• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis .1 Merek

Menurut The American Marketing Association dalam Kotler (2000:227), merek adalah sebuah nama, istilah, simbol, atau desain, atau kombinasi antar mereka, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari salah satu atau sekelompok penjual, dan untuk mendiferensiasikan dari barang ke jasa pesaing.

UU Merek No. 15 Tahun 2001 mendefinisikan merek sebagai tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsure-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Merek memegang peranan yang sangat penting, salah satunya adalah menjembatani harapan konsumen pada saat kita menjanjikan sesuatu kepada konsumen. Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dan perusahaan menghasilkan produk melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tetapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama.

Beberapa faktor yang menyebabkan merek menjadi sangat penting antara lain:

1. Emosi konsumen terkadang naik turun. Merek mampu membuat janji emosi menjadi konsisten dan stabil.

2. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat dalam suatu merek yang kuat mampu diterima di seluruh budaya dan dunia.

3. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen.

Semakin kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan semakin banyak Brand Association (asosiasi merek) yang terbentuk dalam merek tersebut.

4. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen. Merek yang kuat akan sanggup merubah perilaku konsumen.

5. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan oleh konsumen. Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan ataupun atribut lain yang melekat pada merek tersebut.

6. Merek berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan.

Dari berbagai uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa merek merupakan sesuatu yang dapat berupa tanda, gambar, simbol, nama, kata huruf-huruf, angka-angka,susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya untuk membedakan sebuah produk dengan produk pesaing melalui keunikan serta segala sesuatu yang dapat memberikan nilai tambah bagi pelanggan dengan tujuan untuk menjalin sebuah hubungan yang erat antara konsumen dan perusahaan melalui sebuah makna psikologis.

1. Atribut

Merek pertama-tama membawa atribut-atribut tertentu ke dalam benak seseorang. Mercedes akan memberi kesan mahal, berancang bangun dan berteknologi tinggi, kuat dan tahan lama, sangat bergengsi, nilai jual kembali tinggi, gesit dan sebagainya. Perusahaan akan menggunakan satu atau beberapa dari atribut-atribut tersebut untuk mengiklankan mobilnya. Selama bertahun-tahun Mercedes mengiklankan, “Direkayasa tidak seperti mobil-mobil lain di dunia.”

2. Manfaat

Sebuah merek lebih dari sekadar sekumpulan atribut. Pelanggan tidak membeli atribut, mereka membeli manfaat.

3. Nilai-nilai

Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsennya, sehingga

Mercedes berarti berkinerja tinggi, kemanan, gengsi, dan sebagainya. Pemasar merek harus menemukan kelompok pembeli mobil tertentu yang mencari nilai-nilai tersebut.

4. Budaya

Merek juga mewakili budaya tertentu. Mercedes mewakili budaya Jerman: terorganisasi, efisien, kualitas tinggi.

5. Pemakai

Merek memberi kesan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Kita akan terkejut menyaksikan seorang sekretaris berusia sekitar 20 tahun mengendarai sebuah Mercedes. Sebaliknya kita akan

berharap melihat seorang eksekutif puncak berusia sekitar 55 tahun berada di belakang kemudi. Para penggunanya adalah orang-orang yang menghargai nilai, budaya, dan kepribadian dari produk tertentu.

Tjiptono (2005:39) menyatakan bahwa penggunaan merek memiliki berbagai macam tujuan, yaitu:

1. Sebagai identitas perusahaan yang membedakannya dengan produk pesaing, sehingga pelanggan mudah mengenali dan melakukan pembelian ulang. 2. Sebagai alat promosi yang menonjolkan daya tarik produk (misalnya dengan

bentuk desain dan warna-warni yang menarik).

3. Untuk membina citra, yaitu dengan memberikan keyakinan, jaminan kualitas, serta citra prestise tertentu kepada konsumen.

4. Untuk mengendalikan dan mendominasi pasar. Artinya, dengan membangun merek yang terkenal, bercitra baik, dan dilindungi hak ekslusif berdasarkan hak cipta/paten, maka perusahaan dapat meraih dan memperthankan loyalitas konsumen.

Menurut Tjiptono (2005:42) agar suatu merek dapat mencermin kan makna-makna yang ingin disampaikan, maka ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan:

1. Merek harus khas atau unik.

2. Merek harus menggambarkan sesuatu mengenai manfaat produk dan

pemakaianya.

3. Merek harus menggaambarkan kualitas produk. 4. Merek harus mudah diucapkan, dikenali, dan diingat.

5. Merek tidak boleh mengandung arti yang buruk di negara dan dalam bahasa lain.

6. Merek harus dapat menyesuaikan diri dengan produk baru yang mungkin ditambahkan ke lini produk.

2.1.2 Pengertian Merek Pionir

Menurut Schmalensee dalam Tjiptono (2005:61) pionir adalah merek yang muncul pertama kali dalam kategori produk baru. Kalyanaram, Robinson, dan Urban dalam Tjiptono (2005:61) mendefinisikan pionir sebagai merek yang pertama kali masuk ke sebuah pasar baru. Sementara itu, definisi lebih spesifik oleh Schnaars dalam Tjiptono (2005:61) yang merumuskan pionir sebagai merek yang memperkenalkan suatu produk ke pasar dan pertama kali menjualnya dengan sukses.

Dari beberapa definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa merek pionir adalah suatu merek baru dalam kategori produk baru dan sukses menjualnya di pasar serta tetap mempertahankannya sehingga membekas di benak konsumen.

2.1.3 Keunggulan dan Risiko Merek Pionir

Keunggulan dan risiko merek pionir menurut Tjiptono (2005:63):

1. Response lags antara pionir yang pertama memasuki pasar dan perusahaan kedua yang memasuki pasar memberikan kesempatan kepada pionir untuk menjadi monopolis temporer dan meraup pendapatan substansial.

2. Pionir berkesempatan untuk mencapai skala ekonomis sebelum later entrants

luas dibandingkan para pesaingnya.

3. Pionir berpeluang membangun loyalitas merek dan switching cost (baik ekonomis maupun psikologis) terlebih dahulu, sehingga setiap pendatang baruharus bekerja keras guna meyakinkan pelanggan agar bersedia beralih ke produknya. Dengan demikian pionir bisa mendapatkan loyalitas dari konsumen-konsumen yang tergolong risk averse.

4. Pionir berpeluang mendapatkan citra dan reputasi positif atas daya inovasi dankeprogresifannya dalam membuka pasar.

5. Terciptanya hambatan masuk bagi para later entrants bila pionir mendapatkanperlindungan hak paten.

6. Pionir berkesempatan mendominasi jaringan distribusi dan periklanan, sehingga hanya akan tersedia tempat terbatas bagi para pendatang berikutnya. 7. Pionir bisa menciptakan standar produk, standar industri, dan basis pelanggan

yang berguna untuk mendukung penyempurnaan produk selanjutnya.

8. Pionir berpeluang untuk mempercepat proses belajarnya dalam hal produksi dan teknologi dibandingkan para pesaingnya.

9. Pionir dapat mendominasi berbagai aset langka, seperti sumber daya alam, lokasi, dan rak pajangan di gerai ritel.

Implikasinya, pionir cenderung berhasil meraih pangsa pasar terbesar dalam industrinya. Namun Carpenter & Nakamoto dalam Tjiptono (2005:63) mengingatkan bahwa keunggulan pionir baru bisa tereliasasi apabila merek pionir tersebut berhasil membentuk preferensi konsumen dengan jalan secara terus-menerus menyempurnakan dan mendiferensiasikan produknya dari para pesaing

atau disebut later entrants.

Menurut Brown, Jain, dan Schnaars dalam Tjiptono (2005:70), tantangan-tantangan yang harus dihadapi oleh merek pionir diantaranya:

1. Pionir harus unggul dalam teknologi (untuk ini dibutuhkan investasi yang besar).

2. Resiko kegagalan dalam introduksi produk baru relatif besar. 3. Biaya riset dan pengembangan produk sangat mahal.

4. Proses inovasi acapkali harus melewati tahapan-tahapan panjang yang tidak berguna dikarenakan kemajuan yang berlangsung lambat sehubungan dengan faktor trial and error.

5. Pionir harus “membuka jalan” dengan menciptakan dan mengembangkan permintaan primer serta mengedukasi pelanggan.

2.1.4 Keputusan Pembelian

Menurut Kotler dan Armstrong (2008:181) keputusan pembelian adalah membeli merek yang palimjg disukai, tetapi dua factor bias berada antara niat pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah sikap orang lain dan yang kedua faktor situasional yang tidak diharapkan. Oleh karena itu, preferensi dan niat pembelian tidak selalu menghasilkan pembelian yang aktual. Dengan kata lain, setiap konsumen adalah rational economic man yang memiliki alas an rasional dan membuat pilihan rasional dalam setiap pembelian produk dan jasa, (Tjiptono, 2005:179).

Menurut Davis (dalam Syamsi, 2000:3), keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Hal itu berkaitan dengan

jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai ‘apa yang harus dilakukan’ dan seterusnya mengenai unsur-unsur perencanaan. Dapat juga dikatakan bahwa keputusan itu sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran yang berupa pemilihan satu diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

Setiadi (2010:332) menyatakan bahwa “inti dari pengambilan keputusan konsumen (cunsumer decision making) adalah proses pengintegrasian yang mengombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif, dan memilih salah satu diantaranya”. Pemasar juga perlu mengetahui apa saja yang menjadi bahan pertimbangan orang dalam keputusan pembelian dan peran apa yang dimainkan masing-masing orang. Peran-peran pembelian konsumen tersebut, yaitu:

1. Pemrakarsa (initiator), yaitu orang yang pertama-tama memberikan pendapat atau pikiran untuk membeli produk atau jasa tertentu.

2. Pemberi pengaruh (influencer), yaitu orang yang pandangan/nasihatnya memberi bobot dalam pengambilan keputusan akhir.

3. Pengambil keputusan (decider), yaitu orang yang sangat menentukan sebagian atau keseluruhan keputusan pembelian, misalnya apakah membeli, apa yang akan dibeli, kapan hendak membeli, dengan cara bagaimana membeli, atau di mana akan membeli.

4. Pembeli (buyer), yaitu orang yang melakukan pembelian nyata.

5. Pemakai (user), yaitu orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa.

2.1.5 Proses Pengambilan Keputusan

Setiadi (2005:16) menyebutkan tahapan-tahapan proses pengambilan keputusan pembelian, secara umum proses itu dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut:

Sumber: Setiadi (2005:16)

Gambar 2.1 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian

1. Pengenalan kebutuhan (pengenalan masalah)

Merupakan tahap awal dimana seseorang merasa memiliki kebutuhan dan keinginannya harus dipenuhi.kebutuhan ini disebabkan oleh ransangan internal seseorang yaitu misalnya rasa lapar meningkat hingga suatu tingkat tertentu dan berubah menjadi dorongan.

2. Pencarian Informasi

Pencarian informasi dapat dibagi menjadi dua tingkatan, situasi pencarianyang lebih ringan dinamakan perhatian yang menguat. Pada tahap ini konsumen akan mencari informasi tentang produkyang akan dibeli. Selanjutnya konsumen akan mencari informasi secara aktif tentang produk yang akan dibelinya yang dapat dilakukannya dengan mencari bacaan, menelepon dan mempelajari tentang produk yang bersangkutan.

3. Evaluasi Alternatif

Pada evaluasi alternatif konsumen membentuk penilaian atas produk terutama kesadaran dan rasio. Beberapa konsep yang membantu memahami Pengenalan Masalah Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Pembelian Perilaku Setelah Pembelian

proses evaluasi konsumen. Pertama, konsumen berusaha memenuhi suatu kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari suatu produk. Ketiga, konsumen memandang setiap produk senagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dan member manfaat yang dicari untuk memuaskan kebutuhan.

4. Keputusan Pembelian

Keputusan pembelian adalah langkah konsumen setelah melakukan berbagai pertimbangan, pada akhirnya menentukan pembelian atau tidak berdasarkan yang telah diterima konsumen berdasarkan urutan yang telah disebutkan diatas.

5. Perilaku Setelah Pembelian

Sesudah pembelian terhadap suatu produk yang dilakukan konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Konsumen tersebut juga akan terlibat dalam tindakan-tindakan sesudah pembelian dan penggunaan produk yang akan menarik minat pemasar.

Dokumen terkait