• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan dalam Upaya Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan dalam Upaya Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN KOORDINASI BADAN PENANGGULANGAN

BENCANA DAERAH (BPBD) KOTA MEDAN DALAM

UPAYA PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR

DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Disusun Oleh :

MARINO YENNI CHRISTANTI MARBUN

080903046

DEPARTEMEN STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Motto:

Jangan melihat apa yang ada di belakang kita

Tetapi lihatlah apa yang ada di depa kita

Kupersembahkan untuk:

• Tuhanku, Yesus Kristus, Allah Tri Tunggal, satu-satunya Allah yang patut

untuk disembah

• Kedua orangtua ku yang telah mendidik dan membesarkanku.

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh:

Nama : Marino Yenni Christanti Marbun

Nim : 080903046

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : Peranan Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah

(BPBD) Kota Medan dalam Upaya Penanggulangan Bencana

Banjir di Kota Medan

Medan, 21 Januari 2013

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Ilmu Administrasi Negara

Dra. Asima Yanti Siahaan, MA., PhD Drs. M. HusniThamrinNasution,M.Si NIP: 196401261988032002 NIP: 196401081991021001

Dekan

FISIP USU MEDAN,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus, Allah

yang setia, Allah yang selalu menemani dan memberi kekuatan kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat guna

memenuhi program studi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dalam

Departemen Ilmu Administrasi Negara dengan konsentrasi Administrasi

Pembangunan di Universitas Sumatera Utara.

Penulis menerima banyak bantuan baik secara moral maupun materil,

sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Peranan Koordinasi Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan dalam Upaya

Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan” dapat diselesaikan. Kepada my daddy (S. Marbun, S.E., M.M) dan my mommy (R. Manurung), penulis sangat berterima kasih atas doa dan dukungan yang tiada hentinya yang diberikan kepada

penulis. Thank you, mom and dad, I’m proud to be your daughter. 

Untuk menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak bekerja sendiri. Banyak

pihak-pihak yang membantu penulis saat proses penyelesaian skripsi ini. Maka,

penulis ingin berterima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Baddaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu

Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Asima Yanti Siahaan, MA., PhD, selaku dosen pembimbing yang

penuh dengan kesabaran membimbing penulis.

4. Semua pegawai di BPBD Kota Medan, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja

Kota Medan, Dinas Kesehatan Kota Medan, Dinas Bina Marga Kota

Medan, Kantor Kecamatan Medan Maimun dan warga Kecamatan Medan

Maimun yang tidak bisa saya sebutkan satu-satu namanya. Terima kasih

atas bantuannya selama proses pengerjaan skripsi saya. Tuhan

(5)

5. My sista, Diessy Novida Rotua Marbun, S.KM, terima kasih buat doa dan dukungan serta pengertian yang diberikan kepada penulis.

6. My nephews, Daiya (Ryan Hezekiah) dan Ichi (Darius Ben Ezra), buat hiburan yang diberikan kepada penulis atas kelucuannya. Hehe…

7. KTB Vocatio Dei (Rosmeri, Marintan, Grace, Evlin, Kak Doris dan Kak

Riama), terima kasih buat doa dan perhatian yang diberikan kepada

penulis. Kalian keluarga pertama rohani-ku yang paling aku sayangi. Buat

Evlin, penulis doakan segera menyusul yaa… amin…

8. KK The True Worshippers (Erin, Ester, Feby dan Rati), terima kasih buat

doa, dukungan dan kehadiran kalian di hidup kakak dan menjadi keluarga

rohani kedua ku. Tetap semangat ya dekk q… luph u…

9. Bobsiezt (May, Che, Cuyut, Tika), terima kasih untuk selalu ada buat ku

and be my “bebep”. You are my bestfriend and I hope all of our dreams will come true… 

10.The CoffeCinoGirlz (secret - some people who can’t be named), terima kasih buat doa dan dukungannya. Semoga yang lain bisa menyusul yaa…

Miss you, all.. Aku juga kangen ngopi bareng kalian lagi dan membicarakan kopi masing-masing, CinoZ…hehe

11.Eda Eda Community (Dak Shinta, dak Betty, Dak Rasna, Dak Siska, dak

Eva, Dak Juli, dan edak-edak yang lain yang tidak bisa disebutkan

namanya satu-satu)… terima kasih sudah menjadi edak ku… hahaha…

12.LoveCream (Marlina, Rizky Novira, Hijria, Ocien, Ozi, dan Abdul), terima kasih buat dukungan kalian semua dan selalu menyempatkan waktu

buat ngumpul bareng walau sebentar…

13.Sahabat Doa ku (Marlina, Marliana, Jessy, Boy), terima kasih buat doa

yang pada akhirnya menguatkanku hingga sampai saat ini.

14.Teman-teman magang Desa Sei Silau (Tina, Qomariah, Rosmeri,

Marintan, Cindy, Nia, Juliana, Alex, Jhon Ricky, Jhom Henry, Ifri,

Bambang). Tetap semangat ya teman-teman… 

15.Teman-teman AN 08 yang sudah beterbangan kemana-mana dan yang

(6)

16.Keluarga dan teman-temanku yang lain yang tidak disebutkan namanya…

Terima kasih yaa…

Harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan

pembangunan di Kota Medan. Amin. Tuhan Yesus memberkati.

Medan, 21 Januari 2013

(7)

ABSTRAKSI

Peranan Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD Kota Medan dalam Upaya Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan

Nama : MARINO YENNI CHRISTANTI MARBUN

NIM : 080903046

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Dosen Pembimbing : Dra. Asima Yanty S.Siahaan, M.A., Ph.D.

Hujan adalah bencana alam yang sering terjadi di Kota Medan bahkan sampai menyebabkan banjir. Salah satu kecamatan yang menjadi korban saat bencana banjir melanda adalah Kecamatan Medan Maimun. Oleh karena itu, Kota Medan membutuhkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan yang memiliki tupoksi dalam upaya penanggulangan bencana Namun, BPBD Kota Medan masih sulit mencegah bahkan mengatasi banjir di Kota Medan karena koordinasi yang tidak maksimal dengan instansi pemerintah memiliki tupoksi yang berkaitan dengan masalah banjir, khususnya pada tahap saat bencana dan pasca bencana.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana BPBD Kota Medan melaksanakan koordinasi dalam upaya penanggulangan bencana banjir di Kota Medan bersama Dinas-Dinas Pemerintah Kota Medan dan masyarakat Kecamatan Medan Maimun sebagai salah satu korban banjir di Kota Medan.

Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan wawancara dan observasi. Teknik pengambilan subyek penelitian yakni dengan menggunakan teknik purposive sampling dan snowball sampling. Dari teknik ini diperoleh 5 informan kunci, yang terdiri dari Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kota Medan, Kepala Bidang Pelayanan Sosial Dinsosnaker Kota Medan, Kepala Seksi Pembinaan Daerah Kumuh dan Penanggulangan Bencana Dinsosnaker Kota Medan, Kepala Seksi Wabah dan Bencana Dinkes Kota Medan dan Kepala Seksi Pembangunan Drainase Dinas Bina Marga Kota Medan serta beberapa informan utama dari masyarakat Kecamatan Medan Maimun. Wawancara dan observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka didapat beberapa temuan penelitian, antara lain BPBD Kota Medan memang belum melakukan koordinasi sesuai dengan tupoksi karena anggaran dari pemerintah pusat turun pada tahun 2013. Koordinasi yang dilakukan BPBD Kota Medan ke Dinas-Dinas Pemerintah Kota Medan bersifat arahan/himbauan berupa surat. Koordinasi pemerintah Kota Medan dalam pemberian banttuan logistik kepada masyarakat korban banjir (Kecamatan Medan Maimun) berjalan cukup baik karena kurang sistematis pembagian bantuan logistik di kelurahan. Saran peneliti diharapkan agar semakin meningkatkan komunikasi antar instansi dan mengingat kembali prinsip-prinsip koordinasi agar dapat berjalan dengan baik dan sistematis.

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………. iii

ABSTRAKSI………... vi

DAFTAR ISI……… vii

DAFTAR TABEL……… xi

DAFTAR GAMBAR………... xii

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang……… 1

I.2. Fokus Masalah……… 10

I.3. Perumusan Masalah……… 10

I.4. Tujuan Penelitian……… 11

I.5. Manfaat Penelitian……….. 11

I.6. Sistematika Penulisan……….. 12

BAB II KERANGKA TEORI II. 1. Koordinasi……….. 14

II. 1. 1. Pengertian Koordinasi……….. 14

II. 1. 2. Ciri-Ciri Koordinasi……….. 16

II. 1. 3. Jenis-Jenis Koordinasi……….. 17

II. 1. 4. Prinsip-Prinsip Koordinasi……… 18

II. 1. 5. Mekanisme dan Proses Koordinasi………... 19

II. 1. 6. Hambatan dalam Pengkoordinasian………... 21

(9)

II. 2. 1. Penanggulangan……… 22

II. 2. 2. Bencana………. 24

II. 2. 3. Penanggulangan Bencana………. 25

II. 2. 4. Upaya Penanggulangan Bencana……….. 28

II. 3. Banjir……….. 35

II. 4. Defenisi Konsep………. 37

BAB III METODE PENELITIAN III. 1. Bentuk Penelitian………. 39

III. 2. Lokasi Penelitian……….. 40

III. 3. Informasn Penelitian………. 41

III. 4. Teknik Pengumpulan Data……… 43

III. 5. Teknik Analisis Data………. 44

III. 6. Implementasi Pengujian Keabsahan Data………. 46

III. 7. Implementasi dalam Penelitian………. 47

III. 8. Etika Penelitian………. 49

BAB IV TEMUAN PENELITIAN IV. 1. Pemerintah Kota Medan………... 51

IV. 1. 1. Gambaran Umum………. 51

IV. 1. 2. Visi dan Misi……… 52

IV. 1. 3. Struktur Organisasi Pemerintah Kota Medan…….. 54

IV. 1. 4. Pemerintah dan Fungsinya………... 55

IV. 2. Kecamatan Medan Maimun……… 58

(10)

IV. 2. 2. Pemerintahan……….. 59

IV. 2. 3. Penduduk dan Tenaga Kerja……… 59

IV. 2. 4. Visi dan Misi………... 62

IV. 2. 5. Struktur Organisasi……….. 63

IV. 3. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan 64 IV. 3. 1. Sejarah Berdirinya BPBD Kota Medan……… 64

IV. 3. 2. Visi dan Misi………. 65

IV. 3. 3. Profil BPBD Kota Medan………. 66

IV. 3. 4. Struktur Organisasi………... 68

IV. 3. 5. Tugas Pokok dan Fungsi……….. 69

IV. 4. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan………. 85

IV. 4. 1. Visi dan Misi……… 85

IV. 4. 2. Struktur Organisasi……….. 86

IV. 4. 3. Tugas Pokok dan Fungsi……….. 87

IV. 5. Dinas Kesehatan Kota Medan………... 89

IV. 5. 1. Visi dan Misi……… 89

IV. 5. 2. Struktur Organisasi……….. 90

IV. 5. 3. Tugas Pokok dan Fungsi……….. 91

IV. 6. Taruna Siaga Bencana (TAGANA)……….. 93

IV. 7. Dinas Bina Marga………. 95

IV. 7. 1. Visi dan Misi……… 95

IV. 7. 2. Struktur Organisasi……….. 97

(11)

BAB V ANALISA TEMUAN

V. 1. Penyebab Bencana Banjir……… 100

V. 2. Koordinasi dalam Upaya Penanggulangan Bencana pada Saat

Bencana……… 103

V. 2. 1. Koordinasi Intern………. 103

V. 2. 2. Koordinasi Ekstern……….. 108

V. 3. Koordinasi dalam Upaya Penanggulangan Bencana pada Pasca

Bencana……… 116

V. 3. 1. Koordinasi Intern……… 116

V. 3. 2. Koordinasi Ekstern………. 117

V. 4. Hambatan dalam Pengkoordinasian Upaya Penanggulangan

Bencana……… 118

V. 5. Strategi Mengatasi Hambatan Pengkoordinasian dalam Uoaya

Penanggulangan Bencana………. 121

BAB VI PENUTUP

VI. 1. Kesimpulan……….. 125

VI. 2. Saran………... 126

DAFTAR PUSTAKA

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel I. 1. Data Kejadian Bencana Banjir di Indonesia Tahun 1979-2009… 2

Tabel II. 1. Tahapan Bencana Menurut Para Ahli………. … 31

Tabel IV. 1. Luas Wilayah dirinci per Kelurahan di Kecamatan Medan Maimun

Tahun 2010………. 58

Tabel IV. 2. Banyaknya Rumah Tangga, Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan

Kepadatan Penduduk per Km dirinci menurut Kelurahan di

Kecamatan Medan Maimun Tahun 2010……… 60

Tabel IV. 3. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dirinci Menurut Kelurahan

di Kecamatan Medan Maimun Tahun 2010……… 61

Tabel IV. 4. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di

Kecamatan Medan Maimun Tahun 2010……… 62

Tabel IV. 5. Data Jumlah SDM BPBD Kota Medan………. 66

Tabel V. 1. Data Obat-Obatan yang Diberikan Dinas Kesehatan Kota Medan 113

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar II. 1. Serangan Bencana yang Cepat……… 24

Gambar II. 2. Serangan Bencana yang Lambat………. 25

Gambar II. 3. Diagram Siklus Pengelolaan Bencana……… 26

Gambar IV. 1. Struktur Organisai Pemerintah Kota Medan……… 54

Gambar IV. 2. Struktur Organisai Kecamatan Medan Maimun………….. 63

Gambar IV. 3. Struktur Organisai BPBD Kota Medan……… 68

Gambar IV. 4. Struktur Organisai Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan……… 86

Gambar IV. 5. Struktur Organisai Dinas Kesehatan Kota Medan………... 90

Gambar IV. 6. Struktur Organisai Dinas Bina Marga Kota Medan………. 97

Gambar V. 1. Kondisi Banjir di Kecamatan Medan Maimun……….. 102

Gambar V. 2. Tahap Koordinasi Pencegahan Bencana BPBD Kota Medan 106 Gambar V. 3. Pemberian Bantuan Logistik kepada Korban Banjir Melalui Kecamatan……….. 109

(14)

ABSTRAKSI

Peranan Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD Kota Medan dalam Upaya Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan

Nama : MARINO YENNI CHRISTANTI MARBUN

NIM : 080903046

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Dosen Pembimbing : Dra. Asima Yanty S.Siahaan, M.A., Ph.D.

Hujan adalah bencana alam yang sering terjadi di Kota Medan bahkan sampai menyebabkan banjir. Salah satu kecamatan yang menjadi korban saat bencana banjir melanda adalah Kecamatan Medan Maimun. Oleh karena itu, Kota Medan membutuhkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan yang memiliki tupoksi dalam upaya penanggulangan bencana Namun, BPBD Kota Medan masih sulit mencegah bahkan mengatasi banjir di Kota Medan karena koordinasi yang tidak maksimal dengan instansi pemerintah memiliki tupoksi yang berkaitan dengan masalah banjir, khususnya pada tahap saat bencana dan pasca bencana.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana BPBD Kota Medan melaksanakan koordinasi dalam upaya penanggulangan bencana banjir di Kota Medan bersama Dinas-Dinas Pemerintah Kota Medan dan masyarakat Kecamatan Medan Maimun sebagai salah satu korban banjir di Kota Medan.

Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan wawancara dan observasi. Teknik pengambilan subyek penelitian yakni dengan menggunakan teknik purposive sampling dan snowball sampling. Dari teknik ini diperoleh 5 informan kunci, yang terdiri dari Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kota Medan, Kepala Bidang Pelayanan Sosial Dinsosnaker Kota Medan, Kepala Seksi Pembinaan Daerah Kumuh dan Penanggulangan Bencana Dinsosnaker Kota Medan, Kepala Seksi Wabah dan Bencana Dinkes Kota Medan dan Kepala Seksi Pembangunan Drainase Dinas Bina Marga Kota Medan serta beberapa informan utama dari masyarakat Kecamatan Medan Maimun. Wawancara dan observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka didapat beberapa temuan penelitian, antara lain BPBD Kota Medan memang belum melakukan koordinasi sesuai dengan tupoksi karena anggaran dari pemerintah pusat turun pada tahun 2013. Koordinasi yang dilakukan BPBD Kota Medan ke Dinas-Dinas Pemerintah Kota Medan bersifat arahan/himbauan berupa surat. Koordinasi pemerintah Kota Medan dalam pemberian banttuan logistik kepada masyarakat korban banjir (Kecamatan Medan Maimun) berjalan cukup baik karena kurang sistematis pembagian bantuan logistik di kelurahan. Saran peneliti diharapkan agar semakin meningkatkan komunikasi antar instansi dan mengingat kembali prinsip-prinsip koordinasi agar dapat berjalan dengan baik dan sistematis.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Beberapa tahun belakangan ini Indonesia banyak ditimpa musibah

bencana alam. Data dari Badan PBB untuk Strategi Internasional Pengurangan

Risiko Bencana (UN-ISDR) menyebutkan bahwa Indonesia berada dalam posisi

puncak dunia dari ancaman tsunami. Mereka juga menyebutkan bahwa dalam

paparan terhadap penduduk atau jumlah manusia yang ada di daerah yang

mungkin kehilangan nyawa karena bencana, Indonesia sangat tinggi risiko

bencananya. Dalam bencana Tsunami, Indonesia menempati rangking 1 dari 265

negara dengan jumlah 5.402.239 orang yang akan terkena dampaknya. Bencana

197.372 orang yang akan terkena dampaknya. Bencana

Indonesia menempati rangking 3 dari 153 negara dengan jumlah 11.056.806 orang

yang akan terkena dampaknya. Dan bencan

rangking 6 dari 162 negara dengan jumlah 1.101.507 orang yang akan terkena

dampaknya.1

Pada tahun 2011, bencana di Indonesia terjadi sekitar 1.598 kejadian

bencana. Data ini masih sementara karena belum seluruhnya data di

kementerian/lembaga dan pemerintah daerah terkumpul. Jumlah orang meninggal

1

(16)

dan hilang mencapai 834 orang. Menderita dan mengungsi 325.361 orang. Rumah

rusak berat 15.166 unit, rusak sedang 3.302 unit dan rusak ringan 41.795 unit.

Dari 1.598 kejadian bencana tersebut, sekitar 75% adalah bencana

hidrometerologi. Sedangkan bencana geologi seperti gempabumi, tsunami dan

gunung meletus masing-masing terjadi 11 kali (0,7%), 1 kali (0,06%) dan 4 kali

(0,2%). Dampak yang ditimbulkan oleh gempabumi 5 orang meninggal dan

rumah rusak sebanyak 7.251 unit. Berdasarkan jumlah kejadian terbanyak, paling

banyak adalah banjir (403 kejadian), kemudian kebakaran (355), dan puting

beliung (284). Puting beliung merupakan fenomena kejadian yang terus

meningkat secara tajam jumlah kejadiannya dalam 10 tahun terakhir. Hal ini

sangat berkaitan dengan perubahan iklim global dan lingkungan. Berdasarkan

korban meninggal dan hilang, kecelakaan transportasi kapal mendominasi

dibandingkan dengan bencana lain.2

Berikut data kejadian bencana banjir yang terjadi di Indonesia sejak tahun

1979-2009.

Tabel I. 1.

Data Kejadian Bencana Banjir di Indonesia Tahun 1979-20093

No. Nama Provinsi Jumlah Kejadian

1.

Waspada Online, 1 Januari 2012 diakses pada tanggal 18 Juli 2012 pukul 22:06 WIB 3

(17)

4.

D. I. Yogyakarta

D. K. I. Jakarta

Kep. Bangka Belitung

Kepulauan Riau

Lampung

Maluku

Maluku Utara

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur

(18)

27.

Berdasarkan data kejadian bencana banjir yang diperoleh dari BNPB sejak

tahun 1979-2009 di atas, dapat dilihat bahwa Provinsi Jawa Tengah berada pada

posisi pertama untuk kejadian bencana banjir yang terbanyak dengan jumlah

kejadian sebanyak 337 kejadian dan Provinsi Papua Barat berada pada peringkat

terakhir dengan keterangan tidak ada kejadian banjir. Sedangkan untuk Provinsi

Sumatera Utara sendiri berada pada peringkat empat untuk kejadian bencana

banjir yang terbanyak dengan jumlah kejadian sebanyak 175 kejadian. Kejadian

banjir tersebut terjadi di ibu kota Provinsi Sumatera Utara, yaitu di Kota Medan.

Kota Medan beberapa tahun belakangan ini sering diguyur hujan dan

terkadang menyebabkan banjir. Banyak pendapat yang mengatakan apa yang

menjadi penyebab banjir tersebut. Daya serap tanah di kota Medan rendah

sehingga menjadi salah satu faktor penyebab banjir juga. Dalam artikel itu, ada

beberapa data laporan terhadap banjir Kota Medan yang disusun oleh Balai

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP DAS), yaitu untuk tahun 2008 hingga

(19)

dan penggunaan lahan di sepanjang DAS. Di DAS Deli, dari data disebutkan

terjadi peningkatan yang cukup signifikan oleh pemukiman dan pertanian lahan

kering. Untuk 2008 tercatat 12.830.026 hektar (28,90%) dan meingkat menjadi

13.650.144 hektar (28,86%) lahan DAS yang digunakan. Selain itu, juga terjadi

peningkatan luasan pada tanah terbuka juga sawah di sepanjang kawasan DAS

Deli. Dengan kondisi tanah kering, dan dihujani terus, sedang daya serap tanahnya

rendah dan air limpasan lebih tinggi dari yang mampu diserap, menyebabkan air

meluap karena sungai tidak mampu lagi mengaliri air.4

Banjir di Kota Medan disebabkan oleh faktor alam dan fator non-alam.

Penjelasan di atas merupakan penyebab banjir yang disebabkan oleh faktor alam

sedangkan yang merupakan factor non-alam, yaitu Medan belum mempunyai

masterplan dan manajemen drainase. Proyek drainase sudah lama menjadi proyek yang dikerjakan oleh salah satu dinas kota Medan tetapi hingga saat ini

pengerjaannya terkesan mubazir karena kota Medan masih mengumpulkan data

base serta melakukan pembenahan internal untuk penyusunan masterplan tersebut.

Medan memiliki dua saluran drainase alami besar (Sei Deli dan Sei Belawan) dan

satu buatan. Masih ada lagi saluran alami lainnya yang membelah kota Medan

seperti Sei Bandera, Sei Sikambing, Sei Putih, Sei Babura, dan Sei Sulang-Saling.

Sayang sekali tidak dimanfaatkan dengan baik.5

Oleh karena factor-faktor di atas, maka banjir yang hebat pun terjadi di

Kota Medan. Seperti yang terjadi pada tanggal 5 Januari 2011 pukul 23.00 WIB.

4

Medan Bisnis, 26 Mei 2011 diakses pada tanggal 20 Juni 2012 pukul 22:55 WIB

5

(20)

Banjir yang mencapai empat meter itu menggenangi ribuan rumah penduduk yang

terdapat di sebelas kecamatan di Kota Medan, yaitu Kecamatan Medan Maimun,

Kecamatan Medan Labuhan, Kecamatan Medan Deli, Kecamatan Medan

Helvetia, Kecamatan Medan Sunggal, Kecamatan Medan Petisah, Kecamatan

Medan Johor, Kecamatan Medan Baru, Kecamatan Medan Selayang, Kecamatan

Medan Marelan, dan Kecamatan Medan Polonia.6

Banjir yang hebat juga terjadi tanggal 1 April 2011. Banjir mulai terjadi

pada tanggal 31 Maret 2011 pada pukul 22.00 WIB dan mulai naik pada tanggal 1

April 2011 pada pukul 02.00 WIB dengan ketinggian sekitar 2-4 meter. Ada 11

kecamatan yang menjadi korban banjir saat itu, yaitu Medan Tuntungan, Medan

Selayang, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Petisah, Medan Johor, Medan

Barat, Medan Helvetia, Medan Maimun, Medan Labuhan, dan Medan Belawan.7

Data berikutnya yaitu ada 7241 KK atau 26.959 jiwa yang menjadi korban

banjir saat itu. Menurut data dari Dinas Pendidikan Kota Medan, ada 43 unit

gedung sekolah yang terkena banjir, yaitu 28 SD, 4 SMP, 9 SMA, dan 6 SMK.8

Kecamatan Medan Maimun merupakan salah satu kecamatan di Medan

yang selalu menjadi korban saat bencana banjir melanda. Saat banjir melanda

Kota Medan pada tanggal 5 Januari 2011 lalu, wilayah Kecamatan Medan

Maimun menjadi kawasan terparah. Enam kelurahan di Kecamatan Medan

Maimun semuanya terendam banjir. Keenamnya dilintasi aliran Sungai Deli. Dari

data sementara, di Kelurahan Kampung Baru ada 920 rumah terendam, di

6

Waspada Online, 6 Januari 2011 diakses pada tanggal 18 Juli 2012 pukul 22:00 WIB

7

Waspada Online, 2 April 2011 diakses pada tanggal 20 Juni 2012 pukul 22:51 WIB

8

(21)

Kelurahan Jati 20 rumah terendam, di Kelurahan Sukaraja 138 rumah, di

Kelurahan Aur 687 rumah, di Kelurahan Hamdan 430 rumah, dan Kelurahan Sei

Mati 628 rumah. Tinggi air yang melanda kecamatan yang berada di tengah kota

ini mencapai 2,5 meter.9

Bukan hanya itu, hujan lebat yang terjadi pada tanggal 16 Mei 2012

kembali merendam Kecamatan Medan Maimun. Berdasarkan data kecamatan

Medan Maimun di Kelurahan Aur terdapat 456KK, Kelurahan Sukaraja 83KK,

Kelurahan Sei Mati 812KK, Kelurahan Jati 15KK, Kelurahan Hamdan 220KK

dan Kelurahan Kampung Baru 343KK. Berarti ada total 1929 KK yang terendam

banjir akibat hujan lebat tersebut.10

Melihat data di atas, dapat dikatakan bahwa Indonesia, khususnya Kota

Medan membutuhkan upaya penanggulangan bencana yang ditangani oleh Badan

Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD) untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota.

Namun dalam penanganan bencana, berbagai kalangan menilai kinerja

BNPB sangat lambat dan tidak maksimal. Ketua Komisi VIII Abdul Kadir

Karding menyatakan pemerintah daerah dinilai kurang tanggap dan kurang cepat,

baik dalam pendataan tempat-tempat pengungsian maupun distribusi logistik yang

diperlukan di pengungsian.

“Sesungguhnya, logistik kebutuhan pengungsi melimpah, namun pemerintah daerah kurang cepat. Akibatnya sejumlah titik pengungsian justru terancam kelaparan,” tegasnya, usai rapat

9

Kompas, 6 Januari 2011 diakses pada tanggal 18 Juli 2012 pukul 21:45

10

(22)

evaluasi penanganan bencana Merapi, di kantor Bakorwil II Magelang, Jumat.11

Oleh karena itu, pihaknya menginginkan peran TNI dan Polri untuk

menjamin kecepatan dan kelancaran distribusi logistik hingga sampai di

penampungan pengungsi.

“Kami memandang perlu perbaikan di lapangan, khusunya dalam hal koordinasi, komunikasi serta mekanisme distribusi logistic. Sehingga hasilnya bisa lebih maksimal,” imbuhnya.12

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengakui kelambanan

dan tidak meratanya distribusi logistik pengungsi ini disebabkan oleh fungsi

pemerintah kabupaten (Pemkab) yang tidak maksimal. Akibatnya, beberapa

tempat pengungsian masih mengalami kekurangan, bahkan ribuan pengungsi

terancam kelaparan, meski logistik bantuan ini menumpuk.

Gondo Radityo Gambiro, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, berpendapat

bahwa memang BNPB berperan mengendalikan penanganan bencana di lapangan,

tapi kenyataannya, BNPB kesulitan melakukan fungsi koordinasi.13

Kota Medan merupakan kota yang belakangan ini sering dilanda bencana

banjir. Maka, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan

membuat program-program yang berisikan upaya dalam penanggulangan

bencana. Namun, dalam melaksanakan program-programnya dalam

menanggulangi bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota

11

12

Ibid.

13

(23)

Medan memerlukan adanya koordinasi terkhusus dalam tahap-tahap

penanggulangan bencana.

Pentingnya koordinasi adalah untuk menghindarkan kedenderungan

pemisahan diri dari unit-unit yang dibentuk sebagai akibat adanya spesialisasi

fungsi (pembagian habis tugas menjadi fungsi-fungsi) di dalam organisasi.14

BPBD Kota Medan masih sulit mencegah bahkan mengatasi banjir di

Kota Medan dikarenakan kurangnya koordinasi dengan dinas-dinas ataupun

badan lain yang ada hubungannya dengan masalah banjir. BPBD Kota Medan

sendiri masih kekurangan pegawai di dalamnya sehingga sulit dalam mengerjakan

apa yang menjadi tugas pokok dan fungsi BPBD tersebut.

Dalam Peraturan Walikota Medan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rincian Tugas

Pokok dan Fungsi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan Pasal 5

tertulis salah satu fungsi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota

Medan adalah pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana

secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis tertarik untuk melihat

sejauh mana koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota

Medan dalam upaya penanggulangan bencana banjir di kota Medan.

14

(24)

I. 2. Fokus Masalah

Dilihat dari latar belakang, maka yang menjadi fokus masalah penulis

adalah bagaimana koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

Kota Medan dalam upaya penanggulangan bencana, khususnya koordinasi BPBD

Kota Medan dalam tahapan upaya penanggulangan bencana banjir, yaitu pada

pasca bencana, dengan Dinas-dinas Kota Medan yang bekerja sama dengan

BPBD Kota Medan dalam menanggulangi bencana banjir yang terjadi di Kota

Medan.

Peneliti juga telah meneliti ke salah satu lokasi kejadian dimana banjir

hebat pernah terjadi sehingga peneliti mendapat keterangan yang lengkap, bukan

hanya dari pihak pemerintah tetapi juga dari pihak masyarakat yang pernah

mengalami bencana banjir dan menjadi korban dalam bencana banjir tersebut.

Melalui keterangan kedua pihak tersebut, peneliti mendapat informasi mengenai

apa yang menjadi hambatan BPBD Kota Medan dalam melakukan koordinasi dan

apa yang menjadi strategi dan solusi BPBD Kota Medan dalam mengatasi

miskoordinasi tersebut pada pasca bencana banjir di Kota Medan.

I.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan fokus masalah di atas, maka penulis menentukan perumusan

(25)

“Bagaimanakah Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah

(BPBD) Provinsi Sumatera Utara dalam Upaya Penanggulangan Bencana Banjir

di Kota Medan?”

I. 4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah

(BPBD) Provinsi Sumatera Utara dalam upaya penanggulangan bencana

banjir di Kota Medan, terkhusus pada pasca bencana.

2. Untuk mengetahui apakah yang menjadi penghambat koordinasi dalam

tahapan upaya penanggulangan bencana pada pasca bencana banjir, baik

dalam organisasi internal maupun organisasi eksternal yang berkaitan dalam

upaya penanggulangan bencana.

3. Untuk mengetahui strategi dan solusi BPBD Kota Medan dalam mengatasi

miskoordinasi dalam upaya penanggulangan bencana banjir.

I.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini

adalah:

1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan usaha untuk meningkatkan

(26)

teori-teori yang telah diperoleh oleh penulis selama di perkuliahan di

Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Unibersitas Sumatera Utara.

2. Bagi FISIP USU, penelitian ini bermanfaat sebagai referensi bagi mahasiswa

yang tertarik dalam bidang ini.

3. Bagi Pemerintah, khususnya Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota

Medan, penelitian ini bermanfaat sebagai masukan dalam mengkoordinir

upaya Penanggulangan Bencana di Provinsi Sumatera Utara.

I. 6. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, fokus masalah, perumusan

masalah, tujuan, dan manfaat penelitian.

BAB II KERANGKA TEORI

Bab ini memuat tentang teori-teori yang dipakai, seperti

koordinasi, upaya penanggulangn bencana, dan banjir.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan

penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, rencana

(27)

BAB IV TEMUAN PENELITIAN

Bab ini memuat gambaran lokasi penelitian berupa sejarah, visi,

misi, tugas pokok, fungsi dan struktur organisasi serta hasil

penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang

dianalisis.

BAB V ANALISA TEMUAN

Bab ini memuat kajian dan analisa data yang diperoleh dari lokasi

penelitian.

BAB VI PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian

(28)

BAB II

KERANGKA TEORI

Dalam melengkapi penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, maka

peneliti akan menjelaskan kerangka teori (landasan teori) yang merupakan

landasan berpikir dari penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti sehingga

tergambarlah masalah yang disoroti oleh peneliti.

II. 1. Koordinasi

II. 1. 1. Pengertian Koordinasi

Menurut Pearce II dan Robinson yang dimaksud dengan koordinasi adalah

integrasi dari kegiatan-kegiatan individual dan unit-unit ke dalam satu usaha

bersama yaitu bekerja ke arah tujuan bersama.15 Sedangkan menurut Stoner

koordinasi adalah proses penyatu-paduan sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan

dari unit-unit yang terpisah (bagian atau bidang fungsional) dari sesuatu

organisasi untuk mncapai tujuan organisasi secara efisien.16

Dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa koordinasi merupakan

pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang mempunyai tujuan bersama yang menjadi

sasaran dari kegiatan tersebut.

15

Ulber Silalahi, Pemahaman Praktis Asas-Asas Manajemen (Bandung: Mandar Maju), hlm. 242.

16

Dann Sugandha, Koordinasi, Alat Pemersatu Gerakan Administrasi (Jakarta: Intermedia, 1991),

(29)

Sedangkan Brech, memberikan pengertian koordinasi adalah

mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan

pekerjaan yang cocok kepada masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu

dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu

sendiri.17

Fayol, menjelaskan bahwa coordinate (koordinasi) dalam bahasa Arab “Tanssiq”: yaitu usaha untuk mengharmoniskan dalam rangkaian struktur yang

ada. Pada hakekatnya, yang dikoordinir itu adalah manusianya.

18

Fayol juga

menambahkan bahwa koordinasi yang merupakan salah satu unsur manajemen

mengartikan bahwa koordinasi adalah penggabungan usaha dan peraturan semua

kegiatan perusahaan agar sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan.19

Dalam melakukan koordinasi, diperlukan adanya kerja sama antar anggota

yang pada akhirnya menimbulkan keharmonisan kerja sehingga tidak adanya

pekerjaan yang tumpang tindih antara yang satu dengan yang lain dan semua

usaha dan kegiatan yang dilakukan bgerjalan sesuai dengan peraturan yang sudah

ditetapkan.

Menurut PP No. 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi

Vertikal di Daerah Pasal 1 ayat (1), koordinasi adalah upaya yang dilaksanakan

oleh Kepala Wilayah guna mencapai keselarasan, keserasian dan keterpaduan baik

17

S. P. Melayu Hasibuan, Manajemen Pasar, Pengetian dan Masalah (Bandung: Bumi Aksara,

2001), hlm. 85.

18

Azhar Arsyad, Pokok-Pokok Manajemen, Pengetahuan Praktis Bagi Pimpinan dan Eksekutif

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 15.

19

Moekijat, Dasar-Dasar Administrasi dan Manajemen Perusahaan (Bandung: Mandar Maju,

(30)

perencanaan maupun pelaksanaan tugas serta kegiatan semua Instansi Vertikal,

dan antara Instansi Vertikal dengan Dinas Daerah agar tercapai hasil guna dan

daya guna yang sebesar-besarnya.

Dari beberapa pengetian koordinasi di atas dapat disimpulkan bahwa

koordinasi adalah kerjasama antar unit atau bagian yang menciptakan

keharmonisan kerja dalam melakukan proses kegiatan dalam mencapai tujuan

bersama.

II. 1. 2. Ciri-ciri Koordinasi

Handayaningrat20

Selanjutnya, adanya pengaturan usaha kelompok secara teratur. Hal ini

disebabkan koordinasi adalah konsep yang diterapkan di dalam kelompok, bukan

terhadap usaha individu tetapi sejumlah individu yang bekerja sama di dalam

kelompok untuk tujuan bersama. Dan didukung oleh adanya konsep kesatuan mengatakan yang menjadi ciri-ciri koordinasi adalah

sebagai berikut. Yang pertama adalah tanggung jawab koordinasi terletak pada

pimpinan. Oleh karena itu, koordinasi adalah menjadi wewenang dan tanggung

jawab dari pimpinan. Dikatakan bahwa pimpinan yang berhasil, karena telah

melakukan koordinasi dengan baik. Yang kedua adalah koordinasi adalah suatu

usaha kerjasama. Hal ini disebabkan karena kerjasama merupakan syarat mutlak

terselenggaranya koordinasi dengan sebaik-baiknya. Lalu koordinasi adalah

proses kerja yang terus-menerus, artinya suatu proses yang bersifat

kesinambungan dalam rangka tercapainya tujuan organisasi.

20

Soewarno Handayaningrat, Administrasi Pemerintahan dalam Pembangunan Nasional (Jakarta:

(31)

tindakan. Kesatuan tindakan adalah inti dari koordinasi. Hal ini berarti bahwa

pimpinan harus mengatur usaha-usaha/tindakan-tindakan dari setiap kegiatan

individu yang bekerjasama sehingga diperoleh adanya keserasian di dalam

mencapai hasil bersama. Dan memiliki tujuan organisasi, yaitu tujuan bersama

(common purpose). Kesatuan usaha/tindakan manusia/kesadaran/pengertian kepada semua individu, agar ikut serta melaksanakan tujuan bersama sebagai

kelompok dimana mereka bekerja.

Dari ciri-ciri di atas, dapat disimpulkan bahwa yang merupakan ciri-ciri

koordinasi adalah suatu usaha kerjasama yang dilakukan secara terus-menerus

yang didukung adanya kesatuan usaha atau tindakan yang ditanggungjwabi oleh

pimpinan.

II. 1. 3. Jenis-Jenis Koordinasi

Menurut Sugandha21

Kemudian menurut arahnya, terdapat koordinasi horizontal yaitu

koordinasi antar pejabat atau antar yang mempunyai tingkat hierarki yang sama

dalam suatu organisasi dan antar pejabat dari organisasi-organisasi yang setingkat, , beberapa jenis koordinasi sesuai dengan lingkup dan

arah jalurnya yaitu menurut lingkupnya, terdapat koordinasi intern, yaitu

koordinasi antar pejabat antar unit di dalam suatu organisasi dan koordinasi

ekstern, yaitu koordinasi antar pejabat dari berbagai organisasi atau antar

organisasi.

21

Dann Sugandha, Koordinasi, Alat Pemersatu Gerakan Administrasi (Jakarta: Intermedia, 1991),

(32)

koordinasi vertikal yaitu koordinasi antar pejabat dari unit-unit tingkat bawah oleh

pejabat atasannya atau unit tingkat atasannya langsung, juga cabang-cabang suatu

organisasi oleh organisasi induknya, koordinasi diagonal koordinasi antar pejabat

atau unit yang berbeda fungsi dan berbeda tingkatan hierarkinya dan koordinasi

fungsional yaitu koordinasi antar pejabat, antar unit atau antar organisasi yang

didasarkan atas kesamaan fungsi, atau karena koordinatornya mempunyai fungsi

tertentu.

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah RI No. 6 Tahun 1988 tentang

Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah, terdapat koordinasi fungsional,

antara dua atau lebih instansi yang mempunyai program yang bekaitan erat,

koordinasi instansional, terhadap beberapa instansi yang menangani satu urusan

tertentu yang bersangkutan dan koordinasi territorial, terhadap dua atau lebih

wilayah dengan program tertentu.

II. 1. 4. Prinsip-Prinsip Koordinasi

Menurut Sugandha22

22

Dann Sugandha, Koordinasi, Alat Pemersatu Gerakan Administrasi (Jakarta: Intermedia, 1991), hlm.47.

, beberapa prinsip yang perlu diterapkan dalam

menciptakan koordinasi antara lain adanya kesepakatan dan keastuan pengertian

mengenai sasaran yang harus dicapai sebagai arah kegiatan bersama, adanya

kesepakatan mengenai kegiatan atau tindakan yang harus dilakukan oleh

(33)

loyalitas dari setiap pihak terhadap bagian tugas masing-masing serta jadwal yang

telah diterapkan.

Kemudian adanya saling tukar informasi dari semua pihak yang bekerja

sama mengenai kegiatan dan hasilnya pada suatu saat tertentu, termasuk

masalah-masalah yang dihadapi masing-masing, didukung dengan adanya koordinator

yang dapat memimpin dan menggerakkan serta memonitor kerjasama tersebut,

serta memimpin pemecahan masalah bersama, dan adanya informasi dari berbagai

pihak yang mengalir kepada koordinator sehingga koordinator dapat memonitor

seluruh pelaksanaan kerjasama dan mengerti masalah-masalah yang sedang

dihadapi oleh semua pihak, serta dilengkapi denagn adanya saling hormati

terhadap wewenang fungsional masing-masing pihak sehingga tercipta semangat

untk saling bantu.

Dari pendapat Sugandha di atas, dapat dipahami bahwa prinsip-prinsip

koordinasi adalah adanya tindakan dalam menyatukan informasi yang disetai

dengan ketaatan terhadap pertauran dan kepemimpinan.

II. 1. 5. Mekanisme dan Proses Koordinasi

Menurut Sugandha, mekanisme koordinasi23

23

Dann Sugandha, Koordinasi, Alat Pemersatu Gerakan Administrasi (Jakarta: Intermedia, 1991),

hlm. 27-46.

yaitu adanya kesadaran dan

kesediaan sukarela dari semua anggota organisasi atau pemimpin-pemimpin

organisasi (untuk kerjasama antarinstansi, adanya komunikasi yang efektif, tujuan

kerjasamanya dan peranan dari tiap pihak yang terlibat, harus dapat menciptakan

(34)

mampu memimpin organisasi-organisasi lainnya, meminta ketaatan, kesetiaan,

dan disiplin kerja tiap pihak yan terlibat, terciptanya koordinasi di dalam suatu

organisasi akan menunjukkan bahwa organisasi tersebut benar-benar bergerak

sebagai suatu system, dan pemimpin akan bertindak sebagai fasilitator dan tenaga

pendorong.

Siagian24

Dapat disimpulkan bahwa mekanisme dan proses koordinasi bertujuan

untuk menjaga komunikasi dan hubungan antara pimpinan dengan bawahannya

dalam kegiatan koordinasi.

berpendapat mengenai cara-cara yang dapat dilakukan dalam

mengkoordinasi, yaitu dengan melakukan briefing staf untuk memberitahukan kebijaksanaan pimpinan organisasi kepada staf yang dalam waktu sesingkat

mungkin harus diketahui dan mendapat perumusan. Setelah itu diadakan rapat staf

untuk mengadakan pengecekan terhadap kegiatan yang telah dan sedang

dilakukan oleh staf serta mengadakan integrasi daripada pkok-pokok hasil

pekerjaan staf. Lalu mengumpulkan laporan-laporan mengenai pelaksanaan

keputusan pimpinan organisasi. Selanjutnya mengadakan kunjungan serta inspeksi

mengenai pelaksanaan keputusan pimpinan organisasi serta memberikan

petunjuk-petunjuk sesuai dengan pedoman atau ketentuan yang telah ditetapkan

oleh pimpinan organisasi.

24

(35)

II. 1. 6. Hambatan dalam Pengkoordinasian

Menurut Handayaningrat25

Dan ada pula hambatan-hambatan dalam koordinasi fungsional.

Hambatan-hambatan yang timbul pada koordinasi fungsional, baik yang

horizontal maupun diagonal, disebabkan karena antara yang mengkoordinasi

keduanya tidak dapat hubungan hierarki (garis komando).

, yang menjadi hambatan-hambatan dalam

mengkoordinasi adalah sebagai berikut, yaitu hambatan-hambatan dalam

koordinasi vertical (struktural). Dalam koordinasi vertical (struktural) sering

terjadi hambatan-hambatan, disebabkan perumusan tugas, wewenang dan

tanggung jawab tiap-tiap satuan kerja (unit) kurang jelas. Di samping itu adanya

hubungan dan tata kerja yang kurang dipahami oleh pihak-pihak yang

bersangkutan dan kadang-kadang timbul keragu-raguan di antara yang

mengkoordinasi dan yang dikoordinasi ada hubungan dalam susunan organisasi

yang bersifat hierarki.

Hambatan-hambatan di atas menimbulkan beberapa kesalahan yang sering

dilakukan seseorang dalam melakukan usaha pengkoordinasian (dalam buku

Sugandha)26

25

Soewarno Handayaningrat, Administrasi Pemerintahan dalam Pembangunan Nasional (Jakarta:

Gunung Agung, 1986), hlm. 129.

, yaitu kesalahan anggapan orang mengenai organisasinya sendiri,

26

Dann Sugandha, Koordinasi, Alat Pemersatu Gerakan Administrasi (Jakarta: Intermedia, 1991),

(36)

kesalahan anggapan orang mengenai instansi induknya, kesalahan pandangan

mengenai arti koordinasi sendiri, dan kesalahan pandangan mengenai kedudukan

departemennya di Pusat.

II. 2. Penanggulangan Bencana

II. 2. 1. Penanggulangan

Diambil dari kata disaster management (penganggulangan bencana atau manajemen bencana), maka penanggulangan dapat diartikan sebagai manajemen.

Fuad, dkk27

Pernyataan yang sama juga dikemukanan oleh Terry

berpendapat bahwa manajemen merupakan suatu proses yang

melibatkan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan. Dan

pengendalian yang dilakukan untuk mencapai sasaran perusahaan melalui

pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.

28

27

M. Fuad, et. al,.Pengantar Bisnis (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 94.

, yang mengatakan

bahwa manajemen adalah suatu proses khusus yang terdiri dari perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan yang dilakukan untuk

menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan

sumber daya manusia dan sumber lainnya. Dengan kata lain, berbagai jenis

kegiatan yang berbeda itulah yang membentuk manajemen sebagai suatu proses

yang tidak dapat dipisah-pisahkan dan sangat erat hubungannya.

28

Inu Kencana Syafiie, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI) (Jakarta: Bumi

(37)

Dari pengertian di atas, dapat dilihat bahwa adanya aktivitas-aktivitas

khusus dalam manajemen yang terdiri dari beberapa proses, seperti perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.

Sementara Arsyad29

Gibson

mengatakan bahwa manajemen merupakan strategi

dan cakupan pikiran yang tercanangkan sebelum proses atau aplikasi rutin di

lapangan dilaksanakan. Namun, proses manajemen berlaku sepanjang masa dan

tiada berhenti pada satu titik waktu tertentu.

30

mengatakan bahwa manajemen dapat didefinisikan sebagai suatu

proses, yakni sebagai suatu rangkaian tindakan, kegiatan, atau operasi yang

mengarah kepada beberapa sasaran tertentu. Sedangkan Thoha31

Dari beberapa pendapat mengenai manajemen di atas, mengartikan bahwa

manajemen merupakan sebuah pemikiran dan tindakan yang dilakukan secara

rutin untuk mencapai tujuan tertentu. Maka, dapat disimpulkan bahwa

penanggulangan merupakan suatu pemikiran dan tindakan dengan beberapa

proses yang dilakukan secara rutin untuk mencapai tujuan tertentu.

berpendapat

bahwa manajemen merupakan jenis pemikiran yang khusus dari kepemimpinan di

dalam usahanya mencapai tujuan organisasi.

29

Azhar Arsyad, Pokok-Pokok Manajemen, Pengetahuan Praktis Bagi Pimpinan dan Eksekutif

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 9.

30

Gibson, et. al,. terj. Djarkasih, Organisasi (Jakarta: Erlangga, 1994), hlm. 36.

31

Miftah Thoha, Kepemimpinan dalam Manajemen (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm.

(38)

II. 2. 2. Bencana

Menurut Asian Disaster Resources and Respons Network (ADDRN)32

Sedangkan menurut Purnomo dan Sugiantoro

,

bencana merupakan sebuah gangguan serius terhadap berfungsinya sebuah

komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian dan dampak yang

meluas terhadap manusia, materi, ekonomi dan lingkungan, yang melampaui

kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak tersebut untuk

mengatasinya dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri.

33

Menurut Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana Pasal 1 ayat (1), bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor

manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan

lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

, pemahaman tentang

istilah bencana dari beberapa orang, meskipun beragam, namun pada akhirnya,

semuanya mengindikasikan sebagai peristiwa buruk yang merugikan kehidupan

manusia.

Bencana itu dibagi tiga jenis menurut Undang-Undang No. 24 tahun 2007

tentang Penanggulangan Bencana, yaitu:

32

Asian Resources and Response Network (ADDRN). Terminologi Pengurangan Risiko

Bencana. 2010.

33

Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, Manajemen Bencana (Yogyakarta: Media Pressindo,

(39)

1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa

gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan,

dan tanah longsor. (Pasal 1 ayat (2))

2. Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain gagal teknologi, gagal

modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. (Pasal 1 ayat (3))

3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi

konflik sosial antarkelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.

(Pasal 1 ayat (4))

Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bencana

merupakan suatu peristiwa yang terjadi secara sengaja dan tidak sengaja yang

pada akhirnya mengganggu dan merugikan kehidupan banyak orang.

II. 2. 3. Penanggulangan Bencana

Manajemen bencana seperti yang didefinsikan Agus Rahmat34

Dan menurutnya, tujuan kegiatan ini adalah untuk mencegah kehilangan

jiwa, mengurangi penderitaan manusia, memberi informasi masyarakat dan pihak , merupakan

seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana,

pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang dikenal sebagai siklus

manajemen bencana.

34

Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, Manajemen Bencana (Yogyakarta: Media Pressindo,

(40)

berwenang mengenai risiko, dan mengurangi kerusakan infrastruktur utama, harta

benda dan kehilangan sumber ekonomis.

Adapun Carter35

Dan menurutnya, tujuan dari manajemen bencana di antaranya, yaitu

mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi maupun jiwa yang

dialami oleh perorangan, masyarakat negara, mengurangi penderitaan korban

bencana, mempercepat pemulihan, dan memberikan perlindungan kepada

pengungsi atau masyarakat yang kehilangan tempat ketika kehidupannya

terancam.

mendefinisikan pengelolaan bencana sebagai suatu ilmu

pengetahuan terapan (aplikatif) yang mencari, dengan observasi sistematis dan

analisis bencana untuk meningkatkan tindakan-tindakan (measures) terkait dengan preventif (pencegahan), mitigasi (pengurangan), persiapan, respon darurat

dan pemulihan.

Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

dalam Pasal 1 ayat (6) menyebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan

bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan

pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana,

tanggap darurat, dan rehabilitasi.

Dalam Pasal 3 ayat (1) dijelaskan bahwa asas-asas penanggulangan

bencana, yaitu kemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan

pemerintahan, keseimbangan, keselarasan, dan keserasian, ketertiban dan

35

Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, Manajemen Bencana (Yogyakarta: Media Pressindo,

(41)

kepastian hukum, kebersamaan, kelestarian lingkungan hidup, dan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Di ayat (2) digambarkan prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana,

yaitu cepat dan tepat, prioritas, koordinasi dan keterpaduan, berdaya guna dan

berhasil guna, transparansi dan akuntabilitas, kemitraan, pemberdayaan,

nondiskrimatif dan nonproletisi.

Adapun yang menjadi tujuan dari penanggulangan bencana

(Undang-Undang No. 24 tahun 2007 Pasal 4) , yaitu memberikan perlindungan kepada

masyarakat dan ancaman bencana, menyelaraskan peraturan perundang-undangan

yang sudah ada, menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara

terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh, menghargai budaya lokal,

membangun partisipasi dan kemitraan public serta swasta, mendorong semangat

gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan dan, menciptakan

perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Dalam penanggulangan bencana di atas, dapat dilihat bahwa yang

merupakan salah satu prinsip dan tujuan penanggulangan bencana adalah

koordinasi sehingga dapat disimpulkan koordinasi sangat berhubungan erat

dengan penanggulangan bencana melalui tahapan-tahapan yang dilakukan pada

(42)

II. 2. 4. Upaya Penanggulangan Bencana

Ada beberapa upaya dalam menanggulangi bencana seperti yang tertulis

dalam Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,

yaitu:

1. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan

sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman

bencana. (Pasal 1 ayat (6))

2. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah

yang tepat guna dan berdaya guna. (Pasal 1 ayat (7))

3. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan

sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya

bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. (Pasal 1 ayat

(8))

4. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik

melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

kemampuan menghadapi ancaman bencana. (Pasal 1 ayat (9))

5. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan

dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk

yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi

korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, pelindungan,

pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan

(43)

6. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan

publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah

pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya

secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada

wilayah pascabencana. (Pasal 1 ayat (11))

7. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,

kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan

maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya

kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan

ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek

kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. (Pasal 1 ayat (12))

Dari pengertian-pengertian di atas mengenai beberapa upaya

penanggulangan bencana, maka dapat disimpulkan bahwa ada banyak kegiatan

penanggulangan bencana yang dilakukan untuk mengatasi dan mencegah resiko

bencana terjadi yang bertujuan untuk mengembalikan sumber-sumber daya di

wilayah yang terkena bencana tersebut.

Berikut merupakan tahapan-tahapan bencana yang dibagi menjadi dua

(44)

Gambar II. 1.

Lingkaran Tahapan Manajemen Bencana36

Lingkaran manajemen bencana (disaster management cycle) yang terdiri dari dua kegiatan besar. Pertama adalah sebelum terjadinya bencana (pre event) dan kedua adalah setelah terjadinya bencana (post event). Kegiatan setelah terjadinya bencana dapat berupa disaster response/emergency response (tanggap bencana) ataupun disaster recovery. Kegiatan yang dilakukan sebelum terjadinya bencana dapat berupa disaster preparedness (kesiapsiagaan menghadapi bencana) dan disaster mitigation (mengurangi dampak bencana). Ada juga yang menyebut istilah disaster reduction, sebagai perpaduan dari disaster mitigation dan disaster preparedness

Ada beberapa ahli yang menyebutkan istilah tahapan yang berbeda-beda.

(45)

Tabel II. 1.

Tahapan Bencana Menurut Para Ahli37

Peneliti Tahapan

Wolensky (1990) • Sebelum bencana (mitigation and preparedness)

• Tanggap darurat (immadiate pre and post

impact)

• Pemulihan jangka dekat (dua tahun)

• Pemulihan jangka panjang (sepuluh tahun)

Waugh (2000) • Peringatan (prevention)

• Perencanaan dan persiapan (planning and

preparedness)

• Tanggapan (response)

• Pemulihan (recovery)

Helsloot dan

Ruitenberg (2004)

• Peringatan (preparedness)

• Emergensi (emergency)

• Pemulihan (recovery)

Menurut UNDP (dalam Purnomo dan Sugiantoro)38, tahapan-tahapan

tersebut dapat dibedakan berdasarkan serangan bencana yang datangnya cepat dan

lambat.

37

Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, Manajemen Bencana (Yogyakarta: Media Pressindo, 2010), hlm. 87.

(46)

Gambar II. 2.

Serangan Bencana yang Cepat39 (Fase Pengurangan Resiko Prabencana)

Dampak Bencana

Fase Pemulihan Bencana

Pada gambar di atas, dapat dilihat bagaimana fase serangan bencana yang

cepat. Ketika bencana terjadi dan menimbulkan dampak bencana, maka

tahap-tahap yang segera dilakukan adalah mengirimkan bantuan, rehabilitasi dan

rekonstruksi. Ini merupakan fase pemulihan pasca bencana. Setelah itu

dilanjutkan dengan melakukan mitigasi dan kesiapsiagaan dengan tujuan untuk

kewaspadaan apabila bencana tersebut datang lagi. Dua tahap ini merupakan fase

pengurangan risiko pra-bencana.

39

Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, Manajemen Bencana (Yogyakarta: Media Pressindo, 2010), hlm. 88.

Kesiapan

Mitigasi

Rekonstruksi

(47)

Gambar II. 3.

Serangan Bencana yang Lambat40 (Fase Pengurangan Resiko Prabencana)

Dampak Bencana

Fase Pemulihan Bencana

Gambar di atas menunjukkan bagaimana fase serangan bencana yang

lambat. Berbeda dengan fase serangan bencana yang cepat, fase ini dimulai dari

tahap peringatan dini dan peringatan dini ini dilakukan saat bencana terjadi

sehingga menimbulkan tindakan darurat (emergensi) dan pada akhirnya bantuan

datang saat dampak bencana terjadi. Tahap yang dilakukan selanjutnya adalah

rehabilitasi. Ini merupakan fase pemulihan pasca bencana. Karena serangan yang

terjadi lambat dan telah dilakukan peringatan dini sebelumnya, maka kerusakan

yang terjadi pada sarana dan pra sarana tidak terlalu parah sehingga tidak perlu

40

Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, Manajemen Bencana (Yogyakarta: Media Pressindo,

2010), hlm. 88.

Kesiapan

Mitigasi Rehabilitasi

Bantuan Emergensi

(48)

dilakukan rekonstruksi. Setelah itu, dilakukanlah tahap mitigasi dan kesiapsiagaan

yang merupakan fase pengurangan risiko pra-bencana.

Dalam bukunya, Purnomo dan Sugiantoro41

Gambar II. 4.

menjelaskan tentang

tahapan-tahapan atau fase-fase dalam bantuan bencana yang dikenal dengan siklus

penanganan bencana (disaster management cycle). Siklus manajemen bencana menggambarkan proses pengelolaan bencana yang pada intinya merupakan

tindakan prabencana, menjelang bencana, saat bencana, dan pascabencana.

Diagram Siklus Pengelolaan Bencana42

Ket: = fokus masalah

41

Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, Manajemen Bencana (Yogyakarta: Media Pressindo,

2010), hlm. 89.

42

Ibid, hlm. 90.

Dampak Becana

Respons/tindakan darurat dan pertolongan

(49)

Gambar di atas menunjukkan tahap-tahap yang dilakukan dalam

pengelolaan bencana. Jauh sebelum bencana terjadi, tahap-tahap yang dilakukan

adalah perencanaan dan pengembangan melalui penelitian yang telah dilakukan,

action plan, dan pencegahan. Ketika pra-bencana, tahap-tahap yang perlu

dilakukan adalah melanjutkan pencegahan yang telah dilakukan jauh sebelum

bencana dan mitigasi. Saat menjelang bencana perlu dilakukan persiapan dan

kesiagaan untuk kewaspadaan apabila bencana tiba-tiba terjadi. Ketika bencana

terjadi, maka akan menimbulkan dampak bencana dan harus segera dilakukan

tindakan darurat dan pertolongan. Pasca-bencana dilakukan tahap pemulihan dan

penelitian agar dapat ditemukan solusi bagaimana mencegah dan mengurangi

bencana tersebut datang kembali dalam bentuk perencanaan. Demikianlah siklus

pengelolaan bencana terus berputar.

II. 3. Banjir

Menurut Departemen Komunikasi dan Informatika43 banjir adalah

meluapnya air dari saluran dan menggenangi kawasan sekitranya. Sedangkan

menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana44

43

Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Memahami Bencana (Jakarta:

Departemen Komunikasi dan Informatika RI, 2008), hlm. 29.

banjir adalah dimana suatu

daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam jumlah yang begitu besar.

44

(50)

UNDP (United Nations Development Programme) mengatakan bahwa

bencana yang selalu terjadi setiap tahun di Indonesia terutama pada musim hujan.

Berdasarkan kondisi morfologinya, bencana banjir disebabkan oleh relief bentang

alam Indonesia yang sangat bervariasi dari bnayaknya sungai yang mengalir di

antaranya.

Sedangkan Kodoatie dan Sugiyanto45

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa banjir

merupakan mengalirnya air melebihi biasanya yang dapat terjadi secara sengaja

dan tidak sengaja.

mengatakan bahwa penyebab banjir

ada dua kategori, yaitu banjir yang disebabkan oleh sebab-sebab alami dan banjir

yang diakibatkan oleh tindakan manusia. Berikut adalah banjir yang termasuk

sebab-sebab alami diantaranya adalah curah hujan, pengaruh fisiografi, erosi dan

sedimentasi, kapasitas sungai, kapasitas drainasi yang tidak memadai dan

pengaruh air pasang. Dan penyebab banjir yang termasuk sebab-sebab karena

tindakan manusia adalah perubahan kondisi DPS, kawasan kumuh, sampah,

drainasi lahan, bendung dan bangunan air, kerusakan bangunan pengendali banjir

dan perencanaan system pengendalian banjir tidak tepat.

45

(51)

II. 4. Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk

menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang

menjadi pusat perhatian ilmu sosial.46

Defenisi konsep bertujuan untuk menghindarkan interpretasi ganda atas

variabel yang diteliti. Oleh karena itu, untuk mendapatkan batasan-batasan yang

jelas dari masing-masing konsep yang akan diteliti, maka defenisi konsep dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Koordinasi adalah kerjasama antar unit atau bagian yang menciptakan

keharmonisan kerja dalam melakukan proses kegiatan dalam mencapai

tujuan bersama. Dalam hal ini yang menjadi indikator dari koordinasi

adalah pendelegasian wewenang, pembagian kerja dan komunikasi.

2. Penanggulangan bencana adalah kegiatan yang dilakukan untuk

mencegah terjadinya bencana, baik bencana yang terjadi karena alam

maupun bencana yang terjadi akibat ulah manusia, melalui beberapa

tahapan yang dilakukan sebelum, pada saat, dan sesudah bencana terjadi.

Dan yang menjadi fokus peneliti adalah pada pasca bencana dengan

tahapan pemberian bantuan, rehabilitasi, rekonstruksi dan perencanaan

jauh sebelum bencana itu terjadi lagi.

46

(52)

3. Banjir merupakan mengalirnya air melebihi biasanya yang dapat terjadi

secara sengaja dan tidak sengaja. Dalam hal ini yang menjadi indicator

dari banjir adalah tinggi muka air dan curah hujan.

4. Koordinasi dalam upaya penanggulangan bencana banjir adalah

bagaimana kerjasama antar unit bagian, lembaga intern dan lembaga

ekstern serta masyarakat dalam menciptakan keharmonisan kerja

sehingga tercapailah upaya yang dilakukan untuk menanggulangi bencana

(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

III. 1. Bentuk Penelitian

Adapun bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan bentuk kualitatif deskriptif. Alasan peneliti menggunakan

penelitian kualitatif adalah karena permasalahan yang terjadi belum jelas, dinamis

dan peneliti ingin memahami situasi sosial secara lebih mendalam sehingga pada

akhirnya menemukan teori yang baru. Menurut Hamidi47

Ciri pokok dari penelitian deskriptif adalah memusatkan perhatian pada

masalah yang ada saat penelitian dilakukan (saat sekarang) atau

masalah-masalah yang bersifat aktual dan menggambarkan fakta-fakta tentang masalah-masalah

yang diselidiki sebagaimana adanya dan diiringi dengan interpretasi rasional. , penelitian kualittif lebih

menggunakan perspektif emik. Peneliti dalam hal ini mengumpulkan data berupa cerita rinci dari para responden dan diungkapkan apa adanya sesuai dengan

bahasa, pandangan para responden.

48

Dalam tradisi penelitian kualitatif, proses penelitian dan ilmu pengetahuan

tidak sesederhana apa yang terjadi pada penelitian kuantitatif, karena sebelun

hasil-hasil penelitian kualitatif memberi sumbangan kepada ilmu pengetahuan,

tahapan penelitian kualitatif melampaui berbagai tahapan berpikir kritis-ilmiah,

47

Hamidi, Metode Penelitian kualitatif (Malang: UMM Press, 2005), hlm. 14.

48

Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,

(54)

yang mana seorang peneliti memulai berpikir secara induktif, yaitu menangkap

berbagai fakta atau fenomena-fenomena social, melalui pengamatan di lapangan,

kemudian menganalisanya dan kemudian berupaya melakukan teorisasi

berdasarkan apa yang diamati itu.49

Dengan bentuk kualitatif deskriptif ini diharapkan dapat memberikan

gambaran dengan jelas mengenai koordinasi Badan Penanggulangan Bencana

Daerah dalam upaya penanggulangan bencana di Provinsi Sumatera Utara.

III. 2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat, yaitu sebagai berikut.

1. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan yang

berada di kantor Sekretariat Daerah Medan KORPRI Kota Medan, Jalan

Raden Saleh No. 9, Medan

2. Dinas Sosial Kota dan Tenaga Kerja Kota Medan, Jalan K. H. Wahid

Hasyim No. 14, Medan

3. Dinas Bina Marga Kota Medan, Jalan Pinang Baris No. 114 C, Medan

4. Dinas Kesehatan Kota Medan, Jalan Rotan - Petisah, Medan

5. Masyarakat Kecamatan Medan Maimun

Alasan memilih tempat lokasi ini adalah karena BPBD Kota Medan

merupakan unit pemeritahan Kota Medan yang melakukan fungsi koordinasi

dalam melakukan upaya penanggulangan bencana di Kota Medan. Sedangkan

49

(55)

dalam pemberian bantuan saat dan pasca bencana, BPBD Kota Medan melakukan

koordinasi dan kerja sama dengan beberapa dinas Kota Medan, diantaranya

adalah Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan dan Dinas Kesehatan Kota

Medan.

Sedangkan kita dapat mengetahui penyebab-penyebab banjir di Kota

Medan melalui Dinas Bina Marga Kota Medan karena dinas tersebut mempunyai

tugas dan fungsi dalam membangun dan merawat drainase (saluran air) di Kota

Medan.

Untuk mengetahui bagaimana koordinasi BPBD Kota Medan dan lembaga

lainnya dalam pemberian bantuan ke masyarakat, maka Kecamatan Medan

Maimun menjadi salah satu lokasi penelitian peneliti karena kecamatan tersebut

merupakan korban banjir karena sering dilanda banjir.

III. 3. Informan Penelitian

Menurut Hendarso50

Dalam penelitian kualitatif diperlukan informan penelitian agar setiap

informasi di dapat secara detail oleh peneliti. Maka dalam peneltitian ini, peneliti

menggunakan dua teknik yaitu purposive sampling dan snowball sampling.

, penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk

membuat generalisasi dari hasil penelitian sehingga subjek penelitian telah

tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja.

50

Gambar

Tabel I. 1.
Gambar II. 1.
Tabel II. 1.
Gambar II. 2.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menanggulangi dampak bencana tersebut dibutuhkan upaya koordinasi yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo dengan seluruh sektor

Untuk meningkatkan kesiapsiagaan petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Langsa dalam menghadapi bencana, maka perlu perencanaan dan pengorganisasian yang baik

Upaya Pemerintah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya penanggulangan bencana banjir di kecamatan Pelalawan dan

Sebagai SKPD di jajaran Pemerintah Kota Mataram yang dibentuk berdasarkan Perwal Nomor 20 Tahun 2010, maka Badan Penanggulangan Bencana Daerah ( BPBD )

Dari hasil wawancara beberapa informan diatas penulis menyimpulkan bahwa peran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Enrekang dalam pencegahan bencana

Saran Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun mengenai Kapasitas Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD Kota Medan dalam Program

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari penelitian yang dilakukan penulis mengenai koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan dengan Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas koordinasi antar pemerintah yakni oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD Provinsi Kalimantan Selatan dalam penanganan