• Tidak ada hasil yang ditemukan

Urgensi Penelitian Hadis

Dalam dokumen Pengantar Ilmu Hadis. Pelajaran 1 (Halaman 22-33)

Dirayah Hadis: Kritik Sejarah dan Teks Hadis Syiah

2

penghidup hati yang mati serta menyerukan kepada umat supaya mempelajarinya dan menjadikannya sebagai tolok ukur untuk menilai seseorang. Hadis-hadis tentang ini antara lain sebagai berikut:

Rasulullah Saw. bersabda, “Bacalah hadis karena sesungguhnya hadis itu penerang bagi hati.”2

Imam Muhammad al-Baqir berkata, “Wahai Fudhail, sesungguhnya hadis kami menghidupkan hati.”3

Beliau juga berkata, “Bersegeralah dalam menuntut ilmu! Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, satu hadis tentang halal dan haram yang diambil dari orang jujur jauh lebih baik daripada dunia serta emas dan perak yang terkandung di dalamnya.”4

Imam Ja’far al-Shadiq berkata, “Ketahuilah bahwa kedudukan manusia di sisi kami bergantung pada jumlah hadis mereka dari kami.”5

Rasulullah Saw. bersabda, “Ya Allah, rahmatilah khalifahku (diucapkan sebanyak tiga kali).” Seseorang bertanya kepada beliau, “Siapakah khalifahmu?” Beliau menjawab, “Mereka yang akan datang sesudahku dan meriwayatkan hadis dan Sunnah-ku.”6

Hadis sedemikian penting di mata para maksum . Karena itu, mempelajari dan meneliti hadis, baik dari segi sanad maupun matan sudah menjadi keharusan bagi para penuntut ilmu agama agar dapat memanfaatkan anugerah dan nikmat besar ini, terutama menyangkut istilah-istilah hadis, baik dari segi sanad maupun matan. Di sisi lain, ilmu dirayah hadis (Dirāyat al-Hadīts) dan pengetahuan tentang

Urgensi Penelitian Hadis 3 istilah-istilah hadis juga merupakan satu disiplin ilmu yang sangat dibutuhkan dalam ijtihad dan fikih dan merupakan bagian dari pengantar ijtihad dalam khazanah ilmu Ahlulbait.

Tentang ini Allamah Mamaqani menjelaskan,

“Mengingat bahwa fikih dan ijtihad juga bergantung pada ilmu dirayah dan ilmu rijal... maka saya merasa sudah menjadi kewajiban (fardhu ain) bagi saya untuk menulis dua buku di dua bidang ini.”7

Hal senada juga dikemukakan Ayatullah al-Najafi r.a..

Dia mengatakan, “Salah satu ilmu keislaman yang paling mulia adalah ilmu dirayat yang merupakan mukaddimah bagi ilmu rijal, dan keduanya merupakan ilmu hadis yang paling penting dan menjadi poros dalam istinbāt hukum.”8

Definisi Ilmu Dirayah Hadis

Sebelum menjelaskan definisi ilmu dirayah hadis kami akan menjelaskan cabang-cabang ilmu hadis untuk kemudian kami jelaskan pula definisi ilmu hadis. Ilmu hadis adalah ilmu yang mempelajari serangkaian aturan dan kaidah yang berguna untuk mengidentifikasi komponen hadis berupa matan dan sanad.9 Karena itu, ilmu hadis memiliki tiga cabang penting sebagai berikut:

1. Rijāl al-hadīts (pemeriksaan hal ihwal atau integritas perawi).

2. Fiqh al-hadīts (pemeriksaan matan dan syarah tuturan figur maksum ).

3. Dirāyat al-hadīts (Ilmu dirayah hadis).

Dirayah Hadis: Kritik Sejarah dan Teks Hadis Syiah

4

Ilmu dirayah hadis yang menjadi tema buku ini adalah sebuah ilmu yang membahas tentang sanad dan matan hadis serta sifat-sifatnya. Definisi yang mengemuka tentang ilmu ini antara lain sebagai berikut;

1. Syekh Baha’i: “Ilmu yang mempelajari sanad dan matan hadis serta tatacara penerimaan hadis dan tatakrama penukilannya.”10

2. Syahid Tsani: “Ilmu yang mempelajari matan hadis serta jalur-jalurnya―antara yang benar dan yang bermasalah―dan hal-hal lain yang dibutuhkan agar dapat diketahui mana hadis yang dapat diterima dan mana hadis yang harus ditolak.”11

3. Ayatullah Subhani: “Ilmu dirāyah adalah ilmu yang membahas kondisi hadis dari segi sanad maupun matan.”12

Dari beberapa definisi ini dapat disimpulkan bahwa ilmu dirayah hadis adalah ilmu yang membahas tentang keadaan sanad dan matan hadis. Namun, definisi yang dikemukakan oleh Syekh Baha’i juga mengisyaratkan faktor tatacara dan tatakrama penerimaan hadis yang memang merupakan bagian dari materi ilmu dirayah.

Patut diingat pula bahwa ilmu dirayah ketika membahas sanad tentu bukan dalam rangka menyajikan pembahasan secara independen tentang keadaan setiap perawi dengan kacamata jarh wa ta’dīl (penilaian terhadap integritas perawi hadis) atau faktor keterpercayaan maupun kelemahan perawi hadis yang jelas merupakan kewenangan ilmu rijal. Sebaliknya, hal itu di bahas dari aspek hadis itu

Urgensi Penelitian Hadis 5 sendiri, aspek perawi secara umum, aspek kondisi sanad dan matan, serta aspek peristilahan yang relevan dengan semua itu, termasuk istilah-istilah yang berlaku dalam ilmu rijal.13

Obyek Bahasan Ilmu Dirayah Hadis

Obyek kajian ilmu dirayah hadis adalah sanad dan matan hadis. Sebab, ilmu ini membahas sifat atau keadaan sanad dan matan hadis, bukan membahas perawi maupun apa yang diriwayatkan yang masing-masing merupakan tanggungjawab ilmu rijal al-hadits dan ilmu fiqh al-hadis.

Dalam ilmu dirayah hadis, obyek yang dibahas adalah “para perawi hadis” selaku mata rantai dan jalur penukilan hadis, serta “matan” selaku tuturan yang menjadi tumpuan hadis itu sendiri dan tidak lepas dari faktor kondisi dan komplikasi.

Syahid Tsani mengatakan, “Obyek ilmu dirayah hadis adalah perawi dan apa yang diriwayatkan dari segi demikian.”14 Yakni dari segi sahih atau tidaknya.

Manfaat Ilmu Dirayah Hadis

Sebagaimana disebutkan oleh para ahli hadis, tujuan ilmu dirayah hadis adalah mengetahuan istilah-istilah yang dengannya kita dapat mengetahui kebenaran dan kepalsuan sebuah hadis. Syahid Tsani mengatakan, “Tujuan ilmu dirayah hadis adalah mengetahui hadis yang dapat diterima untuk kemudian diamalkan, dan mengetahui hadis yang ditolak untuk kemudian dihindari (tidak diamalkan).” 15

Dengan demikian tujuan pokok ilmu dirayah hadis bukan sebatas mengenal istilah-istilah dalam ilmu hadis,

Dirayah Hadis: Kritik Sejarah dan Teks Hadis Syiah

6

melainkan mengetahui dan membedakan mana hadis-hadis yang bisa diterima dan mana hadis-hadis yang tidak bisa diterima. Sayyid Hasan Shadr mengatakan, “Manfaat ilmu dirayah hadis adalah mengetahui hadis yang bisa diterima dan hadis yang harus ditolak; yang pertama kita amalkan sedangkan yang kedua kita jauhi.”16

Latar Belakang Sejarah Ilmu Dirayah Hadis

Tampaknya, ilmu dirayah hadis didirikan pertama kali di kalangan ulama Ahlusunnah karena mereka terasing dari fungsi keberadaan para imam maksum yang merupakan sumber ilmu yang tak ada habisnya. Adalah Turmudzi (wafat:

278 H) di kalangan Ahlussunnah yang pertama kali menulis buku yang teratur tentang ilmu dirayah hadis.17 Sedangkan di kalangan para ahli hadis Syi’ah, istilah maqbūl (diterima), mardūd (ditolak), shahīh dan ghayr shahīh (non-sahih) mulai berlaku pada masa “Tiga Muhammad”, yaitu al-Kulaini (wafat: 327 H), Syekh al-Shaduq (wafat: 381 H) dan Syekh al-Thusi (wafat: 460 H). Contohnya adalah ungkapan “hadis ini sahih” yang dikemukakan oleh Syekh al-Shaduq ketika menukil hadis dari Fadhl ibn Syadzan.18

Setelah periode “Tiga Muhammad”, ulama yang pertama kali mengembangkan istilah-istilah hadis adalah Ibn Thawus (Jamaluddin Ahmad ibn Musa, wafat: 673 H)19, kemudian Allamah al-Hilli (Jamaluddin Abu Mansur Hasan ibn Yusuf, wafat: 726 H) mengembangkan ilmu dirayah hadis. Namun demikian, dari kedua ulama besar ini ternyata tidak ditemukan karya tulis yang berbicara secara khusus di

Urgensi Penelitian Hadis 7 bidang ilmu ini. Setelah itu Muhammad ibn Jamaluddin al-Makki (wafat: 786 H) menulis sejumlah istilah hadis dalam mukaddimah kitab al-Dzikrā20, kemudian Ahmad ibn Fahd al-Hilli (wafat: 841 H) pada muqaddimah kitab al-Muhadzdzab al-Bari’ membahas ilmu dirayah hadis, dan disebutkan bahwa dia menulis sebuah kitab yang membahas masalah-masalah prinsip ilmu dirayah.21 Pada abad ke-10 hijriah, ahli hadis Syi’ah seperti Syahid Tsani Zainuddin al-Amili (wafat: 965 H) untuk pertama kalinya dalam disiplin ilmu dirayah hadis menulis dua kitab yaitu al-Bidāyah fī ’Ilm al-Dirāyah, dan al-Ri’āyah fī ’Ilm al-Dirāyah. Kedudukan ilmu dirayah hadis menjadi terlihat penting setelah dua kitab ini menggunakan istilah-istilah dirayah hadis dalam kajian fiqh.

Sebelum dia menulis kitab al-Ri’āyah sebenarnya ada satu lagi kitab yang dia tulis, yaitu Ghaniyyat al-Qāshidīn fī Ma’rifat Ishthilāhāt al-Muhadditsīn, karena di pembahasan terakhir kitab al-Ri’āyah, Syahid Tsani merekomendasikan kepada para peneliti untuk merujuk ke buku Ghaniyyat al-Qāshidīn untuk pembahasan lebih rinci.22 Para ahli ilmu hadis telah memberikan sumbangsih yang tak ternilai harganya dalam bidang ilmu dirayah hadis dari abad ke-10 Hijriah sampai sekarang. Beberapa di antaranya ialah sebagai berikut :

1. Wushūl al-Akhbār ilā Ushūl al-Akhbār karya Husain ibn Abdushshamad al-Amili ( wafat: 984 H).

2. Muntaqā Juman fī Ahādīts Shihāh wa al-Hasan karya al-Hasan ibn Syahid Tsani.

3. Al-Wajīzah fī ‘Ilm al-Dirāyah karya Syekh Bahauddin

Dirayah Hadis: Kritik Sejarah dan Teks Hadis Syiah

8

al-Amili (wafat: 1021 H)

4. Al-Rawāsyih Samāwiyyah fī Syarh Ahādīts al-Imāmiyyah karya Mir Damad (wafat: 1041 H).

5. Miqbās al-Hidāyah fī ‘Ilm al-Dirāyah karya Abdullah Mamaqani ( wafat: 1351 H).

6. Nihāyat al-Dirāyah fī Syarh al-Wajīzah karya Sayyid Hasan Shadr al-Amili (wafat: 1354 H).

7. ‘Ilm al-Dirāyah wa Dirāyat al-Hadīts karya Mudir kazhim Syanehchi ( wafat: 1423 H).

8. Qawā’id al-Hadīts karya Muhyiddin al-Musawi.

9. Ushūl al-Hadīts wa Ahkāmuhu fī ’Ilm al-Dirāyah

12. Dānesy Dirāyat al-Hadīts karya Muhammad Hasan Rabbani.

13. ‘Ilm al-Hadīts karya Zainul Abidin Qurbani.

14. Ushūl al-Hadīts karya Abdul Hadi Fadhli.

Istilah-Istilah Hadis (Internal dan Eksternal Hadis) Istilah-istilah hadis dalam ilmu dirayah hadis dalam pandangan ahli hadis memiliki beberapa kategori, seperti dari segi sanad serta ketersambungan atau tidaknya sanad, matan hadis dan jumlah penukil serta gelar dan kuniah para perawi, tatacara penerimaan hadis dan berbagai aspek lain yang secara keseluruhan dapat kita bagi menjadi dua kategori;

Urgensi Penelitian Hadis 9

“internal hadis” dan “eksternal hadis”.

a. Istilah Internal Hadis

Istilah “internal hadis” maksudnya ialah bahwa seluruh istilah yang berhubungan dengan hadis itu sendiri seperti definisi hadis, sinonim hadis, “mutawatir” (mutawatir),

“ahad” (ahad), “sahih” (), “hasan” (hasan), muwatstsaq dan

“dhaif” (dha’īf), istilah-istilah kolektif (musytarak) berkenaan dengan empat kategori tersebut, atau istilah-istilah khusus (mukhtashsh) berkenaan dengan hadis dha’īf yang terdiri dari puluhan istilah yang semuanya akan dibahas mulai bab ke-2 hingga bab ke-12.

b. Istilah Eksternal Hadis

Yang dimaksud istilah “eksternal hadis” adalah seluruh istilah yang ada dalam ilmu dirayah hadis yang digunakan oleh ahli ilmu hadis menyangkut laqab (gelar/julukan) dan kuniah (nama panggilan) yang digunakan para ahli hadis berkenaan dengan para maksum maupun istilah yang digunakan berkenaan dengan non-maksum, atau istilah yang berhubungan dengan tatacara penukilanhadis, serta berbagai istilah lain yang digunakan oleh para ahli hadis tanpa ada kaitannya dengan hadis itu sendiri, yang jumlahnya mencapai puluhan sebagaimana akan dibahas dari pelajaran ke-13 dan pelajaran ke-14.

Ringkasan

Setelah menjelaskan urgensi hadis serta posisi dan perannya dalam pembahasan ijtihad, telah disebutkan tadi definisi ilmu dirayah hadis dan dijelaskan pula bahwa ilmu

Dirayah Hadis: Kritik Sejarah dan Teks Hadis Syiah

10

dirayah hadis adalah sebuah ilmu pengetahuan yang akan membantu upaya mengetahui sanad dan matan hadis serta menjelaskan sifat dan keadaannya. Kemudian, setelah ada penjelasan mengenai obyek kajian ilmu dirayah hadis berupa sanad dan matan hadis, telah dijelaskan pula manfaat serta latar belakang ilmu dirayah hadis dari sudut pandang para ahli Syi’ah di bidang ilmu dirayah hadis. Di bagian akhir, telah dijelaskan bahwa istilah-istilah hadis ada yang berhubungan dengan matan dan internal hadis, dan ada pula yang berkenaan dengan eksternal hadis seperti gelar para perawi hadis dan pola penukilan hadis.

Bahan Latihan

1. Memahami istilah-istilah ilmu dirayah hadis akan sangat berpengaruh pada bidang ilmu apa? Jelaskan!

2. Sebutkan definisi ilmu dirayah hadis dan jelaskan obyek kajiannnya!

3. Sebutkan apa saja karya tulis terpenting dalam disiplin ilmu dirayah hadis!

4. Sebutkan perbedaan antara istilah internal hadis dan istilah eksternal hadis!

Bahan Penelitian

1. Jelaskan pengaruh ilmu dirayah hadis pada hadis-hadis bernunasa fikih!

2. Jelaskan urgensi penelitian hadis menurut

Urgensi Penelitian Hadis 11 pandangan para maksum !

3. Jelaskan peran Alllamah Mamaqani dalam pengembangan ilmu dirayah hadis!

4. Jelaskan tujuan dan keistimewaan komentar Sayyid Hasan Shadr terhadap kitab al-Wajīzah!

Referensi

1. Miqbās al-Hidāyah, al-Madkhal (bagian pengantar) jilid pertama karya Allamah Mamaqani.

2. Nihāyat al-Dirāyah, bagian Mukaddimah, karya Sayyid Hasan Shadr.

3. Bihār al-Anwār, jilid pertama, Kitab al-’Ilm (Bab Ilmu) karya Muhammad Baqir al-Majlisi.

4. Ushūl al-Kāfī, jilid pertama, Bab al-Nawādir (Bab Hal-Hal Langka) dan Kitab Fadhl al-’Ilm (Keutamaan Ilmu) karya Syekh al-Kulaini.

5. Ushūl al-Hadīts wa Ahkāmuhu karya Ja’far Subhani.

12 Catatan:

1 Bihār Anwār, Majlisi, Muhammad Baqir, jil. 2 hlm. 100, Kitāb

al-‘Ilm, bab 14, hadis 59.

2 Al-Kāfī ( Ushūl ),Kulaini, jil. 1 hlm 41 hadis 8.

3 Bihār al-Anwār, al-Majlisi, Muhammad Baqir jil. 2 hlm. 144 hadis 5, Bab 19 keutamaan menulis dan meriwayatkan hadis).

4 Al-Mahāsin, Barqi, jil. 1 hlm. 156.

5 Bihār al-Anwār, Majlisi, jil. 2 hlm.150, Kitāb al-‘Ilm, Bab 19 hadis 24.

6 Ibid, hlm. 145 hadis. 7

7 Miqbās al-Hidāyah, jil. 1 hlm. 35, bagian kata pengantar (madkhal).

8 Syarh al-Bidāyah, Syahid Tsani, Mukaddimah, hlm. 9

9 Lihat definisi ilmu hadis dalam Kitāb Mustadrak Miqbās al-Hidāyah jil.

5, hlm. 14. Di situ disebutkan: “Ilmu yang mempelajari undang-undang yang dengannya hal ihwal sanad dapat diketahui.”

10 Wajīzah fī ‘Ilm al-Dirāyah hlm. 1; Nihāyat al-Dirāyah ( Syarah Al-Wajīzah), Sayyid Hasan Shadr, hlm.79.

11 Al-Ri’āyah fī ‘Ilm al-Dirāyah hlm. 45; Miqbās al-Hidāyah, jil. 1, hlm. 41.

12 Ushūl al-Hadīts wa Ahkāmuhū, hlm. 12.

13 ‘Ilm al-Hadīts, Dr. Sayyid Ridha Muaddab (penulis), hlm. 12.

14 Al-Ri’āyah fī ‘Ilm al-Dirāyah hlm. 45.

15 Ibid.

16 Nihāyat al-Dirāyah hlm. 86 .

17 ‘Ilm al-Dirāyah Tathbîqī, penulis, hlm. 14.

18 Man Lā Yahdhuruhu al-Faqīh jil. 4, hlm. 259, hadis 5603.

19 Namun demikian, sebagian ulama seperti Sayyid Hasan Shadr dalam Kitab Ta’sîs al-Syī’ah berpendapat bahwa pelopor ilmu ini di kalangan Syiah adalah Hakim Naisaburi (wafat: 405 H) karena banyak ulama Ahlussunnah menuduhnya sebagai penganut Syi’ah, dan memandangnya sebagai orang yang sangat mencintai para imam Ahlulbait. Silakan meninjau Kitāb Ta’sīs al-Syī’ah karya sayyid Hasan Shadr hlm. 294;

Tārīkh Baghdad, jil. 3 hlm. 94.

20 Dzikr al-Syī’ah, Makki al-Amili, jil. 1, hlm. 47.

21 Ta’sīs al-Syī’ah, hlm. 295.

22 Al-Ri’āyah fī ‘Ilm al-Dirāyah hlm. 404, bagian penutup.

Dalam dokumen Pengantar Ilmu Hadis. Pelajaran 1 (Halaman 22-33)

Dokumen terkait