• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : KETENTUAN BANK DINYATAKAN SEBAGA

B. Upaya-Upaya Yang Dilakukan Bank Agar Tidak

Kebijakan pemerintah di sektor perbankan harus diarahkan pada upaya mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan kokoh.157 Hal ini tidak lagi semata-mata memegang peranan penting dalam pengembangan infrastruktur keuangan dalam rangka mengatasi kesenjangan antara tabungan dan investasi, tetapi juga berperan penting dalam memelihara kestabilan makro melalui keterkaitannya dengan efektivitas kebijakan moneter.158 Karena perbankan merupakan alat yang sangat vital dalam menyelenggarakan transaksi pembayaran, baik nasional maupun internasional.159

Oleh karena itu, upaya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan menjadi bagian yang sangat penting untuk dilakukan.160 Apabila masyarakat sudah tidak percaya pada bank, maka akan menyebabkan terjadinya rush yang menyebabkan kegagalan bank. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan bank agar tidak dinyatakan sebagai Bank Gagal, antara lain:

1. Penerapan Prinsip Kehati-hatian(Prudential Banking Principle) 2. Pelaksanaan Good Corporate Governance

3. Melakukan Merger, Konsolidasi dan Akuisisi

157

Adrian Sutedi, Loc.cit. 158

Ibid. sebagaimana dikutip dari Syahril Sabirin, “Upaya Keluar dari Krisis Ekonomi dan Moneter”, Orasi Ilmiah disampaikan pada acara Wisuda Sarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat tanggal 29 September 2001 di Padang, hal.5.

159

Ibid. hal. 130. 160

Ibid. sebagaimana dikutip dari Syahril Sabirin, “Kebijakan Moneter dan Perbankan dalam Mendukung Pembangunan Nasional”, dalam http://www. publikasi BI. go.id.

Ad.1. Penerapan Prinsip Kehati-hatian (Prudential Banking Principle)

Prinsip kehati-hatian (Prudential Banking Principle) adalah salah satu azas atau prinsip yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya.161 Hal tersebut diatur dalam Pasal 8, 10 dan 11 Undang- Undang Perbankan. Pasal 8 menyatakan:

“Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”.

Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur.162 Hal ini penting mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur- unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibayar dengan kredit yang bersangkutan.163

Pasal 10 Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan menyatakan Bank Umum dilarang:

161

Ibid. hal. 161. sebagaimana dikutip dari Anwar Nasution, “Pokok-Pokok Pikiran tentang Pembinaan dan Pengawasan Perbankan”, dalam rangka Pemantapan Kepercayaan Kepada Masyarakat terhadap Industri Perbankan, Makalah disampaikan pada seminar tentang “Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah”, Departemen Kehakiman, BPHN, Hotel Indonesia, Jakarta, tanggal 24-25 Juni 1997, hal.2.

162

Lihat penjelasan Pasal 8 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan 163

a. Melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud Pasal 7 huruf b dan huruf c164.

b. Melakukan usaha perasuransian

c. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7.

Sedangkan Pasal 11 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan bahwa:

(1) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait termasuk kepada perusahaan- perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan (2) Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh

melebihi 30% dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

(3) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai pembatasan maksimum pemberian kredit, atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank kepada:

a. Pemegang saham yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor bank

b. Anggota Dewan Komisaris c. Anggota Direksi

d. Keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c

e. Pejabat bank lainnya

f. Perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d dan huruf e

164

Pasal 7 huruf b dan c:

b. melakukan kegiatan penyertaan modal pad bank atau perusahaan lain di bidang keuangan seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpangan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI

c. melakukan kegiatan penyertaan modal, sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik kembali penyertaanya dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI

(4) Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak boleh melebihi 10% dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

(4A) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, bank dilarang melampaui batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah sebagaimana diatur dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)

(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) wajib dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang diterapkan oleh Bank Indonesia.

Prinsip kehati-hatian juga diatur secara eksplisit dalam Pasal 29 ayat (2) dan (3) Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Pasal 29 ayat (2) menyatakan:

“Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian”.

Dengan menerapkan prinsip kehati-hatian, tingkat kesehatan bank akan terjaga. Hal tersebut dapat meningkatkan likuiditas bank yang ditandai dengan adanya dana murah yang dapat disalurkan melalui kredit yang sehat dan diharapkan membuat kinerja operasional bank menjadi sehat.165 Sehingga pemerintah tidak perlu memberikan jaminan terselubung terhadap bank.

Pasal 29 ayat (2) tersebut sejalan dengan Pasal 25 Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang menyatakan bahwa:

“Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur bank, BI berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati- hatian”.

165

BI dalam menerapkan serangkaian aturan yang biasa disebut ketentuan kehati- hatian tersebut mencakup banyak aspek, antara lain aturan mengenai Modal Inti Bank Umum, Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM), Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), Kualitas Aktiva, Penyisihan Penghapusan Aktiva, Giro Wajib Minimum, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dan Transparansi Kondisi Keuangan Bank.166 Hal tersebut menjadi begitu penting untuk diatur oleh BI, karena pengaturan industri perbankan harus dapat menjawab dua masalah fundamental, yaitu luas dan dalamnya materi yang akan diatur dan bentuk pengaturan yang akan diterapkan.167

Bank wajib memiliki modal inti minimum yang dipersyaratkan untuk mendukung kegiatan usahanya, agar bank siap dan mampu menanggung kemungkinan kerugian yang timbul.168 Bank juga wajib memenuhi kewajiban KPMM dengan memperhitungkan risiko pasar sebesar 8% baik secara individual dan/atau secara konsolidasi dengan perusahaan anak.169 Sedangkan ketentuan BMPK bagi Bank Umum dibedakan menjadi dua macam pihak. Untuk pihak yang tidak terikat dengan bank, penyediaan dana kepada satu peminjam ditetapkan paling tinggi 20% dari modal bank, dan untuk satu kelompok peminjam paling tinggi 25% dari modal bank. Sedangkan untuk pihak yang terkait dengan bank, maka seluruh

166

Awalil Rizky dan Nasyith Majidi, Op.cit. hal. 118. 167

Zulkarnain Sitompul, Lembaga Penjamin Simpanan, Op. cit. hal. 15. 168

Awalil Rizky dan Nasyith Majidi, Loc. cit. 169

portofolio penyediaan dana ditetapkan paling tinggi 10% dari modal bank.170 Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi lemahnya manajemen pada bank. Dengan adanya ketentuan BMPK, maka pengurus bank tidak akan sembarangan dalam memberikan pinjaman terhadap nasabah debitur.

Bank wajib menjaga Kualitas Aktiva dan Penyisihan Penghapusan Aktiva untuk mengelola risiko kredit agar potensi kerugian dapat diminimalisir.171 Bank Umum juga wajib untuk memelihara GWM dalam rupiah yang ditetapkan sebesar 7% dari dana pihak ketiga dalam rupiah dan untuk bank devisa wajib memelihara GWM dalam valuta asing yang ditetapkan sebesar 3% dari dana pihak ketiga dalam valuta asing.172

Bank wajib menerapkan prinsip mengenal nasabah karena terkait dengan pemantauan rekening dan transaksi bank.173 Di samping itu, juga wajib untuk melakukan transparansi kondisi keuangan bank dengan menyusun, menyampaikan ke BI dan mengumumkan kondisi keuangannya kepada masyarakat secara bulanan, triwulan dan tahunan. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi lemahnya pengawasan, dimana masyarakat juga dapat ikut berperan dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja bank tersebut.

170 Ibid., hal. 121. 171 Ibid. 172 Ibid., hal. 122. 173 Ibid., hal. 124.

Eksistensi sektor finansial yang sehat dan kuat merupakan elemen yang penting dan menjadi pelumas bagi perkembangan dunia usaha.174 Apabila sektor keuangan tidak berfungsi dengan baik, proses kebangkrutan dari perusahaan dalam sektor yang kalah dalam liberalisasi akan menyebabkan efek domino berupa krisis perbankan yang pada gilirannya akan menimbulkan crowding out bagi industri yang seharusnya diuntungkan oleh proses liberalisasi.175 Oleh karena itu, peraturan kehati- hatian yang disusun secara baik akan mengurangi krisis keuangan dan membantu mengurangi kerapuhan sistem keuangan terhadap gejolak makro ekonomi.176

Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Menyatakan:

“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.”

Mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan, setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dan memelihara kepercayaan masyarakat padanya. Karena salah satu persyaratan bank yang baik adalah kemampuannya untuk menyediakan mobilitas pada modal yaitu kemampuan untuk menggerakkan kredit dari satu tempat ke tempat lain sesuai dengan variasi persyaratan bisnis.177

174 Ibid., hal. 106. 175 Ibid. 176

Ibid., hal. 62. sebagaimana dikutip dari V. Sundararajan dan Thomas J.T. Balino (ed), Banking Crises: Cases and Issues, (Washington, DC:IMF, 1991) ,hal.13-16.

177

Bankir adalah profesi yang dituntut memiliki standar kehati-hatian yang tinggi dalam mengelola bank.178 Standar kehati-hatian ditetapkan sebagai “the degree of care to which the bank directos were bound is that which ordinarily prudent and diligent persons would exercise under similar sircumstances.” Berdasarkan standar ini pengurus bank wajib menjaga kondisi bank dan melakukan pengawasan dan pemeriksaan yang diperlukan.179 Untuk itu, pengurus harus menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas pengawasan terhadap bank.180 Karena bank sebagai institusi keuangan merupakan jantung perekonomian dan dana yang disalurkan dalam bentuk kredit bukan berasal dari pemilik bank.181

Hal ini sejalan dengan komentar Hakim Agung Shientag dalam Litwin v. Allen, bahwa standar kehati-hatian yang lebih tinggi dipersyaratkan kepada pengurus bank dibandingkan dengan pengurus perusahaan lain.182 Oleh karena itu, pengurus bank harus menjalankan bank secara efisien atau menghadapi risiko kebangkrutan.183 Karena pengalaman menunjukkan dalam setiap kasus kebangkrutan bank, justru pemilik dan penguruslah yang punya andil besar dalam menghancurkan bank tersebut.184

178

Zulkarnain Sitompul,”Bankir Perlu Berhati-Hati”, Loc. cit. 179

Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Loc.cit. 180

Ibid. 181

Zulkarnain Sitompul,”Bankir Perlu Berhati-Hati”, Loc. cit. 182

Zulkarnain Sitompul, Lembaga Penjamin Simpanan, Op. cit. hal. 42. sebagaimana dikutip dari Litwin v. Allen, Supreme Court of New York, 1940,25 N.Y.S.2d 667.

183

Ibid., hal. 275. 184

Dengan meluasnya kegiatan usaha yang dilakukan bank, semakin besar beban pengaturan bagi bank sehingga semakin besar pula biaya untuk pengawasannya.185 Oleh karena itu, pengawas disarankan untuk lebih memusatkan perhatian pada kebijakan makroprudensial yaitu mencegah sistem perbankan secara keseluruhan mengalami masalah sehingga mengurangi kerugian terhadap perekonomian.186

Ad.2. Pelaksanaan Good Corporate Governance

Risiko kegiatan usaha perbankan kian beragam. Keadaan tersebut semakin meningkatkan kebutuhan akan praktik tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) di bidang perbankan.187 Hal ini diatur di dalam PBI No.8/4/PBI/2006. Pengelolaan bank penting diformulasikan dengan prinsip GCG, agar kualitas pengelolaan bank dapat mendorong jalannya fungsi utama bank tersebut, sekaligus untuk menjaga kepercayaan masyarakat.188

Penerapan GCG secara konkret memiliki tujuan terhadap perusahaan, antara lain:189

1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing 2. Mendapatkan cost of capital yang lebih murah

185

Ibid., hal. 41. sebagaimana dikutip dari Thomas M. Hoenig, “Financial Modernization: Implications for the Safety Net, Remark from the Conference on Deposit insurance, FDIC”, Washington DC, 29 January 1998, Merce Law Review, (Vol.49,1998), hal.791.

186

Ibid., hal.127. sebagaimana dikutip dari The Economist, “Regulator Should Worry Less About Individual Banks and more About System”, 26 Juli-1 Agustus 2003, hal.68. Uraian lebih dalam mengenai macroprudential lihat Claudio Borio, “Towards a Macroprudential Framework for Financial Supervision and Regulation”, BIS Working Paper, No.128, February 2003.

187

Indra Surya & Ivan Yustiavandana, Op. cit. hal. 116. 188

Bismar Nasution, “Penerapan Good Corporate Governance dalam Pencegahan Penyalahan Kredit”, disampaikan pada “Seminar Hukum Perkreditan”, PT. Bank Rakyat Indonesia, Medan, tanggal 12-13 Maret 2002, hal. 5.

189

3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan

4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari stakeholder terhadap perusahaan

5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum

Prinsip-prinsip utama dari GCG yang menjadi indikator sebagaimana ditawarkan Orgnization for Economic Cooperation and Development (OECD) adalah

fairness (kewajaran), disclosure/transparency (keterbukaan), accountability

(akuntabilitas) dan responsibility (pertanggungjawaban).190

1. Fairness (Kewajaran)

Prinsip fairness menyatakan keharusan bagi sebuah perusahaan untuk memberikan kedudukan yang sama terhadap para pemegang saham, sehingga kerugian akibat perlakuan diskriminatif dapat dicegah sedini mungkin.191 Secara konkret, implementasi dari prinsip tersebut bagi kepentingan para pemegang saham dapat diwujudkan dengan memberikan hak-hak sebagai berikut:192

190

Ibid. sebagaimana dikutip dari Wahyono Darmabrata dan Ari Wahyudi Hertanto,”Implikasi Good Corporate Governance dalam Menyikapi Bentuk-Bentuk Penyimpangan Fiduciary Duty Direksi dan Komisaris Perseroan Terbatas,” Jurnal Hukum Bisnis (Volume 22 No.6 Tahun 2003), hal.27.

191

Ibid., hal 71. 192

Ibid. sebagaimana dikutip dari Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance,”Pedoman Good Corporate Governance,” dalam “Good Corporate Governance Konsep dan Implementasi Perusahan Publik dan Korporasi Indonesia”, diedit oleh Hindarmojo Hinuri (Jakarta: Yayasan Pendidikan Pasar Modal Indonesia, 2002), hal.4.

a. Hak untuk menghadiri dan memberikan suara dalam suatu RUPS berdasarkan ketentuan satu saham memberi hak kepada pemegangnya untuk mengeluarkan satu suara atau one man one vote

b. Hak untuk memperoleh informasi material mengenai perseroan secara tepat waktu dan teratur, dan hak ini harus diberikan kepada semua pemegang saham tanpa ada pembedaan atas klasifikasi saham yang dimiliki olehnya.

c. Hak untuk menerima sebagian dari keuntungan perseroan yang diperuntukkan bagi pemegang saham sebanding dengan jumlah saham yang dimilikinya dalam perseroan dalam bentuk dividen dan pembagian keuntungan lainnya. Formulasi prinsip keadilan tersebut juga harus melakukan pendekatan pada prinsip pengawasan, dimana pengurusnya mempunyai peran yang cukup untuk mengawasi perbankan.193 Alasan dilakukan pengawasan berkaitan dengan upaya menjaga kepercayaan masyarakat.194 Pemeliharaan kepercayaan masyarakat terhadap integritas perbankan diupayakan karena kepercayaan masyarakat merupakan faktor yang sangat krusial.195

PBI No.5/25/PBI/2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatuhan (Fit and Proper Test) merupakan salah satu pemenuhan terhadap prinsip keadilan, dimana calon direksi dan komisaris bank harus memenuhi kompetensi tertentu untuk menjadi

193

Bismar Nasution, “Peranan Birokrasi Dalam Mengupayakan Good Corporate: Suatu Kajian Dari Pandangan Hukum Dan Moral”, disampaikan pada Diseminasi Policy Paper Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia,“Reformasi Hukum di Indonesia Melalui Prinsip-prinsip Good Governance”, yang diadakan oleh Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia bekerjasama dengan Program Studi Magister Hukum Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, tanggal 1-2 Oktober 2003, medan, Sumatera Utara, hal. 2.

194 Ibid. 195

pengurus bank. Hanya pihak yang memiliki integritas tinggi dan kelayakan keuangan saja yang dapat menjadi pemegang saham pengendali. Semua pengurus bank menentukan kebijaksanaan dan mereka memimpin terlaksananya kebijaksanaan dalam kegiatan perbankan sehingga harus menjalani test tersebut.196 Di samping itu, seorang pengurus bank tidak boleh gambling (coba-coba) akan tetapi harus diperhitungkan untung ruginya.197

2. Disclosure/Transparency (Keterbukaan)

Prinsip transparansi ditujukan untuk menghindari berbagai kemungkinan buruk akibat kurang terbukanya perusahaan terhadap para pemegang saham.198 Dengan adanya keterbukaan para pemegang saham dapat mengetahui dengan pasti apa dan bagaimana hasil pekerjaan dari pengurus, serta ke arah mana perusahaan bergerak.199 Kurang transparannya bank menyebabkan masalah yang sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu bank.200 Sehingga keterbukaan dalam batas-batas tertentu perlu dilakukan, agar masyarakat mendapatkan informasi yang cukup untuk dapat memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan berdasarkan perhitungan masing-masing.201

International Monetary Fund (IMF) menjelaskan bahwa salah satu sebab timbulnya masalah dalam industri perbankan, termasuk Indonesia adalah karena

196

Gunarto Suhardi, Usaha Meningkatkan Kinerja & Kepatuhan Perbankan Di Indonesia, Op. cit. hal. 55.

197

Ibid., hal.6 198

Indra Surya & Ivan Yustiavandana, Op. cit. hal. 74. 199

Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Op. cit. hal. 126. 200

Ibid., hal. 4. 201

Yunus Husein, Rahasia Bank Privasi Versus Kepentigan Umum, (Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), hal. 220.

kurang transparannya industri perbankan.202 Hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya krisis setelah dilakukan liberalisasi di bidang keuangan.203 Oleh karena itu, industri perbankan diwajibkan lebih transparan untuk mengimbangi terjadinya peningkatan kompleksitas bisnis perbankan.204

Dengan keterbukaan diyakini masyarakat akan lebih percaya pada bank dan sistem perbankan, dan law enforcement ketentuan perbankan menjadi lebih baik sehingga menimbulkan confidence bagi siapapun yang ingin memasuki pasar.205 Di samping itu, dengan keterbukaan juga diyakini sistem perbankan bisa menjadi lebih sehat dan lebih menguntungkan bagi penegakan ketentuan perbankan.206

Keterbukaan informasi mengenai kesehatan suatu bank merupakan salah satu upaya memberikan perlindungan bagi nasabah penyimpan.207 Karena dapat menjadi pedoman bagi masyarakat dalam menyimpan dananya, dan mereka dapat secara rasional mengambil keputusan dimana akan menyimpan dananya.208

Terdapat tiga indikasi yang dapat dipergunakan masyarakat untuk menilai tingkat kesehatan bank, antara lain:209

1. Apabila bank secara de fakto tidak memiliki akses ke pasar antar bank atau memiliki akses namun dengan tingkat bunga tinggi

202

Ibid., hal. 129. 203

Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Op.cit. hal.57. 204

Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Op. cit. hal. 178. 205

Yunus Husein, Op. cit. hal. 225. 206

Ibid., hal. 188. 207

Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Op.cit. hal. 258. 208

Ibid., hal.260. sebagaimana dikutip dari Alfred Dennis Mathewson,”From Confidential Supervision to Market Dicipline: The Role of Disclosure in the Regulation of Commercial Banks”, Journal of Corporation Law, (Winter, 1986), hal. 141.

209

2. Perbedaan suku bunga deposito yang ditawarkan antara bank yang satu dengan bank lainnya

3. Hadiah yang ditawarkan oleh suatu bank.

Transparansi kondisi keuangan juga akan meningkatkan kepercayaan masyarakat, karena akan mengurangi kesenjangan informasi mengenai kondisi bank bagi para pelaku pasar.210 Sehingga bank wajib menyusun, menyampaikan kepada BI dan mengumumkan kondisi keuangannya kepada masyarakat secara bulanan, triwulan, dan tahunan dalam rangka mendorong terciptanya disiplin pasar.211 Bank juga diwajibkan untuk menyampaikan kepada BI laporan mengenai transaksi antar bank dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan laporan mengenai penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas lain yang dapat dipersamakan dengan itu dari setiap perusahaan yang berada dalam satu kelompok usaha dengan bank.212

Hal tersebut bermaksud untuk mendemonstrasikan secara berkala bahwa bank tersebut secara keuangan sehat, sehingga menjaga kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan.213 Keterbukaan yang tepat waktu juga memungkinkan pengawas dan peserta pasar melakukan penilaian yang lebih sempurna tentang bagaimana bank menjaga kesehatannya.214

Basle Committee telah mengidentifikasi 6 kategori informasi yang harus diterapkan secara jelas dengan rincian yang tepat untuk membantu pencapaian

210

Ibid., hal. 164. 211

Awalil Rizky dan Nasyith Majidi, Op.cit. hal. 125. 212

Ibid., hal.126. 213

Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Op.cit. hal. 260. 214

tingkatan keterbukaan bank yang memuaskan, yaitu kinerja keuangan, posisi keuangan (termasuk modal, solvensi dan likuiditas), praktek dan strategi manajemen risiko, risk exposure (termasuk risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas dan risiko operasional, hukum), kebijaksanaan akuntansi dan bisnis dasar, informasi pengaturan (governance) perusahaan dan manajemen.215

Dengan menerapkan prinsip keterbukaan tentunya akan mempertajam mekanisme sistem peringatan dini (early warning system) sehingga dampak negatif keterlambatan lembaga pengawas yang seringkali terjadi dapat dinetralisir dengan efektifnya pengawasan oleh masyarakat.216

3. Accountability (Akuntabilitas)

Prinsip akuntabilitas didasarkan pada sistem internal check and balances yang mencakup praktek audit yang sehat.217 Praktik audit yang sehat dan independen sangat diperlukan untuk menunjang akuntabilitas perusahaan yang dapat dilakukan dengan mengefektifkan peranan komite audit.218 Komite audit dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan pemeriksaan atau penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam melaksanakan pengelolaan perusahaan serta melaksanakan tugas penting yang berkaitan dengan sistem pelaporan keuangan.219

215

Ibid., hal. 270. sebagaimana dikutip dari Basle Committee on Banking Supervision,”Enhancing Bank Transparency public Disclosure and Supervisory Information that Promote Safety and Soundness in Banking System”,(Basle, September 1998), hal. 17.

216

Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Loc.cit. 217

Indra Surya & Ivan Yustiavandana, Op. cit. hal. 77. 218

Ibid. 219

Komite audit memiliki tanggung jawab dan wewenang. Tanggung jawab komite audit terdiri dari laporan keuangan, tata kelola perusahaan dan pengawasan perusahaan.220 Sedangkan wewenang komite audit yaitu:221

1. Menyelidiki semua aktivitas dalam batas ruang lingkup tugasnya 2. Mencari informasi yang relevan dengan setiap karyawan

Dokumen terkait