• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usaha kecil dan menengah (UKM) memegang peranan penting dalam ekonomi Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha (establishment) maupun dari segi penciptaan lapangan kerja. Usaha kecil atau mikro adalah usaha dengan jumlah total penjualan (turn over) setahun yang kurang dari Rp. 1 milyar. Usaha menengah yaitu usaha dengan total penjualan tahunan yang berkisar antara Rp. 1 milyar - Rp. 50 milyar. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh BPS dan Kantor Menteri Negara untuk Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menegkop & UKM), usaha kecil termasuk usaha rumah tangga atau mikro pada tahun 2000 meliputi 99,9 % dari total usaha-usaha yang ada di Indonesia, sedangkan usaha menengah meliputi 0,14 % dari total jumlah usaha kecil di Indonesia.

Selain penciptaan lingkungan bisnis yang kondusif, program-program pengembangan UKM yang diarahkan pada supply driven strategy sebaiknya mulai ditinggalkan, sebagai pengganti dari arah program ini yakni pengembangan program UKM yang berorientasi pasar yang didasarkan atas pertimbangan efisiensi dan kebutuhan UKM (market oriented, demand driven programs). Fokus dari program ini yakni pertumbuhan UKM yang efisien ditentukan oleh pertumbuhan produktivitas UKM yang berkelanjutan, dan nantinya akan mendorong pertumbuhan UKM yang berkelanjutan. Secara lebih spesisfik Ratna (2007) membagi fokus pengembangan UKM baru yang berorientasi pasar tersebut dalam empat unsur pokok, yaitu: (1) pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif bagi UKM; (2) pengembangan lembaga-lembaga finansial yang bisa memberikan akses kredit yang lebih mudah kepada UKM atas dasar transparansi; (3) pelayanan jasa-jasa pengembangan bisnis non-finansial kepada UKM yang lebih efektif; dan (4) pembentukan aliansi strategis antara UKM dan UKM lainnya atau dengan usaha besar di Indonesia atau di luar negeri.

Kriteria usaha menengah sebagai berikut (INPRES No 10,1999) :

a) Memiliki kekayaan bersih lebih besar dan Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp l0.000.000.000.00 (sepuluh miliar rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;

b) Milik warga negara Indonesia;

c) Berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai dan berafiliasi baik langsung maupun tidak Iangsung dengan usaha besar;

d) Berbentuk usaha orang perseorangan. badan usaha yang tidak berbadan hukum dan atau badan usaha yang berbadan hukum.

2.2. SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Untuk Umum)

SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum) merupakan prasarana umum yang disediakan oleh PT. Pertamina untuk masyarakat luas guna memenuhi kebutuhan bahan bakar. Pada umumnya SPBU menjual bahan bakar sejenis premium, solar dan pertamax. SPBU merupakan usaha yang membutuhkan modal investasi besar, dengan pendapatan yang besar dan bersifat likuid. Modal yang dibutuhkan tergantung pada lahan calon lokasi SPBU dan rencana bisnis yang akan dilaksanakan. Kontrak kerjasama berlaku selama minimal 15 tahun, dengan masa pembaruan kontrak setiap 5 tahun sekali. Pola baru kemitraan yang ditawarkan Pertamina seperti ditunjukkan Gambar 1 adalah saling menguntungkan kepada semua pihak. Prinsip keterbukaan, kecepatan dan kualitas pelayanan, dan proyeksi keuntungan yang atraktif menjadi falsafah.

Sumber: Pola Kerja Sama Pertamina, 2007

Gambar 1. Pola Kerjasama SPBU-Pertamina

Bentuk kerjasama yang di tawarkan oleh Pertamina dapat dibedakan atas :

- DODO (Dealer Owned Dealer Operated), SPBU DODO PT. Pertamina adalah SPBU milik swasta, baik lahan, investasi, maupun operasionalnya.

PERTAMINA SPBU

Biaya Jasa

- CODO (Company Owned Dealer Operated), SPBU CODO PT. Pertamina merupakan SPBU sebagai bentuk kerjasama antara PT. Pertamina dengan pihak-pihak tertentu. Antara lain kerjasama pemanfaatan lahan milik perusahaan ataupun individu untuk di bangun SPBU PT. Pertamina.

Dalam pembangunan sebuah SPBU, luas minimal lahan tergantung dari letak lahan yang akan dibangun menjadi sebuah SPBU. Apabila lahan yang akan dibangun SPBU terletak di jalan besar/utama, maka luas lahan yang harus dimiliki minimal 2500 m². SPBU dibedakan atas 5 tipe yaitu tipe A,B,C,D dan E seperti disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Tipe SPBU

KOMPONEN TIPE A TIPE B TIPE C TIPE D TIPE E

Minimal Ukuran Lahan (m²) 2500 1600 1225 900 700

Min Lebar Muka Jalan (m) 50 40 35 30 20

Selang (Jumlah) Min. 26 20 – 25 16 - 20 10 - 16 Max 10 Kapasitas Tangki Min (kl) Min. 160 kl Min. 140 kl Min. 100 kl Min. 80 kl Min. 60 kl

Tabel 3 menunjukkan bahwa setiap 5 tahun SPBU harus membayar Initial Fee ke Pertamina yang jumlah nya berdasarkan perkiraan volume penjualan yang telah disepakati. Jumlah Initial Fee telah ditetapkan oleh Pertamina berdasarkan tipe SPBU .

Tabel 3. Biaya Initial Fee SPBU

TYPE SPBU PERKIRAAN VOLUME PENJUALAN INITIAL FEE (Rp.) SPBU TYPE A Volume Penjualan > 35 kl 800.000.000,- SPBU TYPE B 25 kl < Volume Penjualan < 35 kl 650.000.000,- SPBU TYPE C 20 kl < Volume Penjualan < 25 kl 500.000.000,- SPBU TYPE D 15 kl < Volume Penjualan < 20 kl 350.000.000,- SPBU TYPE E Volume Penjualan < 15 kl 250.000.000,- Sistem informasi SPBU merupakan program aplikasi komputer untuk bisa mengotomasikan sistem pelaporan SPBU. Baik laporan harian maupun rekapitulasi bulanan yang menyangkut kondisi stok BBM per jenis (premium,

pertamax dan solar) yang diperoleh dari kalkulasi data meteran dan pengukuran volume tangki. Dengan sistem itu, petugas SPBU hanya perlu memasukkan data meteran awal dan meteran akhir setiap pompa (per shift atau per hari). Lalu sistem akan otomatis menghitung jumlah pengeluaran yang dilakukan, untuk selanjutnya dicetak ke dalam bentuk laporan harian. Selain informasi stok BBM, dapat pula diketahui berapa deviasi antara stok berdasarkan catatan/meteran dan stok berdasarkan pengukuran fisik. Dengan demikian, rekapitulasi penjualan BBM selama satu bulan dibandingkan dengan jumlah stok BBM yang dimiliki serta harga pokok penjualannya (HPP) dan margin laba/rugi bisa terkelola dengan baik. (Pertamina 2009)

Melalui model matematis yang dianalisis, diketahui bahwa dengan margin keuntungan yang berlaku sekarang (5%), belum dapat secara keseluruhan memberi nilai keekonomian yang baik pada bisnis penyaluran BBM SPBU. Untuk bertahan pada margin 5% tersebut, sebuah SPBU harus mengembangkan sumber pendapatan lain (non BBM) agar dapat memberi nilai ekonomi yang baik. Margin 5% hanya dapat memberi nilai ekonomi yang baik bagi SPBU yang didirikan dekat jalan tol dengan tambahan pendapatan (non BBM) dari pengoperasian

“Convinience Store Bright Pertamina” dan atau “Pertamina Service Speed Station”, dua konsep bisnis yang ditawarkan Pertamina sebagai bisnis pendukung SPBU. Margin yang memberikan nilai ekonomi yang baik tanpa adanya usaha tambahan untuk SPBU dekat area perumahan besarnya 10%, SPBU dekat pusat perbelanjaan besarnya diatas 10%, dan SPBU dekat lintas provinsi besarnya >10 % (Maya, 2006).

2.3. Bahan Bakar Minyak (BBM)

Bahan bakar minyak (BBM) adalah bahan bakar yang diproses dari pengilangan minyak bumi maupun minyak yang berasal dari nabati. Produk yang dikategorikan sbagai BBM adalah prduk seperti bensin, minyak diesel (solar), minyak tanah, avtur dan avigas. BBM adalah satu-satunya komoditas yang mendapatkan perlakuan khusus, di mana harga BBM terus disubsidi agar dapat terjangkau oleh masyarakat luas dan ketersediaannya di seluruh pelosok tanah air dijamin oleh pemerintah. (Siahaan, 2008). BBM yang dipasarkan di Indonesia diantaranya, yaitu :

2.3.1. Bahan Bakar Bensin

Jenis bahan bakar minyak bensin merupakan nama umum untuk beberapa jenis BBM yang diperuntukkan kepada mesin dengan pembakaran menggunakan perapian. Di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis bahan bakar bensin yang memiliki nilai mutu pembakaran berbeda. Nilai mutu jenis BBM bensin ini dihitung berdasarkan RON (Research Octane Number). Berdasarkan nilai tersebut BBM bensin yang ada di Indonesia dibedakan menjadi tiga jenis yaitu ; RON 88, RON 92, dan RON 95.

Bahan bakar RON 88 adalah bahan bakar minyak jenis destilat berwarna kekuningan yang jernih. Penggunaan bahan bakar premium pada umumnya adalah bahan bakar kendaraan bermotor bermesisn bensin antara lain : mobil, motor, dan motor tempel. Bahan bakar ini juga sering disebut gasoline atau petrol. Bahan bakar RON 88 ini di Indonesia hanya dijual oleh pihak SPBU Pertamina yaitu dengan nama premium.

2.3.2. Bahan Bakar Pertamax

Bahan bakar yang memiliki RON 92 adalah bahan bakar yang ditujukan untuk kendaraan bermotor yang mempersyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan tanpa timbal (unleaded). Bahan bakar RON 92 ini dikeluarkan oleh pihak Pertamina dengan nama pertamax di SPBU Petronas dengan nama Primax 92 dan SPBU Shell dengan nama Shell Super.

Bahan bakar yang memiliki RON 95 merupakan jenis BBM yang telah memenuhi standar World Wide Fuel Charter (WWFC) ditujukan untuk kendaraan yang berteknologi mutakhir yang mempersyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan ramah lingkungan. Pertamaxplus sangat direkomendasikan untuk kendaraan yang memiliki kompresi ratio lebih dari 10.5 dan juga menggunakan teknologi Electronic Fuel Injection (EFI), Variable Valve Timing Intellegent (VVTi), Variable Timing Intellegent (VVTi), Turbochargers dan catalytic converters. Bahan bakar RON 95 ini dikeluarkan SPBU PERTAMINA dengan nama Pertamax Plus, SPBU Petronas dengan nama Primax 92 dan SPBU Shell dengan nama Shell Super Extra.

2.3.3. Bahan Bakar Solar

Minyak Solar (HSD), High Speed Diesel (HSD) merupakan BBM jenis solar yang memiliki angka performa octane number mencapai 45, jenis BBM ini umumnya digunakan untuk mesin transportasi diesel yang umum dipakai dengan sistem injeksi pompa mekanik (injection pump) dan electronic injection. Jenis BBM ini diperuntukkan untuk jenis kendaraan bermotor transportasi dan mesin industri. Minyak solar atau Automotive Diesel Oil (ADO) sebagai salah satu hasil kilang minyak merupakan bahan bakar destilasi menengah (middle destilate) yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan energi khususnya bahan bakar minyak (BBM) untuk bahan bakar di sektor transportasi, industri dan kelistrikan di Indonesia. Sekitar 10 tahun terakhir dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2004, penggunaan minyak solar diperkirakan mencapai rata-rata lebih 41 persen dari total penggunaan BBM dalam negeri.

Minyak solar sebenarnya adalah BBM yang diperuntukkan untuk sektor transportasi. Namun dalam kenyataannya bahan bakar tersebut banyak pula yang dipergunakan untuk sektor-sektor lainnya seperti sektor industri dan pembangkit listrik. Selama sepuluh tahun terakhir, yaitu dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2004 total kebutuhan minyak solar untuk semua sektor meningkat dengan pertumbuhan rata-rata sekitar lima persen per tahun, sehingga total kebutuhan atau penggunaan minyak solar tersebut meningkat lebih dari 1,5 kali lipat selama periode tersebut. Sesuai dengan peruntukkannya, sebagian besar dari dari minyak solar dipergunakan untuk sektor transportasi, disusul untuk sektor industri dan pembangkit listrik. Meskipun pangsa penggunaan minyak solar untuk sektor pembangkit listrik paling kecil, namun kebutuhan minyak solar pada sektor tersebut yang paling pesat pertumbuhannya, yaitu meningkat lebih dari sembilan persen per tahun, sedangkan kebutuhan minyak solar pada sektor transportasi dan industri, masing-masing hanya meningkat 4,26 persen dan 4,69 persen per tahun.

Sahlan (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pengukuran kapasitas bahan bakar pada tangki pendam di sebuah SPBU seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 dan 3, merupakan suatu hal mutlak yang harus dilakukan, yaitu untuk mengetahui persediaan bahan bakar dalam tangki. Pengukuran bahan bakar yang dilakukan saat ini kurang efisien, hal ini

dikarenakan pengukuran kapasitas bahan bakar dalam tangki pendam SPBU dilakukan manual. Pengukuran dengan menggunakan sensor merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan dalam proses pengukuran kapasitas tangki. Salah satu sensor yang dapat digunakan dalam pengukuran kapasitas bahan bakar dalam tangki pendam SPBU yaitu dengan menggunakan potensiometer yang hasilnya ditampilkan secara visual secara ke dalam layer. Ukuran tangki pendam BBM SPBU disajikan pada Tabel 4.

Sumber : CV.Sinar Baru Perkasa

Gambar 2. Tangki Pendam BBM SPBU

Sumber : CV.Sinar Baru Perkasa

Tabel 4. Ukuran Tangki Pendam SPBU Pertamina

Sumber : CV.Sinar Baru Perkasa

Kamarga (2008) mengungkapkan bahwa SPBU juga menimbulkan polusi udara akibat penguapan bensin yang terjadi pada tangki timbun maupun dispenser. Polusi udara tersebut dapat menimbulkan bahaya kebakaran, bahaya kesehatan, maupun kerugian ekonomi. Untuk itu, perlu dikembangkan sebuah sistem vapor recovery yang dapat mengurangi polusi udara sekaligus me-recover kehilangan akibat penguapan bensin yang tidak terkendali tersebut.

2.4. Persediaan

Inventory atau persediaan adalah barang-barang yang berada di gudang atau dalam proses produksi (Work in Process) yang digunakan untuk mendukung kesuksesan manufaktur sebuah produk dan mendistribusikannya ke konsumen. Inventory dapat berupa produk jadi yang siap dijual, produk pelengkap atau produk pendukung, produk setengah jadi atau dapat juga berupa bahan mentah (Fogarty, 1991).

Inventory pada kenyataannya memakan tempat untuk penyimpanan, memerlukan perlakuan tertentu atau handling, dapat menjadi usang dan mengalami penurunan, memerlukan asuransi, dikenakan beban pajak, dan terkadang juga dapat hilang atau dicuri. Dan pada kasus tertentu inventory hanya akan meningkatkan biaya tanpa meningkatkan pendapatan. Oleh karena itu dibutuhkan Inventory Management, yaitu suatu pendekatan untuk mengatur aliran produk dalam sebuah supply chain dan mendapatkan level pelayanan yang dibutuhkan dengan biaya yang dapat diterima. Pergerakan dan aliran produk adalah kunci dari konsep inventory management dan juga pada seluruh supply

chain, sehingga bila aliran itu terhenti, maka biaya akan bertambah. Oleh karena itu bila memungkinkan, maka inventory akan dibuat sekecil mungkin.

Mulyana (2007) menyatakan bahwa, persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan untuk digunakan memenuhi tujuan tertentu. Persediaan dapat berbentuk bahan mentah, bahan penolong, barang dalam proses maupun barang jadi. Sebagai salah satu asset penting perusahaan pengelolaan persediaan pun memperoleh perhatian dari manajemen. Tanpa persediaan sama sekali adalah tidak baik dan persediaan banyak sekali juga itu tidak baik. Unsur biaya yang terdapat dalam persediaan diklasifikasikan menjadi tiga.yaitu biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya kekurangan persediaan. Biaya pemesanan dikeluarkan terkait aktifitas pemesanan bahan atau barang sejak dari penempatan pemesanan sampai tersedia di gudang. Dalam kegiatan produksi biaya pemesanan ini disebut set up costs atau biaya untuk menyiapkan mesin-mesin proses manufaktur dari suatu rencana produksi. Selain biaya pemesanan dalam persediaan pun terkandung biaya penyimpanan. Yang termasuk dalam biaya penyimpanan diantaranya sewa gudang, biaya administrasi pergudangan, gaji pelaksana pergudangan, biaya listrik. Biaya penyimpanan dalam keberadaannya dapat sebagai persentase dari rata-rata per tahun maupun rupiah per tahun per unit barang. Sedangkan biaya kekurangan persediaan ini timbul sebagai akibat tidak adanya persediaan pada waktu diperlukan. Biaya kekurangan persediaan ini bukan biaya riil melainkan suatu kehilangan kesempatan termasuk di dalamnya karena proses produksi terhenti dari sebab tidak ada persediaan dalam proses, biaya administrasi tambahan, tertundanya permintaan, bahkan pelanggan yang kabur. Biaya pemesanan, biaya penyimpanan, biaya kekurangan persediaan terkandung di dalam persediaan.

Oka Sudana (2007), menyampaikan bahwa sistem Informasi Manajemen Inventory adalah sistem informasi yang mengelola data transaksi dan persediaan dalam gudang. Perusahaan yang bergerak dibidang produksi umumnya memerlukan Sistem Inventory. Sistem Inventory biasanya terdiri dari Sistem Penerimaan Barang, Sistem Pembelian Barang dan Sistem Gudang. Sistem ini harus dapat memberikan informasi inventory seperti informasi pengeluaran

barang, pembelian barang, penerimaan barang dan informasi lain secara cepat dan akurat, selain itu sistem dapat mempermudah kerja user.

Siswanto (2007), menyatakan bahwa salah satu persoalan manajemen yang potensial adalah persediaan. Dalam hal ini, istilah persediaan mencakup persediaan bahan baku, persediaan bahan pembantu, persediaan barang dalam proses, dan persediaan barang jadi. Manajemen yang tidak baik terhadap persediaan bisa berakibat serius terhadap organisasi. Kondisi situasi serba pasti dan tidak pasti yang dihadapi oleh manajemen memunculkan model-model persediaan deterministik dan nir-deterministik. Pengelompokan ini murni dipengaruhi oleh karakteristik permintaan dan waktu pesanan datang.

Berdasarkan dua karakteristik utama parameter-parameter masalah persediaan, yaitu tingkat permintaan dan periode kedatangan pesanan, model-model persediaan dibedakan menjadi Model Deterministik dan Model Probablistik (Gambar 5). Kelompok model Deterministik ditandai oleh karakteristik tingkat permintaan dan periode kedatangan pesanan yang bisa diketahui sebelumnya secara pasti. Sebaliknya, jika salah satu atau kedua parameter itu tidak diketahui secara pasti sebelumnya sehingga harus didekati dengan distribusi probabilitas, maka hal itu menandai Model Probabilistik.Tujuan yang hendak dicapai dalam penyelesaian masalah persediaan adalah meminimumkan biaya total persediaan. Biaya-biaya yang digunakan dalam analisis adalah :

a. Biaya Pesan (Ordering Cost)

Biaya pesan timbul pada saat terjadi proses pemesanan suatu barang. Biaya biaya pembuatan surat, telepon, fax dan biaya-biaya overhead lain yang secara proporsional timbul karena proses pembuatan sebuah pesanan.

b. Biaya simpan (Carrying Cost)

Biaya simpan timbul pada saat terjadi proses penyimpanan barang. Sewa gudang, premi asuransi, biaya keamanan, dan biaya-biaya overhead lain yang relevan atau timbul karena proses penyimpanan suatu barang. Dalam hal ini, jelas sekali bahwa biaya-biaya tetap muncul meskipun persediaan tidak ada adalah bukan termasuk dalam kategori biaya simpan.

c. Biaya Kehabisan Persediaan (Stockout Cost)

Biaya kehabisan persediaan timbul pada saat persediaan habis atau tidak tersedia. Termasuk dalam kategori ini adalah kerugian karena mesin berhenti, atau karyawan tidak bekerja, peluang yang hilang untuk memperoleh keuntungan.

d. Biaya Pembelian (Purchase Cost)

Biaya pembelian timbul pada saat pembelian suatu barang. Secara sederhana biaya-biaya yang termasuk dalam kategori ini adalah biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar pembelian barang.

Sumber : Siswanto (2007)

Gambar 5. Model Deterministik vs Probabilistik

Namun demikian Gambar 6 menunjukkan, biaya-biaya yang digunakan tersebut muncul karena proses pengendalian persediaan sehingga relevan digunakan sebagai parameter model persediaan. Kesalahan dalam penggunaan atau proses penetapan kategori biaya-biaya tersebut sebagai parameter model akan

Masalah-masalah persediaan Deterministik Probabilistik 1. P System 2. Q System 3. EOQ dasar 4. EOQ potongan pembelian

5. EOQ back Order

6. EPQ

7. Wagner and Within

8. Silver and Meal

9. MRP

1. Analisis Marginal 2. EOQ Probabilistik 3. Simulasi

mengakibatkan kesalahan dalam proses pembuat keputusan manajemen persediaan.

Sumber : Siswanto 2007

Gambar 6. Masalah Persediaan

Model-model persediaan probabilistik ditandai oleh perilaku permintaan D(j) dan lead time L yang tidak dapat diketahui sebelumnya secara pasti sehingga perlu didekatidengan distribusi probabilitas. Jika salah satu bersifat probabilistik, maka asumsi pesanan datang pada saat persediaan habis mungkin tidak terpenuhi. Masalah kehabisan persediaan Ketika salah satu demand (permintaan) atau lead time (saat tenggang pesan) tidak bisa diketahui secara pasti sebelumnya, ada tiga kemungkinan yang akan terjadi yaitu persediaan habis ketika pesanan tiba, persediaan habis tepat pada saat pesanan tiba dan persediaan belum habis saat pesanan tiba.

Keempat kasus di atas telah memberi gambaran bagaimana perilaku permintaan (demand) dan saat pesanan datang (lead time), yang menyimpang dari perkiraan semula, bisa membawa akibat yang merugikan. Ini dapat berupa kehabisan atau kelebihan persediaan. Oleh karena itu, jalan keluar untuk mengantisipasi penyimpangan itu perlu dibentuk cadangan keras (iron stock) atau safety stock melalui pendekatan distribusi probabilitas. Persediaan Cadangan (safety stock) yaitu ketika permintaan (demand) selama periode kedatangan

Masalah-masalah Persediaan

Peminimuman biaya total persediaan

Biaya Pesan Biaya Pembelian

Biaya Simpan Biaya Kehabisan

pesanan (lead time) tidak bisa diketahui sebelumnya secara pasti, maka deviasi kapan persediaan dibutuhkan dan kapan persediaan datang harus diketahui. Distribusi normal akan digunakan untuk menggambarkan perilaku penyimpangan tersebut.

Model Probabilistik

Berbeda dengan EOQ model deterministik, model EOQ probabilistik memperhitungkan perilaku permintaan dan tenggang waktu pesanan datang (lead time) yang tidak pasti atau tidak bisa ditentukan sebelumnya secara pasti. Perilaku yang selalu berubah itu membawa akibat pada timbulnya masalah kehabisan persediaan, dimana sebagai jalan keluarnya, persediaan cadangan atau safety stock diadakan.

Ketidakpastian permintaan dan tenggang waktu pesanan memunculkan dua masalah baru. Pertama, keinginan untuk membangun persediaan cadangan yang tentu saja akan menimbulkan tambahan jenis biaya baru yang belum diperhitungkan oleh model EOQ dasar, yaitu biaya persediaan cadangan yang bersifat tetap. Kedua, jika persediaan cadangan tidak diadakan maka kehabisan persediaan akan menimbulkan biaya sebagai akibat berhentinya sistem, penurunan produktivitas, dan lain-lain. Kedua jenis biaya itu tentu saja berlawanan arah. Jika persediaan cadangan semakin besar, maka sebaliknya biaya kehabisan persediaan akan semakin kecil. Perlu ditambahkan kedua biaya tersebut sehingga berubah menjadi :

BTP = DS + Q h + BS + BKP Q 2

Di mana :

BTP = Biaya Total Persediaan (Rp) D = Kebutuhan (lt)

Q = Jumlah yang dipesan setiap kali pesanan dibuat (lt) S = Biaya pemesanan setiap kali pesanan dibuat (Rp) h = Biaya penyimpanan setiap unit persediaan (Rp) BS = Biaya Simpan (Rp)

Kehabisan persediaan disebabkan oleh kemungkinan tingkat pemakaian persediaan yang berbeda dari yang direncanakan atau tenggang waktu pesanan yang berbeda dari yang telah dijanjikan, maka besar kecilnya biaya kehabisan persediaan atau BKP sangat tergantung kepada sampai seberapa besar peluang kehabisan persediaan selama masa tenggang pesanan.

BKP = DBK ∑ ( Ki – SP ) P (Ki) Q

Dimana :

BK = Biaya Kehabisan Persedian per unit (Rp) Ki = Kebutuhan masa tenggang

SP = Saat Pesan Ulang P = Siklus Pesan Ulang

Biaya simpan dalam probabilistik terdiri atas dua macam. Pertama, biaya simpan untuk setiap siklus pesanan. Kedua, biaya simpan persediaan cadangan

BS = h (SP – HP)

HP = Harapan pemakaian masa tenggang pesan Biaya total persediaan untuk model probabilistik adalah : BTP = DS + Q h + h (SP – HP) + DBK ∑ ( Ki – SP ) P (Ki)

Q 2 Q Q optimal model probabilistik adalah :

Q = (S + BK ∑ ( Ki – SP ) P (Ki) h

2.5. Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan adalah proses yang dikembangkan secara bertahap dan sistematis. Artinya memiliki kriteria yang sistematis melalui sistem-sistem prosedur tertentu yang jelas dan teratur. Suatu kriteria yang baik haruslah yang dapat memenuhi tiga syarat berikut :mempunyai suatu ukuran atau nilai yang jelas untuk pengambilan keputusan yang tepat, dapat digunakan untuk menilai berbagai alternatif pilihan, dapat dengan mudah dihitung dan dijabarkan. (Nasendi dan

Dokumen terkait