• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Penyelesaian Konflik

Dalam dokumen Konflik Antara Pdam Duri Dan Pelanggannya (Halaman 35-46)

BAB III SITUASI DAN SUMBER KONFLIK

4.1 Upaya Penyelesaian Konflik

Konflik dalam hubungan dua pihak yang terikat kontrak kerjasama seperti halnya pada PDAM Duri dan pelanggan, merupakan suatu hal yang tidak bisa dielakkan, apalagi jika terdapat adanya pelanggaran atas hak-hak yang harus diterima atau kewajiban satu pihak yang tidak dilaksanakan dengan baik sesuai kesepakatan. Akan tetapi penyelesaian atas konflik adalah sesuatu yang sangat penting untuk dilakukan oleh kedua belah pihak untuk menjaga hubungan keduanya agar terhindar dari hal-hal negatif yang tentu saja akan merugikan keduanya.

Konflik antara PDAM dan Pelanggan yang berlangsung sejak tahun 2012 tersebut telah menimbulkan ketegangan di tengah-tengah masyarakat terlebih dalam pemenuhan kebutuhan akan air bersih. Dinamika konflik yang sifatnya timbul dan tenggelam ini terlihat dalam setiap kasus konflik yang timbul, apabila air PDAM macet (dalam jangka waktu yang tidak wajar) maka konflik akan kembali timbul ke permukaan, sedangkan apabila air PDAM lancar-lancar saja maka konflik tersebut akan tenggelam. Tenggelam maksudnya bukan berarti hilang namun konflik tersebut mereda hingga muncul kembali bila terjadi ketidakseimbangan dalam hubungan keduanya. Untuk itu perlu dilakukan adanya penyelesaian akan konflik yang dihadapi oleh keduanya guna memperbaiki

hubungan dan juga kebutuhan masyarakat akan air bersih terpenuhi dengan lancar serta memperoleh jalan keluarnya.

Menurut Kriekhoff dalam Ihromi (1993 : 225) cara-cara yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa (konflik) antara lain:

1. S. Roberts (1979:57-59), yang mengemukakan tentang upaya-upaya seperti:

a. Penggunaan kekerasan, yaitu langsung antar pribadi, b. Melalui upacara atau ritus, misalnya upacara adat, c. Mempermalukan, misalnya dengan sindiran/kiasan,

d. Melalui makhluk-makhluk supernatural, misalnya dengan sampah atau magic,

e. Pengucilan

f. Melalui pembicaraan yang terdiri dari : • Pembicaraan langsung (negosiasi)

• Pembicaraan tidak langsung atau dengan pihak ketiga, baik yang bertindak sebagai penengah atau penasehat (mediasi/mediator atau perantara/go between) maupun sebagai pihak ikut menyelesaikan (arbitrasi/arbitration dan peradilan adjudicator)

2. P.H Gulliver dan L. Nader (1969), secara khusus membahas penyelesaian sengketa dengan menekankan pada :

a. Hasil yang diperoleh, dengan membedakan antara pola compromise vs decision (kompromi vs keputusan) atau negotiation

vs adjudication (negosiasi/kesepakatan vs keputusan atau vonis hakim) – menurut Gulliver.

b. Para pihak yang terlibat atau pada model keputusan, yaitu (L. Nader mengikuti pola Aubert) :

• Hanya menyangkut dua pihak yang berkepentingan (pola dyadic atau bargain model)

Dengan melibatkan pihak ketiga (pola triadic atau court model)

Lebih jelas lagi menurut Laura Nader dan Harry Todd (1978 : 9-10) dalam tulisan Ihromi (1993 : 210-212) ada beberapa tahap untuk mengatasi dan menyelesaikan terjadinya konflik, yaitu :

1. Membiarkan saja (lumping it) : pihak yang merasakan perlakuan tidak adil, gagal dalam upaya menekan tuntutannya. Seseorang mengambil keputusan untuk mengabaikan saja karena berbagai kemungkinan seperti kurangnya informasi mengenai bagaimana proses mengajukan keluhan itu ke pengadilan, atau sengaja tidak diproses ke pengadilan karena diperkirakan bahwa kerugian lebih besar dari keuntungannya (dalam arti materil maupun kejiwaan).

2. Mengelak (avoidance): pihak yang merasakan dirugikan, memilih untuk mengurangi hubungan-hubungan dengan pihak yang merugikannya atau sama sekali menghentikan hubungan tersebut.

3. Paksaan (coercion): salah satu pihak memaksakan pemecahan pada pihak yang lain. Tindakan yang bersifat memaksakan atau ancaman untuk

menggunakan kekerasan, pada umumnya mengurangi penyelesaian secara damai.

4. Perundingan (negotiation): dua pihak yang berhadapan merupakan pengambil keputusan. Pemecahan dari masalah yang mereka hadapi dilakukan oleh kedua belah pihak, mereka sepakat, tanpa adanya pihak ketiga yang mencampuri.

5. Mediasi (mediation): pemecahan suatu masalah dilakukan menurut perantara. Dalam cara ini ada pihak ketiga yang membantu kedua belah pihak yang berselisih pendapat untuk menemukan kesepakatan. Pihak ketiga ini dapat ditentukan oleh kedua pihak yang bersengketa, atau ditunjuk oleh pihak yang berwenang. Kedua pihak yang bersengketa tidak harus menuruti atau setuju terhadap upaya mencari pemecahan oleh pihak ketiga atau mediator, tetapi harus setuju bahwa jasa-jasa dari mediator akan digunakan dalam upaya pemecahan masalah.

6. Arbitrase (arbitration): dua pihak yang besengketa sepakat untuk meminta perantara pihak ketiga, arbitrator, dan sejak semula telah setuju bahwa mereka akan menerima keputusan dari arbitrator itu.

7. Peradilan (adjudication): pihak ketiga mempunyai wewenang untuk mencampuri pemecahan masalah, lepas dari keinginan para pihak yang bersengketa. Pihak ketiga juga berhak membuat keputusan itu artinya berupaya bahwa keputusan dilaksanakan.

Berdasarkan pengertian diatas metode penyelesaian konflik berupa negosiasi seperti yang dikemukakan S. Roberts atau perundingan (negotiation)

pada Laura Nader dan Harry Todd, makanegosiasi adalah sebuah penyelesaian yang tepat agaknya ditempatkan pada hubungan antara Pelayan masyarakat seperti PDAM kepada pelanggannya yaitu masyarakat itu sendiri. Hal ini tentu tidak terlepas dari hubungan keduanya yang merupakan sama-sama berstatus warga Duri (karyawan PDAM yang mengelola PDAM cabang Duri), dan sama-sama merasakan adanya kelangkaan air bersih di tengah-tengah kehidupan mereka. Kelangkaan air bersih tersebut sebenarnya tidak sepenuhnya disebabkan oleh PDAM itu sendiri, adanya faktor alam yang tidak menyediakan sumber air yang berada di wilayah sendiri menjadikan pihak PDAM kesulitan untuk menentukan sumber air yang akan dijadikan sebagai air baku milik PDAM. Selama ini pihak PDAM Duri memperoleh air baku yang difasilitasi oleh Chevron melalui Sungai Rangau di Kabupaten tetangga, yaitu Kabupaten Rokan Hilir.

Meskipun begitu PDAM tidak bisa terlepas dari status bersalahnya akan kondisi kelangkaan air bersih di Duri. Sudah menjadi tugas pelayan masyarakat untuk melayani masyarakatnya, untuk itu PDAM Tirta Dharma Kabupaten Bengkalis selaku pusat (pembuat keputusan bersama Pemda) sudah seharusnya mencari sumber air baku lain yang bisa diolah oleh PDAM cabang seperti di Duri, Kec. Mandau yang terkenal dengan wilayah sulit air.

Negosiasi merupakan suatu teknik mempengaruhi dan meyakinkan pihak lain untuk menggunakan kemampuan yang ada demi penyelesaian suatu konflik.40

40

Dalam Ichsan Malik, dkk (2003:473) “Menyeimbangkan Kekuatan ; Pilihan Strategi Menyelesaika Konflik atas Sumber Daya Alam”

Negosiasi tersebut berisi kesepakatan yang dicapai kedua belah pihak setelah terjadinya konflik yang juga telah melibatkan pihak-pihak lain didalam

nya. Seperti terlibatnya media dalam pembentukan opini masyarakat tentang apa yang terjadi dalam hubungan keduanya, hingga isu konflik antara pihak PDAM Duri/ PDAM pusat dengan Chevron Duri perihal terhentinya pasokan air baku kepada PDAM . Negosiasi akhirnya diharapkan akan menghasilkan kebijakan atas penyelesaian konflik di antara PDAM dan pelanggannya, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa negosiasi justru menjadi tahap untuk melanjutkan konflik karena penyelesaian konflik yang telah disepakati bersama tidak berjalan dengan baik. Negosiasi sebagai sarana penyelesaian konflik itu sendiri terdapat dalam :

4.1.1 Upaya Penyelesaian melalui Penanganan keluhan/pengaduan pelanggan melalui Bidang Hubungan dan Layanan (Hubla)

Buruknya pelayanan PDAM Duri di mata masyarakat sering dikeluhkan para pelanggan air PDAM di Duri. Masalah yang paling sering dikeluhkan adalah air yang sering tidak mengalir/macet, membengkaknya tagihan pelanggan, kebocoran pipa, hingga air yang keruh dan kotor. Keadaan seperti ini tentu saja membuat para pelanggan merasa kecewa dengan pelayanan yang diberikan PDAM Duri Di samping Pelanggan yang sudah melaksanakan kewajiban dengan baik yaitu dengan membayar rekening tagihan pada waktu yang telah ditentukan akan ditanggung konsumen sendiri, yaitu konsumen akan terbebani dengan sanksi keterlambatan pembayaran rekening. Terhadap masalah distribusi air dari PDAM ini, reaksi yang timbul pada konsumen bermacam-macam, salah satunya dengan mengadukan langsung ke pihak PDAM baik secara langsung maupun melalui

telepon. Terhadap pengaduan yang dilakukan pelanggan, pihak PDAM akan melakukan penyelesaian pengaduan.

Adapun proses dan prosedur dalam penyelesaian pengaduan PDAM Cabang Duri dilakukan dengan cara:

a. Konsumen/pelanggan datang ke kantor/via telepon melaporkan kerusakan atau kesalahan rekening.

b. Bagian pelayanan langganan menerima laporan dan mencatat dalam buku pengaduan sekaligus memberikan nomor, memeriksa jenis pengaduan untuk diteruskan ke bagian yang berkaitan.

Menariknya, dalam hal pengaduan akan keluhan oleh pelanggan sudah tidak terpaku pada model telepon atau datang langsung ke kantor PDAM Duri, tetapi sebagian besar pelanggan sudah memodifikasi cara-cara nya untuk mengeluh atau memberitahukan ketidakpuasannya kepada PDAM. Seperti pengiriman via Faximilie atau surat elektronik yang berisi tulisan tangan pelanggan sendiri dengan gaya bahasa yang tidak baku, dan seni tulisan yang bisa jadi didalamnya tersirat makna kekesalan serta ketidakpuasan tersebut.

Gambar 12 : fax yang dikirim oleh pelanggan

Setiap pengaduan oleh pelanggan tersebut dicatat oleh bagian Hubla dan ditangani langsung sesuai dengan keluhan masing-masing pelanggan, kecuali kondisi air baku yang sedang dalam posisi mati alias tidak disuplai oleh Chevron dengan alasan tertentu. Sebab kemacetan air yang disebabkan oleh kurangnya pasokan air baku tidak mungkin untuk dipecahkan sebelum adanya sumber air baku yang dikelola sendiri oleh pihak PDAM Cabang Duri.

4.1.2 Melalui Kebijakan-kebijakan PDAM

Proses negosiasi itu sendiri tidak terbatas hanya pada penanganan keluhan melalui bidang HubLa PDAM Duri saja, akan tetapi bisa juga terwujud dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh PDAM kepada pelanggan atas ketidakpuasannya terhadap pelayanan PDAM. Kebijakan itu berupa adanya sistem penggiliran yang dilakukan oleh pihak PDAM kepada 8505 pelanggan PDAM Cabang Duri. Penggiliran air ini bertujuan untuk memaksimalkan pasokan air baku kepada pelanggan dalam selang waktu dua hari. Penggiliran dilakukan

berdasarkan rayon atau pembagian wilayah berdasarkan alamat rumah masing-masing pelanggan PDAM Cabang Duri. Meskipun pada kenyataannya sistem penggiliran air ini juga tidak mendapat simpati yang baik dari kalangan masyarakat tetapi hal ini juga berupaya untuk meredam emosi pelanggan untuk beberapa waktu.

Metode pemberitahuan penggiliran distribusi air kepada pelanggan selama air bermasalah berupa brosur atau selebaran kertas yang ditempelkan didepan kantor PDAM Duri, guna mensosialisasikan kepada pelanggan tentang penggiliran lengkap dengan jadwal penggiliran distribusi air sesuai dengan wilayah masing-masing pelanggan. Dan apabila kurang jelas maka dapat ditanyakan langsung kepada pihak PDAM Duri, baik dalam pertemuan langsung ataupun via telepon ke nomor pengaduan keluhan.

4.1.3 Dispensasi PDAM kepada Pelanggan

Adanya dispensasi atau sebut saja toleransi dari pihak PDAM berupa penghapusan denda bagi para pelanggan yang terlambat membayar tagihan rekening air nya. Dispensasi ini dilakukan karena mengingat kemacetan air dan ketidakpuasan pelanggan atas hal tersebut. Selain itu Adanya dispensasi kepada pihak pelanggan yang sudah menunggak lebih dari batas waktu yang disepakati bersama pada saat penandatanganan perjanjian jual beli air, untuk tidak diputus meterannya karena mengingat air PDAM yang tidak pernah maksimal dinikmati oleh pelanggan

Upaya meredam konflik seperti tipe ini sifatnya sementara saja, sebab kelak ketika PDAM telah kembali normal maka semua tunggakan akan dituntut dan diadakan pemutusan sambungan. Dalam hal ini konflik bisa muncul kembali di antara pihak pelanggan dan PDAM.

Pernah PDAM hendak melakukan pemutusan akan tetapi banyak pihak pelanggan yang mengancam PDAM dengan ancaman kekerasan yang akan dilakukan kepada karyawan PDAM yang akan memutus sambungan/meteran tersebut. Hal ini pernah terlontarkan oleh sepasang suami istri dengan nada emosi ketika saya wawancarai seputar pemutusan sambungan yang menunggak :

“Cubolah berani PDAM tu, den baok parang langsuang, beranilah nyo tu kamari cabuik meteran tu, tengoklah, ndak kan selamek nyo pulang. Lah awak yang ndak dapek aia, pembayaran awak pun bengkak dek ai tu tak mengalir, kini nio diputuihan pulo lay, lamak dek urang nyo ajo tu. Coba saja kalau PDAM berani, saya akan bawa parang, kalau dia berani mencabut meteran itu dia tidak akan pulang dengan selamat. Kita sudah tidak dapat air, pembayaran kita juga bengkak sekarang mau diputuskan lagi. Enak di mereka saja itu.” (wawancara)

.

4.1.4 Melibatkan Pihak Ketiga

Penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ketiga dilakukan oleh pelanggan, seperti melalui media elektronik yang menaikkan isu-isu kelangkaan air bersih di tengah-tengah masyarakat karena krisis di PDAM. Adanya berita

yang dinaikkan oleh media cetak ataupun media elektronik sama dengan kontrol sosial bagi hubungan antara PDAM dengan pelanggannya. Dengan adanya berita tentang kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat, menjadikan PDAM sebagai pihak yang harus dievaluasi kinerjanya. Persebaran berita sampai pada semua kalangan, sehingga muncul sebuah solusi untuk mengatasi keadaan sulit air tersebut, baik itu dari kebijakan pemerintah daerah, atau lainnya. Hal ini terlihat pada persaingan antara kelompok-kelompok tertentu yang bisa saja mempunyai kepentingan lain selain untuk masyarakat sehingga meliput berita ini. Persaingan berita berupa munculnya berita yang menaikkan isu konflik antara PT. Chevron dengan PDAM, hingga munculnya surat kabar yang memunculkan suara Bupati Bengkalis, yang isinya menginginkan PDAM Duri mandiri dalam mengelola air baku dan tidak bergantung lagi kepada PT. Chevron. Hal ini tentu sebuah solusi yang baik bila bukan hanya sekedar wacana.

Dari langkah penyelesaian pengaduan, serta pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh pihak PDAM Duri ini terlihat bahwa proses yang diambil adalah jalur non-litigasi41

41

Jan Rohtuahson Sinaga : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelayanan Air Bersih: Studi Pada Masyarakat Kota Medan Pelanggan Pdam Tirtanadi Cabang Medan, 2010.

berupa negosiasi yaitu merupakan penyelesaian sengketa yang paling sederhana dan termurah tanpa keterlibatan pihak ketiga. Prosedur penyelesaian pengaduan konsumen yang ditempuh pihak PDAM tersebut sesuai dengan ketentuan penyelesaian sengketa yang diatu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, terutama Pasal 45 ayat (2) yang berbunyi: “Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan

atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.”

Baca selengkapnya

Dalam dokumen Konflik Antara Pdam Duri Dan Pelanggannya (Halaman 35-46)

Dokumen terkait