• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. 1 Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris disebut Communication berasal dari bahasa Latin “Communicare” yang artinya berbicara, menyampaikan pesan, informasi, pikiran, gagasan, dan pendapat yang dilakukan oleh seseorang kepada yang lain dengan mengharapkan jawaban, tanggapan atau arus balik(feed back) dari orang yang diajak berbicara. Berdasarkan arti kata tersebut maka lebih dipertegas lagi dengan pengertian komunikasi dibawah ini, yaitu :

“Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai paduan pikiran dan perasaa berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan imbauan,dan sebagainya, yang dilakukan seseorang kepada orang lain, baik secara langsung (tatap muka) maupun tidak langsung melalui media, dengan tujuan mengubah sikap,pandangan dan perilaku.” (Effendy,1993 : 60)

Berdasarkan pengertian diatas, Communicare bisa berarti dua orang atau lebih, yang bersama-sama bertemu baik secara langsung ( tatap muka ) maupun melalui media atau saluran tertentu, tukar-menukar pengetahuan, pengalaman, pemikiran, gagasan, perasaan ( to make common, sharing ).

Schramm memberikan tambahan bahwa kesamaan pengalamn diantara komunikator dan komunikan yang berlangsung secara source and receiver, komunikator dan komunikan akan mempunyai sudut pandang yang sama mengenai suatu pesan. Komunikasi akan efektif apabila komunikator mampu berkomunikasi sesuai dengan komunikannya.

Selain itu pula, seorang komunikator harus mempunyai rencana dan tujuan, tidak saja pesan itu tersampaikan, tapi juga dapat merubah sikap dan pendapat serta mempengaruhi komunikan, hal ini dipertegas dari definisi komunikasi, yaitu:

“Komunikasi atau upaya-upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas penyampaian informasi serta pembentukan sikap dan pendapat. ” Secara khusus Hovland menjelaskan bahwa “ Communication is the process to modify the behavior of other individual “ , ( komunikasi adalah pengubah perilaku orang lain )(Hovlan dalam Effendy,1993 ; 113 ).

Dalam menyampaikan pesan, komunikasi dilakukan tidak terbatas pada komunikasi secara langsung, bisa juga dilakukan melalui media seperti radio, televisi, surat kabar, dan lain-lain. Sehingga pesan akan tersampaikan dan tersebar luas tidak terbatas ruang dan waktu, serta mempengaruhi khalayak secara luas pula. Hal ini berdasar pada pengertian komunikasi bahwa komunikasi adalah pengoperan atau penyiaran ( transmitter ) lambang-lambang melalui sebagian besar media komunikasi massa seperti radio, surat kabar, majalah, buku dan sebagian besar media komunikasi yang bersifat pribadi percakapan antar insan. ( Barelson dalam Effendy, 2000 : 69 ).

2. 1. 1. Unsur-unsur Komunikasi

Dalam melakukan komunikasi setiap individu berharap tujuan dari komunikasi itu sendiri dapat tercapai dan untuk mencapainya ada unsur-unsur yang harus dipahami, menurut Onong Uchyana Effendy dalam bukunya Dinamika Komunikasi, bahwa dari berbagai pengertian komunikasi yang telah ada, tampak adanya sejumlah komponen atau unsur yang dicakup, yang merupakan persyaratan terjadinya komunikasi. Komponen atau unsur-unsur komunikasi tersebut adalah sebagai berikut :

• Komunikator : Orang yang menyampaikan pesan. • Pesan : Pernyataan yang didukung oleh lambang • Komunikan : Orang yang menerima pesan.

• Media : Sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya.

• Efek : Dampak sebagai pengaruh dari pesan (Effendy, 2002 : 6 ).

Kita mempersepsi manusia tidak hanya lewat bahasa verbalnya saja tapi juga perilaku non verbal nya. Pentingnya komunikasi non verbal misalnya dilukiskan dengan frase bukan apa yang ia katakannya tapi bagaimana ia

mengatakannya. Lewat komunikasi non verbal kita dapat mengetahui suasana hati emosional seseorang. Secara sederhana menurut Larry A Samovar dan Richard E.Porter, komunikasi non verbal adalah:

“semua isyarat yang bukan kata-kata, dan mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal ) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima; jadi definisi ini mencakup perilaku yang disengaja ataupun yang tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan; kita mengirim banyak pesan non verbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain.” ( Mulyana,2007 : 343 )

2. 1. 2. Sifat Komunikasi

Onong Uchjana Effendy dalam bukunya ” Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek” menjelaskan bahwa komunikasi memiliki sifat-sifat. Adapun sifat-sifat dari komunikasi tersebut sebagai berikut :

1. Tatap muka . 2. Bermedia.

3. Verbal: Lisan, Tulisan.

4. Non Verbal : Gerakan/ isyarat badaniah. 5. Bergambar. ( Effendy,2002 : 7 )

Komunikator dalam menyampaikan pesan kepada komunikan dituntut untuk memiliki kemampuan dan pengalaman agar adanya umpan balik dari si komunikan itu sendiri, dalm penyampaian pesan komunikator bisa secara langsung tanpa menggunakan media apapun. Komunikator juga dapat menggunakan bahasa sebagai lambang-lambang atau simbol komunikasi bermedia kepada komunikan, fungsi media tersebut sebagai alat bantu dalam menyampaikan pesannya.

Komunikator dapat menyampaikan pesannya secara verbal ataupun non verbal. Verbal dibagi kedalam dua macam yaitu lisan dan tulisan. Sementara non verbal dapat menggunakan gerakan badaniah seperti melambaikan tangan,

mengedipkan mata, dan sebaginya, ataupun menggunakan gambar untuk mengemukakan perasaan, ide, atau gagasannya.

2. 1. 3. Tujuan Komunikasi

Setiap individu dalam berkomunikasi pasti mengharapkan tujuan dari komunikasi itu sendiri, secara umum tujuan komunikasi adalah mengharapkan adanya umpan yang yang diberikan oleh lawan berbicara kita serta semua pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh lawan bicara kita dan adanya efek yang terjadi setelah melakukan komunikasi tersebut. Onong Uchjana Effendy dalam buku “ Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek “ mengemukakan beberapa tujuan komunikasi, yaitu :

a. Supaya gagasan kita dapat diterima oleh orang lain dengan pendekatan yang persuasif bukan memaksakan kehendak.

b. Memahami orang lain, kita sebagai pejabat atau pimpinan harus mengetahui benar aspirasi masyarakat tentang apa yang diinginkannya, jangan mereka menginginkan arah ke barat tapi kita memberinya jalur ke timur.

c. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu, menggerakkan sesuatu itu dapat bermacam-macam mungkin berupa kegiatan yang dimaksudkan ini adalah kegiatan yang banyak mendorong, namun yang penting harus diingat adalah bagimana cara terbaik melakukannya.

d. Supaya yang kita sampaikan itu dapat dimengerti sebagai pejabat ataupun komunikator kita harus menjelasakan kepada komunikan atau bawahan dengan sebaik-baiknya dan tuntas sehingga mereka dapat mengikuti apa yang kita maksudkan. ( Effendy, 1993 : 18 ). Jadi secara singkat dapat dikatakan tujuan komunikasi itu adalah mengharapkan pengertian, dukungan, gagasan, tindakan, serta tujuan utama adalah agar semua pesan yang kita sampaikan dapat dimengerti dan diterima oleh komunikan.

2. 2. Tekonologi Komunikasi

Perkembangan teknologi komunikasi dewasa ini sedang dalam fase tumbuh kembang yang sangat cepat. Sehingga perkembangan yang pesat ini disebut para ahli sebagai suatu gejala revolusi. Sekalipun kemajuan tersebut masih dalam perjalanannyan, saat ini sudah dapat diperkirakan terjadinya perubahan dibidang komunikasi maupun lain - lainnya yang berhubungan, sebagai implikasi dari perkembangan yang dimaksud. Perubahan – perubahan yang kelak terjadi, terutama disebabkan berbagai kemampuan dan potensi teknologi komunikasi tersebut, yang memungkinkan manusia untuk saling berhubungan dan berkomunikasi mereka secara tidak terbatas.

Jadi yang dimaksud dengan teknologi komunikasi adalah suatu penerapan ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan komunikasi. Rogers 1986 dalam ( Lubis, 2005 : 42), mendefinisikan teknologi komunikasi sebagai “alat pengangkut keras, struktur organisasi dan nilai-nilai sosial yang digunakan untuk mengumpulkan, memproses, dan mempertukarkan informasi dengan yang lain.”

2. 3. Analisis Semiotika 2. 3. 1. Pengertian Semiotik

Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari kata Yunani, semion yang berarti tanda. Menurut Umberto Eco (dalam Sobur, 2009 : 95), mengatakan, ”Tanda itu didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensional sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain”( Sobur, 2009:95 ).

Istilah semeion tampaknya diturunkan dari kedokteran hipokratik atau asklepiadik dengan perhatiannya pada simtomatologi dan diagnostic inferensial. Tanda pada masa itu masih bermakna sesuatu hal menunjukkan pada adanya hal lain. Contohnya, asap menandakan adanya api.

Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Sedangkan menurut Preminger ia mengatakan ;

“Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial/masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari tentang sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi - konvensi yang memungkinkan tanda - tanda itu mempunyai arti” ( Sobur, 2009 : 96 ).

Meskipun refleksi mengenai tanda itu mempunyai sejarah filsafat yang patut dihargai, namun semiotik atau semiologi dalam arti modern berangkat dari seorang ahli bahasa Swiss, yakni Ferdinand de Saussure ( 1857-1913), yang mengemukakan pandangan linguistik hendaknya menjadi bagian dari suatu ilmu pengetahuan umum tentang tanda yang disebutnya semiologi.

Pemahaman akan struktur semiosis menjadi dasar yang tidak bisa ditiadakan bagi penafsir dalam upaya mengembangkan pragmatis. Seorang penafsir adalah yang berkedudukan sebagai peneliti, pengamat, dan pengkaji, objek yang ditelitinya. Dalam mengkaji objek yang difahaminya, seorang penafsir yang jeli dan cermat, semuanya akan dilihat dari jalur logika.

Semiotika mencoba memahami bagaimana bahasa begitu bermakna dan bagaimana makna kemudian dapat dikomunikasikan dalam masyarakat. Semiotik tidak ditemukan dalam teks itu sendiri, tetapi hal ini seharusnya lebih dipahami sebagai metodelogi. Maka, semiotika bukanlah disiplin ilmu yang pasti, tetapi pengaruhnya pada cara resmi dalam pendekatan teks media cukup dipertimbangkan ( Hartley, 2010 : 278 )

Semiotika adalah studi mengenai tanda dan simbol yang merupakan tradisi penting dalam pemikiran tradisi komunikasi mencakup teori utama mengenai bagaimana tanda mewakili objek, ide, situasi, keadaan, perasaan, dan sebagainya yang berada diluar diri. Studi mengenai tanda tidak saja memberikan jalan atau cara dalam mempelajari ilmu komunikasi, tetapi juga memiliki efek besar pada hampir tiap aspek .

Hubungan penalaran jenis dengan penandanya :

Qualisign : Penanda yang bertalian dengan kualitas. Tanda-tanda yang merupakan tanda berdasarkan suatu sifat. Qualisign yang murni pada kenyataannya tidak pernah ada. Jadi benar - benar berfungsi, qualisign harus mempunyai bentuk.

Sinsigns : Penanda yang bertalian dengan kenyataan. Tanda - tanda yang merupakan tanda atas dasar tampilannya dalam kenyataan. Semua pernyataan individual yang tidak dilembagakan merupakan sinsigns.

Legisigns : Penanda yang bertalian dengan kaidah. Tanda - tanda yang merupakan tanda atas dasar suatu pertauran yang berlaku umum, sebuah konvensi, sebuah kode. Semua tanda legisigns, karena bahasa merupakan kode. Setiap legisigns mengimplikasikan sinsigns, hubungan second yang mengaitkan third, yakni peraturan yang bersifat umum. Jadi, legisigns sendiri merupakan sebuah third.

Hubungan kenyataan dengan jenis dasarnya :

• Icon : Sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang serupa dengan bentuk objeknya.

• Indeks : Sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang mengisyaratkan petandanya.

• Simbol : Sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagi penanda yang mengisyaratkan kaidah secara konvensi telah lazim digunakan oleh masyarakat.

Hubungan Pikiran dengan jenis petandanya :

Rheme or seme : penanda yang bertalian dengan mungkin terpahaminya objek petanda bagi penafsir.

Dicent or decisign or pheme : Penanda yang menampilkan informasi tentang petandanya,

Argument : penanda yang pertandanya akhir bukan suatu benda tetapi kaidah. ( Sobur, 2004 : 97-98 ).

Kesembilan tipe penanda sebagai suatu struktur semiosis itu dapat dipergunakan sebagai dasar kombinasi satu dengan lainnya. Dalam kaitannya dengan ilmu bahasa, semiotic menurut Charles Moris, memiliki tiga cabang :

Sintaktika ( sintaksis) sebagi ilmu bahasa yang mengkaji penggabungan satuan-satuan lingual yang berupa kata untuk membentuk satuan-satuan kebahasaan yang lebih besa seperti frase, klausa, kalimat dan wacana. Semantika ( semantik) adalah displin ilmu bahasa yang menelaah makna satuan lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal. Makna leksikal adalah makna unit semantic yang terkecil disebut leksem, sedangkan makna gramatikal adalahmakan yang berbentuk dari satuan kebahasaan. Pragmatika (pragmatis) adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi “ ( Sobur, 2009 : 102 ).

2. 3. 2. Macam-macam Semiotik

Menurut Pateda ( 2001 : 29 ), menerangkan bahwa sekurang-kurangnya terdapat sembilan macam semiotic yang sudah dikenal, yakni:

1. Semiotik Analitik, yakni semiotic yang menganalisis system tanda. Semiotik berobjekan tanda dan menganalisisnya menjadi ide, objek, dan makna. Ide dapat dikatakan sebagi lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam lambang yang mengacu pada objek tertentu.

2. Semiotik Deskriptif, yakni semiotik yang memperhatikan system tanda yang dapat kita alami sekarang, meskipun terdapat tanda lain yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang.

3. Semiotik Fauna, yakni semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. Hewan biasanya menghasilkan tanda untuk berkomunikasi antar sesamanya, tetapi sering juga menghasilkan tanda yang ditafsirkan oleh manusia. 4. Semiotik Kultural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem

tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu. Budaya yang terdapat dalam masyarakat yang juga termasuk dalam sistem

itu, menggunakan tanda-tanda tertentu yang membedakannya dengan masyarakat lain.

5. Semiotik Naratif, yakni semiotik yang menelaah sistem tanda dalam narasi yang berbentuk mitos dan cerita lisan ( folklore ). 6. Semiotik Natural, yakni semiotik yang khusus menelaah system

tanda yang dihasilkan oleh alam.

7. Semiotik Normatif, yakni semiotik yang khusus menelaah system tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma, misalnya rambu-rambu lalu-lintas.

8. Semiotik Sosial, yakni semiotik yang khusus menelaah system tanda yang dihasilkan oleh manusia, berupa lambang, baik lambang yang berwujud kata maupun lambang yang berwujud kata dalam satuan yang diebut kalimat.

9. semiotic Struktural, yakni semiotik yang khusus menelaah system tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa. ( Sobur, 2004: 100-101 ).

Dalam perkembangannya semiotika tidak hanya dipakai dalam kajian linguistik, tetapi semiotika juga bisa digunakan dalam menganalisis objek seperti semiotik hewan dan semiotik alam.

2. 3. 3. Tanda dan Makna dalam semiotik 2. 3. 3. 1. Tanda

Semua model makna memiliki bentuk yang secara luas serupa atau mirip. Masing-masing memperhatikan tiga unsur yang mesti ada dalam setiap studi tentang makna. Ketiga unsur tersebut adalah a). tanda, b) acuan tanda, c) pengguna tanda.

Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi indra kita, tanda mengacu pada sesuatu diluar tanda itu sendiri dan bergantung pada pengamatan oleh penggunanya sehingga bisa disebut tanda. Pierce dalam (Fiske, 2004: 62 ) mengatakan:

“Tanda dalam acuannya dan penggunaanya sebagai titik dalam segitiga. Masing- masing terkait erat pada dua yang lainnya , dan dapat dipahami dalam artian pihak lain” ( Suprapto, 2006: 114 )

Berdasarkan pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tanda terdiri pada realitas hanya melalui konsep orang yang menggunakannya.

2. 3. 3. 1. 1. Kategori- kategori Tanda

Pierce dan Saussure menjelaskan berbagai cara dalam menyampaikan makna. Pierce membuat tiga kategori tanda yang masing-masing menunjukkan hubungan berbeda diantara tanda dan objeknya atau apa yang diacunya.

1. Ikon adalah tanda yang memunculkan kembali benda atau realitas yang ditandainya, misalnya foto atau peta.

2. Indeks ada hubungan langsung antara tanda dan objeknya. Ia merupakan tanda yang hubungan eksistensionalnya langsung dengan objeknya . 3. Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan dengan objeknya

berdasekan konvensi, kesepakatan atau aturan kata-kata umumna adalah simbol ( Suprapto, 2006: 120 ).

Tommy Suprapto dalam bukunya yang berjudul “ Pengantar Teori Komunikasi, mengemukakan beberapa pokok pikiran tentang makna dan tanda dalm proses komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Dalam proses komunikasi, seperangkat tanda merupakan hal yang penting karena ini merupakan pesan yang harus dipahami oleh komunikan. Komunikan harus menciptakan makna yang terkait dengan makna yang dibuat oleh komuikator. Semakin banyak kita berbagi kode yang sama, semakin banyak kita menggunakan system tanda yang sama.

2. Tanda-tanda (sign) adalah basis dari seluruh kegiatan komunikasi. Manusia dengan perantara tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Kajian tentang tanda dalam proses komunikasi sering disebut semiotika komunikasi

3. Semiotika komunikasi menekankan pada teori tentang produksi tanda, salah satu diantaranya mengasumsikan adanya enam factor dalam komunikasi yaitu; pengirim, penerima kode (sistem tanda),pesan, saluiran komunikasi, dan acuan hal yang dibicarakan. 4. Semiotika mempunyai tiga bidang yaitu :

a. Tanda itu ssendiri. Hal ini terdiri atas aturan tentang berbagai tanda yang berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda-beda itu

dalam mneyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya.

b. Kode atau sistem tanda yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarkat atau budaya atau untuk mengeksploitasi selama komunikasi yang tersedia menstransmisinya.

c. Kebudayaan tempat kode atau tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri. ( Suprapto, 2006: 123).

2. 3. 3. 2. Makna

Semiotik berusaha menggali hakikat sistem tanda yang beranjak keluar kaidah tata bahasa dan sintaksis dan yang mengatur arti teks yang rumit, tersembunyi, dan bergantung pada kebudayaan. Hal ini kemudian menimbulkan perhatian pada makna tambahan ( connotative ) dan arti penunjukkan (denotative), kaitan dan kesan yang ditimbulkan dan diungkapkan melalui penggunaan dan kombinasi tanda.

Dalam pandangan Saussure, makna sebuah tanda dipengaruhi oleh tanda yang lain. Sedangkan Umar Junus menyatakan :“Makna dianggap sebagi fenomena yang bisa dilihat sebagai kombinasi beberapa unsur dengan setiap unsur itu. Secara sendiri-sendiri unsur tersebut tidak mempunyai makna sepenuhnya.” ( Sobur, 2004: 153 ). Menurut Bolinger dalam Aminuddin, 2006 : 26 ) mengatakan : “makna adalah hubungan antara bahasa dan dunia luar yang telah disepakati oleh para pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti.

Dalam pandangan Aminuddin ( 2003: 7 ), makna dibagi menjadi tiga tingkatan, yakni :

1. Makna menjadi isi abstraksi dalamkegiatan bernalar secara logis sehingga membuahkan proposisi kebahasaan.

2. Makna menjadi isi dari suatu bentuk kebahasaan.

3. Makna menjadi isi komunikasi yang mampu membuahkan informasi tertentu.

Sebuah makna berasal dari petanda-petanda yang dibuat manusia, ditentukan oleh kultur atau subkultur yang dimilikinya yang merupakan konsep mental yang digunakan dalam membagi realitas tersebut.

2. 4. Semiotika Charles Sanders Pierce

Menurut Pierce salah satu bentuk adalah kata. Sedangkan objek adalah tanda yang ada dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. ( Sobur, 2002 : 115 ). Pierce juga mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh dari kepertamaan, objeknya adalah kedua, dan penafsiran unsur pengantara adalah contoh dari ketigaan. Ketigaan yang ada dalam konteks pembentukan tanda juga membangkitkan semiotika yang tidak terbatas, selama satu penafsiran ( gagasan ) yang membaca tanda sebagai tanda bagi yang lain ( yaitu dari suatu makna dan penanda ) bisa ditangkap oleh penafsiran lainnya. Penafsiran ini adalah unsur yang harus ada untuk mengaitkan tanda dengan objeknya ( induksi, deduksi, penangkap) membentuk tiga jenis penafsiran yang penting .

Agar bisa ada sebagai suatu tanda, makna tersebut harus ditafsirkan yang dikupas oleh teori segitiga makna yang mana dapat menggambarkan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi. Hubungan segitiga makna Pierce lazimnya ditampilkan seperti gambar berikut ;

Sign

Interpretant Object

Gambar 2.1 Segitiga Semiotik C.S. Pierce Sumber : (Sumbo Tinarbuko, 2008, dalam buku Semiotika Komunikasi Visual )

Menurut Pierce tanda ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu. Tanda akan selalu mengacu kepada sesuatu yang lain, oleh Pierce disebut objek. Mengacu berarti mewakili atau menggantikan, tanda baru dapat berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak penerima tanda melalui interpretant. Jadi interpretant ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda, artinya tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda bila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground yaitu pengetahuan tentang sistem tanda dalam suatu masyarakat, hubungan ketiga unsur yang dikemukakan oleh Pierce terkenal dengan nama segitiga semiotik.

Bagi Charles S.Pierce ( Pateda, 2001 :44 dalam Sobur, 2002 : 41) “Sign is something which stand to somebody for something in some recpect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi oleh Pierce disebut ground. Konsekuensinya, tanda ( sign atau represtament ) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretant.

Atas dasar hubungan ini, Pierce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign . Berdasarkan objeknya ,Pierce membagi tanda atas icon, index, symbol. Dan berdasarkan interpretantnya dibagi atas rheme, dicent sign, atau decisign dan argument.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3. 1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah kualitatif yang diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi, dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu objek, yang dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Dalam penelitian kualitatif ada 2 hal yang ingin dicapai, yaitu : 1). Menganalisis proses berlangsungnya suatu fenomena sosial dan memperoleh suatu gambaran yang tuntas terhadap proses berlangsungnya, dan 2). Menganalisis makna yang ada dibalik informasi,data dan proses suatu fenomena sosial itu. Berdasarkan tujuan kedua, peneliti menggunakan analisis semiotik yang sifatnya memaparkan situasi / peristiwa dengan memaparkan situasi atau peristiwa dengan melukiskan variabel satu demi satu . ( Rakhmat, 2005 : 25 )

Penelitian dengan menggunakan analisis semiotika merupakan teknik penelitian bagi kajian komunikasi yang cenderung lebih banyak mengarah pada sumber maupun penerimaan pesan. Dikategorikan kedalam penelitian interpretative dan subjektif karena sangat mengandalkan kemampuan peneliti dalam menafsirkan teks ataupun tanda yang dikaitkan dengan nilai-nilai ideologi, budaya, moral, dan spiritual. Maka peneliti memberi peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi-intepretasi alternatif. Pendekatan penelitian ini mengedepankan penyajian data secara terstruktur serta memberikan gambaran terperinci objek penelitian beberapa pesan komunikasi dalam bentuk tanda-tanda. Penelitian ini menggunakan analisis semiotik, maka tipe penelitian ini adalah kualitatif interpretatif dimana peneliti melakukan pengamatan secara menyeluruh dari semua isi tanda dalam penggunaan emoticon kegiatan chatting Blackberry

Dokumen terkait