PERANAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA
DAERAH (BPBD) DALAM PENANGGULANGAN
BENCANA BANJIR DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu
Administrasi Negara
OLEH:
LORENCIA P. BARUS
090903062
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
kasih dan berkatNya yang telah menyertai penulis dan memberi kekuatan kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat
guna memenuhi program studi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik dalam
Departemen Ilmu Administrasi Negara dengan konsentrasi Administrasi
Pembangunan di Universitas Sumatera Utara.
Penulis menerima banyak bantuan baik secara moral maupun materil,
sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Peranan Badan Penanggulangan
Bencana (BPBD) dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan”
dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
terdapat kekurangan, baik itu dari permasalahan penulisan redaksi maupun dari
substansi penulisan. Hal ini karena penulis masih dalam tahap pembelajaran dan
peningkatan pengetahuan serta keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
skripsi ini selanjutnya.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak
baik dari proses awal penulisan sampai penyelesaian skripsi ini. Dalam
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Orangtua penulis yang tentunya orang yang paling penting di dalam hidup
menjadi bapak yang hebat mulai dari seminar proposal sampai dengan
sidang selalu menjadi inspirasi buat penulis, selalu membantu dalam
ketakutan yang datang kepada penulis, dan juga telah
mengusahakansegalakeperluanpenulisdarisemenjakperkuliahan,
memotivasi dan mendukung Penulis dalam kehidupan ini terkhusus dalam
penyusunan skripsi ini. Dan juga Ibunda M. MARSELINA Br.
SEMBIRING, terima kasih sudah menjadi ibu yang hebat buat kami.
2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Zakaria, M.SP selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si selaku Ketua
Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP selaku Sekretaris Departemen Ilmu
Administrasi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara.
6. IbuDra. Februati Trimurni, Msiselaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan bimbingannya kepada penulis selama proses perkuliahan dan
yang telah bersedia meluangkan waktunya dalam mengarahkan penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. IbuDra. AsimaYanti, MA., PhD.selaku Dosen Penguji yang juga telah
8. Bapak/Ibu Staf Pengajar FISIP USU yang telah berjasa dalam
memberikan banyak bekal ilmu pengetahuan, bimbingan serta arahan
kepada penulis selama penulis menimba ilmu pengetahuan di Departemen
Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
9. Kepada seluruh Staf Pegawai Administrasi yang ada di Departemen
Administrasi Negara khususnya buat Kak MegadanKak Dian, yang telah
membantu urusan administratif selama proses perkuliahan dan
penyelesaian skripsi ini.
10.KepadakeluargapenuliskhususnyaNenek Tigan, mama uda, mama tua,
mami, Pak tengah, Pak uda, kakak, adik-adikdan terkhusunya Abang
penulis ANDRI AGASSI BARUS walaupun dia jauh di kota orang dia
tidak lupa dan selalu memberi motivasi buat Penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini.
11.Kepadasahabat sejati penulisdarisemenjakmenginjakkan kaki di FISIP
USU sampai dengan akhir mendapat gelar “TIDIFIT” community:
Princess Mona Charming, Debora Ozt, Cikitne Mandasari, Mentari
Siahaan dan Astry Pebriani terima kasih buat dukungan kalian semua dan
selalu menyempatkan waktu buat ngumpul bareng walaupun terkadang
sebentar terkadang bisa lupa waktu buat pulang
12.Kepada teman-teman OMK Psr.6 penulis kakak Shessta Sitepu, Silvia
Cimut Honey, Winda Padang, Kiky Sitepu, Uniie Bonita, Kanny, Melly
dan teman maupun abang yang lain yang tidak bisa disebutkan namanya
kesah yang baik selama penulis menyusun skripsi ini ya kakaku semua ..
dan yang paling utama kepada kakak Prinsmentha Regina Eissyselaku
menjadi Dosen Bimbingan Pribadi yang mulai dari seminar hingga final
akhir selalu membantu, menemani penelitian ke kantor maupun
kelapangan berpanas-panasan ria bersama, terimakasih telah menjadi
kakak yang baik selama penyusunan skripsi ini.
13.Kepada para Pastor penulis berterimakasih buat doa dan dukungannya,
buat para Frater terkhusunya Fr. Blasius Kiik Lay,
OFMconv.terimakasih buat motivasi, kata-kata penghiburan dan
dukungannya walaupun sering gak masuk diakal dan suka berantem,
saling ngejek penulis tetap berterimakasih buat doa yang pada akhirnya
menguatkanku hingga sampai saat ini.
14.Dan yang terakhir untuk kekasih hati REY DELAKI TARIGANterima
kasih buat cinta, sayang, doa, dukungan dan terimakasih selalu ada pada
saat susah maupun senang. Semoga Tuhan selalu memberkati cinta kita
untuk kedepannya.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh
pembaca.
Medan, April 2013
ABSTRAKSI
Peranan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan
Nama : LORENCIA PRADIPTA BARUS
NIM : 090903062
Departement : Ilmu Administrasi Negara Dosen Pembimbing : Dra. Februati Trimurni, Msi
Bencana merupakan suatu kejadian yang dapat menimbulkan korban jiwa,kerugianmaterial dan kerusakan lingkungan. Salah satu bencana yang sering terjadi adalah bencana banjir yang timbul akibat faktor alam maupun faktor manusia. Banjir merupakan bencana alam yang bisa menimpa negara atau kota, seperti yang dialami oleh Kota Medan. Oleh sebab itu, Kota Medan membutuhkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan yang memiliki tupoksi dalam penangulangan bencana. Namun, BPBD Kota Medan masih sulit mencegah bahkan mengatasi banjir di Kota Medan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan Badan Penanggulangan Bencana Daerah dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan. Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitan kualitatif dengan wawancara mendalam (in depth interview)dan menggunakan metode analisis kualitatif. Informan kunci penelitian adalah Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan dan beberapa informan yang berasal dari BPBD Kota Medan dan masyarakat Kecamatan Medan Baru. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan wawancara mendalam (in depth interview), studi dokumentasi dan studi kepustakaan.
Kesimpulan penelitian ialah BPBD Kota Medan belum berperan secara maksimal dalam penanggulangan bencana. Hal ini dikarenakan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan baru terbentuk selama 1 tahun dan masih banyak hambatan yang dialami, seperti persoalan koordinasi dengan berbagai instansi yang berkaitan dengan kebencanaan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang belum memadai. Termasuk belum maksimalnya peranan BPBD Kota Medan dalam menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana, menetapkan SOP tersendiri dan standarisasi penanganan bencana.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
ABSTRAKSI………v
DAFTAR ISI...vi
DAFTAR TABEL...x
DAFTAR GAMBAR...xi
BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Masalah...1
I. 2 Fokus Masalah...6
I. 3 Perumusan Masalah...8
I. 4 Tujuan Penelitian...8
I. 5 Manfaat Penelitian...9
I. 6 Sistematika Penulisan...10
BAB II KERANGKA TEORI II. 1 Peranan...11
II. 2 Peranan BPBD...12
II. 3 Penanggulangan Bencana...15
II. 3. 1 Penanggulangan...15
II. 3. 2 Bencana...16
II. 3. 4 Faktor Penyebab Bencana...20
II. 3. 5 Upaya Penanggulangan Bencana...22
II. 4 Banjir...24
II. 4. 1 Pengertian Banjir...24
II. 4. 2 Ciri-ciri Banjir...26
II. 4. 3 Jenis Banjir...26
II. 4. 4 Penyebab Utama Banjir...27
II. 4. 5 Dampak Banjir...28
II. 4. 6 Penanggulangan Banjir...29
II. 5 Defenisi Konsep...31
BAB III METODE PENELITIAN III. 1 Bentuk Penelitian...33
III. 2 Lokasi Penelitian...33
III. 3 Informan Penelitian...34
III. 4 Teknik Pengumpulan Data...34
III. 5 Teknik Analisa Data...36
III. 6 Rencana Pengujian Keabsahan Data...37
III. 7 Etika Penelitian...38
IV. 1. 1 Gambaran Umum Kota Medan...40
IV. 1. 1. 1 Sejarah Kota Medan...40
IV. 1. 1. 2 Kondisi Umum Kota Medan...42
IV. 1. 1. 3 Visi dan Misi Kota Medan...46
IV. 1. 1. 4 Struktur Organisasi Pemerintahan Kota Medan....48
IV. 1. 1. 5 Pemerintah Kota Medan dan Fungsi...49
IV. 2 BPBD Kota Medan...51
IV. 2. 1 Sejarah BPBD...51
IV. 2. 2 Visi dan Misi...56
IV. 2. 3 Profil BPBD Kota Medan...56
IV. 2. 4 Struktur Organisasi BPBD Kota Medan...59
IV. 2. 5 Tugas Pokok dan Fungsi...60
BAB V ANALISA TEMUAN V. 1 Penyebab Banjir di Kota Medan...69
V. 2 Peranan BPBD dalam Menyusun, Menetapkan dan Menginforma- sikan Peta Rawan Bencana...73
V. 3 Peranan BPBD dalam Menyusun dan Menetapkan Prosedur Tetap Penanganan Bencana...79
V. 4 Peranan BPBD dalam Menetapkan Standarisasi serta kebutuhan
Undangan...83
V. 5 Kendala Yang Dihadapi BPBD dalam Penaggulangan Bencana Banjir...92
V. 5. 1 Kurang Adanya Koordinasi...92
V. 5. 2 Kurang Tersosialisasinya Tata Cara Pemberian Bantuan...93
V. 5. 3 Kurangnya Sarana dan Prasarana...93
V. 5. 4 Kurangnya Sumber Daya Manusia...94
BAB VI PENUTUP VI. 1 Kesimpulan...96
VI. 2 Saran...97
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel II. 1 Penyebab dan Pencegahan Banjir...27
Tabel II. 2 Kegiatan dalam Siklus Penanggulangan Banjir...29
Tabel IV. 1 Data Jumlah SDM BPBD Medan...56
Tabel V. 1 Titik Kawasan Rawan Banjir di Kota Medan...76
Tabel V. 2 Kegiatan Penanganan Banjir Sektor Manajemen dan Koordinasi...85
Tabel V. 3 Kegiatan Penanganan Banjir Sektor Kesehatan...87
Tabel V. 4 Kegiatan Penanganan Banjir Sektor Sarana dan Prasarana...89
DAFTAR GAMBAR
Gambar II. 1 Model Siklus Bencana...19
Gambar II. 2 Faktor Terjadi Bencana...22
Gambar IV. 1 Peta Kecamatan Kota Medan dan Lambang Kota...45
Gambar IV. 2 Struktur Organisasi Pemerintah Kota Medan...48
Gambar IV. 3 Struktur Organisasi BPBD Kota Medan...59
Gambar V. 1 Kondisi Kanal di Medan Timur...71
ABSTRAKSI
Peranan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan
Nama : LORENCIA PRADIPTA BARUS
NIM : 090903062
Departement : Ilmu Administrasi Negara Dosen Pembimbing : Dra. Februati Trimurni, Msi
Bencana merupakan suatu kejadian yang dapat menimbulkan korban jiwa,kerugianmaterial dan kerusakan lingkungan. Salah satu bencana yang sering terjadi adalah bencana banjir yang timbul akibat faktor alam maupun faktor manusia. Banjir merupakan bencana alam yang bisa menimpa negara atau kota, seperti yang dialami oleh Kota Medan. Oleh sebab itu, Kota Medan membutuhkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan yang memiliki tupoksi dalam penangulangan bencana. Namun, BPBD Kota Medan masih sulit mencegah bahkan mengatasi banjir di Kota Medan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan Badan Penanggulangan Bencana Daerah dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan. Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitan kualitatif dengan wawancara mendalam (in depth interview)dan menggunakan metode analisis kualitatif. Informan kunci penelitian adalah Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan dan beberapa informan yang berasal dari BPBD Kota Medan dan masyarakat Kecamatan Medan Baru. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan wawancara mendalam (in depth interview), studi dokumentasi dan studi kepustakaan.
Kesimpulan penelitian ialah BPBD Kota Medan belum berperan secara maksimal dalam penanggulangan bencana. Hal ini dikarenakan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan baru terbentuk selama 1 tahun dan masih banyak hambatan yang dialami, seperti persoalan koordinasi dengan berbagai instansi yang berkaitan dengan kebencanaan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang belum memadai. Termasuk belum maksimalnya peranan BPBD Kota Medan dalam menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana, menetapkan SOP tersendiri dan standarisasi penanganan bencana.
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Indonesia terletak pada 6º LU – 11º LS dan 95º BT - 141º BT, antara
pada pertemuan dua rangkaia
Mediterania. Indonesia juga terletak di antara Cincin Api (rings of fire) di daerah
antara lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia, yang terkenal sangat aktif.
Pergerakan antar lempeng bumi menghasilkan banyak gempa bumi. Dengan
kondisi geografis yang berada diantara cincin api, dan dikelilingi oleh lautan,
maka Indonesia rentan dilanda bencana, baik gempa bumi, banjir, maupun
bencana alam lainnya.
Sumatera Utara sebagai salah satu provinsi yang ada di Indonesia terletak
pada 1-4º LU dan 98-100ºBujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi
Nangroe Aceh Darusalam, di sebelah Selatan dengan Provinsi Riau, di sebelah
Timur dengan Selat Malaka dan di sebelah Barat dengan Samudra Indonesia.
Daerah propinsi Sumatera Utara seluas 71.680 km2 secara geografis terbagi atas
wilayah pantai timur, wilayah dataran tinggi, wilayah pantai barat dan wilayah
kepulauan serta memiliki topografi, kontur, dan iklim yang beraneka ragam.
Berdasarkan letak geografis tersebut wilayah Sumatera Utara dapat dibagi
1. Daerah potensi bencana banjir, antara lain Kabupaten Asahan, Kabupaten
Labuhan Batu, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Mandailing Natal,
Kota Medan, Kabupaten Langkat, Kabupaten Nias.
2. Daerah Potensi longsor, antarara lain Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan,
Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Tobasa, Kabupaten Simalungun,
Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Langkat,
Kabupaten Karo.
3. Daerah potensi angin kencang/puting beliung antara lain Kabupaten Langkat,
Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Labuhan Batu, Kota Medan.
4. Daerah potensi hujan es antara lain Kabupaten Karo, Kabupaten Dairi.
5. Daerah potensi gempa bumi anatar lain Kabupaten Pakpak Barat, Kabupaten
Dairi, Kabupaten Karo, Kabupaten Tobasa, Kabupaten Humbang Hasundutan,
Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah,
Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal.
Sebagai salah satu daerah rawan bencana di Sumatera Utara, kota Medan
terletak pada 3° 30' – 3° 43' LU dan 98° 35' - 98° 44' BT.Kota Medan memiliki
luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera
Utara. Topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada
ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut dengan tinggi curah hujan
rata-rata 176,08-203,5 mm.
Kota medan dilalui oleh tiga sungai besar yaitu sungai Belawan, sungai
Deli, dan sungai Denai, yang tersebar di wilayah Kota Medan. Hulu sungai
pegunungan Bukit Barisan dan berakhir di Selat Malaka, dan sungai Denai yang
berada di Kabupaten Deli Serdang. Karena itu, maka kota Medan sangat rawan
terhadap bencana banjir jika curah hujan tinggi dan sungai meluap. Dari Album
peta Inventarisasi Titik Rawan Bencana Kota Medan yang dikeluarkan oleh
BPBD Kota Medan dari 21 kecamatan yang ada di Kota Medan, terdapat 14
Kecamatan yang tergolong daerah rawan banjir1.
Dalam mengatasi masalah banjir yang sering terjadi di Kota Medan, telah
dilakukan berbagai upaya penanggulangan. Upaya penanggulangan banjir tersebut
dimulai dari di bangunnya system drainase pada tahun 1886. Sistem drainase ini
dibangun dalam rangka mempersiapkan Kota Medan sebagai ibukota Sumatera
Timur. Sistem drainase yang di bangun saat itu berupa parit-parit besar untuk
menampung genangan-genangan air. Namun, mengingat masa itu adalah masa
yang sulit karena banyaknya pemberontakan dan situasi politis, maka
pembangunan drainase primer tersebut terkesan tergesa-gesa dan tidak jadi secara
utuh. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya pemerintah Kota Medan berusaha
memperbaiki infrastruktur dan drainase, namun mengingat hal tersebut dilakukan
tanpaadanya master plan yang jelas2, maka usaha-usaha tersebut hanya
menghamburkan uang yang tiada jelas kemana arahnya. Selain itu, kurangnya
koordinasi antar wilayah dalam pengelolaan sumber daya alam dan perbaikan
1
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Pemerintah Kota Medan, 2012, Album Peta Inventarisasi Titik Rawan Bencana Kota Medan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Pemerintah Kota Medan; Medan, Hal 1-22.
2
lingkungan daerah aliran sungai juga turut memberian di dalam lemahnya upaya
penanggulangan banjir di wilayah Kota Medan.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, telah mengamanatkan Pemerintah Daerah sebagai
penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Urgensi
pemerintah daerah yang diberi peran yang lebih otonom dalam upaya tersebut
adalah sebagai berikut:3
Pemerintah Daerah bertanggung jawab melindungi dan mensejahterakan
setiap warga di komunitas yang berada di wilayah kerjanya secara demokratis.
1. Merupakan amanat dari Undang-Undang untuk memastikan penyelenggaraan
penanggulangan bencana dimasukkan ke dalam program pembangunan daerah
termasuk pengalokasian dana.
2. Ada semangat untuk pengembangan potensi sumber daya aerah yang terkait
dengan upaya penanggulangan bencana.
3. Merupakan amanat untuk mengimplementasikan kegiatan pengurangan resiko
Resiko Bencana (PRB) hingga ke Pemerintah Daerah.
4. Merupakan kewajiban meningkatkan kinerja Pemerintah Daerah dalam
memberikan pelayanan publik sesuai Standart Pelayanan Minimal.
5. Merupakan kewajiban Pemerintah Daerah memenuhi kebutuhan komunitas
dalam kerangka kerja penanggulangan bencana yang diselenggarakan olehnya.
Berdasarkan ketentuan diatas, untuk menanggulangi masalah banjir di
Kota Medan, maka dibentuklah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
3
Kota Medan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 pada tanggal 28
Maret 2011 yang tugas utamanya adalah membantu Pemerintah Daerah dalam
upaya penanggulangan bencana di Kota Medan. Berkaitan implementasi
penanggulangan dampak dan pengurangan resiko bencana secara komperehensif
dan sistematis dengan didukung oleh suatu komitmen yang kuat dari semua pihak
(stakeholders)4.
Secara umum muncul permasalahan yang berkaitan dalam
penanggulangan bencana Kota Medan khususnya banjir adalah pemerintah Kota
Medan telah mempunyai rencana dalam menghadapi bencana banjir. Namun
belum terkoordinasinya secara baik penanggulangannya baik antara SKPD
maupun berbagai elemen masyarakat khususnya sektor terkait penanganan banjir,
disamping itu belum adanya unsur pengarah kebijakan yang memayungi
masing-masing institusi pemangku kepentingan dalam suatu bentuk jejaring kerjasama
lintas sektoral5.
Upaya pencegahan dan penanggulangan bencana oleh sebagian
masyarakat dirasakan belum merupakan satu kebutuhan atau hal yang perioritas
dan mendesak (basic needs) karena belum menyadari bahwa bencana dapat terjadi
kapan saja, di mana saja dan dapat menimpa siapa saja. Kurangnya pengetahuan,
pemahaman, kesadaran, kepedulian dan tanggung jawab akan pentingnya upaya
pencegahan dan penanggulangan bencana, akan berkibat jatuhnya korban dan
kerugian materi apabila terjadi bencana6.
4
Op.cit., Hal.7.
5
RAD PRB, 2007, Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana Provinsi Sumatera Utara (RAD PRB) 2008-2012. RAD PRB; Medan, Hal.2.
Penanggulangan bencana merupakan serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan wilayah yang berisiko mengakibatkan
timbulnya bencana, terjadinya bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi (Pasca
Bencana). Tujuan dari penanggulangan bencana adalah memberikan perlindungan
kepada masyarakat dari ancaman bencana; menyelaraskan peraturan
perundang-undangan yang sudah ada; menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana
secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh; menghargai budaya
lokal; membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta; mendorong
semangat gotong-royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan; dan menciptakan
perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara7.
Adapun tahapan-tahapan atau fase-fase dalam bantuan bencana dikenal
dengan siklus penanganan bencana (disaster management cycle). Siklus
manajemen bencana menggambarkan proses pengelolaan bencana yang dimulai
dari sebelum terjadinya bencana berupa kegiatan pencegahan, mitigasi
(pelunakan/pengurangan dampak) dan kesiapsiagaan. Pada saat terjadinya
bencana berupa kegiatan tanggap darurat dan selanjutnya pada saat setelah
terjadinya bencana berupa kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Dari permasalahan penanggulangan banjir di atas penulis ingin membahas
mengenai penanggulangan bencana banjir di Kota Medan padat tahap situasi
terdapat potensi bencana. Adapun judul yang penulis ambil adalah “Peranan
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Dalam Penanggulangan
Bencana Banjir di Kota Medan”.
I.2. Fokus Masalah
Dalam penelitian kualitatif ada yang disebut dengan batasan masalah.
Batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan fokus, yang berisi
pokok masalah yang masih bersifat umum. Fokus itu merupakan domain tunggal
atau beberapa domain tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situasi
sosial. Pada penelitian kualitatif, penentuan fokus berdasarkan hasil studi
pendahuluan, pengalaman, referensi, dan disarankan oleh pembimbing atau orang
yang dipandang ahli. Fokus dalam penelitian kualitatif juga masih bersifat
sementara dan akan berkembang di lapangan8.
Penanggulangan Bencana merupakan salah satu bagian dari pembangunan
nasional yaitu serangkaian kegiatan Penanggulangan Bencana sebelum, pada saat
maupun sesudah terjadinya bencana.9 Sebelum tahun 2007, masih dirasakan
adanya kelemahan baik dalam pelaksanaan Penanggulangan Bencana maupun
yang terkait dengan landasan hukumnya. Karena belum ada Undang-undang yang
secara khusus menangani bencana. Mencermati hal-hal tersebut diatas dan dalam
rangka memberikan landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana, disusunlah Undang-Undang RI No.24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana yang pada prinsipnya mengatur tahapan
bencana meliputi pra bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab
dan wewenang Pemerintah dan pemerintah daerah, yang dilaksanakan secara
8
Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D., Bandung : Alfabeta, Hal.290.
terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh. Penyelenggaraan
penanggulangan bencana dilaksanakan sepenuhnya oleh badan nasional
penanggulangan bencana dan badan penanggulangan bencana daerah untuk
tingkat Kabupaten/Kota. Badan penanggulangan bencana daerah Kota Medan
mempunyai tugas dan fungsi antara lain pengkoordinasian penyelenggaraan
penanggulangan bencana secara terencana dan terpadu sesuai dengan
kewenangannya.
Adapun fokus masalah pada penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana peranan BPBD dalam menyusun, menetapkan dan menginformasikan
peta rawan bencana, peranan BPBD dalam menyusun dan menetapkan prosedur
tetap penanganan bencana, peranan BPBD dalam menetapkan standarisasi dan
kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan
perundang-undangan serta kendala-kendala apa saja yang ditemui BPBD dalam
penanggulangan bencana banjir di Kota Medan.
I.3. Perumusan Masalah
Dalam suatu penelitian, agar dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya
maka peneliti haruslah merumuskan masalah dengan jelas, sehingga akan jelas
darimana harus mulai, kemana harus pergi, dan dengan apa. Perumusan masalah
juga diperlukan untuk mempermudah menginterpretasikan data dan fakta yang
diperlukan dalam suatu penelitian.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis menentukan perumusan
“Bagaimanakah Peranan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Medan ?”
I.4. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pasti memiliki
tujuan penelitian. Tujuan penelitian merupakan suatu pernyataan atau statement
tentang apa yang ingin kita cari atau yang ingin kita tentukan. Dalam hal ini yang
menjadi tujuan penelitian adalah:
1. Untuk mengetahui peranan BPBD dalam menyusun, menetapkan dan
menginformasikan peta rawan bencana.
2. Untuk mengetahui peranan BPBD menyusun dan menetapkan prosedur tetap
penanganan bencana.
3. Untuk mengetahui peranan BPBD dalam menetapkan standarisasi dan
kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan
perundang-undangan
4. Untuk mengetahui kendala – kendala apa saja yang terjadi dalam
penanggulangan bencana banjir di Kota Medan.
I.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Secara subjektif, untuk mengembangkan pengetahuan, wawasan dan
2. Secara praktis, sebagai masukan/sumbangan pemikiran bagi badan
maupun instansi terkait.
3. Secara akademis, sebagai bahan masukan ataupun bahan perbandingan
bagi orang-orang yang belum mengetahui peranan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam Upaya Pencegahan
Ancaman Banjir di Kota Medan.
I. 6. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang masalah, fokus masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.
BAB II KERANGKA TEORI
Bab ini memuat tentang teori-teori yang dipakai seperti peranan BPBD,
penanggulangan bencana, dan banjir.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian,
teknik pengumpulan data, teknik analisis data, rencana keabsahan data,
etika penelitian.
BAB IV TEMUAN PENELITIAN
Bab ini memuat gambaran lokasi penelitian berupa sejarah, visi, misi,
tugas pokok, fungsi dan struktur organisasi serta hasil penelitian yang
BAB V ANALISA DATA
Bab ini memuat analisa data yang diperoleh dari lokasi penelitian.
BAB VI PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang akan diperoleh dari hasil
BAB II
KERANGKA TEORI
Dalam melengkapi penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, maka
peneliti akan menjelaskan kerangka teori (landasan teori) yang merupakan
landasan berpikir dari penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti sehingga
tergambarlah masalah yang disoroti oleh peneliti.
Kerangka teori merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefenisikan sebagai masalah
yang penting. Teori adalah konsep – konsep dan generalisasi – generalisasi hasil
penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk pelaksanaan
penelitian10.
II. 1. Peranan
Peranan merupakan sebuah landasan persepsi yang digunakan setiap orang
yang berinteraksi dalam suatu kelompok atau organisasi untuk melakukan suatu
kegiatan mengenai tugas dan kewajibannya. Dalam kenyataannya, mungkin jelas
dan mungkin juga tidak begitu jelas. Tingkat kejelasan ini akan menentukan pula
tingkat kejelasan peranan seseorang11.
Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila
seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka
dia menjalankan perannya. Sehingga peranan dapat dipandang sebagai landasan
10
Op. Cit., Hal 65.
11
persepsi yang digunakan setiap orang yang beinteraksi dalam suatu kelompok atau
organisasi untuk melakukan suatu kegiatan mengenai tugas dan kewajibannya.
Peranan dapat pula dipandang sebagai fungsi dan wewenang yang dimiliki
oleh orang atau lembaga yang lahir karena kedudukannya. Menurut
Purwadarminta, peranan adalah sesuatu yang menjadi bagian atau yang
memegang pimpinan yang terutama dalam terjadinya sesuatu hal atau peristiwa.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa peranan merupakan fungsi dan
wewenang yang berpengaruh terhadap suatu peristiwa.
Analisis terhadap perilaku peranan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan
yakni; (1) ketentuan peranan, (2) gambaran peranan, (3) harapan peranan.
Ketentuan peranan adalah pernyataan formal dan terbuka tentang perilaku yang
harus ditampilkan oleh seseorang dalam membawa perannya. Gambaran peranan
adalah suatu gambaran tentang perilaku yang secara aktual ditampilkan seseorang
dalam membawakan perannya, sedangkan harapan peranan adalah harapan
orang-orang terhadap perilaku yang ditampilkan seseorang-orang dalam membawakan
perannya.
II. 2. Peranan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Sebelum dibentuknya BPBD, pemerintah telah membentuk suatu badan
yang khusus menangani masalah bencana dan pengungsi. Badan tersebut adalah
Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (Bakornas
PBP). Meskipun badan tersebut diberi kewenangan untuk menanggulangi bencana
fungsi koordinasi yang sesungguhnya sehingga tidak dapat dengan serta-merta
menggerakkan departemen teknis terkait yang punya sumber daya manusia dan
dana ketika bencana terjadi. Hal ini disebabkan karena tidak adanya peraturan
yang memberi kekuatan hukum guna memaksa semua unsur untuk
menanggulangi bencana.
Selama ini badan penanganan bencana di tingkat nasional hingga ke tingkat
kabupaten dalam bentuk satuan pelaksana (satlak) sifatnya hanya koordinatif
dalam hal bantuan dan kerjasama dengan semua stakeholder dan pihak luar
negeri. Bakornas PB sendiri hanya sebuah sekretariat yang berada di bawah
kantor Wakil Presiden.
Untuk mengatasi masalah tersebut, diusulkan pembentukan semacam Badan
Penanggulangan Bencana yang merupakan badan setingkat departemen yang
bertanggung jawab langsung kepada Presiden menggantikan Bakornas PB yang
selama ini ada. Selain di pusat, di daerah pun dibentuk unit pelaksana daerah yaitu
Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang bersifat operasional12.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (disingkat BPBD) dirancang untuk
penanggulangan bencana secara menyeluruh yang merupakan perubahan dari
pendekatan konvensional yaitu tanggap darurat menuju perspektif baru. Perspektif
ini memberi penekanan merata pada semua aspek penanggulangan bencana dan
berfokus pada pengurangan risiko. Dalam Undang-Undang Penanggulangan
Bencana No. 24 Tahun 2007 Pasal 20 dinyatakan bahwa badan penanggulangan
bencana daerah mempunyai fungsi : 1) perumusan dan penetapan kebijakan
12
penaggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan
tepat, efektif dan efisien; 2) pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan
penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh.
Pembentukan, penyusunan organisasi, tugas, fungsi, dan tata kerja BPBD
Kota Medan diatur dengan Peraturan Walikota Medan Nomor 1 Tahun 2012
Tentang Rincian Tugas Pokok Dan Fungsi Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Kota Medan. Kepala BPBD Provinsi diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden, sedangkan Kepala BPBD Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan
oleh Gubernur.
Badan Penanggulangan Daerah terdiri dari unsur :
1. Unsur Pengarah penanggulangan bencana, fungsinya yakni:
a. Unsur pengarah mempunyai tugas pokok memberikan masukan atau
petunjuk dalam menetapkan arah kebijakan penyelenggaraan
penanggulangan bencana kepada kepala unsur pelaksana.
b. Dalam melaksanakan tugas pokok, unsur pengarah penyelenggaraan fungsi
pengarahan dalam kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana.
2. Unsur Pelaksana penanggulangan bencana, fungsinya yakni:
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang penanggulangan bencana daerah;
b. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang
penanggulangan bencana daerah;
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang penanggulangan bencana
daerah;
a. Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan pemerintah
daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana terhadap usaha
penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan
darurat, rehabilitasi serta rekonstruksi secara adil dan setara.
b. Menetapkan standarisai serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan
bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan.
c. Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana
d. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana
e. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada wilayahnya
f. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada kepala
daerah setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam
kondisi darurat bencana
g. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang
h. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari
anggaran pendapatan dan Belanja Daerah
i. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Merujuk pada Permendagri No.46 Tahun 2008, Kepres No.41 Tahun 2007,
Peraturan Kepala BNPB dalam hal ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah
memiliki tugas penanggulangan bencana yang diatur dalam tiga divisi utama yaitu
II. 3. Penanggulangan Bencana II. 3. 1. Penanggulangan
Kata Penanggulangan Bencana jika dilihat dari etimologi berasal dari
terjemahan Bahasa Inggris, yakni disaster management (manajemen bencana).
Berdasarkan kata diatas, dapat dilihat bahwa penanggulangan dapat diartikan
sebagai manajemen. Manajemen merupakan suatu proses perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota serta
penggunaan semua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai suatu
tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya13.
Pengertian lain dari manajemen adalah sebagai suatu proses, yakni sebagai
suatu rangkaian tindakan, kegiatan, atau operasi yang mengarah kepada beberapa
sasaran tertentu14.
Dari beberapa pendapat mengenai manajemen diatas, mengartikan bahwa
manajemen merupakan sebuah pemikiran dan tindakan yang dilakukan secara
rutin untuk mencapai tujuan tertentu. Maka, dapat disimpulkan bahwa
penanggulangan merupakan suatu pemikiran dan tindakan dengan beberapa
proses yang dilakukan secara rutin untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan
tersebut adalah adanya koordinasi sehingga dapat disimpulkan koordinasi sangat
berhubungan dengan penanggulangan bencana melalui tahapan-tahapan yang
dilakukan pada sebelum, saat dan sesudah bencana.
13
pada 7 April 2013 Pukul 20:30 WIB
14
II. 3. 2. Bencana
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
alam dan/atau manusia, yang mengakibatkan timbulnya korban manusia, kerugian
harta benda, kerusakan sarana atau prasarana, lingkungan, utilitas umum,
hilangnya sumber-sumber kehidupan, serta hilangnya akses terhadap sumber
kehidupan. Bencana itu dapat berupa gempa bumi, tsunami, letusan gunung
merapi, angin topan dan badai, banjir, tanah longsor,kekeringan, kebakaran hutan,
serangan hama tanaman atau penyakit hewan, epidemi, pendemi atau kejadian
luar biasa, kecelakaan transportasi, kegagalan teknologi, pencemaran lingkungan,
dan kerusakan sosial15.
Bencana adalah suatau gangguan serius terhadap keberfungsian suatu
masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan
manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui
kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan
menggunakan sumberdaya mereka sendiri16.
Dalam Undang-Undang No.24 tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana, bencana diartikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik dari faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
15
Pedoman Nasional Manajemen Bencana Di Indonesia 2005, Hal. 5
Dari pengertian diatas, bencana secara umum merupakan sebuah peristiwa
yang terjadi karena bertemunya ancaman dari luar terhadap kehidupan manusia.
Pemahaman tentang istilah bencana dari beberapa orang meskipun beragam
namun pada endingnya atau ujung-ujungnya, semua mengindikasikan sebagai
peristiwa buruk yang merugikan kehidupan manusia.
II. 3. 3. Manajemen Bencana
Banyaknya peristiwa bencana yang terjadi di Indonesia yang menimbulkan
banyak korban jiwa dan harta benda. Dapat kita sadari bahwa manajemen bencana
di negara kita ini masih kurang baik dari yang kita harapkan, selama yang kita
tahu manajemen hanya datang sewaktu-waktu saja padahal kita berada pada
wilayah yang rawan terhadap bencana.
Manajemen bencana merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk
mengendalikan bencana dan keadaan darurat, sekaligus memberikan kerangka
kerja untuk menolong masyarakat dalam keadaan beresiko tinggi agar dapat
menghindari ataupun pulih dari dampak bencana.
Adapun tujuan dari dibuatnya manajemen bencana antara lain (1)
Mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi maupun jiwa yang
dialami oleh perorangan, masyarakat negara; (2) Mengurangi penderitaan korban
pengungsi atau masyarakat yang kehilangan tempat ketika kehidupannya
terancam17.
Secara umum kegiatan manajemen bencana dibagi kedalam tiga kegiatan
utama, yaitu:
1. Kegiatan Pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, serta peringatan dini;
2. Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk
meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan Search and rescue
(SAR), bantuan darurat dan pengungsian;
3. Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan
rekonstruksi.
17
Pancawati, Heni, Manajemen Bencana (Disaster Managemen), Purwokerto. KOMPLEET 2006 (Materi Seminar)
Sumber : (IIRR,Cordaid,2007:34)
Kegiatan pada tahap pra bencana selama ini banyak dilupakan. Padahal
justru kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa yang
sudah dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam menghadapi bencana
dan pasca bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama masyarakat maupun swasta
memikirkan tentang langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu
dilakukan didalam menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak
bencana.
Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian
bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupaya
penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan
mendapatkan perhatian penuh baik dari pemerintah bersama maupun
masyarakatnya. Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang
menaruh perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril
maupun material. Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah
keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk
dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.
Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan kondisi
kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali
prasarana dan sarana pada keadaan semula. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan
adalah bahwa rehabilitasi dan reskonstruksi yang akan dilaksanakan harus
fisik saja, tetapi juga perlu diperhatikan juga rehabilitasi psikis yang terjadi seperti
ketakutan, trauma atau depresi.
II. 3. 4. Faktor Penyebab Bencana
menurut Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana jika dilihat dari faktor penyebabnya dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Bencana Alam bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. (Pasal 1
ayat (2)
2. Bencana Non-Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non-alam yang antara lain gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. (Pasal 1 ayat (3)
3. Bencana Sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror. (Pasal 1 ayat
(4))
Secara umum diketahui bahwa banjir dapat disebabkan oleh faktor alam
dan faktor non-alam, secara faktor alam banjir dapat terjadi akibat berupa curah
hujan yang diatas normal dan adanya pasang naik air laut. Disamping itu banjir
juga dapat terjadi akibat faktor non-alam atau ulah manusia juga berperan penting
di daerah resapan, penggundulan hutan, dan sebagainya), pembuangan sampah ke
dalam sungai, pembangunan pemukiman di daerah dataran banjir dan sebagainya.
Jika dilihat dari tempo kejadiannya, ancaman dapat terjadi secara
mendadak, berangsur atau musiman. Misalnya ancaman yang terjadi secara
mendadak adalah gempa bumi, tsunami, dan banjir bandang. Sedangkan ancaman
yang berlangsung secara perlaha-lahan atau berangsur adalah banjir genangan,
rayapan, kekeringan dan ancaman yang terjadi pada musiman adalah banjir (di
musim hujan), kekeringan (di musim kemarau) dan suhu dingin.
Bencana sering diklasifikasikan sesuai kecepatan peristiwa (secara
tiba-tiba atau perlahan-lahan) atau sesuai penyebabnya (secara alami atau karena ulah
manusia). Pada intinya peristiwa bencana dapat disebabkan oleh perbuatan
manusia dan peristiwa alam.
Berikut adalah Model terjadinya bencana, yakni:
Gambar II. 2.
Faktor Terjadinya Bencana
Sumber : arikuncahyani.wordpress.com, 2011
Di dalam model ini dapat kita lihat bahwa ada dua tekanan yang saling
Kerentanan dalam pengertian gambar diatas adalah segala sesuatu yang melekat
(secara inheren) ada pada diri orang per-orang, dan komunitas yang tidak tahan
terhadap kemungkinan perubahan lingkungan. Kerentanan memiliki akar yang
sangat dalam, mulai dari idiologi politik dan ekonomi. Upaya pencegahan
terhadap munculnya dampak adalah perlakuan utama, untuk mencegah terjadinya
bencana banjir maka perlu mendorong usaha masyarakat dan sebaliknya
mencegah penebangan. Walaupun pencegahan sudah dilakukan, sementara
peluang adanya kejadian masih ada, maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk
meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana.
II. 3. 5. Upaya Penanggulangan Bencana
Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana ada beberapa upaya dalam menanggulangi bencana, antara lain:
1. Kegiatan pencegahan bencana yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.
2. Kesiapsiagaan yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna.
3. Peringatan dini yaitu serangkaian kegiatan pemberian peringatan segera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada
4. Mitigasi yaitu serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana.
5. Tanggap darurat yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan.
Sasaran utama dari tahap tanggap darurat adalah penyelamatan dan
pertolongan kemanusiaan. Dalam tahap tanggap darurat ini, diupayakan pula
penyelesaian tempat penampungan sementara yang layak, serta pengaturan dan
pembagian logistik yang cepat dan tepat sasaran kepada seluruh korban
bencana.
6. Rehabilitasi yaitu perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan
sasaran utama untuk normalisasi. Sasaran utama dari tahap rehabilitasi ini
adalah untuk memperbaiki pelayanan publik hingga pada tingkat yang
memadai. Dalam tahap rehabilitas ini, juga diupayakan penyelesaian berbagai
permasalahan yang terkait dengan aspek psikologis melalui penanganan trauma
korban bencana.
7. Rekontruksi yaitu pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat.
Dari beberapa upaya diatas, dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan
kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan
bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
II. 4. Banjir
II. 4. 1. Pengertian Banjir
Banjir adalah debit air yang melebihi besar kapasitas pengaliran air
tertentu.Terdapat dua peristiwa banjir yaitu :
1. Peristiwa banjir atau genangan air yang terjadi pada daerah yang biasanya
tidak terjadi banjir.
2. Peristiwa banjir karena limpahan air banjir dari sungai karena debit banjir
tidak mampu dialirkan oleh alur sungai atau debit banjir lebih besar dari
kapasitas pengaliran sungai yang ada. Peristiwa banjir sendiri tidak menjadi
permasalahan apabila tidak mengganggu manusia melakukan kegiatan pada
daerah dataran banjir. Maka perlu adanya pengaturandaerah daratan banjir
untuk mengurangi kerugian akibat banjir (Flood Plan Management).
Sumber banjir di Kota Medan dapat dibagi menjadi18:
1. Banjir kiriman, yaitu aliran banjir yang datangnya dari daerah hulu di luar
kawasan yang tergenang. Hal ini dapat terjadi jika hujan yang terjadi di
daerah hulu menimbulkan aliran banjir yang melebihi kapasitas sungainya
atau banjir kanal yang ada, sehingga terjadi limpasan.
2. Banjir lokal, yaitu genangan air yang timbul akibat hujan yang jatuh di daerah
itu sendiri. Hal ini dapat terjadi jika hujan yang terjadi melebihi kapasitas
18
sistem drainase yang ada. Pada banjir lokal, ketinggian genangan air antara
0,2-0,7m dan lama genangan antara 1-8 jam. Terdapat pada kawasan dataran
rendah.
3. Banjir rob, yaitu banjir yang terjadi baik akibat aliran langsung air pasang
atau air balik dari saluran drainase akibat terhambat oleh air pasang. Banjir
pasang merupakan banjir rutin akibat air pasang yang terjadi di kawasan
Medan Belawan.
Banjir merupakan permasalahaan di setiap kota, termasuk Medan, dan
dalam rangka pembangunan Kota Medan, pemerintah Propinsi Sumatera Utara
dan Pemerintah Kota Medan telah mengeluarkan berbagai kebijakan berkaitan
dengan pembangunan Kota Medan, antara lain pembangunan pemukiman, gedung
pertokoan, perbaikan dan pembangunan sarana transportasi di seluruh Kota
Medan. Masalah Banjir adalah salah satu masalah yang dihadapi dan berdampak
lagnsung kepada seluruh anggota masyarakat yang terkena banjir dan melanda
daerah permukiman dan perumahan mereka19.
II. 4. 2. Ciri-ciri Banjir
Bencana banjir memiliki ciri-ciri dan akibat sebagai berikut.
1. Banjir biasanya terjadi saat hujan deras yang turun terus menerus sepanjang
hari.
2. Air menggenangi tempat-tempat tertentu dengan ketinggian tertentu.
19
Haldun, Muhammad, Implikasi Normalisasi Sungai Sei Badera Terhadap Permukiman
3. Banjir dapat mengakibatkan hanyutnya rumah-rumah, tanaman, hewan, dan
manusia.
4. Banjir mengikis permukaan tanah sehingga terjadi endapan tanah di
tempat-tempat yang rendah.
5. Banjir dapat mendangkalkan sungai, kolam, atau danau.
6. Sesudah banjir, lingkungan menjadi kotor oleh endapan tanah dan sampah.
7. Banjir dapat menyebabkan korban jiwa, luka berat, luka ringan, atau
hilangnya orang.
8. Banjir dapat menyebabkan kerugian yang besar baik secara moril maupun
materil.
II. 4. 3. Jenis Banjir
Dari penyebab utama diatas dan berdasarkan sumber air yang menjadi
penampung di bumi, jenis banjir dibedakan menjadi tiga, yaitu banjir sungai,
banjir danau dan banjir laut pasang. Banjir sungai terjadi karena air sungai
meluap. Banjir danau terjadi karena air danau meluap atau bendungannya jebol.
Banjir laut pasang terjadi antara lain akibat adanya badai dan gempa bumi.
Dilihat dari jenis penyebabnya Kota Medan merupakan wilayah yang
mempunyai kerentanan bencana banjir cukup tinggi. Hal tersebut disebabkan
karena kondisi wilayahnya yang banyak dibelah oleh aliran sungai, menjadi hilir
sungai yang mengalirkan air dari daerah pegunungan di Kabupaten Tanah Karo.
Deli sudah cukup akrab terutama di masyarakat yang bertempat tinggal di
bantaran sungai (DAS) Deli khususnya.
II. 4. 4. Penyebab Utama Banjir
Hujan muson dapat mengakibatkan banjir besar di negara-negara yang
terletak di dekat khatulistiwa seperti Bangladesh, karena panjangnya musim hujan
di sana.
Badai juga dapat menyebabkan banjir melalui beberapa cara, diantaranya
melalaui ombak besar yang tingginya bisa mencapai 8 meter. Mata badai
mempunyai tekanan yang sangat rendah, jadi ketinggian laut dapat naik beberapa
meter pada mata guntur. Banjir pesisir seperti ini sering terjadi di Bangladesh.
Gempa bumi dasar laut maupun letusan pulau gunung berapi yang
membentuk kawah (seperti Thera atau Krakatau) dapat memicu terjadinya
gelombang besar yang disebut tsunami yang menyebabkan banjir pada daerah
pesisir pantai.
Selain hal-hal diatas, dapat dilihat di tabel penyebab dan pencegahan
terjadinya banjir adalah sebagai berikut.
Tabel II. 1.
Penyebab dan Pencegahan Banjir
Penyebab Banjir Pencegahan Banjir 1. Curah hujan tinggi
2. Saluran air sungai tidak mampu menampung sehingga air meluap
di DAS 4. Membersihkan saluran air
Sumber: Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Badan Penanggulangan Bencana Daerah – Manajemen Penanggulangan Bencana, 2010.
Secara umum penyebab terjadinya bencana banjir adalah karena tingginya
curah hujan sehingga saluran atau sungai tidak mampu menampung debit air yang
dihasilkan hujan tersebut. Kapasitas penampungan sungai maupun saluran
tersebut dapat berubah atau mengecil akibat adanya sedimentasi, sumbatan
sampah, maupun longsoran dinding saluran. Hal lain yang menimbulkan besarnya
aliran air hujan adalah adanya penggundulan hutan (illegal logging), karena
daerah hutan yang seharusnya menjadi daerah resapan air kapasitasnya menjadi
berkurang dan akan hilang sehingga air hujan dapat mengalir bebas tanpa
hambatan ke daerah di hilirnya. Berkurangnya daerah resapan di daerah
permukiman juga merupakan pemicu terjadinya banjir. Air hujan yang seharusnya
dapat meresap ke dalam tanah atau terhambat aliran run off nya keseluruhannya
akan mengalir langsung ke dalam saluran drainase sehingga beban saluran
melebihi kapasitasnya. Akibatnya terjadi luapan air ke daerah sekitarnya20.
II. 4. 5. Dampak Dari Banjir
Dilihat dari banyaknya informasi-informasi baik berupa berita maupun
papan iklan yang selalu memberikan motifasi dan saran agar masyarakat
memperhatikan lingkunganhidup, namun tetap saja hal tersebut tidak membuat
20
masyarakat menjadi sadar padahal dampak banjir itu dirasakan oleh masyarakat
sendiri. Adapun beberapa dampak penyebab banjir, diantaranya yaitu:
1. Meluapnya air di sungai
Rusaknya lingkungan alam baik diperkotaan dan pedesaan merupakan salah
satu penyebabnya. Kurangnya perhatian masyarakat tentang lingkungan
hidup membuat bencana ini sulit untuk dihilangkan. Sampah yang dibuang
secara sembarangan ke sungai merupakan salah satu penyebab utama banjir.
2. Area hutan yang semakin gundul
Melakukan penebangan hutan secara sembarangan tanpa memikirkan
bagaimana kedepannya, apabila hujan deras yang turun akan membawa air
yang melimpah, bila hujan tidak mampu menyerap air hujan ini maka akan
menjadi banjir dalam sesaat.
II. 4. 6. Penanggulangan Banjir
Dalam penanggulangan banjir terdapat tahap-tahap yang perlu dilakukan
secara bertahap, yaitu pencegahan sebelum banjir (prevention), penanganan saat
banjir (response/intervention), dan pemulihan setelah banjir (recovery).
Tahap-tahap ini dilakukan dalam suatu siklus kegiatan penanggulangan banjir yang
berkelanjutan.
Berikut adalah tabel kegiatan dalam siklus Penanggulangan Banjir :
Tabel II. 2.
Kegiatan dalam Siklus Penanggulangan Banjir
PENCEGAHAN (Prevention)
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana (jika mungkin dengan meniadakan bahaya) Misalnya:
1. Melarang penebangan pohon 2. Melarang penambangan batu di
daerah curam PENANGANAN
(Intervention / Response)
1. Pemberitahuan dan penyebaran Informasi prakiraan Banjir
2. Reaksi Ceapat Bantuan
Penanganan Darurat Banjir 3. Perlawanan Terhadap Banjir PEMULIHAN
(Recovery)
1. Bantuan segera kebutuhan hidup sehari-hari dan perbaikan sarana dan prasarana
2. Penilaian kerusakan / kerugian dan asuransi bencana banjir
3. Kajian penyebab terjadinya bencana banjir
Sumber: Direktorat Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat – UI, Pengumpulan dan Analisis Data Kebijakan Penanggulangan Banjir di Indonesia.
Pencegahan banjir dilakukan secara menyeluruh, berupa kegiatan fisik
seperti pembangunan pengendali banjir di wilayah sungai (in-stream) sampai
wilayah dataran banjir (off stream), dan kegiatan non-fisik seperti pengelolaan tata
guna lahan sampai sistem peringatan dini banjir. Setelah dilakukan pencegahan,
dirancang pula suatu tindakan penanganan saat banjir terjadi. Tindakan
penanganan bencana banjir, antara lain pemberitahuan dan penyebaran informasi
tentang prakiraan banjir, tanggap darurat, bantuan peralatan perlengkapan logistic
Pemulihan setelah banjir dilakukan sesegera mungkin, untuk mempercepat
perbaikan agar kondisi umum berjalan sebagaimana biasanya. Tindakan
pemulihan dilakukan mulai dari bantuan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari,
perbaikan sarana dan prasarana, rehabilitasi dan adaptasi kondisi fisik dan non
fisik, penilaian kerugian materil dan non materil, asuransi bencana banjir, dan
pengkajian cepat penyebab banjir untuk masukan dalam tindakan pencegahan
Pada hakekatnya pengendalian banjir merupakan suatu proses yang
kompleks, dimana dimensi rekayasanya melibatkan banyak disiplin ilmu. Selain
itu, keberhasilan program pengendalian banjir juga tergantung dari aspek lain
seperti aspek social, ekonomi, lingkungan, institusi,kelembagaan, hukum, dan
lainnya.
II. 5. Defenisi Konsep
Konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk
menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang
menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995: 37).Defenisi konsep
bertujuan untuk menghindarkan interprestasi ganda atas variabel yang diteliti.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan batasan-batasan yang jelas dari masing
masing konsep yang akan diteliti, maka adapun unsur-unsur dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan, apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya maka ia
2. BPBD adalah salah satu perangkat daerah yang tugasnya melaksanakan
kegiatan penanggulangan bencana dan dibentuk sesuai dengan peraturan
undang-undang penyelenggaraan bencana daerah.
3. Banjir merupakan kondisi air melebihi kapasitas yang dapat menggenangi
suatu area atau tempat yang luas.
4. Penanggulangan banjir merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya bencana banjir, baik bencana banjir yang terjadi karena alam
maupun bencana banjir yang terjadi akibat ulah manusia, melalui beberapa
tahapan yang dilakukan sebelum, pada saat, dan sesudah bencana terjadi. Dan
yang menjadi fokus peneliti adalah pada saat bencana dengan tahapan
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. Bentuk Penelitian
Penelitian pada umumnya memiliki dua bentuk yakni penelitian kualitatif
dan penelitian kuantitatif. Umumnya, pengertian penelitian kuantitatif adalah
penelitian yang mengambil sample dari satu populasi dan menggunakan kuesioner
sebagai alat pengumpulan data yang pokok21. Penelitian ini mempelajari
hubungan variabel-variabel, sehingga secara langsung atau tidak langsung
hipotesa penelitian senantiasa dipertanyakan. Sedangkan penelitian kualitatif lebih
bersifat holistik dan menekankan pada proses, dimana dalam melihat hubungan
antarvariabel pada objek yang diteliti lebih bersifat interaktif yaitu saling
mempengaruhi22.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan wawancara secara mendalam
(in depth interview). Metode penelitian ini memusatkan perhatian pada
wawancara mendalam dengan informan sehingga peneliti akan mengetahui
hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterprestasikan situasi
dan fenomena yang terjadi.
21
Masri Singarimbun. 1987. Metode Penelitian Survai (Edisi Revisi). Yogyakarta : LP3ES, hal.3
22
III.2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota
Medan yang beralamat di Jl. Rahmad No 1 Menteng 7 komplek PIK Medan.
III.3. Informan Penelitian
Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari
hasil penelitian sehingga subjek penelitian telah tercermin dalam fokus penelitian
ditentukan secara sengaja. Dalam penelitian kualitatif diperlukan informan
penelitian agar setiap informasi di dapat secara detail oleh peneliti23.
Informan penelitian meliputi tiga macam yaitu (1) informan kunci (key
informan), yaitu Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Medan,
Dra. Hannalore Simanjuntak, M.IP (2) informan utama, yaitu Kepala Bidang
Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Ir. M. Syahdar DH, Kepala Camat Medan Baru,
Mopul Bernad Susanto, AP, S.sos dan Masyarakat Kecamatan Medan Baru (3)
informan tambahan, yaitu Kepala Bidang Penanganan Darurat dan Logistik,
Nirwan,SE, Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Ir. Andi Rahmad, SH,
M.si dan Dinas Bina Marga Kota Medan. Dalam menentukan informan penelitian
ini, peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Sugiono24, yang
dimaksud dengan purposive sampling adalah teknik pengambilan sample sumber
data dengan pertimbangan tertentu.
23
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,2009), hlm.53- 54.
24
III.4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini diperlukan data atau keterangan dan informasi. Untuk
itu penelitian menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Teknik Pengumpulan Data Primer
Adalah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi
penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara mendalam,
yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukandengan memberikan pertanyaan
secara langsung kepada pihak – pihak yang terkait dengan suatu tujuan untuk
memperoleh informasi yang dibutuhkan. Percakapan dilakukan oleh pewawancara
(interviewer) yang mengajukan peranyaan dan pewawancara (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Arikunto25 berpendapat peneliti harus mencatat teknik yang mana kondisi
dan situasinya yang mendukung penerimaan informasinya yang paling tepat.
Metode wawancara ini ditujukan untuk informan peneliti yang ditetapkan
sebelumnya oleh si peneliti.
2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder
Adalah merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
pengumpulan bahan kepustakaan yang dapat mendukung data primer. Teknik
pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen
sebagai berikut:
25
1. Studi Dokumentasi, teknik pengumpulan data dengan menggunakan
catatan-catatan atau dokumen yang ada di lokasi penelitian serta sumber– sumber lain
yang relevan dengan objek penelitian.
2. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku,
karya ilmiah, serta pendapat para ahli yang berkompetensi serta memiliki
relevansi dengan masalah yang akan diteliti.
III.5. Teknik Analisa Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
data kualitatif dengan wawancara secara mendalam (in depth interview), yaitu
mengajukan pertanyaan demi pertanyaan hingga peneliti jenuh dengan jawaban
yang disampaikan. Miles dan Huberman (dalam Sugiyono)26, mengemukakan
bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.
Dalam melakukan analisis data, ada langkah-langkah yang dilakukan menurut
Miles dan Huberman, yaitu:
1. Reduksi Data
Data yang diperoleh segera peneliti analisis melalui reduksi data. Mereduksi
data berarti merangkum, memilih hal yang pokok, memfokuskan pada
hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Hal ini mempermudah peneliti
melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan27.
2. Penyajian Data
26
Loc. cit., Sugiyono, hlm. 246.
27
Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data.
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan dan hubungan antar kategori. Dengan menyajikan data maka
akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, dan merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.
3. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran
suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap, sehingga
setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif,
hipotesis, atau teori. Jadi teknik analisis data kualitatif yaitu dengan
menyajikan data dengan melakukan analisa terhadap masalah yang ditemukan
di lapangan, sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang
diteliti kemudian menarik kesimpulan.
III.6. Rencana Pengujian Keabsahan Data
Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid
apabila tidak ada perbedaan antara yang diperoleh peneliti dengan apa yang
sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Oleh karena itu, untuk memenuhi
syarat validitas dan reliabilitas diperlukan uji keabsahan data. Uji keabsahan
diantaranya yaitu meliputi uji kredibilitas (validitas internal), uji transferability
(obyektivitas)28. Namun yang utama adalah uji Kreadibilitas data yang dilakukan
dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekuna, triangulas, diskusi
dengan teman sejawat, analisa kasus negative dan membercheck.
Dalam melakukan pengujian keabsahan data, peneliti melakukan
peningkatan ketekunan, yaitu melakukan pengamatan secara lebih cermat dan
berkesinambungan. Dengan meningkatkan ketekunan tersebut, maka penelitian
dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah
atau tidak. Demikian juga dengan meningkatkan ketekunan maka, peneliti dapat
memberikan deskripsi data yang akaurat dan sistematis tentang apa yang diamati.
Setelah meningkatkan ketekunan, peneliti juga melakukan triangulasi.
Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan
berbagai cara dan berbagai waktu. Peneliti melakukan wawancara dengan orang
yang berbeda dalam satu institusi dengan tujuan adakah perbedaan pendapat dan
data yang diberikan oleh orang-orang tersebut.
Selanjutnya, peneliti menggunakan bahan referensi, yaitu adanya
pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Sebagai
alat pendukung, peneliti merekam setiap wawancara yang dilakukan dengan
semua informan. Dengan demikian, maka keakuratan data yang diperoleh peneliti
dapat dipercaya.
28
III.7. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti tetap berpedoman terhadap etika
penelitian. Etika penelitian adalah prinsip-prinsip etik dalam pengolahan
penelitian mulai dari penetapan topik masalah sampai penyajian hasil penelitian.
Dalam pelaksanaan penelitian, etika penelitian digunakan pada setiap tahap
penelitian.
Dalam penyusunan proposal, peneliti mencari referensi buku guna
melengkapi teori yang akan peneliti bawa dalam penelitian dan menuliskannya
dengan jujur. Peneliti juga mencari tahu masalah dan keganjalan yang ada di
lembaga yang peneliti teliti melalui internet. Setelah mendapat hal-hal yang ingin
dicari tahu kebenarannya, peneliti kemudian meminta izin penelitian ke beberapa
lembaga yang akan diteliti, yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Kota Medan, sedangkan Dinas Bina Marga Kota Medan peneliti tidak
menunjukan surat permohonan izin penelitian dari Badan Penelitian dan
Pengembangan (BALITBANG) Kota Medan karena disini peneliti tidak berfokus
kepada lembaga tersebut melainkan hanya sebagai tambahan dari peneliti.
Selanjutnya peneliti melakukan pengumpulan data terlebih dahulu
mengenai penelitian yang akan peneliti lakukan kepada informan. Dalam
mengumpulkan data, peneliti juga menjamin kerahasiaan identitas informan
tersebut apabila informan tersebut merasa takut atau tidak nyaman jika
identitasnya tercantum di skripsi peneliti. Maka, peneliti merahasiakan identitas
informan tersebut dengan hanya membuat inisial nama atau hanya dengan
Kemudian peneliti melakukan pengolahan data. Pengolahan data
merupakan tahap terakhir yang dilakukan peneliti dengan berpedoman kepada
etika penelitian. Etika yang diterapkan oleh peneliti dengan mengolah data secara