• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGATURAN HUKUM PENJAMINAN KREDIT

C. Upaya Preventif Mencegah Terjadinya Kredit Macet

Walaupun dari kenyataan bisnis perbankan sehari-hari diketahui bahwa kasus kredit bermasalah tidak dapat dihindari secara mutlak, namun setiap bank harus tetap berusaha untuk mencegah terulangnya kasus itu. Setiap orang pimpinan bank (termasuk para dewan komisaris), para eksekutif dan staff bank yang tugasnya berkaitan dengan perkreditan harus sadar, bahwa mereka mempunyai tanggung jawab untuk meminimalisasi risiko munculnya risiko kasus kredit bermasalah pada bank mereka masing-masing. Dengan perkataan lain, walaupun mereka mempunyai kewajiban untuk mengoptimalisasi pendapatan bank dari kredit yang disalurkan, namun mereka juga harus dapat mengendalikan risiko penanaman dana dalam aktiva produktif tersebut. Hal itu dapat dilaksanakan dengan jalan menerapkan asas manajemen kredit yang sehat.79

1. menyusun kebijaksanaan kredit yang sehat,

Secara rinci, wujud penerapan asas manajemen kredit yang sehat itu adalah sebagai berikut:

2. evaluasi yang seksama terhadap kemampuan dan kesediaan calon debitur melunasi kredit yang mereka pinjam,

3. meningkatkan mutu personalia bank, terutama mereka yang tugasnya berkaitan dengan penyaluran kredit,

4. mengawasi perkembangan mutu kredit secara ketat,

5. menangani kasus-kasus kredit bermasalah secara profesional, 6. menyusun dokumentasi dan administrasi kredit yang sehat.

79 Referensi Perbankan, “Mencegah Terulangnya kasus Kredit Bermasalah”, http://bank-kita.blogspot.com/2011/02/mecegah-terulangnya-kasus-kredit.html (diakses terakhir pada 21 April 2015).

Kebijaksanaan pokok penyaluran kredit setiap bank harus dinyatakan secara tertulis. Dengan demikian, setiap pejabat yang berkaitan dengan penyaluran kredit, mempunyai pedoman yang dapat dipergunakan sebagai pegangan dalam melaksanakan tugasnya. Kebijaksanaan pokok perkreditan tersebut harus jelas sehingga mudah dimengerti, ringkas tetapi padat dan memberi peluang untuk dapat ditinjau kembali sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi bisnis.

Walaupun kebijaksanaan kredit tiap bank tidak sama dengan bank yang lain, namun ketentuan utama yang dapat menjamin kesehatan mutu kredit, harus dimasukkan dalam kebijaksanaan tersebut. Ketentuan utama tersebut adalah sebagai berikut:

1. garis besar organisasi kredit, 2. kebijaksanaan persetujuan kredit,

3. batas jumlah pemberian kredit kepada debitur 4. kriteria tentang kredit berisiko tinggi.

Agar dapat menerapkan kredit yang sehat, bank harus mempunyai organisasi kredit yang sehat pula. Dalam kebijaksanaan pokok penyaluran kredit, wajib dicantumkan hal-hal yang bersangkutan dengan organisasi perkreditan. Tugas pokok, wewenang dan tanggung jawab dari dewan komisaris, dewan direksi, komite kredit, manajer kantor pusat, manajer cabang dan eksekutif lain yang berkaitan dengan penyaluran kredit, harus

dinyatakan dengan tegas dan jelas. Dalam kebanyakan organisasi bank, tugas pokok, wewenang dan tanggung jawab dewan komisaris dalam kaitannya dengan perkreditan adalah:80

1. memeberikan persetujuan terhadap rencana tahunan pemberian kredit yang diajukan oleh dewan direksi,

2. memberikan persetujuan terhadap saran pemberian kredit kepada debitur yang terkait dengan bank dan kreditur besar tertentu, atau pemberian kredit dalam jumlah bersar,

3. memonitor pelaksanaan rencana tahunan pemberian kredit, meminta pertanggung jawaban direksi bilamana terjadi penyimpangan dari rencana tahunan,

4. memeberikan persetujuan terhadap rencana kebijaksanaan pokok perkreditan yang diajukan oleh dewan direksi,

5. memonitor penerapan kebijaksanaan perkreditan, serta meminta pertanggungjawaban dewan direksi bila mana terjadi penyimpangan dari kebijaksanaan perkreditan,

6. memonitor perkembangan mutu kredit yang berkaitan kepada para debitur pada umumnya, kredit yang diberikan kepada debitur yang berkaitan dengan bank dan kredit yang diberikan kepada debitur besar tertentu.

Tugas pokok, wewenang dan tanggung jawab dewan direksi dalam kaitannya dengan perkreditan adalah:

1. menyiapkan rencana tahunan dan kebijaksanaan pemberian kredit,

2. melaksanakan rencana tahunan dan kebijaksanaan pemberian kredit yang telah mendapat persetujuan dari dewan komisaris,

3. mempertanggungjawabkan pelaksanaan rencana tahunan dan kebijaksanaan pemberian kredit kepada dewan komisaris bank dan kepada bank sentral,

4. memonitor pelaksanaan kebijaksanaan perkreditan,

5. melakukan koreksi yang diperlukan terhadap penyimpangan dari rencana kredit tahunan dan kebijaksanaan perkreditan,

6. memonitor perkembangan mutu kredit secara keseluruhan, kredit yang diberikan kepada debitur yang mempunyai kaitan dengan bank, kredit yang diberikan kepada debitur tertentu,

7. menentukan langkah penanganan kredit bermasalah dan memonitor pelaksanaannya.

Banyak bank menganut prinsip pembentukan komite kredit guna membantu dewan direksi dalam pengambilan keputusan pemberian kredit dengan jumlah tertentu, pengawasan perkembangan mutu kredit, penanganan kredit bermasalah maupun dalam menentukan langkah perbaikan. Apabila bank menganut prinsip di atas, dalam kebijaksanaan pokok perkreditan bank perlu dicantumkan ketentuan tentang jumlah anggota komite, siapa yang menjadi anggota komite, posisi komite kredit dalam bagan organisasi bank, serta tugas pokok, wewenang dan tanggung jawab mereka.

Persetujuan pemberian kredit dapat dikatakan sehat bilamana diberikan berdasarkan hasil dan penilaian total atas permintaan kredit dan atas diri debitur. Yang dimaksud dengan penilaian total adalah penilaian atas kelayakan permintaan kredit yang sedang diajukan, dan mutu kredit yang pernah diberikan kepada calon debitur.

Calon debitur yang pernah atau sedang menikmati fasilitas kredit dari bank kreditur, maka fokus penelitian analisis kredit tidak terbatas pada kelayakan permintaan kredit yang sedang diajukan, melainkan juga pada prestasi calon

debitur dalam memenuhi isi perjanjian kredit pada masa yang lalu. Apabila calon debitur adalah anggota dari satu kelompok perusahaan tertentu, ada kemungkinan anggota yang lain dari kelompok perusahaan tersebut pernah atau sedang menikmati pemberian kredit dari bank kreditur. Dalam keadaan seperti itu, sebelum memutuskan untuk menyetujui pemberian kredit baru, bank kreditur juga wajib meneliti kesehatan pelaksanaan perjanjian kredit mereka dengan debitur lama, yang merupakan anggota kelompok perusahaan tersebut.

Kebijaksanaan penyaluran kredit yang sehat di dalamnya juga dinyatakan secara tertulis perihal jenjang batas-batas wewenang para pejabat bank yang terkait (minimal batas jumlah nilai kredit), dalam memberikan persetujuan pemberian kredit kepada calon debitur dan/atau kepada debitur lama. Sudah barang tentu jenjang batas wewenang tersebut di atas ditentukan berdasarkan bahan pertimbangan atau kriteria tertentu. Persetujuan pemberian kredit oleh pejabat bank yang terkait harus dinyatakan secara tertulis. Sebagai catatan dapat dinyatakan bahwa dalam jenjang manapun persetujuan pemberian kredit itu diberikan, para pejabat pengambil keputusan untuk menyetujui pemberian kredit harus dapat dipertanggungjawabkan kepada bank bahwa:81

1. keputusan pemberian kredit tersebut didasarkan pada hasil analisis kredit yang profesional,

2. kredit tersebut dapat diharapkan tidak akan berkembang menjadi kredit bermasalah,

3. kredit tersebut telah memenuhi ketentuan kebijaksanaan pokok penyaluran kredit yang telah digariskan oleh bank,

4. keputusan pemberian kredit tadi bebas dari pengaruh pihak ketiga yang ikut berkepentingan dalam pemberian kredit itu.

Kebijaksanaan pokok penyaluran kredit di samping ketentuan tentang persetujuan pemberian kredit, wajib dicantumkan juga ketentuan tentang persetujuan pencairan kredit yang telah disetujui untuk diberikan kepada debitur. Pada dasarkan bank baru dapat menyetujui debitur menarik kredit yang telah disediakan untuk mereka, apabila mereka dapat memenuhi syarat-syarat tentang pencairan kredit yang telah disepakati bersama dalam perjanjian kredit. Di samping itu, kebanyakan bank baru dapat menyetujui debitur mencairkan kredit yang diberikan kepada mereka, apabila berbagai macam aspek yuridis yang dapat melindungi bank (misalnya pemasangan hak tanggungan atas harta yang dijaminkan) telah dipenuhi.

Upaya menghindari konsentrasi kredit pada satu atau sekelompok debitur (sehingga terjadi konsentrasi risiko kredit pada para debitur), adalah dengan pembatasan jumlah maksikum kredit yang dapat diberikan kepada satu atau sekelompok debitur. Pembatasan jumlah maksimum pemberian kredit kepada debitur tadi harus dinyatakan dengan tegas dan jelas dalam kebijaksanaan penyaluran kredit. Seringkali ketentuan tentang batas maksimum jumlah kredit yang dapat diberikan bank kepada debitur biasa dan debitur yang terkait dengan bank tadi diatur oleh bank sentral.

Pencegahan timbulnya kasus kredit bermasalah, bank harus berusaha keras untuk menghindari kredit yang berisiko tinggi. Agar para pejabat bank mempunyai pegangan tentang kredit yang harus mereka hindari, dalam kebijaksanaan pokok penyaluran kredit mereka, bank harus mencantumkan

dengan jelas kriteria kredit yang mereka katagorikan sebagai kredit berisiko tingggi. Sebagai pedoman umum dapat diutarakan bahwa suatu kredit dapat dikatagorikan berisiko tingggi oleh masing-masing bank, bilamana termasuk dalam salah satu atau lebih kriteria yang berikut:

1. calon debitur akan menggunakan kredit yang mereka minta untuk tujuan spekulasi, misalnya membeli tanah dengan harapan akan memperoleh capital gain dikemudian hari,

2. calon debitur tidak dapat memberikan data dan informasi pokok tentang perusahaan, bidang usaha dan kondisi keuangan mereka (termasuk daftar keuangan dan informasi pendukungnya),

3. calon debitur akan menggunakan kredit yang diminta untuk mendanai bidang usaha atau proyek yang memerlukan keahlian khusus yang tidak dikuasi bank, 4. calon debitur akan mempergunakan kredit yang diminta untuk melunasi kredit

bermasalah mereka pada bank lain.

Penerapan kebijaksanaan penyaluran kredit yang sehat, tidak akan berhasil seperti yang diharapkan apabila pengetahuan dan pengalaman para pejabat bank yang bersangkutan dengan penyaluran kredit sangat minim. Bagi perusahaan jasa, termasuk bank, sumber daya manusia merupakan aset operasional mereka. Seperti halnya dengan mesin dan peralatan perusahaan industri manufaktur yang memproduksi berbagai macam hasil produksi, sebagai aset operasional, sumber daya manusia bank memproduksi berbagai macam produk perbankan seperti kredit yang diberikan, jasa pendanaan perdagangan internasional, deposito, surat berharga dan sebagainya. Seberapa besar jumlah dihasilkan dan tinggi rendahnya

mutu kredit, deposito, surat berharga dan produk bank lain yang dihasilkan oleh sumber daya manusia bank akan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya mutu mereka.

Pengawasan kredit mrnjadi kunci utama dalam upaya mencegah terjadinya risiko kredit macet. Tujuan utama pengawasan kredit adalah mencegah sedini mungkin timbulnya praktek pemberian kredit yang tidak sehat, merosotnya mutu kredit yang diberikan dan hal-hal lain yang dapat merugikan bank. Oleh karena dalam sebagian besar kejadian praktek pemberian kredit yang tidak sehat adalah hasil kolusi antara debitur dan para pejabat bank, maka walaupun setiap bank yang dikelola secara profesional akan menjauhkan diri dari sikap berprasangka buruk terhadap karyawannya, namun mau tidak mau semua pejabat bank yang tugasnya berkaitan dengan penyaluran kredit akan menjadi salah satu obyek utama pengawasan kredit. Obyek utama kedua pengawasan kredit adalah para debitur, termasuk debitur yang terkait dengan bank dan debitur besar. Semakin besar jumlah yang diberikan kepada debitur, harus semakin intensif pengawasan kredit dilakukan. Ruang lingkup program pengawasan kredit tersebut di atas, minimal harus mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. pengawasan terhadap setiap kredit yang akan diberikan. Apakah pemberian kredit tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang digariskan dalam kebijaksanaan pokok penyaluran kredit dan ketentuan perbankan yang berlaku, 2. pemantauan terhadap perkembangan mutu kredit yang telah diberikan dalam

hal ini perkembangan kegiatan usaha debitur. Pemantauan tersebut dilakukan baik secara langsung, dengan peninjauan di lapangan, maupun secara tidak langsung, yaitu dengan mempelajari laporan kegiatan usaha dan kondisi keuangan yang disampaikan oleh debitur secara periodik,

3. pengawasan terhadap setiap kredit yang akan diberikan kepada debitur yang terkait dengan bank dan debitur besar tertentu. Apakah pemberian kredit tersebut telah sesuai dengan ketentun yang digariskan dalam kebijaksanaan pokok penyaluran kredit dan ketentuan yang digariskan oleh pemerintah dalam hal ini bank sentral,

4. memantau gejala awal kredit bermasalah dari para debitur yang kemampuan dan kesediaannya melunasi kredit mulai diragukan,

5. mengevaluasi apakah penilaian terhadap tingkat kolektibilitas kredit yang telah disalurkan telah sesuai dengan kriteria yang ditentuan oleh bank sentral,

6. pembinaan terhadap debitur bermasalah yang masih ada harapan untuk diselamatkan,

7. memantau pelaksanaan dokumentasi dan administrasi kredit yang telah disalurkan,

8. memantau perkembangan cadangan penghapusan kredit.

Keberhasilan program pengawasan kredit bank ditentukan oleh sistem pengendalian intern yang cukup memadai. Sistem pengendalian intern kredit tersebut harus dapat diterapkan dalam semua tahap proses penyaluran kredit, mulai dari saat permintaan kredit diajukan oleh debitur sampai kredit dibayar lunas. Sistem pengendalian intern harus memberikan peluang kepada bank untuk melakukan pengawasan ganda, terutama pada tahap-tahap penyaluran kredit yang mengandung kerawan penyalahgunaan oleh semua pihak yang terkait dalam pemberian kredit atau dapat merugikan bank.

Sistem pengendalian intern juga harus memberikan kemungkinan bank untuk mendeteksi sedini mungkin terjadinya pelanggaran atas kebijaksanaan

pokok penyaluran kredit dan prosedur pelaksanaan pemberian kredit. Pengawasan adalah fungsi manajemen yang terpisah dari fungsi manajemen lainnya yaitu operasional. Fungsi pengawasan dan operasional tidak dapat dirangkap oleh satu orang atau satu bagian. Penggabungan fungsi manajemen yang berbeda itu akan menimbulkan kerancuan dan memberikan peluang bagi para pejabat yang tidak kuat imannya untuk melakukan tindakan kolusi dan korupsi. Kedua fungsi manajemen tersebut harus dipegang oleh pejabat atau bagian yang berbeda.

Kaitannya dengan penerapan prinsip manajemen ini dalam organisasi bank, dewan direksi wajib mengangkat pejabat tertentu atau membentuk bagian tersendiri (sesuai dengan besar kecilnya organisasi bank) yang secara khusus diserahi tugas dan tanggung jawab pengawasan kredit. Walaupun pejabat atau bagian pengawasan tersebut secara organisatoris mempunyai tugas dan tanggung jawab yang terpisah dari bagian operasional, namun dalam melakukan tugasnya harus tetap memelihara kerja sama yang serasi dengan bagian kredit dan pemasaran serta account officer.

Secara periodik, bagian pengawasan kredit menyampaikan laporan tentang mutu kredit yang disalurkan secara keseluruhan kepada dewan direksi. Apabila terjadi penurunan mutu portofolio kredit-kredit tertentu, bagian pengawasan harus menyampaikan sebab-sebab terjadinya penurunan mutu portofolio kredit tersebut, serta mengajukan saran tentang tindakan apa yang harus diambil oleh dewan direksi.

Bagian pengawasan juga harus berani menyampaikan pendapatnya apabila terdapat gejala tentang adanya pemberian kredit yang menyimpang dari ketentuan kebijaksanaan pokok penyaluran kredit atau ketentuan perbankan yang berlaku.

Selanjutnya, secara periodik bagian ini menyampaikan laporan tentang jumlah tunggakan bunga dari para debitur bermasalah, atau jumlah tunggakan bunga yang dikapitalisir kepada dewan direksi.

Tidak kalah pentingnya, setiap saat terjadi penyimpangan atau pelanggaran atas ketentuan kebijaksanaan pokok penyaluran kredit atau ketentuan perbankan yang berlaku oleh pejabat bank, bagian pengawasan kredit harus melaporkannya kepada dewan direksi. Dalam laporan tersebut, bagian pengawasan kredit wajib mencantumkan saran perbaikan atau tindakan korektif yang perlu diambil oleh dewan direksi.

Dokumen dan administrasi kredit merupakan salah satu bahan masukan penting bagi bank untuk melakukan pengawasan kredit. Agar bank dapat melakukan pengawasan kredit secara efektif, mereka harus membina dokumentasi dan administrasi kredit yang sehat. Semua dokumen kredit penting, seperti sertifikat tanah, akte pemberian hak tanggungan dan sebagainya harus dipastikan keabsahannya.

Disamping harus memiliki satu arsip dokumen kredit yang lengkap dan absah, setiap portofolio harus diadministrasikan secara benar, tertib, lengkap dan akurat sehingga disamping dapat dipergunakan sebagai bahan masukan dalam pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan debitur dan kredit, juga mengandung unsur pengendalian intern. Seperti halnya bagian pengawasan kredit, agar dapat berjalan secara efektif, kegiatan dokumentasi dan administrasi kredit harus dikerjakan oleh satu unit atau bagian tersendiri.

Perum Jamkrindo juga turut berperan serta dalam melakukan pencegahan terjadinya kredit macet. Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kredit macet adalah sebagai berikut:82

3. melakukan pendekatan dengan calon debitur dan kreditur, sehingga dalam pelaksanaan fungsinya sebagai lembaga penjaminan kredit Perum Jamkrindo dapat bekerja tepat sasaran,

4. mengawasi perjalanan usaha dan laporan keuangan calon debitur sebelum diberikan kredit sehingga dapat meminimalisir kemugkinan debitur akan beritikad buruk terhadap kredit atau sewaktu-waktu tidak dapat membayar angsuran kreditnya,

5. mempertimbangkan jumlah permohonan klaim yang pernah diajukan kreditur, apakah jumlah klaim lebih besar dapida jumlah kredit yang berhasil terbayar.

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dari bab-bab sebelumnya, beberapa kesimpulan yang dapat diambil sebagai berikut :

1. Perjanjian kredit pada perbankan adalah salah satu bentuk perjanjian yang ada di dalam dunia usaha, yang menimbulkan hubungan hukum antara dua pihak atau lebih. Perjanjian kredit merupakan salah satu perjanjian di dalam transaksi bisnis yang terjadi bukan melalui proses negosiasi yang seimbang antar para pihak, melainkan perjanjian itu dibuat oleh salah satu pihak dengan cara menyiapkan syarat-syarat baku pada formulir perjanjian yang sudah hampir tidak memberikan kebebasan sama sekali kepada pihak lain untuk bernegosiasi atas syarat-syarat tersebut. Perjanjian kredit pada perbankan adalah perjanjian baku atau perjanjian standar.

2. Peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur tentang Penjaminan Kredit belum ada hingga saat ini. Sejauh ini pengaturan hukum atas penjaminan kredit di Indonesia diatur dalam :

a. KUH Perdata Buku ke-III Bab XVII Pasal 1820-1850 tentang penanggungan utang. Peraturan ini merupakan peraturan umum dari penjaminan kredit. Mengatur tentang sifat penanggungan, akibat yang timbul bagi para pihak dikarenakan penanggungan, dan hapusnya penanggungan.

b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2008 Tentang Perusahaan Umum (Perum) Jaminan Kredit Indonesia.

Peraturan ini mengatur tentang ketentuan umum, pendirian perusahaan, anggaran dasar perusahaan, kegiatan usaha, izin usaha, permodalan dan bentuk badan usaha, kepemilikan dan kepengurusan, penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pencabutan izin usaha.

c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222/PMK.010/2008 jo. 99/PMK.010/2011 Tentang Perusahaan Penjaminan Kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit. Peraturan ini merupakan peraturan khusus untuk perusahaan penjaminan kredit dan perusahaan penjaminan ulang kredit. Mengatur tentang ketentuan umum, kegiatan usaha, pembatasan, izin usaha, permodalan dan bentuk badan usaha, kepemilikan dan kepengurusan, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan, pembukaan kantor penjaminan dan penjaminan ulang, penutupan kantor penjaminan dan penjaminan ulang, peningkatan dan penurunan status kantor penjaminan dan penjaminan ulang, pemindahan alamat kantor penjaminan dan penjaminan ulang, perubahan nama dan bentuk badan hukum, persyaratan pemberian jasa penjaminan, persyaratan calon terjamin, imbal jasa penjaminan, klaim dan peralihan hak tagih, batas maksimum pemberian penjaminan, ketentuan

gearing ratio dan nilai penjaminan bagi usaha produktif, penjaminan terhadap pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pelaporan, pembinaan dan pengawasan, pencabutan izin usaha, dan tata cara mengenai sanksi administrasi.

d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2014 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Imbal Jasa Penjaminan Kredit Usaha Rakyat. Peraturan ini mengatur secara keseluruhan mengenai IJP-KUR, dari segi tujuan IJP-KUR, alokasi dana KUR, target penyaluran tahunan KUR, besaran IJP-KUR, permohonan IJP-IJP-KUR, pencairan IJP-IJP-KUR, pelaporan IJP-IJP-KUR, dan sertifikat penjaminan KUR.

3. Perum Jamkrindo bertanggung jawab terhadap bank penyalur KUR dengan cara menutupi kredit macet dengan prinsip seperti memberikan dana talangan sembari pihak bank menunggu agunan debitur terjual ataupun terlelang. Penalangan dana kepada bank dilakukan untuk menekan Non Performance Loan bank agar kinerja bank tidak mundur dikarenakan kredit macet. Pemberian klaim atas kredit macet pada bank penyalur dilakukan secara langsung oleh Perum Jamkrindo kepada bank tanpa harus menunggu terjual atau terlelangnya agunan. Hal ini dikarenakan telah diberikannya dana jaminan kepada Perum Jamkrindo dari pemerintah guna pemberian klaim tersebut. Namun hal ini tidak membuat debitur lepas tanggung jawab karena kredit tersebut telah dijamin. Debitur tetap harus melunasi kreditnya. Jika tidak maka agunan debitur akan dijual atau dilelang oleh kreditur. Pertanggungjawaban Perum Jamkrindo dalam menanggulangi risiko kredit macet pada KUR disesuaikan dengan bidang usaha yang dijamin. Untuk bidang usaha sektor agribisnis, kelautan, perikanan, dan perindustrian Perum Jamkrindo bertanggung jawab 80% sesuai dengan outstanding terakhir tunggakan pokok yang tidak boleh melebihi platfond kredit. 20% sisanya ditanggung oleh bank penyalur kredit. Untuk bidang usaha perdagangan Perum Jamkrindo

bertanggung jawab 70% sesuai dengan outstanding terakhir tunggakan pokok yang tidak boleh melebihi platfond kredit. 30% sisanya ditanggung oleh bank penyalur kredit.

B. SARAN

Saran yang dapat diberikan terkait dengan pembahasan dalam skripsi ini adalah:

1. Meskipun perjanjian kredit merupakan perjanjian baku yang mana dalam perumusannya tidak melalui negosiasi kedua belah pihak, dalam hal ini hanya pihak kreditur (bank) yang merumuskannya, hendaknya perjanjian kredit tidak berat sebelah dan tetap memperhatikan hak dan kewajiban debitur, sehingga prinsip keadilan tetap berlaku dalam perjanjian kredit.

2. Penjaminan kredit merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam proses berjalannya kredit yang mana sangat berpengaruh dalam perkembangan perekonomian nasional. Untuk itu diharapkan agar dibentuk suatu peraturan perundang-undangan berupa undang-undang khusus yang mengatur penjaminan kredit di Indonesia agar kegiatan dan lembaganya dapat berkembang dengan baik guna memajukan perekonomian Indonesia.

3. Sosialisasi tentang kredit kepada masyarakat sehingga masyarakat lebih mengerti akan kewajiban sebagai debitur dalam membayar kredit sebaiknya lebih digerakkan oleh kreditur bersama perusahaan penjaminan kredit, agar masyarakat lebih sadar dan mengerti dalam menggunakan kredit sehingga kredit bisa tepat sasaran dan risiko kredit macet bisa berkurang.

BAB II

PERJANJIAN KREDIT PADA PERBANKAN

A. Pengertian dan Unsur-unsur Kredit pada Perbankan

Secara etimologi kata kredit berasal dari kata Romawi credere yang

Dokumen terkait