• Tidak ada hasil yang ditemukan

URAIAN TEORITIS DAN GAMBARAN DATA PRAKTIK A. Uraian Teoritis

A.1 Pengertian Pajak

Menurut Prof.DR.P.J.A Andriani (Pandiangan,2002:1) pajak adalah iuran kepada kas negara yang dapat dipaksakan dan dapat terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang dapat langsung ditujukan dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja (dalam disertasinya yang berjudul “Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong”) dikutip dari (Waluyo (2011:3) menyatakan Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dikutip dari (Waluyo (2011:3) menyatakan Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Dari pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur pajak adalah:

1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.

2. Dalam pembayarannya pajak tidak menunjukkan adanya kontraprestasi langsung oleh negara kepada rakyat.

3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang bersifat umum dalam artian bahwa pengeluaran pemerintah tersebut mempunyai manfaat bagi masyarakat secara umum.

A.1.1 Fungsi Pajak

Dalam Brotodiharjo (1971:2) kedudukan pajak mempunyai 2 fungsi, yaitu:

1. Fungsi Finansial (Budgeter)

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah unutk membiayai pengeluaran, baik rutin maupun pembangunan, sebagai sumber keuangan negara pemerintah berupaya meningkatkan pemasukan sebanyak-banyaknya umtuk kas negara.

2. Fungsi Mengatur (Regulered)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang social dan ekonom, serta mencapai tujuan-tujuan di luar bidang keuangan.

A.1.2 Jenis Pajak

Menurut Mardiasmo (2009:5) pajak dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu:

1. Pajak langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya Pajak Penghasilan.

2. Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

b. Menurut sifatnya

1. Pajak subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaaan diri wajib pajak. Contohnya Pajak Pengasilan.

2. Pajak objektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaaan diri wajib pajak. Contohnya Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

c. Menurut lembaga pemungutannya

1. Pajak pusat yaitu pajak yhang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contohnya Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.

2. Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri atas:

a. Pajak propinsi. Contohnya Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

A.1.3 Subjek Pajak

Menurut Undang-Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 2 ayat 1,yang termasuk ke dalam subjek PPh meliputi: Orang Pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai salah satu kesatuan, menggantikan yang berhak, badan dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Bentuk Usaha Tetap (BUT) merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajaknnya dipersamakan dengan subjek pajak badan.

Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.

a. Subjek pajak dalam negeri

1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.

2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, meliputi Perseroan terbatas, Perseroaan Komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnyatermasuk kontrak investasi kolektif. Kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria, antara lain:

a. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. Pembiayaannya bersumber dari APBN dan APBD.

c. Penerimaanya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

d. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

e. Warisan yang belum terbagi sebagai salah satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

b. Subjek pajak luar negeri

1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.

2. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.

A.1.4 Objek Pajak

Menurut Undang-Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat 1, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal di Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk:

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang

pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang- Undang Pajak Penghasilan.

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan. c. Laba usaha

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.

2. Kuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota,

3. Keuntungan karena likuidasi, pemggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha.

4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan social atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, keepmilikan atau peguasaan antar pihak-pihak yang bersangkutan.

5. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hal penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

g. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.

i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. n. Premi asuransi.

o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.

r. Imbalan bungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

s. Surplus Bank Indonesia.

A.2 Pajak Penghasilan

Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Pajak Penghasilan (PPh) adalah suatu pungutan resmi menurut Undang-Undang yang ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan atau atas penghasilan yang dierima atau diperoleh dalam tahun pajak untuk kepentingan negara bagi masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakan dan diatur dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1991, diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

A.2.1 Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Pajak penghasilan didasarkan atas peralihan kekayaan dari sektor publik (pribadi) tanpa jasa timbal (kontraprestasi) yang ditunjuk langsung dan digunakan untuk pengeluaran negara berdasarkan kepentingan umum. Pajak penghasilan merupakan salah satu dari sumber pajak yang dikelola oleh negara sebagai salah satu sumber keuangan bagi kas negara.

Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan (2008), pajak penghasilan dinyatakan sebagai pihak yang dikenakan atas penghasilan wajib pajak orang pribadi dalam negeri berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan seperti dinyatakan dalam undang-undang pajak penghasilan.

Pengenaan di dalam pajak penghasilan orang pribadi tersebut harus dapat dibayar melalui kantor-kantor yang telah ditetapkan dan tidak mungkin dapat dibebankan kepada orang lain.

Dari uraian tersebut diatas pegawai tetap wajib pajak orang pribadi yang meliputi pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI atau POLRI, karyawan Badan Usaha Milik

Pemerintah dan Daerah, para penerima pensiun, tunjangan hari tua, tabungan hari tua. Bagi pejabat negara , pegawai negeri sipil, anggota TNI atau POLRI dan pensiun yang menerima pajak penghasilan pasal 21 bersifat final.

A.2.2 Sanksi-Sanksi Perpajakan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Sanksi perpajakan bagi wajib pajak orang pribadi diatur dalam Undang-Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 13. Adapun sanksi tersebut dibagi menjadi dua, yaitu:

A. Sanksi Administrasi bagi Wajib Pajak Orang Pribadi 1. Denda sebesar

a) Rp 100.000 apabila Surat pemberitahuan (SPT) Masa tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu, misalnya paling lambat 20 hari setelah akhir Masa Pajak.

b) Rp 100.000 apabila SPT Tahunan orang pribadi tidal disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas, yaitu paling lambat tiga bulan setelah akhir Tahun Pajak.

c) Rp 1.000.000 apabila SPT Tahu nan Badan tidak disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu,yaitu paling lama empat bulan setelah akhir Tahun Pajak.

2. Bunga sebesar

a) 2% sebulan untuk selama-lamanya 24 bulan atas jumlah pajak yang terutang atau kurang dibayar dalam hal:

- Wajib pajak membetulkan sendiri SPT yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar sebelum dilakukannya pemeriksaan.

- PPh dalam tahun berjalan tidak kurang dibayar dan/atau dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung.

- Terdapat kekurangan pajak yang terutang dalamSurat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain.

- Perhitungan sementara pajak yang terutang dari jumlah pembayaran pajak yang sebenarnya terutang akibat diberikan izin penundaan penyampaian SPT Tahunan.

b) 2% sebulan dari pajak yang kurang dibayar dalam hal wajib pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

c) 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam hal wp setelah jangka waktu 10 tahun dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. d) 2% sebulan dihitung dari jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal

pembayaran dan bagian dari bulan apabila pembayaran atau penyetoran terutang untuk suatu saat atau masa dilakukan setelah jatuh tempo pembayaran atau peneyetoran.

3. Kenaikan sebesar:

a) 50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak.

b) 100% dari jumlah PPh yang tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan, dan dipotong atau dipungut, tetapi tidak atau disetorkan.

c) 100% dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) barang dan jasa Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.

B. Sanksi pidana Wajib Pajak Orang Pribadi 1. Karena alpa:

a) Tidak membayarkan SPT atau

b) Membayarkan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah yang pertama kali sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 13 A didenda paling sedikit satu jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar atau dipidana kurungan paling singkat tiga bulan atau paling lama satu tahun.

2. Dengan sengaja wajib pajak orang pribadi

a) Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP b) Tidak menyampaikan SPT

c) Menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap

d) Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar

e) Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan atau tidak meminjamkan buku, catatan atau dokumen lainnya.

f) Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara diancam dengan pidana paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun dan denda paling sedikit 20 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

A.2.3 Cara Perhitungan PPh Orang Pribadi

1. Perhitungan PPh Orang Pribadi Karyawan

Adapun perhitungan PPh tahunan bagi orang pribadi karyawan adalah sebagai berikut:

a. Bagi WP OP yang berstatus sebagai karyawan, maka laporan pajaknya dengan menggunakan SPT 1770-S aatau 1770-SS

b. Spt 1770-SS digunakan untuk karyawan mempunyai gaji dan tunjangan semata-mata dari satu pemberi kerja dengan jumlah tidak melebihi Rp 60 juta dan penghasilan lain yang bersifat final.

c. Apabila karyawan mempunyai penghasilan lebih dari satu pemberi kerja atau penghasilannya melebihi Rp 60 juta atau mempunyai penghasilan lain yang tidak bersifat final, wajib menggunakan formulir 1770-S.

d. Perhitungan PPh dalam SPT Tahunan tersebut menggunakan data utama yaitu bukti potong PPh Pasal 21 berupa 1721-A1 dari perusahaan atau 1721-A2 dari instansi. Pindahkan data penghasilan neto dari bukti potong tersebut. Selanjutnya kurangi dengan PTKP dan hitung pajaknya. Setelah itu dikurangi dengan pajak yang telah dipotong dalam 1721-A1 atau 1721-A2.

e. Hitung penghasilan neto dengan cara penghasilan bruto dikurangi dengan pengurang atau biaya. Pengurangnya adalah iuran pensiun/THT yang berasal dari gajidan biaya jabatan. Sementara itu penghasilan lain-lain, seperti dividen, komisi atau hadiah pengurangnya adalah biaya yang terkait dengan perolehan penghasilan tersebut.

f. Jumlahkan seluruh penghasilan neto (termasuk penghasilan istri yang digabung dan penghasilan anak yang belum dewasa).

g. Hitung penghasilan kena pajak dengan cara penghasilan neto dikurang dengan zakat atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP).

h. PPh yang terutang dihitung dengan cara mengalikan penghasilan kena pajak (PKP) dengan tarif pasal 17 UU PPh.

2. Perhitungan PPh orang pribadi usaha

Adapun penghitungan PPh tahunan bagi orang pribadi ynag melakukan kegiatan usaha sebagai berikut:

a. Penghasilan final tidak dihitung lagi dalam SPT Tahunan karena sifatnya final dan sudah dipotong pada saat penerimaan penghasilan tersebut, hanya dilaporkan dalam SPT Tahunan.

b. Jenis SPT untuk wajib pajak orang pribadi lapangan usaha adalah Formulir 1770.

c. Penghasilan yang melebihi omset Rp 4.800.000.000 harus membuat pembukuan, sedangkan penghasilan yang tidak melebihi omset Rp 4.800.000.000 menggunakan norma penghitungan dan tidak harus menggunakan pembukuan.

d. Dalam menghitung penghasilan neto dengan cara penghasilan bruto dikurangi dengan pengurang atau biaya. Pengurang untuk wajib pajak usahawan adalah biaya-biaya usaha yang terkait dengan usaha yang terkait dengan usaha seperti biaya pegawai, biaya administrasi, biaya pemasaran, biaya penyusutan atau biaya sewa. Perhatikan juga dalam biaya ini, biaya yang dapat dibebankan dan biaya yang tidak dapat dibebankan.

f. Hitung penghasilan kena pajaknya (PKP). PKP diperoleh dari total penghasilan neto dikurangi dengan zakat atas usaha,kompensasi kerugian dan penghasilan tidak kena pajak (PTKP).

g. Kemudian hitung pajak terutang dengan cara mengalikan PKP dengan tariff pasal 17.

3. Contoh Soal Perhitungan PPh orang pribadi

Bapak Alex Ketaren seorang pegawai pada perusahaan PT. Pasti Sehati, menikah tanpa anak. Gaji sebulan Rp 2.000.000. PT. Pasti Sehati mengikuti program Jamsostek, premi jaminan kecelakaan kerja daan premi jaminan kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0.5% dan 0.3% dari gaji. PT.Pasti Sehati menanggung iuran jaminan hari tua setiap bulan sebesar 3.7% dari gaji sedangkan Bapak Alex Ketaren membayar iuran jaminan hari tua setiap bulan sebesar 2% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT.Pasti Sehati juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT.Pasti Sehati membayar iuran pensiun untuk Alex Ketaren ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp 100,000 sedangkan Alex Ketaren membayar iuran pensiun sebesar Rp 50.000.

Penghitungan PPh Pasal 21:

Gaji sebulan Rp 3.500.000

Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 17.500

Premi Jaminan Kematian Rp 10.500 +

Penghasilan Bruto Rp 3.528.000

1. Biaya jabatan

5% x Rp 3.528.000 = Rp 176.400

2. Iuran Pensiun Rp 50.000

3. Iuran Jaminan Hari Tua Rp 70.000 +

Rp 296.400 _

Penghasilan Neto Sebulan Rp 3.231.600

Penghasilan Neto Setahun

12x Rp 3.231.600 = Rp 38.779.200 PTKP - Untuk WP Sendiri Rp 24.300.000 - tambahan wp kawin Rp 2.025.000 + Rp 26.325.000 _ PKP Setahun Rp 12.454.200 Pembulatan Rp 12.454..000 PPh terutang : 5% x Rp 12.454.000 = Rp 622.710 PPh Pasal 21 Sebulan

Rp 622.710 : 12 = Rp 51.893

Perpajakan dalam Mardiasmo (2009:144) penegenaan tarif pajak atas penghasilan memiliki lapisan-lapisan Penghasilan Kena Pajak, yang diatur dalam Undang-Undang PPh Nomor 36 tahun 2008 pasal 17 ayat 1 adalah sebagai berikut:

Tarif dan PTKP Tabel III.1

Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif

Sampai dengan Rp. 50.000.000,- 5%

Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,- 15% Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp.250.000.000,- 25%

Diatas Rp. 500.000.000,- 30%

Sumber: Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

Dalam penghitungan pajak penghasilan juga diatur tentang pajak penghasilan tidak kena pajak (PTKP). PTKP merupakan kenijaksanaan pemerintah untuk meringankan beban wajib pajak di dalam menentukan atau menghitung besarnya penghasilan kena pajak sehingga besarnya jumlah utang pajak penghasilan tidak merugikan dan memberatkan.

Besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk tahun pajak 2014 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 tentang penyesuaian besarnya penghasilan tidak kena pajak disesuaikan menjadi sebagai berikut:

Tabel III.2

Penghasilan Tidak Kena Pajak

Diri Wajib Pajak Orang Pribadi Rp 15.840.000,- Tambahan untuk Wajib Pajak yang Kawin Rp 1.350.000,- Tambahan untuk setiap anggota keturunan semenda

dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang ditanggung

Rp 1.350.000,-

Sumber: Undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

Tabel III.3

Penghasilan Tidak Kena Pajak yang Berlaku Mulai Tahun 2013 Diri Wajib Pajak Orang Pribadi Rp 24.300.000,-

Tambahan untuk Wajib Pajak yang Kawin Rp 2.025.000,- Tambahan untuk setiap anggota keturunan semenda

dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang ditanggung

Rp 2.025.000,-

Sumber: Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 162/PMK.011/thn 2012 mengenai penyesuain besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak 2013

3. Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi

Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak orang pribadi untuk melaporkan identitas diri, harta, kewajiban/utang, penghasilan dan penghitungan serta pembayaran pajak setiap tahun. Fungsi SPT tahunan PPh orang pribadi adalah sebagai sarana wajib pajak untuk menetapkan sendiri besarnya pajak yang terutang, dengan cara:

1. Melaporkan dan mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya. 2. Melaporkan pembayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri dalam satu tahun

3. Melaporkan pemotongan/pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak lain dalam satu tahun pajak.

4. Melaporkan penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak. 5. Melaporkan harta dan kewajiban.

SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdapat dalam Pasal 3 Ayat (6) Undang-Undang KUP ada beberapa jenis, terdiri dari:

1. Formulir SPT Tahunan 1770 diisi oleh orang pribadi yang memiliki sumber penghasilan dari usaha dan/atau pekerjaan bebas.

2. Formulir SPT Tahunan 1770S diisi oleh orang pribadi yang memiliki sumber penghasilan dari satu pemberi kerja (sebagai karyawan) atau lebih dan/atau penghasilan lainnya yang bukan dari usaha atau pekerjaan bebas.

3. Formulir SPT Tahunan 1770SS diisi oleh orang pribadi yang memiliki sumber penghasilan hanya dari satu pemberi kerja yang jumlah bruto penghasilan setahun tidak melebihi Rp. 60.000.000,- dan tidak mempunyai penhasilan lainnya kecuali dari bunga bank dan bunga koperasi.

Yang wajib mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan PPh wajib pajak orang pribadi adalah wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. Wajib pajak tersebut antara lain:

1. Wajib Pajak orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas.

3. Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan lain dari luar penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan, dan atau yang memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dari satu pemberi kerja.

Dokumen terkait