• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Teoritis

2.1.1 Perilaku Konsumen

Dalam rangka memasarkan produknya, sangatlah penting bagi pemasar untuk mempelajari perilaku konsumen. Dengan mempelajari perilaku konsumen, seorang pemasar dapat menentukan strategi pemasaran yang tepat.

Perilaku konsumen adalah studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuangan, barang, jasa, pengalaman serta ide-ide (Mowen,dkk:2002). Sedangkan Swastha dan Handoko (2000:10) mendefinisikan perilaku konsumen (consumen

behavior) sebagai kegiatan- kegiatan individu yang secara langsung terlibat

dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan menentukan kegiatan-kegiatan tertentu.

Ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu sosial budaya dan psikologis (Mangkunegara 2004:39). Sosial budaya terdiri dari faktor budaya , tingkat sosial, kelompok dan keluarga. Sedangkan faktor psikologis terdiri dari pengalaman belajar, kepribadian, sikap dan keyakinan, konsep diri.

1) Faktor Sosial Budaya a) Faktor Budaya

Budaya sebagai hasil kreativitas manusia dari satu generasi ke generasi berikutnya yang sangat menentukan bentuk perilaku dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.

Kebudayaan merupakan suatu hal yang kompleks yang meliputi ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, adat, kebiasaan, dan norma – norma yang berlaku pada masyarakat.

b) Faktor Sosial

Kelas sosial merupakan suatu kelompok yang terdiri dari sejumlah orang mempunyai kedudukan yang seimbang dalam masyarakat. Kelas sosial berbeda dengan status sosial walaupun sering kedua istilah tersebut diartikan sama. Sebenarnya kedua istilah tersebut merupakan dua konsep yang berbeda. Contohnya, walaupun seorang konsumen berada pada kelas sosial yang sama, memungkinkan status sosialnya yang berbeda, atau yang satu lebih tinggi status sosialnya daripada lainnya.

c) Faktor Kelompok

Kelompok merupakan suatu kelompok orang yang mempengaruhi sikap, pendapatan, norma, dan perilaku konsumen. Kelompok ini merupakan kumpulan keluarga, kelompok, atau organisasi tertentu. Misalnya, perhimpunan artis, atlit, kelompok pemuda, kelompok mesjid dan organisasi lainnya.

d) Faktor Keluarga

Keluarga merupakan suatu unit masyarakat yang terkecil yang perilakunya sangat mempergaruhi dan menentukan dalam pengambilan keputusan membeli. Keluarga dapat berbentuk keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Dalam menganalisis perilaku konsumen, faktor keluarga dapat berperan sebagai berikut:

1. Siapa pengambil inisiatif 2. Siapa yang memberi pengaruh 3. Siapa pengambil keputusan 2) Faktor Psikologis

a) Pengaruh Pengalaman Belajar

Pengalaman Belajar merupakan suatu perilaku akibat pengalaman sebelumnya. Perilaku konsumen dapat dipelajari, karna sangat dipengaruhi ole pengalaman belajarnya. Pengalaman belajar konsumen akan menentukan tindakan pengambilan keputusan membeli.

b) Faktor Kepribadian

Kepribadian Merupakan suatu bentuk dar sifat-sifat yang ada pada diri individu yang sangat mempengaruhi perilakuya. Kepribadian konsumen sangat ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal.

Kepribadian konsumen akan mempengaruhi persepsi dan pengambilan keputusan dalam membeli.

c) Faktor Sikap dan Keyakinan

Sikap dan keyakinan merupakan suatu penilaian seseorang terhadap suka atau tidak suka, perasaan emosional yang tindakannya cenderung ke arah berbagai objek atau ide. Sikap dapat pula diartikan sebagai kesiapan seseorang untuk melakukan tindakan atau aktivitas. Sikap sangat mempengaruhi keyakinan, begitu pula sebaliknya, keyakinan menentukan sikap.

Dalam hubungannya dengan perilaku konsumen, sikap dan keyakinan sangat berpengaruh dalam menentukan suatu produk, merek, dan pelayanan. Sikap dan keyakinan konsumen terhadap suatu produk atau merek dapat diubah melalui komunikasi yang persuasif dan pemberian informasi yang efektif kepada konsumen. Dengan demikian konsumen dapat membeli produk atau merek baru, atau produk yang ada pada toko itu sendiri.

d) Konsep Diri

Konsep diri sebagai cara kita melihat diri sendiri dan dalam waktu tertentu sebagai gambaran tentang apa hyang dipikirkan. Para ahli psikologis membedakan konsep diri yang nyata dan konsep diri yang ideal. Konsep diri yang nyata ialah bagaimana kita melihat diri dengan sebenarnya. Sedangkan konsep diri idealnya bagaimana diri kita yang kita inginkan.

Begitu pula menyediakan dan melayani konsumen dengan produk dan merek yang sesuai dengan yang diharapkan oleh konsumen.

2.1.2. Merek

Menurut Aaker (1997:9) merek adalah nama dan simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo,cap atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual. Pendapat ini sejalan dengan Rangkuti (2002:36) yang menyatakan merek adalah nama, istilah, symbol atau desain khusus atau beberapa kombinasi unsur-unsur ini yang dirancang untuk mengidentifikasikan barang atau jasa yang ditawarkan penjual. Suatu merek pada akhirnya memberi tanda pada konsumen mengenai sumber produk tersebut dan melindungi konsumen maupun produsen dari para pesaing yang mencoba menawarkan produk-produk yang terlihat identik.

Menurut Kotler dan Armstrong merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, desain atau kombinasi keseluruhannya, yang ditujukan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa yang di tawarkan perusahaan sekaligus sebagai diferensiasi produk (dalam Ferrinadewi, 2008:137).

2.1.2.1.Tujuan Pemberian Merek

Menurut Kotler dalam Alma (2004:149) tujuan pemberian merek adalah:

a. Pengusaha menjamin konsumen bahwa barang yang di beli sungguh berasal dari perusahaannya. Ini adalah untuk meyakinkan pihak konsumen untuk membeli suatu barang dari merek dan perusahaan yang dikehendakinya, yang cocok dengan seleranya, keinginannya dan juga kemampuannya.

b. Perusahaan menjamin mutu barang c. Supaya mudah diingat dan disebut

d. Meningkatkan ekuitas merek, yang memungkinkan memperoleh margin lebih tinggi, memberikan kemudahan dalam mempertahankan kesetiaan konsumen.

e. Memberi motivasi pada saluran distribusi, karena barang dan merek terkenal akan cepat laku, dan mudah disalurkan serta mudah penanganannya.

2.1.2.2. Manfaat Merek

Ambler (dalam Tjiptono:2005) mengelompokkan manfaat merek ke dalam tiga kategori, yaitu:

a. Manfaat ekonomik

Konsumen memilih merek berdasarkan value of money yang ditawarkan berbagai macam merek

Merek memberikan jaminan kualitas. Apabila konsumen membeli merek yang sama lagi, maka ada jaminan bahwa kinerja merek tersebut akan konsisten dengan sebelumnya.

c. Manfaat Psikologis

Merek merupakan penyederhanaan dari semua informasi produk yang perlu diketahui konsumen dan merek juga bisa memperkuat citra diri terhadap pemiliknya.

2.1.2.3. Kepercayaan pada merek (brand trust)

Kepercayaan terbangun karena adanya harapan bahwa pihak lain akan bertindak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Ketika seseorang telah mempercayai pihak lain maka mereka yakin bahwa harapan akan terpenuhi dan tak akan ada lagi kekecewaan.

Kepercayaan bersumber dari harapan konsumen akan terpenuhinya janji merek. Ketika harapan mereka tidak terpenuhinya maka kepercayaan akan berkurang bahkan hilang (Ferrinadewi, 2008;153).

Karakteristik merek memainkan peran yang sangat penting dalam menentukan apakah pelanggan memutuskan untuk percaya terhadap suatu merek atau tidak. Merek-merek yang dikelola dengan baik dan secara profesional saja yang mampu menarik perhatian konsumen serta mendorong dan menstimulti konsumen untuk melakukan pembelian bahkan keputusan pembelian ulang.

Menurut Delgado (dalam Ferrinadewi 2008:150), kepercayaan merek adalah harapan akan kehandalan dan intensi baik merek karena itu kepercayaan merek merefleksikan 2 (dua) hal yakni brand reliability dan

brand intentions. Brand reliability atau kehandalan merek yang bersumber

pada keyakinan konsumen bahwa produk tersebut mampu memenuhi nilai yang dijanjikan atau dengan kata lain persepsi bahwa merek tersebut mampu memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan. Brand reliability merupakan hal yang esensial bagi terciptanya kepercayaan terhadap merek karena kemampuan merek memenuhi nilai yang dijanjikannya akan membuat konsumen menaruh rasa yakin akan mendapatkan apa yang dibutuhkan dalam hal ini kebutuhan untuk keluar dari perasaan terancamnya. Sedangkan brand

intention didasarkan pada keyakinan konsumen bahwa merek tersebut mampu

mengutamakan kepentingan konsumen ketika masalah dalam konsumsi produk muncul secara tidak terduga. Kedua komponen kepercayaan merek bersandar pada penilaian konsumen yang subyektif atau didasarkan pada persepsi masing-masing konsumen terhadap manfaat yang dapat diberikan produk/merek.

Menurut European Journal of Marketing ukuran yang sering dipakai untuk mengukur kepercayaan adalah tipe skala multi item yang menjelaskan dimensi-dimensi dari konsep perilaku spesifik (“memegang janji”) dan atribut (jujur, tertarik kepada). Lebih khususnya skala kepercayaan pada merek terdiri dari 6 item yang mewakili beberapa karakteristik dari

merek yang terkait dengan kemampuannya untuk dipercaya dan intensinya terhadap konsumen. 6 item tersebut adalah:

a. Menawarkan sebuah produk dengan tingkat kualitas yang konstan. b. Membantu untuk memecahkan masalah yang mungkin timbul

ketika pemakai produk menggunakan produk tersebut.

c. Menawarkan produk-produk baru yang mungkin dibutuhkan oleh pemakai produk.

d. Peduli dengan kepuasan pemakai produk.

e. Memandang konsumen sebagai seseorang yang berharga.

f. Menawarkan rekomendasi dan saran untuk memaksimalkan penggunaan produk tersebut.

Pengalaman merupakan proses belajar bagi konsumen karena dari pengalaman konsumen memperoleh banyak informasi. Dimana informasi mengenai produk didapatkan dari pengalaman langsung dengan produk seperti konsumsi karena terciptanya kepercayaan merek melalui pengalaman akan terjadi proses pembelajaran yang memungkinkan terbangunnya asosiasi, pemikiran dan pengambilan kesimpulan yang lebih relevan dengan pribadi individu atau konsumen.

2.1.3. Periklanan

2.1.3.1. Definisi Periklanan

Menurut Tjiptono (2003:81) iklan merupakan kata-kata dalam tayangan iklan atau komersial yang berfungsi untuk menjelaskan manfaat

produk dan memberikan alasan mengapa konsumen (calon konsumen) perlu membelinya.

Iklan atau advertising merupakan alat promosi yang paling banyak digunakan untuk produk konsumsi. Adanya iklan yang sering muncul atau dilihat konsumen akan mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian. Dengan iklan yang sering muncul, konsumen akan membandingkan apa yang sering dibelinya dengan produk yang baru dibelinya. Jika konsumen lebih menyukai produk lama, maka konsumen akan kembali mengkonsumsi produk lamanya. Namun, jika produk yang baru dibelinya memberikan manfaat lebih dibanding produk lama, maka konsumen akan melakukan perpindahan merek.

2.1.3.2.Tujuan Periklanan

Durianto (2003:11-12) mengemukakan tujuan periklanan adalah sebagai berikut:

a. Menciptakan kesadaran pada suatu merek di benak konsumen (create

awareness).

b. Mengkomunikasikan informasi kepada konsumen mengenai atribut dan manfaat suatu merek.

c. Mengembangkan atau mengubah citra sebuah merek melalui iklan. d. Mengasosiasikan suatu merek dengan perasaan serta emosi.

e. Menciptakan norma-norma kelompok. f. Mengendalikan perilaku.

g. Mengarahkan konsumen untuk membeli produknya dan mempertahankan market power perusahaan.

h. Menarik calon konsumen menjadi konsumen yang loyal dalam jangka panjang.

i. Mengembangkan sikap positif calon konsumen yang diharapkan dapat menjadi pembeli potensial di masa yang akan datang.

2.1.4. Sikap

2.1.4.1. Definisi Sikap

Sikap adalah suatu mental dan syaraf sehubungan dengan kesiapan untuk menanggapi, diorganisasi melalui pengalaman dan memiliki pengaruh yang mengarahkan dan atau dinamis terhadap perilaku (Alport dalam Setiadi, 2003:214). Definisi ini mengandung makna bahwa sikap mempelajari kecenderungan memberikan tanggapan terhadap suatu objek baik disenangi ataupun tidak disenangi konsumen.

Engel (1994) membagi sikap menjadi 3 (tiga) komponen sebagai berikut:

a. Kognitif

Kognitif berhubungan dengan pengenalan dan pengetahuan objek beserta atributnya.

b. Afektif

Afektif memberikan tanggapan tentang perasaan terhadap objek dan atributnya.

c. Konasi

Dalam konasi, seseorang memiliki minat dan tindakan dalam sebuah perilaku. Bila tahap ini bekerja, maka konsumen telah memiliki keputusan akan suara objek.

2.1.4.2. Sikap Atas Iklan

Mowen dan Minor (2002) menyatakan bahwa sikap atas iklan (attitude toward the ad) adalah mengacu pada kesukaan atau ketidaksukaan konsumen secara umum atas rangsangan iklan tertentu selama exposure iklan tersebut.

Reaksi-reaksi pemrosesan dipakai untuk merangsang elemen-elemen yang terdapat dalam periklanan secara terperinci. Elemen atau stimuli ini bergantung pada media periklanan yang dipakai yang dapat berupa gambar, kata- kata (yang terlihat atau terdengar), musik dan sebagainya.

Assael (2001:368) mendefinisikan sikap terhadap iklan sebagai kecenderungan konsumen menjawab dengan baik atau tidak baik iklan tertentu. Respon kognitif yang positif (support arguments dan source bolstering) umumnya akan menghasilkan sikap positif konsumen terhadap iklan: respon kognitif yang negatif (counterarguments dan source derogation) umumnya menghasilkan sikap negatif. Karena aspek afektif yang dominan maka sikap terhadap iklan diukur dalam afektif penerima pesan yang menilai baik-tidak baik, suka-tidak suka, menarik-tidak menarik, kreatif-tidak kreatif,

Sikap terhadap iklan selain dipengaruhi elemen-elemen iklan juga dipengaruhi oleh keadaan hati serta emosi terhadap iklan. Sikap terhadap iklan juga mempengaruhi sikap terhadap merek. Oleh karena itu, untuk membujuk konsumen agar membeli produk/ mereknya, pemasar harus membuat bermacam-macam iklan yang dapat mempengaruhi konsumen.

2.1.5 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian

Pada kebanyakan orang, perilaku pembelian konsumen seringkali diawali dan dipengaruhi oleh banyaknya rangsangan (stimuli) dari luar dirinya, baik berupa rangsangan pemasaran maupun rangsangan dari lingkungan yang lain. Rangsangan tersebut kemudian diproses (diolah) dalam diri, sesuai dengan karakteristik pribadinya, sebelum akhirnya diambil keputusan pembelian. Karakteristik pribadi konsumen yang dipergunakan untuk memproses rangsangan tersebut sangat kompleks, dan salah satunya adalah motivasi konsumen untuk membeli.

Keputusan pembelian merupakan hasil dari suatu proses keputusan dimana konsumen secara aktual melakukan pembelian produk yang terdiri dari 5 tahapan yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, pengevaluasian alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku setelah pembelian sehingga jelas bahwa pemasar perlu fokus pada seluruh proses pengambilan keputusan pembelian (Kotler,dkk, 2004:224).

Tahap- tahap proses pengambilan dapat digambarkan sebagai berikut:

Sumber: Kotler dan Armstrong (2004:224)

Gambar 2.1.

Proses Pengambilan Keputusan Pembelian

Secara rinci tahap-tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pengenalan masalah

Proses membeli dimulai dengan pengenalan masalah. Pembeli merasakan adanya masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan suatu perbedaan antara keadaannya yang aktual dan keadaannya yang diinginkan. Kebutuhan ini dapat dipicu oleh rangsangan internal maupun rangsangan eksternal.

2. Pencarian Informasi

Seorang konsumen yang terdorong kebutuhannya mungkin atau mungkin juga tidak mencari informasi lebih lanjut. Jika dorongan konsumen itu kuat dan objek pemuas kebutuhan yang telah ditentukan dengan baik itu berada di dekatnya, sangatlah mungkin konsumen akan lalu membelinya. Jika tidak, maka kebutuhan konsumen ini hanya menjadi ingatan belaka.

3. Evaluasi Alternatif

Setelah melakukan pencarian informasi sebayak mungkin tentang banyak hal, selanjutnya konsumen menggunakan informasi untuk

Keputusan membeli Perilaku pasca pembelian Mengenali kebutuhan Pencarian informasi Evaluasi alternatif

4. Keputusan Membeli

Setelah tahap pengevaluasian selesai, sekarang saatnya bagi pembeli untuk menentukan keputusan pembelian, apakah jadi membeli atau tidak terhadap keputusan yang menyangkut harga, manfaat produk yang diharapkan, merek, kualitas dan lain sebagainya.

5. Perilaku Pasca Pembelian

Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan atau tidak ada kepuasan. Pembeli yang puas akan kembali membeli produk, berbicara yang menyenangkan tentang produk itu, lebih sedikit memperhatikan merek dan iklan pesaing, serta membeli produk lain dari perusahaan yang sama. Sementara pembeli yang tidak puas akan memberikan tanggapan secara berbeda. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengukur kepuasan konsumen secara teratur.

Dokumen terkait