• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uraian umum pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat terhadap keragaan tanaman pada umur 14 – 22 MST

Percobaan II. Pengujian efektifitas mikrob pelarut fosfat yang terdapat pada pupuk organik hayati dalam meningkatkan keragaan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Pengaruh efektifitas mikrob pelarut fosfat yang terdapat pada pupuk organik hayati dalam meningkatkan keragaan tanaman di pembibitan

4.2.4 Uraian umum pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat terhadap keragaan tanaman pada umur 14 – 22 MST

Seperti sudah diungkapkan sebelumnya dimana hasil pengamatan keragaan tanaman dari 14 MST hingga 22 MST memperlihatkan hasil tanaman yang tidak berbeda nyata dan cenderung tidak mempresentasikan tujuan dari penelitian. Data hasil pengamatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 8. Sebelumnya akan disajikan data hasil skoring terhadap keragaan tanaman pada 12 MST dimana data berikut dapat memperkuat bawasannya pada pengamatan keragaan tanaman hingga 12 MST sudah dapat menunjukkan kemampuan keragaan tanaman selama dipembibitan.

Disajikan pada Tabel 9, terdapat tiga perlakuan yang masuk pada kelompok Abnormal hal ini diduga pada beberapa perlakuan penggunaan pupuk batuan fosfat dipembibitan kelapa sawit terbukti belum dapat mendukung pertumbuhan secara optimal walau diantara semua perlakuan penggunaan aplikasi pupuk batuan fosfat tanpa penggunaan pupuk organik/hayati dapat masuk dalam kelompok pertumbuhan yang unggul. Hal tersebut semakin menguatkan dugaan bahwa pentingnya seleksi penggunaan pupuk organik/hayati pada masa awal aplikasi karena diketahui pertumbuhan mikrob pelarut fosfat dapat dipengaruhi oleh kemasaman tanah. Mikrob pelarut fosfat bersifat menguntungkan karena mengeluarkan berbagai macam asam organik seperti asam formiat, asetat, laktat

dan suksinat. Asam-asam organik ini dapat membentuk khelat dengan kation Al, Fe atau Ca yang mengikat P, sehingga ion H2P04- menjadi bebas dari ikatannya dan tersedia bagi tanaman.

Menurut Ivanova et al. (2006) dalam aktivitasnya mikrob pelarut P akan menghasilkan asam-asam organik diantaranya asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat, glioksalat, malat, fumarat, tartarat dan alfa ketobutirat. Meningkatnya asam-asam organik tersebut biasanya diikuti dengan penurunan pH, sehingga mengakibatkan pelarutan P yang terikat oleh Ca. Asam organik yang dihasilkan mikrob pelarut posfat mampu meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah melalui beberapa mekanisme, diantara adalah : (a) anion organik bersaing dengan orthofosfat pada permukaan tapak jerapan koloid yang bermuatan positif ; (b) pelepasan orthofosfat dari ikatan logam P melalui pembentukan komplek logam organik ; (c) modifikasi muatan tapak jerapan oleh ligan organik (Elfiati 2005)

Tabel 9 Pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfatterhadappenilaian variabel keragaan tanamanpada pada12 MST

Perlakuan Penilaian keragaan tanaman

Skoring Huruf mutu Kelompok

Batuan fosfat 50 % 52 A Unggul

Batuan fosfat 75 % 30 C Abnormal

Batuan fosfat 100 % 30 C Abnormal

SP-36 50 % 38 B Normal

SP-36 75 % 44 B Normal

SP-36 100 % 44 B Normal

Pupuk organik + Batuan fosfat 50 % 50 A Unggul

Pupuk organik + Batuan fosfat 75 % 50 A Unggul

Pupuk organik + Batuan fosfat 100 % 52 A Unggul

Pupuk organik + SP-36 50 % 36 B Normal

Pupuk organik + SP-36 75 % 36 B Normal

Pupuk organik + SP-36 100 % 60 A Unggul

Pupuk organik hayati + Batuan fosfat 50 % 30 C Abnormal Pupuk organik hayati + Batuan fosfat 75 % 60 A Unggul Pupuk organik hayati + Batuan fosfat 100 % 58 A Unggul

Pupuk organik hayati + SP-36 50 % 46 B Normal

Pupuk organik hayati + SP-36 75 % 56 A Unggul

Pupuk organik hayati + SP-36 100 % 56 A Unggul

Pada Gambar 8 menunjukkan kombinasi perlakuan penggunaan pupuk organik dan pupuk organik hayati pelarut fosfat dengan dua sumber hara fosfat pada berbagai taraf dosis penggunaanya dapat menunjukkan keragaan tanaman yang lebih baik dibandingkan perlakuan tanpa penggunaan pupuk organik/hayati pada 22 MST. Hal ini sangat dimungkinkan karena keberadaan mikrob pelarut fosfat yang beragam dalam mendukung pertumbuhan tanaman bibit kelapa sawit, dimana salah satu faktor yang menyebabkan keragaman tersebut adalah sifat biologisnya. Ada yang hidup pada kondisi asam dan ada pula yang hidup pada kondisi netral dan basa juga beberapa sifat lain yang bervariasi.

Hasil pertumbuhan tinggi tanaman terbaik ditunjukkan oleh perlakuan penggunaan pupuk organik dengan batuan fosfat dosis 100 %. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk batuan fosfat bersamaan dengan pupuk organik dapat mendukung pertumbuhan tinggi tanaman hingga 22 MST. Diketahui bahan organik yang berasal dari sisa tanaman yang dipanen atau sumber lain seperti pupuk kandang mengandung N, P, K dan nutrisi lain yang sangat bermanfaat bagi tanaman. Peran pupuk kandang dalam memberikan nutrisi tanaman dalam tanah lebih penting dari pada sekedar perbaikan struktur tanah (Rerkasem & Rerkasem 1984). Sumber nutrisi seperti pupuk kandang harus digunakan dengan kombinasi pupuk mineral untuk memenuhi kebutuhan tanaman dan untuk mempertahankan kualitas tanah dalam jangka waktu panjang. Pada Gambar 8 (a) pada 16 MST laju pertumbuhan diameter bonggol tanaman perlakuan tanpa penggunaan pupuk organik/hayati menunjukkan hasil yang sama tinggi dengan beberapa perlakuaan penggunaan pupuk organik/hayati. Pada Gambar 8 (b) pengamatan 18 MST menunjukkan perlakuan tanpa penggunaan pupuk organik/hayati lebih unggul dibandingkan perlakuan pupuk organik.

(a)

(b)

(c)

Gambar 8 Pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat terhadap diameter bonggol (a), tinggi tanaman (b), jumlah pelepah daun (c) bibit kelapa sawit pada 14 - 22 MST. 0 5 10 15 20 25 30 35 B0P1 B0P2 B0P3 B0P4 B0P5 B0P6 B1P1 B1P2 B1P3 B1P4 B1P5 B1P6 B2P1 B2P2 B2P3 B2P4 B2P5 B2P6 14 16 18 20 22 MST D ia m et er bo n g g ol Perlakuan 0 10 20 30 40 50 60 70 B0P1 B0P2 B0P3 B0P4 B0P5 B0P6 B1P1 B1P2 B1P3 B1P4 B1P5 B1P6 B2P1 B2P2 B2P3 B2P4 B2P5 B2P6 14 16 18 20 22 (cm) MST T in g g i ta n a m a n Perlakuan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 B0P1 B0P2 B0P3 B0P4 B0P5 B0P6 B1P1 B1P2 B1P3 B1P4 B1P5 B1P6 B2P1 B2P2 B2P3 B2P4 B2P5 B2P6 14 16 18 20 22 MST P el epa h d a un Perlakuan (mm) Pelepah tanaman-1

4.2.5 Kadar Hara Tanaman

Hasil uji statistik terhadap data analisa kadar hara tanaman menunjukkan terjadi perbedaan yang nyata antar perlakuan terhadap kadar N tanaman dengan hasil terbaik ditunjukkan oleh perlakuan pupuk organik dengan dosis batuan fosfat 100 % (B1P3) dan perlakuan penggunaan pupuk organik hayati dengan dosis SP- 36 75 % (B2P5). Berdasarkan data tersebut penggunaan batuan fosfat yang diharapkan dapat meningkatkan kadar N tanaman sesuai Tabel 10 belum dapat terbukti diduga karena sifat pupuk batuan fosfat yang lambat tersedia. Serapan N tanaman yang rendah dipengaruhi oleh nitrogen yang tersedia untuk tanaman, tanaman memerlukan pasokan nitrogen pada semua tingkat pertumbuhan, terutama pada awal pertumbuhan, sehingga adanya sumber N yang murah akan sangat membantu mengurangi biaya produksi. Dilain hal diketahui unsur hara N diperlukan untuk menjamin kualitas tanaman yang optimum ditunjukkan oleh kandungan protein dari tanaman yang berhubungan langsung dengan pasokan N. Tabel 10 Pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat pada tanaman bibit kelapa

sawit terhadap kadar hara tanaman pada 22 MST

Perlakuan N P K

--- % --- Pengaruh Tunggal

Tanpa pupuk organik/hayati 2.17 a 0.16 a 2.19 a

Pupuk organik 2.33 a 0.17 a 2.30 a

Pupuk organik hayati 2.27 a 0.17 a 2.18 a

Batuan fosfat 2.21 a 0.17 a 2.18 a

SP-36 2.30 a 0.16 a 2.27 a

Pengaruh Kombinasi

Batuan fosfat 50 % 1.99 c 0.16 a 2.36 ab

Batuan fosfat 75 % 1.99 c 0.17 a 1.89 b

Batuan fosfat 100 % 2.23 abc 0.16 a 2.13 ab

SP-36 50 % 2.17 abc 0.17 a 2.14 ab

SP-36 75 % 2.40 ab 0.16 a 2.33 ab

SP-36 100 % 2.27 abc 0.17 a 2.31 ab

Pupuk organik + Batuan fosfat 50 % 2.38 ab 0.16 a 2.33 ab Pupuk organik + Batuan fosfat 75 % 2.06 bc 0.18 a 2.02 ab Pupuk organik + Batuan fosfat 100 % 2.45 a 0.17 a 2.25 ab

Pupuk organik + SP-36 50 % 2.38 ab 0.17 a 2.45 a

Pupuk organik + SP-36 75 % 2.28 abc 0.17 a 2.26 ab

Pupuk organik + SP-36 100 % 2.41 ab 0.16 a 2.51 a

Pupuk organik hayati + Batuan fosfat 50 % 2.25 abc 0.17 a 2.12 ab Pupuk organik hayati + Batuan fosfat 75 % 2.25 abc 0.17 a 2.19 ab Pupuk organik hayati + Batuan fosfat 100 % 2.30 abc 0.17 a 2.37 a Pupuk organik hayati + SP-36 50 % 2.19 abc 0.16 a 2.03 ab Pupuk organik hayati + SP-36 75 % 2.45 a 0.17 a 2.14 ab Pupuk organik hayati + SP-36 100 % 2.19 abc 0.16 a 2.24 ab

Keterangan : Angka yang ditandai dengan huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 0.05.

Masih berdasarkan Tabel 10 hasil uji statistik menunjukkan tidak terjadi perbedaan yang nyata antar perlakuan terhadap kadar P tanaman bibit kelapa sawit. Hal ini diakibatkan proses fotosintesis tidak berjalan optimal karena kondisi lingkungan yang kurang mendukung sehingga berakibat langsung pada pertumbuhan tanaman dan nilai kandungan P tanaman. Laju fotosintesis yang menurun mengakibatkan sumber energi berupa ATP untuk mikrob tidak maksimal. Hal ini diakibatkan sinar matahari selama percobaan tidak optimal menyebabkan proses fotosintesis tanaman bibit kelapa sawit tidak maksimal, sinar matahari yang tidak optimal tersebut membuat stomata menjadi menutup dan mengurangi transpirasi akibatnya suplai CO2 berkurang sehingga mengurangi laju fotosintesis (Anonim 2008). Berdasarkan Tabel 10 pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap P tanaman diakibatkan asupan P tidak optimal. P berperan dalam proses pemecahan karbohidrat untuk energi, penyimpanan dan peredarannya ke seluruh tanaman, P juga berperan dalam pembelahan sel, berperan dalam meneruskan sifat-sifat kebakaan dari generasi ke generasi. Tanpa P proses-proses tersebut tidak dapat berlangsung. Selain itu, P juga menentukan pertumbuhan akar, mempercepat kematangan dan produksi buah dan biji sehingga P disebut sebagai kunci untuk kehidupan karena fungsinya yang sangat sentral dalam proses kehidupan (Santosa et al. 2007).

Pada hasil uji statistik terhadap kandungan K tanaman bibit kelapa sawit. Nilai terbaik kandungan K tanaman berturut-turut ditunjukkan oleh perlakuan pupuk organik dengan dosis SP-36 100 % (B1P6) dan SP-36 dosis 50 % (B1P4) serta penggunaan pupuk hayati dengan dosis batuan fosfat 100 % (B2P3). Hasil analisa statististik terhadap pengaruh tunggal penggunaan pupuk organik hayati pelarut fosfat terhadap kadar hara tanaman menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini diduga karena penggunaan pupuk organik hayati bersama beberapa pupuk sumber fosfat belum dapat menunjukkan hasil yang optimal terhadap kandungan hara tanaman. Hal lain diduga karena unsur-unsur makro yang diberikan melalui pupuk dasar tidak dapat diserap oleh tanaman misalnya unsur N. Diketahui sebagian besar pupuk urea (CO(NH2)2) mempunyai kelarutan tinggi jika diberikan ke dalam tanah. Semua bentuk N di dalam tanah akan dikonversikan atau dioksidasi menjadi NO3-, selanjutnya menjadi subjek proses denitrifikasi dan pencucian. Penting diketahui bawasannya kehilangan N di dalam tanah selain terjadi melalui pencucian dan diangkut oleh tanaman, juga dapat terjadi melalui penguapan seperti N2, nitrous oksida (N2O) dan NH3. Gas ini terbentuk karena reaksi-reaksi dalam tanah dan kegiatan mikrob. Mekanisme kehilangan N dalam bentuk gas melalui denitrifikasi, reaksi kimia karena temperatur dalam suasana aerobik dan lainnya, serta penguapan gas NH3 dari pemupukan pada tanah alkalis (Armiadi 2007).

4.2.6 Populasi Mikrob Tanah

Pada pengamatan populasi mikrob tanah hasil yang menunjukkan pengaruh yang nyata antar perlakuan ditunjukkan oleh analisa populasi total mikrob tanah, dimana hasil terbaik ditunjukkan oleh perlakuan penggunaan pupuk organik dengan batuan fosfat dosis 75 % (B1P2). Hal tersebut karena ketersediaan P organik bagi tanaman sangat tergantung pada aktivitas mikrob untuk memineralisasikannya. Namun seringkali hasil mineralisasi ini segera bersenyawa

dengan bagian-bagian anorganik untuk membentuk senyawa yang relatif sukar larut. Enzim fosfatase berperan utama dalam melepaskan P dari ikatan P-organik. Enzim ini banyak dihasilkan dari mikrob tanah, terutama yang bersifat heterotrof. Sel-sel mikrob sangat kaya dengan asam nukleat. Jika organisme mati, maka asam nukleat siap untuk dimineralisasi (Alexander 1978).

Hasil analisa statististik terhadap pengaruh tunggal penggunaan pupuk organik hayati pelarut fosfat terhadap populasi total mikrob tanah menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan hasil terbaik ditunjukkan oleh penggunaan pupuk organik. Telah lama diketahui bahwa bahan organik memiliki efek yang menguntungkan pada pertumbuhan tanaman yaitu untuk pertambahan nutrisi. Menurut Kumazawa (1984) bahan organik mengandung berbagai jenis nutrisi tanaman, baik unsur hara makro maupun mikro.

Tabel 11 Pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat pada tanaman bibit kelapa sawit terhadap populasi mikrob tanah pada 22 MST

Perlakuan Populasi Mikrob Tanah SPK g-1

Total Mikrob x 106 Azotobacter sp x 103 MPF x 103 Pengaruh Tunggal

Tanpa pupuk organik/hayati 36.71 ab 0.73 a 0.78 a

Pupuk organik 46.64 a 0.01 a 0.59 a

Pupuk organik hayati 25.20 b 0.43 a 0.49 a

Batuan fosfat 36.57 a 0.56 a 0.40 a SP-36 35.80 a 0.22 a 0.84 a Pengaruh Kombinasi Batuan fosfat 50 % 44.68 ab 2.03 a 0.08 a Batuan fosfat 75 % 19.78 ab 0.85 a 0.18 a Batuan fosfat 100 % 18.47 b 1.35 a 0.35 a SP-36 50 % 36.78 ab 0.00 a 0.42 a SP-36 75 % 41.61 ab 0.00 a 2.17 a SP-36 100 % 58.93 ab 0.17 a 1.50 a

Pupuk organik + Batuan fosfat 50 % 44.79 ab 0.00 a 0.33 a Pupuk organik + Batuan fosfat 75 % 60.47 a 0.00 a 0.83 a Pupuk organik + Batuan fosfat 100 % 59.67 a 0.00 a 0.50 a

Pupuk organik + SP-36 50 % 28.98 ab 0.08 a 0.43 a

Pupuk organik + SP-36 75 % 44.43 ab 0.00 a 0.61 a

Pupuk organik + SP-36 100 % 41.50 ab 0.00 a 0.83 a

Pupuk organik hayati + Batuan fosfat 50 % 28.63 ab 0.42 a 0.61 a Pupuk organik hayati + Batuan fosfat 75 % 31.93 ab 0.33 a 0.26 a Pupuk organik hayati + Batuan fosfat 100 % 20.73 ab 0.08 a 0.43 a Pupuk organik hayati + SP-36 50 % 20.03 ab 0.25 a 0.60 a Pupuk organik hayati + SP-36 75 % 30.07 ab 0.33 a 0.52 a Pupuk organik hayati + SP-36 100 % 19.79 ab 1.17 a 0.53 a

Keterangan : Angka yang ditandai dengan huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 0.05.

Tabel 11 menunjukkan pada analisa populasi total mikrob hasil ter-rendah ditunjukkan oleh penggunaan batuan fosfat 100 % tanpa pupuk organik/hayati (B0P1) hal ini dikarenakan rendahnya aktifitas fosfatase oleh mikrob tanah. Diketahui aktifitas fosfatase dalam tanah meningkat tidak hanya dipengaruhi oleh

meningkatnya C-organik, tetapi juga dipengaruhi oleh pH, kelembaban dan temperatur. Dalam kebanyakan tanah total P-organik sangat berkorelasi dengan C- organik tanah, sehingga mineralisasi P meningkat dengan meningkatnya C- organik. Fosfat anorganik dapat diimmobilisasi menjadi P-organik oleh mikroba dengan jumlah yang bervariasi antara 25-100 % (Havlin et al. 1999).

Hasil populasi Azotobacter spdiamati setelah tanaman memasuki umur 22 MST, diketahui hasil terbaik pada analisa populasi Azotobacter sp ini ditunjukkan oleh perlakuan batuan fosfat dosis 50 % tanpa penggunaan pupuk organik/hayati (B0P1). Sedikitnya populasi Azotobacter sp yang terdeteksi dimungkinkan karena potensi mikrob untuk melarutkan P umumnya didominasi oleh kelompok

Penicillum sp yang mampu melarutkan 24-40 % Ca3(PO4)2 dan Aspergillus sp mampu melarutkan 18 % (Chonkar & Subba Rao 1967). Hasil penelitian Maningsih dan Anas (1996) menunjukkan jamur Aspergillus niger dapat meningkatkan kelarutan P larut pada tanah Ultisol sebesar 30.4 % dibandingkan kontrol. Indikasi tersebut menunjukkan bahwa kemampuan jamur yang mempunyai spektrum lebar dalam melarutkan beberapa bentuk senyawa P yang ada didalam tanah. Dua faktor yang mempengaruhi populasi Azotobacter sp: asosiasi dan antagonis dengan mikroflora tanah, serta faktor kandungan bahan organik tanah. Aspergillus fumigaus dan Aspergillus candidus yang diteliti oleh Banik (1982) menunjukkan kemampuan yang jauh melebihi fosfobakterin dalam melarutkan Ca3(PO4)2, AlPO4 dan FePO4, sedangkan Aspergillus niger yang diteliti oleh Anas et al. (1993) dan Lestari (1994) sangat baik dalam meningkatkan P larut dari media batuan fosfat, yakni lebih dari 10 kali lipat. Aspergillus ficum

yang diteliti oleh Premono et al. (1994) mampu meningkatkan ketersediaan P pada tanah sebesar 25 %, dan mampu melarutkan bentuk-bentuk Ca-P dan Fe-P.

Masih berdasarkan Tabel 11, hasil analisis statistik menunjukan bahwa populasi mikrob pelarut fosfat pada perlakuan penggunaan SP-36 50 % tanpa penggunaan pupuk organik/hayati (B0P5) yang memperlihatkan hasil tertinggi 2.17 x 103 SPK g-1 walaupun hasil tersebut tidak berbeda nyata. Hasil yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan tersebut diduga disebabkan karena efektifitas mikrob pelarut fosfat yang tidak hanya memiliki kemampuan dalam meningkatkan ketersediaan P tetapi juga memiliki kemampuan dalam menghasilkan ZPT, terutama pada mikrob yang hidup dipermukaan akar seperti

Pseudomonas fluorescens, P.putida dan P.striata. Mikrob pelarut fosfat tersebut dapat menghasilkan zat pengatur tumbuh seperti asam indol asetat (IAA) dan asam giberelin (GA3), sehingga hal tersebut dimungkinkan mikrob pelarut fosfat terdeteksi pada berbagai mikro habitat tanaman. Diketahui juga beberapa mikrob pelarut fosfat juga dapat berperan sebagai biokontrol yang dapat meningkatkan kesehatan akar dan pertumbuhan tanaman melalui proteksinya terhadap penyakit. Strain tertentu dari Pseudomonas sp dapat mencegah tanaman dari patogen fungi yang berasal dari tanah dan potensial sebagai agen biokontrol untuk digunakan secara komersial di rumah kaca maupun di lapangan (Arshad & Frankenberger, 1993). Beberapa mekanisme dalam pelarutan fosfat oleh mikrob pelarut fosfat adalah: (1) produksi asam-asam organik, (2) pemasaman pH medium yang disebabkan oleh ekskresi H+ oleh bakteri, (3) enzim fosfatase yang dihasilkan bakteri (Illmer & Schinner, 1992; Illmer et al. 1995 & De freitas et al. 1997).

Dokumen terkait