• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : PENANAMAN MODAL ASING DI BIDANG USAHA PERIKANAN

B. Penanaman Modal Asing Di Bidang Usaha Perikanan Di Indonesia

4. Usaha Perikanan Yang Tidak Diperbolehkan Dikelola Pemodal

Berdasarkan Perpres Nomor 39 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan Perpres Nomor 44 Tahun 2016, maka usaha perikanan yang tidak diperbolehkan dikelola pemodal asing terdiri dari:

a. Perikanan tangkap dengan menggunakan kapal penangkap ikan berukuran sampai dengan 30 GT, di wilayah perairan sampai 12 mil atau kurang, dan pengolahan hasil perikanan yang dilakukan secara terpadu dengan penangkapan ikan di perairan umum. Usaha ini hanya dicadangkan untuk UMKMK.

b. Pembesaran ikan laut, pembenihan ikan laut, pembesaran ikan air payau, pembenihan ikan air payau, pembesaran ikan air tawar, pembenihan ikan air tawar, usaha pengolahan hasil perikanan, seperti industri penggaraman/pengeringan ikan dan biota perairan lainnya, industri pengasapan ikandan biota perairan lainnya. Usaha pengolahan hasil perikanan, seperti peragian, fermentasi, preduksian/pengekstaksian, pengolahan surimi dan jelly ikan, serta

usaha pemasaran, distribusi hasil perikanan, seperti perdagangan besar hasil perikanan dan perdagangan ekspor hasil perikanan. Usaha ini hanya diperbolehkan dilakukan dengan kemitraan.

c. Usaha perikanan tangkap dengan menggunakan kapal penangkap ikan berukuran 100 GT dan/atau lebih besar di wilayah penangkapan ZEEI, usaha perikanan tangkap dengan menggunakan kapal penangkap ikan berukuran 100 GT dan/atau lebih besar di wilayah penangkapan laut lepas, pemanfaatan dan peredaran koral/karang hias dari alam untuk akuarium dan pengangkatan benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam. Usaha ini hanya diperbolehkan dilakukan dengan perizinan khusus.

d. Usaha perikanan tangkap dengan menggunakan kapal penangkapan ikan berukuran di atas 30 GT, di wilayah perairan di atas 12 mil, dan penggalian pasir laut. Usaha ini hanya diperbolehkan dilakukan oleh pemodal dalam negeri hingga besaran modal mencapai 100%.

Berdasarkan pengaturan yang ditentukan dalam Perpres Nomor 39 Tahun 2014 tersebut, maka usaha perikanan yang tidak diperbolehkan dikelola pemodal asing dapat digolongkan kepada usaha pembudidayaan ikan dan usaha perikanan tangkap.

a. Usaha pembudidayaan ikan.

Usaha dibidang pembudidayaan ikan dilaksanakan dalam sistem bisnis perikanan yang meliputi praproduksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran, serta

dilakukan di air tawar, air payau, dan di laut. Dalam Pasal 5 Permen KP Nomor 12 Tahun 2007 ditentukan bahwa usaha di bidang pembudidayaan ikan pada tahap:

1) Praproduksi meliputi pemetaan lahan, identifikasi lokasi, status kepemilikan lahan, dan/atau pencetakan lahan pembudidayaan ikan. 2) Produksi meliputi pembenihan, pembesaran, dan/atau pemanenan ikan. 3) Pengolahan meliputi penanganan hasil, pengolahan, penyimpanan,

pendinginan, dan/atau pengawetan ikan hasil pembudidayaan.

4) Pemasaran meliputi pengumpulan, penampungan, permuatan, pengangkutan, penyaluran, dan/atau pemasaran ikan hasil pembudidayaan.

Usaha-usaha di bidang pembudidayaan ikan sebagaimana dimaksud di atas dapat dilakukan secara terpisah maupun secara terpadu. Usaha di bidang pembudidayaan ikan secara terpisah hanya boleh dilakukan pada tahap praproduksi dan produksi, sedangkan usah di bidang pembudidayaan ikan secara terpadu dapat dilakukan sebagai berikut: 82

1) Tahap praproduksi dan produksi dengan tahap pengolahan; 2) Tahap praproduksi dan produksi dengan tahap pemasaran; atau

3) Tahap praproduksi dan produksi, tahap pengolahan, dan tahap pemasaan.

82 Pasal 6 Peraturan Menteri Perikanan Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Perizinan Usaha

Setiap orang yang melakukan usaha di bidang pebudidayaan ikan di WPPRI pada tahap produksi, tahap pengolahan, dan/atau tahap pemasaran wajib memiliki SIUP di bidang pembudidayaan ikan. Kewajiban memiliki SIUP ini berlaku untuk usaha dibidang pembudidayaan ikan baik secara terpisah maupun secara terpadu. Di dalam SIUP ini akan dicantumkan jenis kegiatan usaha yang dilaksanakan, jenis ikan yang dibudidayakan, luas lahan atau perairan, dan letak lokasi pembudidayaan ikan.83

Usaha di bidang pembudidayaan ikan dapat menggunakan kapal pengangkutan untuk mengangkut sarana produksi dan/atau ikan hasil pembudidayaan. Kapal pengangkut ikan itu meliputi kapal,84 1) berbendera Indonesia atau berbendera asing dikelola oleh perusahaan di bidang pembudidayaan ikan, atau 2) berbendera Indonesia atau berbendera asing yang diageni oleh perusahaan bukan perusahaan perikanan, dan setiap kegiatan pengangkutan ikan tersebut wajib dilengkapi SIKPI di bidang pembudidayaan ikan.

b. Usaha perikanan tangkap.

Usaha perikanan tangkap terdiri dari; pertama, usaha perikanan tangkap dengan menggunakan kapal penangkap ikan berukuran sampai dengan 30 GT, di wilayah perairan sampai dengan 12 mil atau kurang. Usaha perikanan ini hanya dicadangkan untuk UMKMK, yang berwenang menerbitkan SIUP, SIPI, dan

83

Pasal 7 - 8 Peraturan Menteri Perikanan Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Perizinan Usaha Pembudidayaan Ikan

84 Pasal 9 Peraturan Menteri Perikanan Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Perizinan Usaha

SIKPI adalah bupati/walikota untuk kapal perikanan dengan ukuran sampai dengan 10 GT, sedangkan gubernur untuk kapal perikanan dengan ukuran di atas 10 GT sampai dengan 30 GT.

Kedua, usaha perikanan tangkap degan menggunakan kapal penangkap ikan berukuran di atas 30 GT, di wilayah perairan di atas 12 mil. Usaha perikanan ini diperuntukan bagi modal dalam negeri hingga 100%, dan berwenang menerbitkan SIUP, SIPI, dan SIKPI adalah Dirjen. Hal tersebut berlaku juga terhadap usaha perikanan tangkap dengan menggunakan kapal penangkap ikan berukuran 100 GT dan/atau lebih besar di wilayah penangkapan laut lepas.85

Berdasarkan uraian diatas, maka usaha perikanan tangkap dapat digolongkan kepada usaha perikanan tangkap di WPPRI dan usaha perikanan tangkap di laut lepas.

1) Usaha perikanan tangkap di WPPRI. Pasal 3 Permen KP Nomor 30 Tahun 2012 menentukan bahwa jenis usaha perikanan tangkap meliputi:

a) Usaha penangkapan ikan , terdiri dari; (1) usaha penangkapan ikan dengan menggunakan kapal penangkap ikan yang dioperasikan secara tunggal. Usaha ini dilakukan oleh kapal penangkap ikan yang sekaligus difungsikan sebagai kapal pengangkut ikan hasil tangkapan. (2) usaha penangkapan ikan dengan menggunakan kapal penangkap ikan yang dioperasikan dalam satuan armada penangkap ikan. Usaha ini dilakukan oleh kapal penangkap ikan, kapal pengangkut ikan, dan

85

kapal pendukung operasi penangkapan ikan yang merupakan satu kesatuan armada penangkapan ikan. (3) usaha penangkapan ikan dengan menggunakan kapal penangkap ikan yang dioperasikan secara tunggal dan usaha penangkapan ikan dengan menggunakan kapal penangkap ikan yang dioperasikan dalam satuan armada penangkapan ikan. Usaha ini dilakukan dalam 1 (satu ) usaha.

b) Usaha pengangkutan ikan, terdiri dari; (1) usaha pengangkutan ikan di dalam negeri, yang terdiri dari; (a) pengangkutan ikan dari sentra nelayan, (b) pengangkutan ikan dari pelabuhan pangkalan ke pelabuhan muat; dan (c) pengangkutan ikan dengan pola kemitraan. (2) usaha pengangkutan ikan untuk tujuan ekspor, merupakan kapal pengangkutan ikan yang digunakan untuk mengangkut ikan ke luar negeri. Terhadap usaha pengangkutan ikan untuk tujuan ekspor dan usaha pengangkutan ikan dari pelabuhan pangkalan ke pelabuhan muat dapat dilakukan oleh perusahaan bukan perusahaan perikanan.

c) Usaha penangkapan dan pengangkutan ikan, usaha ini hanya dapat dilakukan dala satu perusahaan.

Pasal 4 Permen KP Nomor 30 Tahun 2012 menentukan bahwa usaha perikanan tangkap dengan menggunakan kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan dengan jumlah kumulatif 200 GT ke atas hanya dapat dilakukan oleh perusahaan berbadan hukum. Usaha perikanan ini juga mendapat insentif seperti diatur dalam Pasal 10 Permen KP Nomor 30 Tahun 2012.

Sejalan dengan ketentuan yang termaktub dalam Pasal 3 Permen KP Nomor 30 Tahun 2012 tersebut diatas, maka secara spesifik dalam melakukan penangkapan ikan, memerlukan suatu teknik pengelolaan perikanan yang berkaitan dengan penangkapan ikan.

Beverton86 menyatakan bahwa mortalitas pada perikanan tertentu secara fungsional berhubungan dengan jumlah satuan penangkapan yang ikut serta menangkap, kemampuan menangkap, jumlah waktu penangkapan dan tersebarnya aktivitas penangkapan di daerah perikanan (fishing ground) pada musim tertentu.

2) Usaha perikanan tangkap dai laut lepas. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Jo. angka 12 Permen KP Nomor 12 Tahun 2012, bahwa usaha perikanan tangkap di laut lepas adalah; “usaha perikanan yang berbasis pada kegiatan penangkap ikan dan/atau kegiatan pengangkutan ikan, yang dilakukan di bagian dari laut yang tidak termasuk dalam ZEEI, laut teritorial Indonesia, perairan kepulauan Indonesia, dan perairan perdalaman Indonesia”.

Pasal 3 Permen KP Nomor 12 Tahun 2012, membagi usaha perikanan tangkap di laut lepas, kepada usaha penangkapan ikan, dan/atau usaha pengangkutan ikan.

Laut lepassebagaimana dimaksud diatas, meliputi wilayah pengelolaan Regional Fisheries Management Organization (RFMO) di Samudera Hindia dan

86 Smith Ian R dan Marahudin Firial, Ekonomi Perikanan Dari Pengelolaan

Samudera Pasifik. RMFO atau organisasi perikanan regional merupakan organisasi yang mengelola sediaan ikan yang beruaya jauh (highly migratory fish) dan sediaan ikan yang beruaya terbatas (stradadling fish stock) di ZEE dan laut lepas.87

Usaha perikanan tangkap tersebut menggunakan kapal perikanan berbendera Indonesia dengan ukuran di atas 30 GT atau panjang seluruhnya (LOA) paling sedikit 15 meter.

Setiap orang yang akan melakukan usaha penangkapan ikan di laut lepas, dalam pengadaan kapal penangkap ikan atau kapal pengangkut ikan, harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan tertulis dari Dirjen. Persetujuan tertulis disampaikan kepada Dirjen dengan melampirkan:88

a) Untuk pengadaan kapal baru:

(1) Fotokopi SIUP, yang mencantumkan wilayah penangkapan dan pengangkutan ikan di laut lepas;

(2) Fotokopi gambar rencana umum kapal (general arrangement), termasuk spesifikasi alat penangkapan ikan;

(3) Fotokopi gambar rencana umum kapal (general arrangement), termasuk spesifikasi untuk kapal pengangkut ikan;

(4) Nama perusahaan, lokasi dan negara tempat pembangunan kapal; dan (5) Surat keterangan dari galangan kapal tempat kapal akan dibangun.

87

Pasal 3 ayar 2 Jo Pasal 1 angka 19 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Usaha perikanan

88 Pasal 50 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Usaha perikanan

b) Untuk pengadaan kapal bukan baru:

(1) Fotokopi SIUP yang mencantumkan wilayah penangkapan di laut lepas;

(2) Grosse akte;

(3) Fotokopi gambar rencana umum kapal (general arrangement), termasuk spesifikasi alat penangkap ikan;

(4) Fotokopi gambar rencana umum kapal (general arrangement), untuk kapal pengangkut ikan;

(5) Bendera kapal sebelumnya;

(6) Fotokopi tanda kebangsaan kapal; dan

(7) Surat pernyataan bahwa kapal tidak tercantum dalam IUU vessel list RFMO.

Pengadaan kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan tersebut dapat dilakukan dari dalam negeri dan/atau luar negeri. Untuk kapal dari dalam negeri, dapat dilakukan dengan kapal berukuran di atas 30 GT, sedagkan untuk kapal dari luar negeri dapat dilakukan dengan kapal berukuran di atas 100 GT.

Untuk pengadaan kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan dari luar negeri, dilakukan dalam keadaan baru atas nama pemegang SIUP. Terhadap pengadaan kapal tersebut yang berasal dari luar negeri hanya dapat dilakukan untuk kapal berukuran di atas 500 GT sampai dengan 1.500 GT.89

89 Pasal 51 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Usaha perikanan

Dokumen terkait