• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KATEKESE KELUARGA DAN PERANANNYA BAGI PENDIDIKAN

B. Pendidikan Iman Anak

5. Usaha-usaha dalam Membantu Perkembangan Iman Anak

Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, anak akan belajar dari apa yang ada dan apa yang ditemui di lingkungan sekitarnya. Tingkah laku, cara berbuat dan berbicara akan ditiru oleh anak (Hasbullah, 1999:28). Oleh karena itu orang tua sudah semestinya menciptakan suasana yang kondusif (mendukung) dan memberikan teladan bagi pendidikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Masa kanak-kanak merupakan masa yang amat penting dan menentukan bagi perkembangan rohani anak, bahkan menjadi dasar bagi iman kepercayaannya pada masa dewasa. Iman dikomunikasikan dengan cara yang berbeda-beda, pada tahap yang berbeda-beda pula, sesuai dengan perkembangan individu. Oleh karena itu, peran orang tua sangatlah penting dalam memperkembangkan iman anak. Sebagai langkah awal, orang tua perlu memberikan kasih dan perhatian kepada anak. Karena kasih itu konsisten sehingga anak-anak akan merasa aman dan terlindung (Allen, 1982:12). Dengan merasakan kasih dari orang tua, anak memiliki pandangan bahwa Tuhan itu pengasih dan akan merasa bahwa ia didengarkan dan diperhatikan. Para orang tua dan pengasuh lainnya mempersiapkan anak itu bagi perkembangan rohaninya dengan menciptakan lingkungan yang penuh kasih yang mendapat kekuatan serta kestabilan (kemantapan) dari iman mereka sendiri (Allen, 1982:26). Kasih orang tua merupakan elemen dasar dan sumber yang menentukan kualitas peran orang tua sebagai pendidik. Suasana kasih harus ada di dalam rumah, agar orang tua dapat mendidik anak-anak dengan baik. Maka para orang tua harus menciptakan suasana rumah yang penuh kasih dan penghormatan kepada Tuhan dan sesama.

Menurut Hurlock (1989:133):

untuk membuat anak kecil mengerti tentang agama, konsep keagamaan diajarkan dalam bahasa sehari-hari dan dengan contoh dari kehidupan sehari-hari. Dengan demikian konsep-konsep menjadi konkret dan realistis. Anak belajar berpikir tentang Tuhan, surga, neraka, malaikat, dan iblis dalam bentuk gambar yang mereka lihat atau cerita yang mereka dengar.

Anak-anak belum bisa diajak berpikir terlalu teologis. Dalam menanamkan pendidikan iman, anak-anak lebih tertarik diajarkan mengenai pengetahuan ajaran dan tradisi Gereja melalui gambar, contoh dalam kehidupan sehari-hari, peraturan-peraturan, serta mengenai dosa dan pengampunan. Dalam usaha menerapkan aspek iman dalam diri anak, perlu diketahui bahwa iman merupakan tindakan pengetahuan yang disempurnakan melalui gerakan kehendak dan pengaruh rahmat. Anak-anak perlu ditanamkan mengenai pengalaman akan Allah. Dimana dalam setiap peristiwa dan segala sesuatu yang didapat merupakan rahmat dari Tuhan, untuk itu anak diajari untuk selalu berterimakasih dan bersyukur kepada Tuhan. Tindakan pengetahuan itu pun mengikuti tahap perkembangan iman sesuai umur; berkembang sedikit demi sedikit dan tentunya secara berkesinambungan (Goretti, 1999:4). Dalam memberikan bimbingan kepada anak sebagai usaha memperkenalkan dan menunjukkan kasih Allah kepada anak dalam dirinya untuk mengajarkan kepadanya agar selalu bersyukur atas apa yang Tuhan berikan kepadanya, orang tua perlu menyesuaikan dengan tahap perkembangan anak. Sebagai contoh, pada usia memasuki taman kanak-kanak, biasanya anak akan cenderung berperilaku untuk memenuhi kepuasan dirinya (Drost, dkk, 2003:21). Kepuasan diri seperti ingin makan makanan yang enak atau mendapatkan perhatian merupakan perilaku anak-anak usia 5-6 tahun tanpa peduli bagaimana dan darimana

orang tua dapat memenuhi kebutuhan mereka. Oleh karena itu orang tua perlu mengajarkan anak untuk mensyukuri hidup (Drost, dkk, 2003:20). Mengajari anak untuk bersyukur setelah mendapatkan sesuatu yang diinginkan merupakan suatu usaha untuk memberikan pemahaman dan pengertian pada anak bahwa ketika kita menginginkan sesuatu, untuk mendapatkannya tidaklah mudah. Untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan, kita harus bekerja keras dan berusaha agar apa yang kita inginkan dapat terpenuhi. Selain itu, orang tua perlu memberikan pemahaman kepada anak bahwa segala sesuatu yang dimiliki merupakan rahmat yang diberikan oleh Tuhan melalui orang tuanya. Dengan belajar bersyukur, anak dapat menghargai setiap usaha orang tua dalam memenuhi kebutuhannya serta dapat memahami bahwa ia telah mengalami cinta kasih Allah secara nyata dalam rupa terpenuhinya keinginan baik benda maupun perhatian dengan begitu kerohanian anak berkembang pada saat ia menjawab panggilan Allah yang bekerja di dalam hidupnya (Allen, 1982:26).

Pada anak-anak mendekati usia sekolah dasar (usia delapan dan sembilan tahun) mereka memperlihatkan bukan hanya hati nurani yang sedang bertumbuh, melainkan juga pengertian yang bertumbuh tentang pengampunan atas suatu kesalahan (Allen, 1982:45). Kombinasi hati nurani yang telah berkembang dengan rasa bersalah pada saat membuat kesalahan, membuat anak menggambarkan Allah sebagai seseorang yang bisa diajak bicara bila kita melakukan perbuatan yang salah. Anak usia sekolah dasar mulai berhubungan dengan Allah secara pribadi melalui doa spontan yang berupa permohonan kepada Allah untuk menolong dirinya, atau berterimakasih atas hal-hal yang sudah ia dapatkan.

Doa adalah nafas iman. Maka jika kita ingin menanamkan iman kepada anak- anak, pertama-tama adalah kita harus mengajari mereka berdoa, dan bukan hanya

mengajari saja, kita perlu berdoa bersama- sama dengan mereka. Dalam setiap keadaan, baik susah ataupun senang di dalam keluarga, kita perlu berdoa. Dalam keadaan bersuka cita kita mengucap syukur kepada Tuhan; dan dalam keadaan berduka, kesulitan, sakit, kita memohon pertolongan-Nya. Firman Tuhan

mengajarkan, “… nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam

doa dan permohonan dengan ucapan syukur” (http://katolisitas.org/6643/peran- orang-tua-dalam-pembinaan-iman-anak).

Dengan doa, orang tua dapat membimbing anak-anaknya mulai peduli terhadap orang lain dengan mendoakan orang-orang yang sedang kesusahan. Sebagai contoh: pada saat Ani sedang menonton televisi bersama dengan ibunya, mereka melihat berita tentang kelaparan yang melanda masyarakat di salah satu bagian di

negara Afrika. Komentar yang terucap dari mulut Ani adalah “kasihan”. Keadaan ini

dapat dimanfaatkan oleh orang tua untuk mengajak anaknya berdoa kepada Tuhan, mendoakan masyarakat di salah satu bagian di negara Afrika agar diberi rejeki dan rahmat agar mereka tidak kelaparan lagi. Selain rasa peduli/empati mulai berkembang dalam diri anak, anak juga belajar bersyukur atas apa yang sudah ia miliki, dan membuat anak peka terhadap kesulitan orang lain serta dalam doa-doanya menjadi lebih mementingkan orang lain karena anak-anak bertambah sadar akan keadaan di sekitarnya dan sudah menaruh lebih banyak perhatian pada dunia pada saat ia menjelang usia remaja (Allen, 1982: 48).

Di samping penting bagi pertumbuhan iman anak, doa keluarga juga memegang peran yang penting untuk mempersatukan keluarga, bersama keluarga untuk memupuk kerukunan dan menumbuhkan kehidupan rohani dalam keluarga. Doa bersama sekeluarga merupakan sesuatu yang sangat penting, sebab dengan

melaksakan hal ini, firman Allah digenapi dalam keluarga itu, “Jika dua orang dari

padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di surga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Mat 18:19- 20).

Dokumen terkait