan mengendalikan penanganan bencana di lapangan,
tapi kenyataannya, BNPB kesulitan melakukan fungsi koordinasi.13
Kota Medan merupakan kota yang belakangan ini sering dilanda bencana
banjir. Maka, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan
membuat program-program yang berisikan upaya dalam penanggulangan
bencana. Namun, dalam melaksanakan program-programnya dalam
menanggulangi bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota
11
12
Ibid.
13
Medan memerlukan adanya koordinasi terkhusus dalam tahap-tahap
penanggulangan bencana.
Pentingnya koordinasi adalah untuk menghindarkan kedenderungan
pemisahan diri dari unit-unit yang dibentuk sebagai akibat adanya spesialisasi
fungsi (pembagian habis tugas menjadi fungsi-fungsi) di dalam organisasi.14
BPBD Kota Medan masih sulit mencegah bahkan mengatasi banjir di
Kota Medan dikarenakan kurangnya koordinasi dengan dinas-dinas ataupun
badan lain yang ada hubungannya dengan masalah banjir. BPBD Kota Medan
sendiri masih kekurangan pegawai di dalamnya sehingga sulit dalam mengerjakan
apa yang menjadi tugas pokok dan fungsi BPBD tersebut.
Dalam Peraturan Walikota Medan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rincian Tugas
Pokok dan Fungsi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan Pasal 5
tertulis salah satu fungsi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota
Medan adalah pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana
secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis tertarik untuk melihat
sejauh mana koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota
Medan dalam upaya penanggulangan bencana banjir di kota Medan.
14
I. 2. Fokus Masalah
Dilihat dari latar belakang, maka yang menjadi fokus masalah penulis
adalah bagaimana koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Kota Medan dalam upaya penanggulangan bencana, khususnya koordinasi BPBD
Kota Medan dalam tahapan upaya penanggulangan bencana banjir, yaitu pada
pasca bencana, dengan Dinas-dinas Kota Medan yang bekerja sama dengan
BPBD Kota Medan dalam menanggulangi bencana banjir yang terjadi di Kota
Medan.
Peneliti juga telah meneliti ke salah satu lokasi kejadian dimana banjir
hebat pernah terjadi sehingga peneliti mendapat keterangan yang lengkap, bukan
hanya dari pihak pemerintah tetapi juga dari pihak masyarakat yang pernah
mengalami bencana banjir dan menjadi korban dalam bencana banjir tersebut.
Melalui keterangan kedua pihak tersebut, peneliti mendapat informasi mengenai
apa yang menjadi hambatan BPBD Kota Medan dalam melakukan koordinasi dan
apa yang menjadi strategi dan solusi BPBD Kota Medan dalam mengatasi
miskoordinasi tersebut pada pasca bencana banjir di Kota Medan.
I.3. Perumusan Masalah
Berdasarkan fokus masalah di atas, maka penulis menentukan perumusan
“Bagaimanakah Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Provinsi Sumatera Utara dalam Upaya Penanggulangan Bencana Banjir
di Kota Medan?”
I. 4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Provinsi Sumatera Utara dalam upaya penanggulangan bencana
banjir di Kota Medan, terkhusus pada pasca bencana.
2. Untuk mengetahui apakah yang menjadi penghambat koordinasi dalam
tahapan upaya penanggulangan bencana pada pasca bencana banjir, baik
dalam organisasi internal maupun organisasi eksternal yang berkaitan dalam
upaya penanggulangan bencana.
3. Untuk mengetahui strategi dan solusi BPBD Kota Medan dalam mengatasi
miskoordinasi dalam upaya penanggulangan bencana banjir.
I.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan usaha untuk meningkatkan
teori-teori yang telah diperoleh oleh penulis selama di perkuliahan di
Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Unibersitas Sumatera Utara.
2. Bagi FISIP USU, penelitian ini bermanfaat sebagai referensi bagi mahasiswa
yang tertarik dalam bidang ini.
3. Bagi Pemerintah, khususnya Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota
Medan, penelitian ini bermanfaat sebagai masukan dalam mengkoordinir
upaya Penanggulangan Bencana di Provinsi Sumatera Utara.
I. 6. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang, fokus masalah, perumusan
masalah, tujuan, dan manfaat penelitian.
BAB II KERANGKA TEORI
Bab ini memuat tentang teori-teori yang dipakai, seperti
koordinasi, upaya penanggulangn bencana, dan banjir.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan
penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, rencana
BAB IV TEMUAN PENELITIAN
Bab ini memuat gambaran lokasi penelitian berupa sejarah, visi,
misi, tugas pokok, fungsi dan struktur organisasi serta hasil
penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang
dianalisis.
BAB V ANALISA TEMUAN
Bab ini memuat kajian dan analisa data yang diperoleh dari lokasi
penelitian.
BAB VI PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian
BAB II
KERANGKA TEORI
Dalam melengkapi penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, maka
peneliti akan menjelaskan kerangka teori (landasan teori) yang merupakan
landasan berpikir dari penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti sehingga
tergambarlah masalah yang disoroti oleh peneliti.
II. 1. Koordinasi
II. 1. 1. Pengertian Koordinasi
Menurut Pearce II dan Robinson yang dimaksud dengan koordinasi adalah
integrasi dari kegiatan-kegiatan individual dan unit-unit ke dalam satu usaha
bersama yaitu bekerja ke arah tujuan bersama.15 Sedangkan menurut Stoner
koordinasi adalah proses penyatu-paduan sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan
dari unit-unit yang terpisah (bagian atau bidang fungsional) dari sesuatu
organisasi untuk mncapai tujuan organisasi secara efisien.16
Dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa koordinasi merupakan
pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang mempunyai tujuan bersama yang menjadi
sasaran dari kegiatan tersebut.
15
Ulber Silalahi, Pemahaman Praktis Asas-Asas Manajemen (Bandung: Mandar Maju), hlm. 242.
16
Dann Sugandha, Koordinasi, Alat Pemersatu Gerakan Administrasi (Jakarta: Intermedia, 1991),
Sedangkan Brech, memberikan pengertian koordinasi adalah
mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan
pekerjaan yang cocok kepada masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu
dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu
sendiri.17
Fayol, menjelaskan bahwa coordinate (koordinasi) dalam bahasa Arab “Tanssiq”: yaitu usaha untuk mengharmoniskan dalam rangkaian struktur yang
ada. Pada hakekatnya, yang dikoordinir itu adalah manusianya.
18
Fayol juga
menambahkan bahwa koordinasi yang merupakan salah satu unsur manajemen
mengartikan bahwa koordinasi adalah penggabungan usaha dan peraturan semua
kegiatan perusahaan agar sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan.19
Dalam melakukan koordinasi, diperlukan adanya kerja sama antar anggota
yang pada akhirnya menimbulkan keharmonisan kerja sehingga tidak adanya
pekerjaan yang tumpang tindih antara yang satu dengan yang lain dan semua
usaha dan kegiatan yang dilakukan bgerjalan sesuai dengan peraturan yang sudah
ditetapkan.
Menurut PP No. 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi
Vertikal di Daerah Pasal 1 ayat (1), koordinasi adalah upaya yang dilaksanakan
oleh Kepala Wilayah guna mencapai keselarasan, keserasian dan keterpaduan baik
17
S. P. Melayu Hasibuan, Manajemen Pasar, Pengetian dan Masalah (Bandung: Bumi Aksara,
2001), hlm. 85.
18
Azhar Arsyad, Pokok-Pokok Manajemen, Pengetahuan Praktis Bagi Pimpinan dan Eksekutif
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 15.
19
Moekijat, Dasar-Dasar Administrasi dan Manajemen Perusahaan (Bandung: Mandar Maju,
perencanaan maupun pelaksanaan tugas serta kegiatan semua Instansi Vertikal,
dan antara Instansi Vertikal dengan Dinas Daerah agar tercapai hasil guna dan
daya guna yang sebesar-besarnya.
Dari beberapa pengetian koordinasi di atas dapat disimpulkan bahwa
koordinasi adalah kerjasama antar unit atau bagian yang menciptakan
keharmonisan kerja dalam melakukan proses kegiatan dalam mencapai tujuan
bersama.
II. 1. 2. Ciri-ciri Koordinasi
Handayaningrat20
Selanjutnya, adanya pengaturan usaha kelompok secara teratur. Hal ini
disebabkan koordinasi adalah konsep yang diterapkan di dalam kelompok, bukan
terhadap usaha individu tetapi sejumlah individu yang bekerja sama di dalam
kelompok untuk tujuan bersama. Dan didukung oleh adanya konsep kesatuan mengatakan yang menjadi ciri-ciri koordinasi adalah
sebagai berikut. Yang pertama adalah tanggung jawab koordinasi terletak pada
pimpinan. Oleh karena itu, koordinasi adalah menjadi wewenang dan tanggung
jawab dari pimpinan. Dikatakan bahwa pimpinan yang berhasil, karena telah
melakukan koordinasi dengan baik. Yang kedua adalah koordinasi adalah suatu
usaha kerjasama. Hal ini disebabkan karena kerjasama merupakan syarat mutlak
terselenggaranya koordinasi dengan sebaik-baiknya. Lalu koordinasi adalah
proses kerja yang terus-menerus, artinya suatu proses yang bersifat
kesinambungan dalam rangka tercapainya tujuan organisasi.
20
Soewarno Handayaningrat, Administrasi Pemerintahan dalam Pembangunan Nasional (Jakarta:
tindakan. Kesatuan tindakan adalah inti dari koordinasi. Hal ini berarti bahwa
pimpinan harus mengatur usaha-usaha/tindakan-tindakan dari setiap kegiatan
individu yang bekerjasama sehingga diperoleh adanya keserasian di dalam
mencapai hasil bersama. Dan memiliki tujuan organisasi, yaitu tujuan bersama
(common purpose). Kesatuan usaha/tindakan manusia/kesadaran/pengertian kepada semua individu, agar ikut serta melaksanakan tujuan bersama sebagai
kelompok dimana mereka bekerja.
Dari ciri-ciri di atas, dapat disimpulkan bahwa yang merupakan ciri-ciri
koordinasi adalah suatu usaha kerjasama yang dilakukan secara terus-menerus
yang didukung adanya kesatuan usaha atau tindakan yang ditanggungjwabi oleh
pimpinan.
II. 1. 3. Jenis-Jenis Koordinasi
Menurut Sugandha21
Kemudian menurut arahnya, terdapat koordinasi horizontal yaitu
koordinasi antar pejabat atau antar yang mempunyai tingkat hierarki yang sama
dalam suatu organisasi dan antar pejabat dari organisasi-organisasi yang setingkat, , beberapa jenis koordinasi sesuai dengan lingkup dan
arah jalurnya yaitu menurut lingkupnya, terdapat koordinasi intern, yaitu
koordinasi antar pejabat antar unit di dalam suatu organisasi dan koordinasi
ekstern, yaitu koordinasi antar pejabat dari berbagai organisasi atau antar
organisasi.
21
Dann Sugandha, Koordinasi, Alat Pemersatu Gerakan Administrasi (Jakarta: Intermedia, 1991),
koordinasi vertikal yaitu koordinasi antar pejabat dari unit-unit tingkat bawah oleh
pejabat atasannya atau unit tingkat atasannya langsung, juga cabang-cabang suatu
organisasi oleh organisasi induknya, koordinasi diagonal koordinasi antar pejabat
atau unit yang berbeda fungsi dan berbeda tingkatan hierarkinya dan koordinasi
fungsional yaitu koordinasi antar pejabat, antar unit atau antar organisasi yang
didasarkan atas kesamaan fungsi, atau karena koordinatornya mempunyai fungsi
tertentu.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah RI No. 6 Tahun 1988 tentang
Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah, terdapat koordinasi fungsional,
antara dua atau lebih instansi yang mempunyai program yang bekaitan erat,
koordinasi instansional, terhadap beberapa instansi yang menangani satu urusan
tertentu yang bersangkutan dan koordinasi territorial, terhadap dua atau lebih
wilayah dengan program tertentu.
II. 1. 4. Prinsip-Prinsip Koordinasi
Menurut Sugandha22
22
Dann Sugandha, Koordinasi, Alat Pemersatu Gerakan Administrasi (Jakarta: Intermedia, 1991), hlm.47.
, beberapa prinsip yang perlu diterapkan dalam
menciptakan koordinasi antara lain adanya kesepakatan dan keastuan pengertian
mengenai sasaran yang harus dicapai sebagai arah kegiatan bersama, adanya
kesepakatan mengenai kegiatan atau tindakan yang harus dilakukan oleh
loyalitas dari setiap pihak terhadap bagian tugas masing-masing serta jadwal yang
telah diterapkan.
Kemudian adanya saling tukar informasi dari semua pihak yang bekerja
sama mengenai kegiatan dan hasilnya pada suatu saat tertentu, termasuk
masalah-masalah yang dihadapi masing-masing, didukung dengan adanya koordinator
yang dapat memimpin dan menggerakkan serta memonitor kerjasama tersebut,
serta memimpin pemecahan masalah bersama, dan adanya informasi dari berbagai
pihak yang mengalir kepada koordinator sehingga koordinator dapat memonitor
seluruh pelaksanaan kerjasama dan mengerti masalah-masalah yang sedang
dihadapi oleh semua pihak, serta dilengkapi denagn adanya saling hormati
terhadap wewenang fungsional masing-masing pihak sehingga tercipta semangat
untk saling bantu.
Dari pendapat Sugandha di atas, dapat dipahami bahwa prinsip-prinsip
koordinasi adalah adanya tindakan dalam menyatukan informasi yang disetai
dengan ketaatan terhadap pertauran dan kepemimpinan.
II. 1. 5. Mekanisme dan Proses Koordinasi
Menurut Sugandha, mekanisme koordinasi23
23
Dann Sugandha, Koordinasi, Alat Pemersatu Gerakan Administrasi (Jakarta: Intermedia, 1991),
hlm. 27-46.
yaitu adanya kesadaran dan
kesediaan sukarela dari semua anggota organisasi atau pemimpin-pemimpin
organisasi (untuk kerjasama antarinstansi, adanya komunikasi yang efektif, tujuan
kerjasamanya dan peranan dari tiap pihak yang terlibat, harus dapat menciptakan
mampu memimpin organisasi-organisasi lainnya, meminta ketaatan, kesetiaan,
dan disiplin kerja tiap pihak yan terlibat, terciptanya koordinasi di dalam suatu
organisasi akan menunjukkan bahwa organisasi tersebut benar-benar bergerak
sebagai suatu system, dan pemimpin akan bertindak sebagai fasilitator dan tenaga
pendorong.
Siagian24
Dapat disimpulkan bahwa mekanisme dan proses koordinasi bertujuan
untuk menjaga komunikasi dan hubungan antara pimpinan dengan bawahannya
dalam kegiatan koordinasi.
berpendapat mengenai cara-cara yang dapat dilakukan dalam
mengkoordinasi, yaitu dengan melakukan briefing staf untuk memberitahukan kebijaksanaan pimpinan organisasi kepada staf yang dalam waktu sesingkat
mungkin harus diketahui dan mendapat perumusan. Setelah itu diadakan rapat staf
untuk mengadakan pengecekan terhadap kegiatan yang telah dan sedang
dilakukan oleh staf serta mengadakan integrasi daripada pkok-pokok hasil
pekerjaan staf. Lalu mengumpulkan laporan-laporan mengenai pelaksanaan
keputusan pimpinan organisasi. Selanjutnya mengadakan kunjungan serta inspeksi
mengenai pelaksanaan keputusan pimpinan organisasi serta memberikan
petunjuk-petunjuk sesuai dengan pedoman atau ketentuan yang telah ditetapkan
oleh pimpinan organisasi.
24
II. 1. 6. Hambatan dalam Pengkoordinasian
Menurut Handayaningrat25
Dan ada pula hambatan-hambatan dalam koordinasi fungsional.
Hambatan-hambatan yang timbul pada koordinasi fungsional, baik yang
horizontal maupun diagonal, disebabkan karena antara yang mengkoordinasi
keduanya tidak dapat hubungan hierarki (garis komando).
, yang menjadi hambatan-hambatan dalam
mengkoordinasi adalah sebagai berikut, yaitu hambatan-hambatan dalam
koordinasi vertical (struktural). Dalam koordinasi vertical (struktural) sering
terjadi hambatan-hambatan, disebabkan perumusan tugas, wewenang dan
tanggung jawab tiap-tiap satuan kerja (unit) kurang jelas. Di samping itu adanya
hubungan dan tata kerja yang kurang dipahami oleh pihak-pihak yang
bersangkutan dan kadang-kadang timbul keragu-raguan di antara yang
mengkoordinasi dan yang dikoordinasi ada hubungan dalam susunan organisasi
yang bersifat hierarki.
Hambatan-hambatan di atas menimbulkan beberapa kesalahan yang sering
dilakukan seseorang dalam melakukan usaha pengkoordinasian (dalam buku
Sugandha)26
25
Soewarno Handayaningrat, Administrasi Pemerintahan dalam Pembangunan Nasional (Jakarta:
Gunung Agung, 1986), hlm. 129.
, yaitu kesalahan anggapan orang mengenai organisasinya sendiri,
26
Dann Sugandha, Koordinasi, Alat Pemersatu Gerakan Administrasi (Jakarta: Intermedia, 1991),
kesalahan anggapan orang mengenai instansi induknya, kesalahan pandangan
mengenai arti koordinasi sendiri, dan kesalahan pandangan mengenai kedudukan
departemennya di Pusat.
II. 2. Penanggulangan Bencana
II. 2. 1. Penanggulangan
Diambil dari kata disaster management (penganggulangan bencana atau manajemen bencana), maka penanggulangan dapat diartikan sebagai manajemen.
Fuad, dkk27
Pernyataan yang sama juga dikemukanan oleh Terry
berpendapat bahwa manajemen merupakan suatu proses yang
melibatkan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan. Dan
pengendalian yang dilakukan untuk mencapai sasaran perusahaan melalui
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.
28
27
M. Fuad, et. al,.Pengantar Bisnis (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 94.
, yang mengatakan
bahwa manajemen adalah suatu proses khusus yang terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber lainnya. Dengan kata lain, berbagai jenis
kegiatan yang berbeda itulah yang membentuk manajemen sebagai suatu proses
yang tidak dapat dipisah-pisahkan dan sangat erat hubungannya.
28
Inu Kencana Syafiie, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI) (Jakarta: Bumi
Dari pengertian di atas, dapat dilihat bahwa adanya aktivitas-aktivitas
khusus dalam manajemen yang terdiri dari beberapa proses, seperti perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.
Sementara Arsyad29
Gibson
mengatakan bahwa manajemen merupakan strategi
dan cakupan pikiran yang tercanangkan sebelum proses atau aplikasi rutin di
lapangan dilaksanakan. Namun, proses manajemen berlaku sepanjang masa dan
tiada berhenti pada satu titik waktu tertentu.
30
mengatakan bahwa manajemen dapat didefinisikan sebagai suatu
proses, yakni sebagai suatu rangkaian tindakan, kegiatan, atau operasi yang
mengarah kepada beberapa sasaran tertentu. Sedangkan Thoha31
Dari beberapa pendapat mengenai manajemen di atas, mengartikan bahwa
manajemen merupakan sebuah pemikiran dan tindakan yang dilakukan secara
rutin untuk mencapai tujuan tertentu. Maka, dapat disimpulkan bahwa
penanggulangan merupakan suatu pemikiran dan tindakan dengan beberapa
proses yang dilakukan secara rutin untuk mencapai tujuan tertentu.
berpendapat
bahwa manajemen merupakan jenis pemikiran yang khusus dari kepemimpinan di
dalam usahanya mencapai tujuan organisasi.
29
Azhar Arsyad, Pokok-Pokok Manajemen, Pengetahuan Praktis Bagi Pimpinan dan Eksekutif
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 9.
30
Gibson, et. al,. terj. Djarkasih, Organisasi (Jakarta: Erlangga, 1994), hlm. 36.
31
Miftah Thoha, Kepemimpinan dalam Manajemen (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm.
II. 2. 2. Bencana
Menurut Asian Disaster Resources and Respons Network (ADDRN)32
Sedangkan menurut Purnomo dan Sugiantoro
,
bencana merupakan sebuah gangguan serius terhadap berfungsinya sebuah
komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian dan dampak yang
meluas terhadap manusia, materi, ekonomi dan lingkungan, yang melampaui
kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak tersebut untuk
mengatasinya dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri.
33
Menurut Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana Pasal 1 ayat (1), bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
, pemahaman tentang
istilah bencana dari beberapa orang, meskipun beragam, namun pada akhirnya,
semuanya mengindikasikan sebagai peristiwa buruk yang merugikan kehidupan
manusia.
Bencana itu dibagi tiga jenis menurut Undang-Undang No. 24 tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana, yaitu:
32
Asian Resources and Response Network (ADDRN). Terminologi Pengurangan Risiko
Bencana. 2010.
33
Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, Manajemen Bencana (Yogyakarta: Media Pressindo,
1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan,
dan tanah longsor. (Pasal 1 ayat (2))
2. Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. (Pasal 1 ayat (3))
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antarkelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.
(Pasal 1 ayat (4))
Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bencana
merupakan suatu peristiwa yang terjadi secara sengaja dan tidak sengaja yang
pada akhirnya mengganggu dan merugikan kehidupan banyak orang.
II. 2. 3. Penanggulangan Bencana
Manajemen bencana seperti yang didefinsikan Agus Rahmat34
Dan menurutnya, tujuan kegiatan ini adalah untuk mencegah kehilangan
jiwa, mengurangi penderitaan manusia, memberi informasi masyarakat dan pihak , merupakan
seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana,
pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang dikenal sebagai siklus
manajemen bencana.
34
Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, Manajemen Bencana (Yogyakarta: Media Pressindo,
berwenang mengenai risiko, dan mengurangi kerusakan infrastruktur utama, harta
benda dan kehilangan sumber ekonomis.
Adapun Carter35
Dan menurutnya, tujuan dari manajemen bencana di antaranya, yaitu
mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi maupun jiwa yang
dialami oleh perorangan, masyarakat negara, mengurangi penderitaan korban
bencana, mempercepat pemulihan, dan memberikan perlindungan kepada
pengungsi atau masyarakat yang kehilangan tempat ketika kehidupannya
terancam.
mendefinisikan pengelolaan bencana sebagai suatu ilmu
pengetahuan terapan (aplikatif) yang mencari, dengan observasi sistematis dan
analisis bencana untuk meningkatkan tindakan-tindakan (measures) terkait dengan preventif (pencegahan), mitigasi (pengurangan), persiapan, respon darurat
dan pemulihan.
Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
dalam Pasal 1 ayat (6) menyebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan
bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan
pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Dalam Pasal 3 ayat (1) dijelaskan bahwa asas-asas penanggulangan
bencana, yaitu kemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan, keseimbangan, keselarasan, dan keserasian, ketertiban dan
35
Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, Manajemen Bencana (Yogyakarta: Media Pressindo,
kepastian hukum, kebersamaan, kelestarian lingkungan hidup, dan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Di ayat (2) digambarkan prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana,
yaitu cepat dan tepat, prioritas, koordinasi dan keterpaduan, berdaya guna dan
berhasil guna, transparansi dan akuntabilitas, kemitraan, pemberdayaan,
nondiskrimatif dan nonproletisi.
Adapun yang menjadi tujuan dari penanggulangan bencana
(Undang-Undang No. 24 tahun 2007 Pasal 4) , yaitu memberikan perlindungan kepada
masyarakat dan ancaman bencana, menyelaraskan peraturan perundang-undangan
yang sudah ada, menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara
terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh, menghargai budaya lokal,
membangun partisipasi dan kemitraan public serta swasta, mendorong semangat
gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan dan, menciptakan
perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dalam penanggulangan bencana di atas, dapat dilihat bahwa yang
merupakan salah satu prinsip dan tujuan penanggulangan bencana adalah
koordinasi sehingga dapat disimpulkan koordinasi sangat berhubungan erat
dengan penanggulangan bencana melalui tahapan-tahapan yang dilakukan pada
II. 2. 4. Upaya Penanggulangan Bencana
Ada beberapa upaya dalam menanggulangi bencana seperti yang tertulis
dalam Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
yaitu:
1. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman
bencana. (Pasal 1 ayat (6))
2. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna. (Pasal 1 ayat (7))
3. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan
sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya
bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. (Pasal 1 ayat
(8))
4. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana. (Pasal 1 ayat (9))
5. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk
yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, pelindungan,
pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan
6. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada
wilayah pascabencana. (Pasal 1 ayat (11))
7. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan
ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. (Pasal 1 ayat (12))
Dari pengertian-pengertian di atas mengenai beberapa upaya
penanggulangan bencana, maka dapat disimpulkan bahwa ada banyak kegiatan
penanggulangan bencana yang dilakukan untuk mengatasi dan mencegah resiko
bencana terjadi yang bertujuan untuk mengembalikan sumber-sumber daya di
wilayah yang terkena bencana tersebut.
Berikut merupakan tahapan-tahapan bencana yang dibagi menjadi dua
Gambar II. 1.
Lingkaran Tahapan Manajemen Bencana36
Lingkaran manajemen bencana (disaster management cycle) yang terdiri dari dua kegiatan besar. Pertama adalah sebelum terjadinya bencana (pre event) dan kedua adalah setelah terjadinya bencana (post event). Kegiatan setelah terjadinya bencana dapat berupa disaster response/emergency response (tanggap bencana) ataupun disaster recovery. Kegiatan yang dilakukan sebelum terjadinya bencana dapat berupa disaster preparedness (kesiapsiagaan menghadapi bencana) dan disaster mitigation (mengurangi dampak bencana). Ada juga yang menyebut istilah disaster reduction, sebagai perpaduan dari disaster mitigation dan disaster preparedness
Ada beberapa ahli yang menyebutkan istilah tahapan yang berbeda-beda.
Tabel II. 1.
Tahapan Bencana Menurut Para Ahli37
Peneliti Tahapan
Wolensky (1990) • Sebelum bencana (mitigation and preparedness)
• Tanggap darurat (immadiate pre and post
impact)
• Pemulihan jangka dekat (dua tahun)
• Pemulihan jangka panjang (sepuluh tahun)
Waugh (2000) • Peringatan (prevention)
• Perencanaan dan persiapan (planning and
preparedness)
• Tanggapan (response)
• Pemulihan (recovery)
Helsloot dan
Ruitenberg (2004)
• Peringatan (preparedness)
• Emergensi (emergency)
• Pemulihan (recovery)
Menurut UNDP (dalam Purnomo dan Sugiantoro)38, tahapan-tahapan
tersebut dapat dibedakan berdasarkan serangan bencana yang datangnya cepat dan
lambat.
37
Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, Manajemen Bencana (Yogyakarta: Media Pressindo, 2010), hlm. 87.
Gambar II. 2.
Serangan Bencana yang Cepat39 (Fase Pengurangan Resiko Prabencana)
Dampak Bencana
Fase Pemulihan Bencana
Pada gambar di atas, dapat dilihat bagaimana fase serangan bencana yang
cepat. Ketika bencana terjadi dan menimbulkan dampak bencana, maka
tahap-tahap yang segera dilakukan adalah mengirimkan bantuan, rehabilitasi dan
rekonstruksi. Ini merupakan fase pemulihan pasca bencana. Setelah itu
dilanjutkan dengan melakukan mitigasi dan kesiapsiagaan dengan tujuan untuk
kewaspadaan apabila bencana tersebut datang lagi. Dua tahap ini merupakan fase
pengurangan risiko pra-bencana.
39
Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, Manajemen Bencana (Yogyakarta: Media Pressindo, 2010), hlm. 88.
Kesiapan
Mitigasi
Rekonstruksi
Gambar II. 3.
Serangan Bencana yang Lambat40 (Fase Pengurangan Resiko Prabencana)
Dampak Bencana
Fase Pemulihan Bencana
Gambar di atas menunjukkan bagaimana fase serangan bencana yang
lambat. Berbeda dengan fase serangan bencana yang cepat, fase ini dimulai dari
tahap peringatan dini dan peringatan dini ini dilakukan saat bencana terjadi
sehingga menimbulkan tindakan darurat (emergensi) dan pada akhirnya bantuan
datang saat dampak bencana terjadi. Tahap yang dilakukan selanjutnya adalah
rehabilitasi. Ini merupakan fase pemulihan pasca bencana. Karena serangan yang
terjadi lambat dan telah dilakukan peringatan dini sebelumnya, maka kerusakan
yang terjadi pada sarana dan pra sarana tidak terlalu parah sehingga tidak perlu
40
Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, Manajemen Bencana (Yogyakarta: Media Pressindo,
2010), hlm. 88.
Kesiapan
Mitigasi Rehabilitasi
Bantuan Emergensi
dilakukan rekonstruksi. Setelah itu, dilakukanlah tahap mitigasi dan kesiapsiagaan
yang merupakan fase pengurangan risiko pra-bencana.
Dalam bukunya, Purnomo dan Sugiantoro41
Gambar II. 4.
menjelaskan tentang
tahapan-tahapan atau fase-fase dalam bantuan bencana yang dikenal dengan siklus
penanganan bencana (disaster management cycle). Siklus manajemen bencana menggambarkan proses pengelolaan bencana yang pada intinya merupakan
tindakan prabencana, menjelang bencana, saat bencana, dan pascabencana.
Diagram Siklus Pengelolaan Bencana42
Ket: = fokus masalah
41
Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, Manajemen Bencana (Yogyakarta: Media Pressindo,
2010), hlm. 89.
42
Ibid, hlm. 90.
Dampak Becana
Respons/tindakan darurat dan pertolongan
Gambar di atas menunjukkan tahap-tahap yang dilakukan dalam
pengelolaan bencana. Jauh sebelum bencana terjadi, tahap-tahap yang dilakukan
adalah perencanaan dan pengembangan melalui penelitian yang telah dilakukan,
action plan, dan pencegahan. Ketika pra-bencana, tahap-tahap yang perlu
dilakukan adalah melanjutkan pencegahan yang telah dilakukan jauh sebelum
bencana dan mitigasi. Saat menjelang bencana perlu dilakukan persiapan dan
kesiagaan untuk kewaspadaan apabila bencana tiba-tiba terjadi. Ketika bencana
terjadi, maka akan menimbulkan dampak bencana dan harus segera dilakukan
tindakan darurat dan pertolongan. Pasca-bencana dilakukan tahap pemulihan dan
penelitian agar dapat ditemukan solusi bagaimana mencegah dan mengurangi
bencana tersebut datang kembali dalam bentuk perencanaan. Demikianlah siklus
pengelolaan bencana terus berputar.
II. 3. Banjir
Menurut Departemen Komunikasi dan Informatika43 banjir adalah
meluapnya air dari saluran dan menggenangi kawasan sekitranya. Sedangkan
menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana44
43
Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Memahami Bencana (Jakarta:
Departemen Komunikasi dan Informatika RI, 2008), hlm. 29.
banjir adalah dimana suatu
daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam jumlah yang begitu besar.
44
UNDP (United Nations Development Programme) mengatakan bahwa
bencana yang selalu terjadi setiap tahun di Indonesia terutama pada musim hujan.
Berdasarkan kondisi morfologinya, bencana banjir disebabkan oleh relief bentang
alam Indonesia yang sangat bervariasi dari bnayaknya sungai yang mengalir di
antaranya.
Sedangkan Kodoatie dan Sugiyanto45
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa banjir
merupakan mengalirnya air melebihi biasanya yang dapat terjadi secara sengaja
dan tidak sengaja.
mengatakan bahwa penyebab banjir
ada dua kategori, yaitu banjir yang disebabkan oleh sebab-sebab alami dan banjir
yang diakibatkan oleh tindakan manusia. Berikut adalah banjir yang termasuk
sebab-sebab alami diantaranya adalah curah hujan, pengaruh fisiografi, erosi dan
sedimentasi, kapasitas sungai, kapasitas drainasi yang tidak memadai dan
pengaruh air pasang. Dan penyebab banjir yang termasuk sebab-sebab karena
tindakan manusia adalah perubahan kondisi DPS, kawasan kumuh, sampah,
drainasi lahan, bendung dan bangunan air, kerusakan bangunan pengendali banjir
dan perencanaan system pengendalian banjir tidak tepat.
45
II. 4. Defenisi Konsep
Konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk
menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang
menjadi pusat perhatian ilmu sosial.46
Defenisi konsep bertujuan untuk menghindarkan interpretasi ganda atas
variabel yang diteliti. Oleh karena itu, untuk mendapatkan batasan-batasan yang
jelas dari masing-masing konsep yang akan diteliti, maka defenisi konsep dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Koordinasi adalah kerjasama antar unit atau bagian yang menciptakan
keharmonisan kerja dalam melakukan proses kegiatan dalam mencapai
tujuan bersama. Dalam hal ini yang menjadi indikator dari koordinasi
adalah pendelegasian wewenang, pembagian kerja dan komunikasi.
2. Penanggulangan bencana adalah kegiatan yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya bencana, baik bencana yang terjadi karena alam
maupun bencana yang terjadi akibat ulah manusia, melalui beberapa
tahapan yang dilakukan sebelum, pada saat, dan sesudah bencana terjadi.
Dan yang menjadi fokus peneliti adalah pada pasca bencana dengan
tahapan pemberian bantuan, rehabilitasi, rekonstruksi dan perencanaan
jauh sebelum bencana itu terjadi lagi.
46
3. Banjir merupakan mengalirnya air melebihi biasanya yang dapat terjadi
secara sengaja dan tidak sengaja. Dalam hal ini yang menjadi indicator
dari banjir adalah tinggi muka air dan curah hujan.
4. Koordinasi dalam upaya penanggulangan bencana banjir adalah
bagaimana kerjasama antar unit bagian, lembaga intern dan lembaga
ekstern serta masyarakat dalam menciptakan keharmonisan kerja
sehingga tercapailah upaya yang dilakukan untuk menanggulangi bencana
BAB III
METODE PENELITIAN
III. 1. Bentuk Penelitian
Adapun bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan bentuk kualitatif deskriptif. Alasan peneliti menggunakan
penelitian kualitatif adalah karena permasalahan yang terjadi belum jelas, dinamis
dan peneliti ingin memahami situasi sosial secara lebih mendalam sehingga pada
akhirnya menemukan teori yang baru. Menurut Hamidi47
Ciri pokok dari penelitian deskriptif adalah memusatkan perhatian pada
masalah yang ada saat penelitian dilakukan (saat sekarang) atau
masalah-masalah yang bersifat aktual dan menggambarkan fakta-fakta tentang masalah-masalah
yang diselidiki sebagaimana adanya dan diiringi dengan interpretasi rasional. , penelitian kualittif lebih
menggunakan perspektif emik. Peneliti dalam hal ini mengumpulkan data berupa cerita rinci dari para responden dan diungkapkan apa adanya sesuai dengan
bahasa, pandangan para responden.
48
Dalam tradisi penelitian kualitatif, proses penelitian dan ilmu pengetahuan
tidak sesederhana apa yang terjadi pada penelitian kuantitatif, karena sebelun
hasil-hasil penelitian kualitatif memberi sumbangan kepada ilmu pengetahuan,
tahapan penelitian kualitatif melampaui berbagai tahapan berpikir kritis-ilmiah,
47
Hamidi, Metode Penelitian kualitatif (Malang: UMM Press, 2005), hlm. 14.
48
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
yang mana seorang peneliti memulai berpikir secara induktif, yaitu menangkap
berbagai fakta atau fenomena-fenomena social, melalui pengamatan di lapangan,
kemudian menganalisanya dan kemudian berupaya melakukan teorisasi
berdasarkan apa yang diamati itu.49
Dengan bentuk kualitatif deskriptif ini diharapkan dapat memberikan
gambaran dengan jelas mengenai koordinasi Badan Penanggulangan Bencana
Daerah dalam upaya penanggulangan bencana di Provinsi Sumatera Utara.
III. 2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat, yaitu sebagai berikut.
1. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan yang
berada di kantor Sekretariat Daerah Medan KORPRI Kota Medan, Jalan
Raden Saleh No. 9, Medan
2. Dinas Sosial Kota dan Tenaga Kerja Kota Medan, Jalan K. H. Wahid
Hasyim No. 14, Medan
3. Dinas Bina Marga Kota Medan, Jalan Pinang Baris No. 114 C, Medan
4. Dinas Kesehatan Kota Medan, Jalan Rotan - Petisah, Medan
5. Masyarakat Kecamatan Medan Maimun
Alasan memilih tempat lokasi ini adalah karena BPBD Kota Medan
merupakan unit pemeritahan Kota Medan yang melakukan fungsi koordinasi
dalam melakukan upaya penanggulangan bencana di Kota Medan. Sedangkan
49
dalam pemberian bantuan saat dan pasca bencana, BPBD Kota Medan melakukan
koordinasi dan kerja sama dengan beberapa dinas Kota Medan, diantaranya
adalah Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan dan Dinas Kesehatan Kota
Medan.
Sedangkan kita dapat mengetahui penyebab-penyebab banjir di Kota
Medan melalui Dinas Bina Marga Kota Medan karena dinas tersebut mempunyai
tugas dan fungsi dalam membangun dan merawat drainase (saluran air) di Kota
Medan.
Untuk mengetahui bagaimana koordinasi BPBD Kota Medan dan lembaga
lainnya dalam pemberian bantuan ke masyarakat, maka Kecamatan Medan
Maimun menjadi salah satu lokasi penelitian peneliti karena kecamatan tersebut
merupakan korban banjir karena sering dilanda banjir.
III. 3. Informan Penelitian
Menurut Hendarso50
Dalam penelitian kualitatif diperlukan informan penelitian agar setiap
informasi di dapat secara detail oleh peneliti. Maka dalam peneltitian ini, peneliti
menggunakan dua teknik yaitu purposive sampling dan snowball sampling.
, penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk
membuat generalisasi dari hasil penelitian sehingga subjek penelitian telah
tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja.
50