• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Uraian Teoritis

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang sifatnya memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dandigunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pembayaran pajak merupakan kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

Menurut para ahli yang mendefinisikan pengertian pajak yaitu sebagai berikut:

a. Menurut Mardiasmo (2016:3), pajak merupakan iuran yang dibayarkan oleh rakyat kepada negara yang masuk dalam kas negara yang melaksanakan pada undang-undang serta pelaksanaannya dapat dipaksakan tanpa adanya balas jasa.

b. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH (2013:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbul (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

c. Menurut Prof. Dr. P.J.A Andriani (2014:3), menjelaskan bahwa pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan

tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintah.

Sumber: Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. Pengertian Pajak.

http://repository.untag-sby.ac.id/1761/3/Bab%202.pdf

1.4.2 Fungsi Pajak

Pajak memiliki peranan yang sangat besar dalam kenegaraan, terkhusus dalam pelaksanaan dan pemerataan pembangunan nasional. Adapun beberapa fungsi pajak adalah sebagai berikut:

a) Fungsi Anggaran (Budgetair)

Pajak sebagai sumber pendapatan negara, berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya.

b) Fungsi Mengatur (Regulerend)

Dengan fungsi berikut, pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Misalnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Pemerintah juga menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri untuk melindungi produksi dalam negeri.

c) Fungsi Stabilitas

Pajak dalam fungsi stabilitas yaitu pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, dengan cara mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

d) Fungsi Redistribusi Pendapatan

Pemungutan pajak akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, selain untuk pembangunan dapat juga untuk membuka kesempatan pekerjaan, yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

Sumber: Direktorat Jenderal Pajak. Fungsi Pajak, https://www.pajak.go.id/fungsi-pajak

1.4.3 Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak dapat dimaknai sebagai bentuk/cara pengelolaan utang pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak agar dapat masuk ke kas negara. Berikut tiga sistem pemungutan perpajakan di Indonesia:

a. Self Assessment System

Self Assessment System adalah metode sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia yang membebankan penentuan besaran pajak yang perlu dibayarkan oleh wajib pajak bersangkutan secara mandiri. Di sisi lain,self assessment system memberikan kemudahan dan keleluasaan wajib pajak, namun pastinya juga terdapat konsekuensi.

Ciri-ciri Self Assessment System:

a) Penetapan atas besaran pajak terutang dilakukan oleh yang bersangkutan/wajib pajak itu sendiri.

b) Wajib pajak memiliki peran yang lebih luas dalam memenuhi dan menuntaskan kewajiban perpajakan mulai dari menghitung, membayar hingga melapor pajak.

c) Pemerintah tidak perlu lagi mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak.

Pengecualiannya yaitu apabila wajib pajak telat lapor, telat membayar pajak terutang atau terdapat pajak yang seharusnya wajib pajak bayarkan namun tidak dibayarkan.

b. Official Assesment System

Official Assessment System merupakan sistem pemungutan perpajakan yang memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus atau aparat perpajakan sebagai pemungut pajak. Wajib pajak bersifat pasif dan pajak terutang baru ada setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus.

Ciri-ciri Official Assessment System:

a) Pemerintah mempunyai hak penuh dalam menentukan besarnya pajak yang wajib dibayarkan oleh wajib pajak.

b) Pajak terutang timbul setelah petugas pajak menghitung pajak yang terutang dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak.

c) Sifat wajib pajak pasif dalam perhitungan pajak karena besaran pajak terutang dihitung oleh petugas pajak (fiskus) yang dipilih dalam pengelolaan pajak.

c. Withholding System

Withholding System adalah pihak ketiga memiliki kewenangan dalam menetapkan besaran pajak yang harus dibayar. Besarnya pajak pada sistem ini dihitung oleh pihak ketiga bukan wajib pajak dan bukan aparat pajak atau fiskus. Contoh penerapan sistem perpajakan ini adalah pemotongan penghasiilan karyawan yang dilakukan oleh bendahara instansi terkait.

Ciri-ciri Withholding System: Pihak ketiga memiliki wewenang dalam menentukan berapa besar pajak yang harus dibayar, besarnya pajak dihitung oleh pihak ketiga bukan wajib pajak dan bukan aparat pajak atau fiskus.

1.4.4 Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)

PAD adalah sumber utama pendapatan daerah yang ditujukan untuk pemerataan pembangunan oleh Pemerintah Daerah agar dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Semakin besar dana PAD yang diperoleh oleh daerah akan sebanding dengan laju pembangunan di daerah tersebut.

Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 3 ayat 1 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dinyatakan bahwa PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai wujud desentralisasi. Sedangkan menurut UU No. 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah pasal 6 bahwa sumber PAD meliputi: PAD dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

1.4.5 Pengertian Pajak Daerah

Berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU No.

8 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan “Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak, adalah iuran wajib yang dikeluarkan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dalam pembangunan daerah.”

Jenis pajak daerah ada 2 yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota, sedangkan pajak provinsi antara lain; (1) Pajak Kendaraan Bermotor, (2) Bea Balik Nama Kendaraan bermotor, (3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor , (4) Pajak Air Permukaan dan (5) Pajak Rokok selanjutnya pajak kabupaten/kota antara lain: (1) Pajak Hotel, (2) Pajak Restoran, (3) Pajak Hiburan, (4) Pajak Reklame, (5) Pajak Penerangan Jalan, (6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C , (7) Pajak Parkir, (8) Pajak Air Tanah, (9) Pajak Sarang Burung Walet, (10) Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, (11) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

1.4.6 Pengertian Rokok

Rokok merupakan suatu gulungan tembakau yang besarnya sekitar sebesar kelingking lalu dibungkus dengan daun nipah atau kertas. Konsumsi rokok dilakukan dengan cara menghisap rokok di salah satu ujungnya dan membakarnya pada ujung yang lain. Adapun beberapa jenis rokok adalah sebagai berikut.

a. Sigaret

Sigaret merupakan hasil tembakau rajangan yang dibungkus dengan kertas yang dilinting tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantuyang digunakan dalam pembuatannya.

b. Cerutu

Cerutu adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau bisa diiris atau tidak, dan digulung dengan daun tembakau.

c. Rokok Daun

Rokok daun adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai tanpa mengindahkan bahan pengganti.

Terdapat kandungan-kandungan pada rokok yang beracun sehingga mampu merusak sel-sel tubuh. Selain itu, senyawa dalam asap rokok juga bersifat karsinogenik yang dapat memicu kanker. Didalam rokok terdapat 250 jenis zat yang bersifat karsinogenik. Berikut diuraikan beberapa kandungan rokok yang berbahaya bagi kesehatan:

a. Karbon Monoksida

Salah satu kandungan rokok yang sifatnya beracun tidak berbau adalah karbon monoksida. Senyawa ini adalah gas yang tidak memiliki rasa dan bau. Jika terhirup banyak, sel-sel darah merah akan lebih banyak berikatan dengan karbon monoksida dibanding dengan oksigen yang berakibatkan fungsi otot dan jantung akan menurun.

b. Nikotin

Nikotin adalah cairan berminyak tidak berwarna. Nikotin memberikan efek candu seperti opium dan morfin. Nikotin berfungsi sebagai perantara dalam sistem saraf otak yang menyebabkan berbagai reaksi biokimia, termasuk efek menyenangkan dan menenangkan. Efek yang mungkin muncul akibat paparan nikotin adalah muntah, kejang, dan penekanan pada sistem saraf pusat.

c. Tar

Tar adalah cairan coklat tua atau hitam yang didapat dengan cara distilasi kayu dan arang, serta getah tembakau. Tar yang terhirup oleh perokok akan mengendap di paru-paru. Timbunan tar ini berisiko tinggi menyebabkan penyakit paru-paru seperti kanker paru-paru dan emfisema.

d. Hidrogen Sianida

Hidrogen sianida adalah gas tidak berwarna, tidak berbau, dan juga tidak ada rasa. Beberapa negara pernah menggunakan senyawa ini untuk menghukum mati narapidana. Saat ini, hidrogen sianida juga digunakan dalam industri tekstil, plastik, kertas, dan pembuat asap

pembasmi hama. Efek yang diakibatkan adalah dapat melemahkan paru-paru, menyebabkan kelelahan, sakit kepala, dan mual.

Sumber: Alodokter. 9 Kandungan Rokok yang Berefek Mengerikan untuk Tubuh. https://www.alodokter.com/9-kandungan-rokok-yang-berefek-mengerikan-untuk-tubuh

1.4.7 Pengertian Pajak Rokok

Pajak rokok memiliki pengertian berbeda dengan cukai rokok, dari cara pemungutannya maupun besaran pungutannya. Pajak rokok dapat dimaknai sebagai pungutan atas cukai yang dipungut pemerintah. Sementara, cukai rokok adalah pungutan terhadap rokok dan produk tembakau lainnya, termasuk sigaret, cerutu, dan rokok daun.

Berdasarkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 bahwa pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah daerah yang berwenang bersamaan dengan pemungutan cukai rokok. Pajak rokok sudah mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014 yang tertulis dalam pasal 181 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Objek pajak rokok adalah konsumsi rokok, yang terdiri dari sigaret, cerutu, dan rokok daun. Sedangkan subjeknya konsumen rokok, dengan wajib pajak pengusaha pabrik rokok/produsen dan importir rokok yang memiliki izin Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC).

1.4.8 Tata Cara Pemungutan Pajak Rokok

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah, penerimaan pajak rokok disetorkan ke rekening kas umum daerah provinsi berdasarkan jumlah penduduk secara proporsional. Dalam Pasal 33 Ayat 1 peraturan tersebut, proporsi penerimaan pajak rokok adalah sebagai berikut:

a) 30% diterima oleh provinsi

b) 70% dibagikan kepada kabupaten/kota yang termasuk dalam wilayah provinsi terkait.

Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) adalah dokumen yang digunakan untuk melakukan pembayaran pajak rokok ke rekening kas negara. Dasar pengenaan pajak rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap rokok. Cukai ialah pungutan negara yang dikenakan terhadap hasil tembakau berupa sigaret, cerutu, dan rokok yang dapat berupa persentase dari harga dasar atau jumlah dalam rupiah untuk setiap batang rokok atau penggabungan dari keduanya.

Besaran pokok pajak rokok yang terutang dihitung dengan mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Tata cara pemungutan dan penyetoran pajak rokok diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 115/PMK.07/2017 tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok.

Beberapa instansi dibawah Kementrian Keuangan yang terlibat langsung dalam pemungutan dan pengelolaan pajak rokok adalah:

1. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), ialah bertugas meneliti dan mengawasi untuk memastikan pajak rokok dibayar sebagaimana harusnya, serta memproses urusan administrasinya.

2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), ialah bertanggung jawab dalam pemegang rekening kas negara dan juga menjalankan sebagian fungsi kuasa Bendahara Umum Negara.

3. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), ialah bertugas menetapkan proporsi dan estimasi pendapatan pajak rokok masing-masing provinsi, serta memantau dan melaporkan alokasinya.

1.4.9 Mekanisme Perhitungan Pajak Rokok

Pemungutan pajak rokok dilakukan secara bersamaan dengan pemungutan cukai rokok. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah, tarif yang dikenakan untuk pajak rokok adalah sebesar 10% dari nilai cukai rokok. Terdapat dua cara yang ditetapkan oleh pemerintah dalam perhitungan pajak rokok, berikut penjelasannya.

A. Perhitungan Pajak Rokok Berdasarkan Harga Jual Eceran (HJE) Pengusaha rokok pada umumnya menentukan Harga Jual Eceran (HJE) untuk masing-masing batang rokok yang diproduksi. Sebelum menghitung pajak rokok, sebaiknya harus mengetahui cukai rokok terlebih dahulu.

B. Perhitungan Pajak Rokok dengan Sistem Advolrum atau Kombinasi

Sistem advolrum menggunakan harga jual satu bungkus sebagai dasar perhitungan. Dengan perhitungan nominal cukai dan pajak rokok, pengusaha bisa mengetahui harga jual rokok yang diproduksi.

Contoh Perhitungan:

1. Terdapat sebungkus rokok bermerek “Gudang Garam” dengan harga jual ecerannya (HJE) sebesar Rp2.500/batang. Dikenakan cukai rokok dengan tarif 40% dari harga jual eceran. Berapakah dasar pengenaan pajak (cukai) dan pajak rokok yang terutang?

Jawab:

1.4.10 Dasar-Dasar Hukum Pajak Rokok

Adapun yang menjadi dasar-dasar hukum pajak rokok di Indonesia, antara lain:

1) Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

2) Undang - Undang Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Pajak Rokok.

3) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 11/PMK.07/2017. Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.07/2013 Tentang Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok.

Dokumen terkait