• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumbangan katekese keluarga terhadap peningkatan kesadaran akan peran penting orang tua bagi pendidikan iman anak di lingkungan Santo Yusuf Gemuh Paroki St. Martinus Weleri.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sumbangan katekese keluarga terhadap peningkatan kesadaran akan peran penting orang tua bagi pendidikan iman anak di lingkungan Santo Yusuf Gemuh Paroki St. Martinus Weleri."

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

viii

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah “SUMBANGAN KATEKESE KELUARGA TERHADAP PENINGKATAN KESADARAN AKAN PERAN PENTING ORANG TUA BAGI PENDIDIKAN IMAN ANAK DI LINGKUNGAN SANTO YUSUF GEMUH PAROKI ST. MARTINUS WELERI”. Penulisan skripsi ini

berawal dari keprihatinan penulis terhadap kurangnya peran orang tua dalam pendidikan iman bagi anak-anak di dalam keluarga di lingkungan Santo Yusuf. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan dari penulis, kurangnya peran orang tua dalam pendidikan iman di dalam keluarga dikarenakan kurangnya kesadaran dari orang tua tentang pentingnya pendampingan iman di dalam keluarga terhadap perkembangan iman anak. Kurangnya kesadaran timbul dari permasalahan-permasalahan yang ada antara lain kepercayaan yang berlebihan dari orang tua terhadap pendidikan anak-anak mereka kepada sekolah, kurangnya waktu untuk berkumpul bersama keluarga karena orang tua sibuk bekerja, serta kurangnya pengetahuan tentang ajaran agama yang mengakibatkan pendidikan iman anak di dalam keluarga kurang diperhatikan sehingga iman anak tidak berkembang dan rentan terhadap pengaruh negatif.

Dalam skripsi ini penulis menggunakan studi pustaka dari para ahli untuk menemukan jawaban dari permasalahan yang ada. Selain studi pustaka, penulis juga mengadakan penelitian untuk memahami permasalahan yang ada serta mencari tahu apa yang menjadi harapan para orang tua untuk meningkatkan peran mereka sebagai pendidik.

Dari studi pustaka penulis menemukan katekese model Shared Christian Praxis (SCP) yang sesuai dengan keprihatinan dan harapan para orang tua di lingkungan Santo Yusuf Gemuh yang dapat membantu mereka dalam menghayati dan menjalankan tugas mereka sebagai pendidik iman di dalam keluarga. Melalui katekese model SCP, orang tua dibantu untuk merefleksikan tugas dan peranannya secara terus menerus sampai pada suatu tindakan konkret.

(2)

ix ABSTRACT

This thesis entitled “CONTRIBUTION OF CATECHESIS FAMILY TO INCREASE AWARENESS OF SIGNIFICANT ROLE OF EDUCATION FOR PARENTS OF FAITH CHILD IN THE SAINT JOSEPH GEMUH DISTRICT ST. MARTIN WELERI PARISH”. The background of this thesis began from the author’s thoughtfulness towards the lack of parents role in the faith education for children in the St. Joseph district. Based on the experiences and observations, the lack of the parents role in education of faith in the family was because of the lack of parents awareness about the importance of faith nurturing in the family. The lack of awareness arose from the problems was about the axcessive confidence to the school towards the education of their children, the lack of quality time among the family members because they were too busy to work, and the lack of knowledge about religion that made their children’s education of faith doesn’t develop and very susceptible towards the negative effect.

In this thesis the author uses literature from the experts to find the answers to existing problems. In addition to literature, the authors also conducted research to understand the existing problems and to find out what the expectations of parents to enhance their role as educators.

(3)

SUMBANGAN KATEKESE KELUARGA

TERHADAP PENINGKATAN KESADARAN AKAN PERAN PENTING ORANG TUA BAGI PENDIDIKAN IMAN ANAK

DI LINGKUNGAN SANTO YUSUF GEMUH PAROKI ST. MARTINUS WELERI

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Niken Pratiwi NIM: 071124001

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada kedua orangtuaku, kakak, dan umat di Lingkungan Santo Yusuf Paroki St. Martinus Weleri yang telah memberi dukungan

(7)

v

MOTTO

“Di mana hati diletakkan, di situ proses belajar dan maju mulai”

(8)
(9)
(10)

viii

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah “SUMBANGAN KATEKESE KELUARGA TERHADAP PENINGKATAN KESADARAN AKAN PERAN PENTING ORANG TUA BAGI PENDIDIKAN IMAN ANAK DI LINGKUNGAN SANTO YUSUF GEMUH PAROKI ST. MARTINUS WELERI”. Penulisan skripsi ini

berawal dari keprihatinan penulis terhadap kurangnya peran orang tua dalam pendidikan iman bagi anak-anak di dalam keluarga di lingkungan Santo Yusuf. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan dari penulis, kurangnya peran orang tua dalam pendidikan iman di dalam keluarga dikarenakan kurangnya kesadaran dari orang tua tentang pentingnya pendampingan iman di dalam keluarga terhadap perkembangan iman anak. Kurangnya kesadaran timbul dari permasalahan-permasalahan yang ada antara lain kepercayaan yang berlebihan dari orang tua terhadap pendidikan anak-anak mereka kepada sekolah, kurangnya waktu untuk berkumpul bersama keluarga karena orang tua sibuk bekerja, serta kurangnya pengetahuan tentang ajaran agama yang mengakibatkan pendidikan iman anak di dalam keluarga kurang diperhatikan sehingga iman anak tidak berkembang dan rentan terhadap pengaruh negatif.

Dalam skripsi ini penulis menggunakan studi pustaka dari para ahli untuk menemukan jawaban dari permasalahan yang ada. Selain studi pustaka, penulis juga mengadakan penelitian untuk memahami permasalahan yang ada serta mencari tahu apa yang menjadi harapan para orang tua untuk meningkatkan peran mereka sebagai pendidik.

Dari studi pustaka penulis menemukan katekese model Shared Christian Praxis (SCP) yang sesuai dengan keprihatinan dan harapan para orang tua di lingkungan Santo Yusuf Gemuh yang dapat membantu mereka dalam menghayati dan menjalankan tugas mereka sebagai pendidik iman di dalam keluarga. Melalui katekese model SCP, orang tua dibantu untuk merefleksikan tugas dan peranannya secara terus menerus sampai pada suatu tindakan konkret.

(11)

ix ABSTRACT

This thesis entitled “CONTRIBUTION OF CATECHESIS FAMILY TO INCREASE AWARENESS OF SIGNIFICANT ROLE OF EDUCATION FOR PARENTS OF FAITH CHILD IN THE SAINT JOSEPH GEMUH DISTRICT ST. MARTIN WELERI PARISH”. The background of this thesis began from the author’s thoughtfulness towards the lack of parents role in the faith education for children in the St. Joseph district. Based on the experiences and observations, the lack of the parents role in education of faith in the family was because of the lack of parents awareness about the importance of faith nurturing in the family. The lack of awareness arose from the problems was about the axcessive confidence to the school towards the education of their children, the lack of quality time among the family members because they were too busy to work, and the lack of knowledge about

religion that made their children’s education of faith doesn’t develop and very susceptible towards the negative effect.

In this thesis the author uses literature from the experts to find the answers to existing problems. In addition to literature, the authors also conducted research to understand the existing problems and to find out what the expectations of parents to enhance their role as educators.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebab karena kasihNyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul SUMBANGAN KATEKESE KELUARGA TERHADAP PENINGKATAN KESADARAN AKAN PERAN PENTING ORANG TUA BAGI PENDIDIKAN IMAN ANAK DI LINGKUNGAN SANTO YUSUF GEMUH PAROKI ST. MARTINUS WELERI. Selama proses penulisan dan penyusunan karya tulis ini, penulis merasakan rahmat kasih dan kebaikan Allah melalui uluran tangan banyak pihak, terutama dari:

1. Drs. FX. Heryatno W. W., S.J., M.Ed. selaku Kaprodi IPPAK Universitas Sanata Dharma sekaligus dosen pembimbing utama yang selalu mendampingi, membantu, membimbing dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd selaku dosen penguji yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. P. Banyu Dewa HS, S.Ag, M.Si selaku dosen penguji yang telah berkenan mendampingi dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Segenap staf dosen dan seluruh staf karyawan prodi IPPAK Universitas Sanata Dharma yang secara tidak langsung selalu memberikan dorongan kepada penulis. 5. Keluarga tercinta: bapak, ibu, dan kakak yang selalu mendoakan dan memberikan

dorongan bagi penulis dalam menyelesaikan studi.

(13)
(14)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO. ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii

ABSTRAK ... viii

BAB II. KATEKESE KELUARGA DAN PERANANNYA BAGI PENDIDIKAN IMAN ANAK ... 7

A. Katekese Keluarga ... 8

1. Pengertian Katekese Pada Umumnya... 8

2. Pengertian Keluarga... 11

3. Pengertian Katekese Keluarga... 12

4. Tujuan Katekese Keluarga... 14

5. Sasaran Katekese Keluarga... 16

(15)

xiii

B. Pendidikan Iman Anak ... 18

1. Pengertian Pendidikan Iman Anak ... 18

2. Tujuan Pendidikan Iman Anak ... 20

3. Pendidikan Iman dalam Keluarga ... 22

4. Faktor-faktor Perkembangan Iman Anak ... 24

a. Faktor Pendukung Perkembangan Iman Anak... 24

b. Faktor Penghambat Perkembangan Iman Anak... 27

5. Usaha-usaha dalam Membantu Perkembangan Iman Anak... 29

C. Peranan Katekese Keluarga terhadap Pendidikan Iman Anak ... 33

D. Peranan Orang Tua dalam Pendidikan Iman Anak ... 36

BAB III. PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN IMAN ANAK DI LINGKUNGAN SANTO YUSUF GEMUH ... . 39

A. Paroki St. Martinus Weleri ... . 39

1. Sejarah Paroki St. Martinus Weleri... 39

2. Profil Paroki St. Martinus Weleri... 40

3. Situasi Umat Paroki St. Martinus Weleri... 43

B. Gambaran Umum Lingkungan Santo Yusuf Gemuh... 44

1. Letak dan Batas-Batas Geografis Lingkungan Santo Yusuf Gemuh ... 44

2. Kegiatan umat di Lingkungan Santo Yusuf Gemuh... 45

3. Situasi Sosial Kemasyarakatan Umat Lingkungan Santo Yusuf Gemuh 46 4. Situasi Ekonomi Umat Lingkungan Santo Yusuf Gemuh ……… 47

C. Penelitian Peranan Orang Tua dalam Pendidikan Iman Anak di Lingkungan Santo Yusuf Gemuh ... 47

1. Latar Belakang Penelitian... 47

2. Tujuan Penelitian ………. ... 49

3. Jenis Penelitian……….. ... 50

4. Instrumen Penelitian ... 50

5. Responden Penelitian... 50

6. Waktu, Tempat, dan Pelaksanaan Penelitian... 51

7. Variabel Penelitian... 51

(16)

xiv

1. Kuesioner Tertutup……… ... 52

a. Identitas Responden... 52

b. Sejauh mana Peran Orang Tua dalam Pendidikan Iman Anak Sudah Terwujud... 53

c. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Orang Tua Berperan Dalam Pendidikan Iman Anak... 62

d. Usulan Katekese yang Diharapkan Umat Meningkatkan Peran Orang Tua dalam Pendidikan Iman Anak... 69

2. Kuesioner Terbuka………. ... 76

a. Sejauh mana peran orang tua dalam pendidikan iman anak sudah terwujud ... 76

b. Faktor-faktor pendukung dan penghambat orang tua berperan dalam pendidikan iman anak ... 78

c. Harapan umat dalam rangka meningkatkan peran mereka sebagai pendidik iman ... 80

E. kesimpulan ... 82

BAB IV. USAHA MENINGKATKAN KESADARAN AKAN PERAN PENTING ORANG TUA BAGI PENDIDIKAN IMAN ANAK DI LINGKUNGAN SANTO YUSUF GEMUH PAROKI ST. MARTINUS WELERI ... 85

A. Katekese keluarga Model Shared Christian Praxis Sebagai Salah Satu Bentuk Pendampingan Iman dalam Meningkatkan Peran Orang Tua Sebagai Pendidik Iman ... 85

1. Komponen SCP... 85

2. Langkah-langkah Katekese Model SCP... 86

B. Usulan Program Katekese Keluarga bagi Orang Tua dalam Rangka Meningkatkan Kesadaran akan Peran Penting Orang Tua bagi Pendidikan Iman Anak di Lingkungan Santo Yusuf Gemuh ... 89

1. Latar Belakang Program Katekese Keluarga... 89

2. Alasan Penyusunan Program... 90

3. Rumusan Tema dan Tujuan program Katekese Keluarga... 91

(17)

xv

5. Matriks Program Katekese Keluarga... 94

C. Contoh Persiapan Katekese Keluarga ... 98

BAB V. PENUTUP ... 110

A. Kesimpulan ... 110

B. Saran ... 112

DAFTAR PUSTAKA ... 113

LAMPIRAN ... 115

Lampiran 1:Surat Penelitian kepada Pastor Paroki St. Martinus Weleri ... (1)

Lampiran 2: Surat Penelitian kepada Ketua Lingkungan Santo Yusuf Gemuh ... (2)

Lampiran 3: Surat Pernyataan Penelitian kepada Dosen Pembimbing Skripsi ... (3)

Lampiran 4: Contoh Hasil Penelitian ... (4)

(18)

xvi

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat Dipersembahkan kepada Umat Katolik oleh Dirjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, h. 8.

B. Singkatan Lain

FC : Familiaris Consortio, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Keluarga Kristiani, 22 November 1981.

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus dan segenap umat beriman, tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

St : Santo

PIA : Pendidikan Iman Anak

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia SCP : Shared Christian Praxsis

Dkk : Dan kawan-kawan Dsb : Dan Sebagainya KK : Kepala Keluarga

(19)

xvii

TK : Taman Kanak-kanak

SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama SMA : Sekolah Menengah Atas CU : Credit Union

WKRI : Wanita Katolik Republik Indonesia OMK : Orang muda Katolik

PANTURA : Pantai Utara Dll : Dan Lain-lain

PNS : Pegawai Negeri Sipil

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada umumnya setiap orang tua menginginkan anak-anaknya tumbuh dengan baik dalam berbagai faktor seperti fisik, budi pekerti, pergaulan, psikologis, maupun iman mereka. Di zaman sekarang perkembangan dan kemajuan teknologi semakin pesat. Banyak dampak negatif yang ditimbulkan, salah satunya menyebabkan iman anak dalam hidup sehari-hari menjadi semakin kabur. Pendidikan iman anak harus ditanamkan sejak dini karena keluarga merupakan tempat diselenggarakan pendidikan dasar bagi anak. Prasetya (2008:18) menegaskan bahwa pendidikan iman sejak dini sangat menentukan keberadaan dan kehidupan anak-anak mereka di masa depan, baik yang menyangkut kehidupan sosial, kehidupan beriman, maupun kehidupan pribadinya. Dan di sini peran orang tua sangat penting, karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, maka terikat kewajiban amat berat untuk mendidik anak mereka. Oleh karena itu orangtualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang pertama dan utama (FC, art. 36). Iman anak tidak akan berkembang tanpa adanya bimbingan dan pendampingan dari orang tua. Dalam hal ini Egong (1983:16) mengatakan:

(21)

Dalam kutipan di atas, Egong menegaskan bahwa orang tua memiliki tugas yang sangat penting yakni menjadi guru bagi anak-anak mereka. Dengan bimbingan dari orang tua dalam kehidupan sehari-hari, anak-anak akan terbantu untuk menumbuhkembangkan iman dengan cara yang menyenangkan dan bermakna karena orang tua mengajari anak dengan keteladanan bukan dengan teori. Melalui komunikasi iman yang dilakukan oleh orang tua dalam kehidupan sehari-hari, anak-anak dibimbing dan diarahkan untuk semakin mengenal Allah Sang pencipta bumi dan segala isinya. Dengan begitu anak belajar bersyukur atas apa yang telah ia miliki dan belajar menghargai dan mengasihi orang lain. Oleh karena itu peran orang tua sangat penting dengan memberikan teladan bagi anak-anak mereka dalam kehidupan sehari-hari. Karena dengan teladan dari orang tua, anak dapat melihat dan belajar secara konkret.

(22)

(Tjandrawati, 2012:6). Selain itu, karena beratnya tantangan yang dihadapi oleh keluarga saat ini, banyak keluarga yang mengalami penurunan tujuan dari kehidupan perkawinan mereka yakni kehidupan cinta kasih sebagai suami istri (Jose Tacain, 2012:13). Menurunnya cinta kasih sebagai suami istri tentu mempengaruhi kehidupan anak-anak mereka. Orang tua kurang memberi perhatian terhadap hak dan kebutuhan anak serta melupakan kewajiban mereka sebagai pendidik yang bertanggung jawab atas pendidikan anak dalam keluarga yang merupakan pondasi dan bekal bagi anak dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.

Situasi yang semacam itu dialami oleh sebagian besar orang tua pada jaman sekarang. Penulis merasa prihatin setelah melihat situasi beberapa orang tua di lingkungan Santo Yusuf Gemuh yang banyak memiliki masalah dalam mendidik iman anak-anak di tengah keluarga. Beberapa masalah yang ada sebagian besar karena orang tua kurang memiliki waktu bersama anak-anak. Mereka sibuk bekerja, mencari penghasilan tambahan selain pemasukan pokok, mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan lain sebagainya. Selain itu penulis juga menemukan masalah nikah beda agama dan beda Gereja yang mengakibatkan terbengkalainya pendidikan iman bagi anak mereka. Masalah tersebut semakin mengkhawatirkan karena pihak yang Katolik adalah kepala rumah tangga yang selalu sibuk mencari nafkah untuk keluarganya sedangkan istrinya yang non Katolik sedang dalam tahap inisiasi calon baptis. Sebagian besar orang tua hanya mengajarkan doa-doa pokok kepada anak-anak mereka. Sedangkan untuk masalah perkembangan iman, para orang tua menyerahkan kepada sekolah dan guru sekolah minggu.

(23)

pendidikan iman anak dalam keluarga. Melalui katekese keluarga, para orang tua diharapkan semakin menyadari tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik agar kehidupan anak-anak mereka dapat seimbang baik segi rohani maupun jasmani. Dengan melihat kenyataan di atas, penulis bermaksud membantu umat di lingkungan Santo Yusuf Gemuh dengan menyumbangkan pemikiran melalui katekese keluarga agar umat semakin menyadari dan menghayati arti pentingnya pendidikan iman anak dalam keluarga.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu katekese keluarga dan apa peranannya untuk pendidikan iman anak? 2. Sejauh mana orang tua di lingkungan Santo Yusuf Gemuh Paroki St. Martinus

Weleri sudah mewujudkan peran mereka dalam pendidikan iman anak mereka? 3. Seberapa besar sumbangan katekese keluarga untuk meningkatkan kesadaran

orang tua dalam pendidikan iman anak mereka?

C. Tujuan Penulisan

1. Agar keluarga-keluarga Kristiani di lingkungan Santo Yusuf Gemuh Paroki St. Martinus Weleri dapat memahami dan menghayati arti pentingnya katekese keluarga dalam usaha meningkatkan kesadaran akan peran orang tua bagi pendidikan iman anak.

(24)

3. Memberi sumbangan pemikiran dalam usaha meningkatkan kesadaran akan peran penting orang tua bagi pendidikan iman anak di lingkungan Santo Yusuf Gemuh Paroki St. Martinus Weleri.

D. Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah deskriptif analitis. Melalui metode deskriptif analitis ini, penulis mencoba menemukan masalah serta kondisi peran orang tua dalam pendidikan iman anak di lingkungan Santo Yusuf Gemuh. Kemudian penulis memberikan sumbangan pemikiran melalui katekese keluarga yang dapat meningkatkan peran penting orang tua bagi pendidikan iman anak di lingkungan Santo Yusuf Gemuh Paroki St. Martinus Weleri.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi berjudul “Sumbangan Katekese Keluarga terhadap Peningkatan Kesadaran akan Peran Penting Orang Tua bagi Pendidikan Iman Anak di Lingkungan Santo Yusuf Gemuh Paroki St. Martinus Weleri” ini terbagi menjadi lima bab. Uraian singkat sebagai berikut:

Bab I berupa pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

(25)

perkembangan iman anak, dan usaha-usaha dalam membantu perkembangan iman anak, serta menguraikan peranan katekese keluarga terhadap pendidikan iman anak.

Bab III menggambarkan mengenai situasi orang tua di lingkungan Santo Yusuf Gemuh Paroki St. Martinus Weleri. Bab III ini menguraikan tentang gambaran umum situasi dan peranan orang tua dalam pendidikan iman anak di lingkungan Santo Yusuf, serta penelitian, pembahasan, dan kesimpulan mengenai peranan orang tua dalam pendidikan iman anak di lingkungan Santo Yusuf Gemuh.

Bab IV berisi tentang usaha meningkatkan kesadaran akan peran penting orang tua bagi pendidikan iman anak di lingkungan Santo Yusuf Gemuh Paroki St. Martinus Weleri dengan memberikan program katekese keluarga dan contoh persiapan katekese keluarga.

Bab V berisi kesimpulan dari seluruh rangkaian bab yang sudah diuraikan serta saran dari penulis.

(26)

BAB II

KATEKESE KELUARGA DAN PERANANNYA BAGI PENDIDIKAN IMAN ANAK

Bab II ini secara khusus menguraikan topik-topik tentang katekese keluarga dan peranannya bagi pendidikan iman anak secara teoritis menurut bahan-bahan kepustakaan untuk memberikan gambaran mengenai apa itu katekese keluarga serta peranannya bagi pendidikan iman anak. Katekese keluarga membantu para orang tua agar semakin menyadari pentingnya pendidikan iman dalam keluarga dan memberikan inspirasi mengenai tugasnya sebagai pendidik yang utama agar anak memiliki pondasi dan bekal dalam menyiapkan diri menghadapi pengaruh-pengaruh modernisasi ketika hidup di tengah masyarakat dan Gereja yang menjadi inti dari bab II ini.

(27)

(tiga) membahas mengenai peranan katekese keluarga bagi pendidikan iman anak. Bagian ini menguraikan tentang bagaimana katekese keluarga memberikan kontribusi dalam membantu keluarga-keluarga Kristiani khususnya para orang tua untuk lebih memperhatikan pendidikan iman bagi anak-anak mereka di dalam keluarga.

A.

Katekese Keluarga

Bagian ini akan membahas mengenai pengertian katekese pada umumnya, pengertian keluarga, pengertian katekese keluarga serta tujuan, sasaran, dan kekhasan katekese keluarga. Katekese keluarga merupakan salah satu bentuk dari katekese umat yang bertujuan membantu keluarga-keluarga Kristiani dengan memberikan inspirasi untuk mengatasi permasalahan mereka dalam pendidikan iman untuk anak-anak. Melalui katekese keluarga inilah para orang tua disadarkan kembali mengenai tugas dan kewajibannya dalam melindungi dan memelihara setiap anggota keluarga dalam hidup Gereja dan masyarakat.

1. Pengertian Katekese Pada Umumnya

(28)

dipahami sebagai pembinaan anak-anak, kaum muda, dan orang-orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para pendengar memasuki hidup Kristen. Dalam hal ini, katekese dipahami sebagai pembinaan hidup orang Kristen sesuai ajaran Kristiani baik dalam lingkup lingkungan maupun paroki secara sistematis dan terorganisir menuju ke arah kedewasaan iman yang sempurna dalam Kristus.

Menurut Huber (1979:20), katekese ialah usaha saling menolong terus-menerus dari setiap orang untuk mengartikan dan mendalami hidup pribadi ataupun hidup bersama menurut pola Kristus menuju kepada hidup Kristiani dewasa. Dari pengertian tersebut, katekese diartikan sebagai usaha untuk membantu sesama orang Kristiani secara terus menerus dalam mengartikan dan menghayati hidup pribadi maupun hidup bersama dengan saling memberi peneguhan iman kepada Kristus agar iman Kristiani semakin dewasa dari hari ke hari.

Katekese dipahami sebagai komunikasi iman dengan tujuan meningkatkan hidup beriman baik secara pribadi maupun bersama. Sebagai hasil dari sidang PKKI II, Huber (1981: 18) merumuskan pengertian katekese sebagai berikut: Katekese adalah komunikasi iman atau tukar pengalaman iman (penghayatan iman) antar anggota jemaat atau kelompok sebagai kesaksian untuk saling membantu sedemikian rupa, sehingga iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara semakin sempurna.

(29)

Katekese menekankan pentingnya peran umat dalam prosesnya karena katekese juga tanggung jawab setiap umat yang telah masuk dalam persekutuan dengan Kristus melalui pembaptisan. Katekese dapat menjadi sarana bagi umat untuk mengolah pengalaman menjadi kesaksian akan kasih Kristus yang telah mereka rasakan sehingga dapat saling meneguhkan satu sama lain. Dalam kerangka komunikasi iman, yang menjadi titik tolak dalam katekese ialah pengalaman hidup orang beriman yang sungguh menghayati imannya di tengah-tengah pergulatan hidup sehari-hari (Heryatno, 2010:1). Dalam pengertian tersebut, umat menjadi subyek dalam katekese dimana umatlah yang menjadi pusat dari proses katekese yang bersaksi atas imannnya akan Kristus dalam kehidupan sehari-hari.

(30)

2. Pengertian Keluarga

Keluarga merupakan pondasi pembangunan Gereja dan masyarakat. Karena keluarga adalah lingkungan pertama-tempat iman dibentuk. Dalam keluargalah tempat iman dibesarkan dan mulai merekah, sehingga iman akan semakin hidup dan aktif dalam tindakan sehari-hari. Menurut Paus Yohanes Paulus II, keluarga adalah sekolah pertama dan mendasar untuk hidup bermasyarakat sebagai persekutuan cinta kasih yang membimbingnya dan mempertumbuhkannya (1994:74). Dari pengertian tersebut, setiap anggota keluarga belajar nilai-nilai sosial secara konkret dalam pengalaman hidup bersama, berbagi rasa, saling menghormati dengan penuh cinta kasih untuk mempersiapkan anak-anak dalam memasuki lingkungan masyarakat.

Keluarga dapat memainkan peran fundamental, karena keluarga adalah sel vital yang paling kecil dari masyarakat yang mempunyai pengaruh paling kuat pada tingkah laku manusia (Eiuswa, 2011:10). Dalam keluargalah berbagai faktor seperti pengetahuan, sosial, budaya, moral, pengembangan kepribadian dan rohani mulai dibina dan diajarkan oleh para orang tua untuk anak-anaknya. Kehidupan dalam keluarga menjadi penentu tingkah laku setiap anggotanya dalam hidup bermasyarakat karena apa yang diajarkan dalam hidup keluarga, itulah yang diterapkan dalam tindakan nyata.

(31)

nyaman dan merasa memiliki arti sebagai seorang pribadi yang utuh dengan merasakan cinta kasih dari anggota keluarga.

Cinta kasih merupakan landasan yang paling utama dalam keluarga agar semua anggota keluarga dapat mengalami kerukunan dalam hidup. Dalam hal ini KWI (2011:10) mengatakan:

Keluarga adalah komunitas pertama dan asal mula keberadaan setiap

manusia dan merupakan ”persekutuan pribadi-pribadi” (Communio Personarum) yang hidupnya berdasarkan dan bersumber pada cinta kasih. Kasih sejati dalam keluarga adalah kasih yang membuahkan kebaikan bagi semua anggota keluarga.

Dalam keluargalah awal mula manusia membentuk persekutuan pribadi-pribadi yakni seorang suami dengan istri, antara orang tua dan anak-anaknya, serta antara anak-anak itu sendiri. Setiap pribadi mewujudkan cinta kasih kepada semua anggota keluarga melalui tindakan konkret untuk mewujudkan kedamaian, keharmonisan, dan kebahagiaan hidup keluarga.

Sedangkan menurut Gilarso, keluarga adalah Gereja mini yang berarti persekutuan dasar iman dan tempat persemaian iman sejati (2002:13). Dari pengertian tersebut, dalam keluarga iman berkembang dan dihayati sehingga dapat menjadi dasar dalam bersikap/bertingkah laku dalam hidup sehari-hari agar tercipta kedamaian, kerukunan, persaudaraan dalam keluarga. Dengan menciptakan kedamaian dalam keluarga yang berdasarkan penghayatan iman, Tuhan hadir di tengah-tengah keluarga untuk memberikan rahmat-Nya.

3. Pengertian Katekese Keluarga

(32)

Dan sudah menjadi salah satu kewajiban Gereja untuk memberikan pendampingan dalam mewujudkan hidup keluarga kristiani yang lebih baik. Egong (1983:25) mengemukakan bahwa:

Katekese keluarga adalah katekese yang diselenggarakan di paroki untuk para orang tua dan yang sekaligus menjadi katekese dari orang tua kepada anak-anak mereka dalam lingkup keluarga. Dalam arti yang paling khas, katekese keluarga merupakan segala sesuatu yang terjadi di rumah antara orang tua dengan anak-anak dalam komunikasi iman.

Katekese keluarga diselenggarakan di paroki sebagai bentuk tanggapan atas keprihatinan Gereja mengenai keluarga-keluarga yang sekarang ini tidak lagi menjadi tempat pendidikan iman bagi anak-anak. Katekese keluarga ingin membantu orang tua dalam menciptakan suasana pendidikan iman bagi anak-anaknya melalui dialog atau komunikasi iman dalam hidup sehari-hari. Oleh karena itu, melalui katekese keluarga para orang tua dapat menyadari tugas dan tanggung jawabnya dalam hidup berkeluarga terutama dalam mendidik anak-anak mereka sehubungan dengan hidup dalam Gereja dan masyarakat.

(33)

(1991:14) memiliki pemikiran yang sama bahwa katekese keluarga adalah suatu bentuk katekese umat yang merupakan bentuk kerja sama antara sejumlah keluarga yang sedang bertumbuh dalam iman dan menghadapi tugas yang sama yaitu mendidik iman anak-anak. Dari pengertian di atas, nampaknya semakin jelas bahwa katekese keluarga merupakan salah satu bentuk kepedulian Gereja terhadap pendidikan iman dalam keluarga sebagai sarana pembelajaran bagi para orang tua untuk semakin memperkaya nilai-nilai rohani dalam keluarga dan relasi antar anggota keluarga. Oleh karena itu Gereja mengambil bagian dalam pembinaan bagi keluarga Kristiani karena keluarga bukan suatu komunitas biasa tetapi suatu tempat persemaian dan sekolah iman; bahwa dalam keluarga iman serta pengungkapannya diperkenalkan, diajarkan dan dihayati (Wignyasumarta, 2000:36).

4. Tujuan Katekese Keluarga

Pesatnya perkembangan teknologi berakibat banyak bagi perkembangan pribadi manusia. Gereja dan para orang tua mulai khawatir tentang perkembangan kepribadian anak-anak jika pendidikan iman dalam keluarga tidak diperhatikan. Oleh karena itu, sebagai salah satu aspek dari katekese umat, katekese keluarga ingin memberikan kontribusi kepada keluarga-keluarga Kristiani dalam upaya membentuk keluarga yang hidup berdasar terang Kristus. Menurut Gabriella (1991:1), tujuan dari katekese kaluarga yakni:

(34)

Kutipan di atas mengemukakan bahwa katekese keluarga ingin memberikan inspirasi kepada keluarga-keluarga Kristiani khususnya orang tua agar terdorong untuk menciptakan kesempatan dengan memberikan perhatian dan waktu untuk berbincang-bincang dan sharing dengan seluruh anggota keluarga mengenai pengalaman sehari-hari yang direfleksikan dengan bacaan dari Kitab Suci. Dengan sharing pengalaman hidup yang direfleksikan sesuai dengan bacaan dari Kitab Suci, seluruh anggota keluarga dapat memahami makna dari pengalaman-pengalaman hidup yang telah dilalui dan memahami maksud dan tujuan manusia diciptakan yakni agar manusia dapat memuji dan memuliakan Allah dengan hidup dengan penuh cinta kasih kepada sesama dan ikut mengemban tugas dalam memperkembangkan Gereja dan masyarakat.

(35)

adanya dialog, orang tua dapat lebih mudah menuntun dan membina iman anak-anak mereka secara terus menerus.

Menurut Dwi Wuryani, tujuan dari katekese keluarga adalah untuk meyakinkan orang tua bahwa mereka adalah pengajar hidup dalam keluarga, yaitu pengajar mengenai hidup dan iman di dalam keluarga mereka masing-masing (1994:72). Tuhan mengamanatkan kepada orang tua untuk membimbing keluarganya menuju proses kedewasaan (Bonaventura, 2011:3). Oleh karena itu melalui katekese keluarga, para orang tua diingatkan kembali bahwa merekalah yang sepenuhnya bertanggung jawab dalam memberikan teladan pengajaran mengenai rohani dan hidup dalam masyarakat.

5. Sasaran Katekese Keluarga

Dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan, katekis dan keluarga-keluarga perlu menentukan sasaran yang ingin dicapai agar proses dari katekese keluarga semakin jelas. Menurut Dwi Wuryani (1994:72), yang menjadi sasaran dari katekese keluarga adalah:

a. Kelompok suami-isteri (bapak-ibu yang bertanggung jawab langsung pada anak-anaknya, kepada Tuhan, negara, dan masyarakat sekitarnya).

b. Semua anggota keluarga (ayah-ibu-anak) dan semua sanak saudara yang seiman dan tinggal serumah.

c. Kaum kerabat, sanak, saudara, yang berkumpul pada suatu kesempatan sehubungan dengan tradisi atau suatu peringatan.

(36)

keterkaitan hubungan atau relasi yang memiliki tugas untuk saling membantu dan memperkembangkan pribadi satu sama lain.

6. Kekhasan Katekese Keluarga

Meskipun katekese keluarga merupakan bagian dari katekese umat, tetapi katekese keluarga memiliki kekhasan tersendiri untuk membedakan katekese keluarga dengan katekese yang lainnya. Kekhasan tersebut antara lain:

a. Katekese keluarga bertujuan meyakinkan para orang tua bahwa dirinya merupakan pengajar hidup, artinya orang tua menjadi pengajar tentang hidup dan iman dalam keluarga masing-masing (Dwi Wuryani, 1994:73).

b. Katekese keluarga bukan sebagai pengganti pelajaran agama di sekolah dan paroki. Katekese keluarga mempunyai hubungan dengan katekese lainnya, dalam arti bahwa katekese keluarga mau memperlihatkan bahwa komunikasi iman dalam keluarga merupakan dasar dan bantuan dari katekese yang lain. Dengan kata lain dalam rangka pendidikan iman anak dibutuhkan kerjasama antara orang tua, guru agama di sekolah dan pastor, katekis dan umat di wilayah/paroki (Egong,1983:26).

(37)

B.

Pendidikan Iman Anak

1. Pengertian Pendidikan Iman Anak

Pendidikan dapat dikatakan sebagai usaha bersama dalam proses terpadu-terorganisir untuk membantu manusia mengembangkan dan menyiapkan diri guna mengambil tempat semestinya dalam pengembangan masyarakat dan dirinya di hadapan Sang Pencipta (Setyakarjana, 1997:1). Dengan menerima pengajaran, manusia berproses untuk menjadi pribadi yang berguna dalam hidup di tengah masyarakat. Dengan terus belajar, manusia dapat mengembangkan kecerdasan, keterampilan, akal budi yang sudah dimiliki dan kemudian ikut bertanggung jawab membantu dalam tugas pengembangan masyarakat. Dengan begitu manusia dapat mengembangkan diri dalam menjalin relasi yang harmonis dengan sesama dan Sang Pencipta.

Pendidikan yang sangat mendasar adalah pendidikan Iman. Ia menjadi dasar bagi seluruh proses pendidikan berikutnya. Menurut Adisusanto, pendidikan iman adalah suatu usaha yang berarti atau relevan untuk membantu umat beriman menuju ke kedewasaannya secara paripurna (1997:1). Pendidikan iman tidak hanya menyampaikan pengetahuan iman, tetapi juga membentuk sikap iman.

(38)

yang berkembang dalam hidup berimannya tidak hanya tahu akan apa yang diimaninya, tetapi juga merayakan dalam hidup sakramentil dan menghayatinya dalam hidup sehari-hari. Iman yang sampai pada tahap penghayatan yang sempurna, tidak berkembang dengan sendirinya melainkan dengan bantuan berbagai sarana, orang-orang terdekat, lembaga, dan lain-lain.

(39)

usaha-usaha manusia untuk menciptakan suasana hidup beriman anak sedemikian rupa, hingga membantu dan mempermudah perkembangan iman anak.

Pendidikan iman anak sebagai salah satu usaha untuk membantu dan mempermudah perkembangan iman anak yang bertujuan membimbing anak secara sadar berdasarkan kehidupan konkret anak menuju kedewasaan imannya. Oleh karena itu pendidikan iman anak harus dimulai sedini mungkin-sejak lahir dan terus menerus sampai anak menjadi dewasa (Wignyasumarta, 2000:148). Pendidikan iman dimulai sejak anak lahir bila memungkinkan dibawa ke Gereja untuk dibaptis. Pembaptisan bagaikan benih yang ditanam dan kemudian akan tumbuh dan berbuah kemudian hari. Pertumbuhan iman tergantung dari orang tua dalam membimbing iman anak-anak mereka. Oleh karena itu, pendidikan iman yang diberikan kepada anak sejak dini akan menjadi dasar atau pondasi dan bekal bagi anak dalam mempersiapkan diri menghadapi kehidupan dalam masyarakat. Dan pendidikan iman harus dilakukan secara terus menerus agar anak semakin mengenal Bapa, Putera dan Roh Kudus, menghayati iman yang sudah ia pilih dan memahami arti hidup serta tujuan manusia diciptakan untuk ikut ambil bagian dalam pengembangan masyarakat dan hidup harmonis dengan sesama manusia dan seluruh ciptaan-Nya.

2. Tujuan Pendidikan Iman Anak

(40)

yang mengasihi setiap orang yang datang kepada-Nya. Tujuan dari pendidikan iman itu sendiri yakni menumbuhkan sikap beriman dalam diri anak-anak (KWI, 2011:30). Dengan sikap beriman, anak-anak siap menyambut kasih Allah dan membalasnya, serta secara aktif ambil bagian dalam hidup Gereja. Oleh karena itu, anak-anak perlu dibimbing sejak dini secara bertahap, sesuai dengan tahap perkembangan kepribadiannya, sehingga mereka semakin menghayati dan mengembangkan kurnia iman yang telah mereka terima. Dengan demikian, anak yang memperoleh pendidikan iman sejak dini, akan membekas dalam sanubarinya. Ibarat kain yang dicelup dalam pewarna dan dibiarkan berhari-hari didalamnya, tidak akan ada pori-pori sekecil apapun yang tidak terwarnai. Oleh karena itu pendidikan iman semenjak kecil akan sangat berpengaruh dalam kehidupan anak selanjutnya. (http://www.scribd.com/doc/19609282/Pendidikan-Iman).

(41)

segala sesuatu yang ia dapatkan dari Tuhan. Selain itu juga anak-anak diberi pemahaman bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna dan memiliki martabat dan derajat yang sama sehingga melalui pemahaman tersebut, anak-anak belajar menghargai orang lain sebagai wujud cinta kasih kepada Tuhan.

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan iman anak bertujuan terwujudnya aspek pewartaan, perayaan, dan kesaksian. Dalam hal ini Goretti (1999:82) mengemukakan beberapa tujuan pendidikan iman sebagai berikut:

a. Menyiapkan situasi lingkungan yang baik bagi anak-anak yang sedang berkembang.

b. Meningkatkan serta memperdalam pengetahuan agama yang diarahkan ke penghayatan iman yang nyata sesuai dengan perkembangannya di usia tertentu (5-13 tahun).

c. Mempersiapkan anak untuk menerima komuni pertama.

d. Meningkatkan serta memperdalam penghayatan anak terhadap liturgi Gereja. e. Meningkatkan sifat satria, harga-menghargai pribadi orang lain.

f. Memupuk harga diri yang sehat dan wajar. Kritis dalam menanggapi sesuatu serta menilai tinggi hak hidup setiap makhluk.

3. Pendidikan Iman dalam Keluarga

(42)

iman keluarga dan bertumbuh seterusnya. Dalam pengertian tersebut, pendidikan iman bukan diartikan sebagai sebuah pendidikan formal tetapi pendidikan spontan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga dengan dialog, bercengkrama dll. Kesadaran akan Tuhan dalam keluarga bagi anak-anak usia dini terjadi dalam peristiwa sehari-hari biasa. Dalam peristiwa sehari-hari inilah anak mulai mengenal Tuhan dan merasakan kasih-Nya. Dengan begitu iman akan berkembang dan tumbuh subur dari hari ke hari.

Proses pendidikan dalam keluarga bagi anak-anak merupakan proses mentransfer nilai-nilai yang diajarkan kepadanya. Melalui pendidikan dalam keluarga, anak belajar mengenal yang baik dan yang buruk, yang salah dan yang benar, dsb. Dan dari situlah hati nurani anak mulai dibina dan terbentuk. Agar iman anak dapat terus bertumbuh, orang tua perlu memberikan pelajaran dan pendampingan. Menurut Gabriella (1991:12), hal-hal yang perlu dipelajari anak tentang iman dalam keluarga adalah sebagai berikut:

a. Anak belajar percaya

Proses pertama pendidikan anak dimulai dengan proses penyesuaian diri anak dengan kebiasaan hidup keluarga dan masyarakat sekitar. Yang penting dalam proses ini adalah perbuatan iman yang disaksikan karena keluarga yang beriman sejati kepada Kristus akan tertanam cara hidup sebagai pengikut Kristus dalam diri anak. Oleh karena itu, tahap ini dapat dikatakan sebagai tahap evangelisasi pertama. Dan anggota keluarga harus mendampingi anak dalam mengkaji nilai iman dari cerita Kitab Suci atau peristiwa gerejani.

(43)

Kehidupan dalam keluarga yang penuh kasih sayang, rasa hangat, kebaikan dan simpati, akan membuat anak bisa bertumbuh dan berkembang dengan baik. Anak belajar mengenal kasih Allah dari pengalaman kasih yang dialaminya dari orang tua dan keluarga. Pengalaman kasih merupakan titik pangkal penerimaan diri sebagaimana dia adanya dan sebagai usaha menghayati cinta kepada sesama. Banyak mengalami kebaikan dan cinta kasih dalam keluarga merupakan persemaian pemahaman cinta Allah dan cinta sesama yang dipelajari anak dalam hidup selanjutnya.

c. Anak belajar hidup sebagai orang Katolik

Dalam keluarga, anak sudah belajar hidup sebagai orang Katolik sebelum masuk sekolah di mana di sana dia akan berada bersama keluarga Gereja. Hidup sebagai orang Katolik dipelajari oleh anak dari kegiatan-kegiatan keagamaan yang ada di dalam keluarga, lingkungan dan paroki. Misalnya anak diajari doa-doa sesuai ajaran Katolik, diajak dalam pertemuan keagamaan di lingkungan, ke Gereja pada hari minggu dan hari besar lainnya, dll.

4. Faktor-faktor Perkembangan Iman Anak a. Faktor Pendukung Perkembangan Iman Anak

(44)

Dalam keluarga, anak harus dihantar untuk menjalin relasi dengan Tuhan melalui suatu peristiwa maupun sarana yang ia temukan. Hal tersebut dikarenakan bahwa perkembangan iman seseorang dipengaruhi oleh suatu pengalaman mengalami kehadiran Allah secara langsung dalam hidupnya (Allen, 1982:20). Bila anak-anak secara teratur dipupuk dalam iman melalui doa serta pengajaran Alkitab dalam keluarga yang penuh kasih, dan hidup dalam lingkungan Kristen yang membangun, kemungkinan besar mereka akan bertemu dengan Allah yang hidup dan imannya berkembang secara mendalam dan mantab.

Menurut Gabriella (1991:11), kesadaran akan Tuhan dalam keluarga timbul melalui rutinitas harian. Demikian pula iman, semua terjadi dalam kesaksian hidup harian, dan di situlah anak mengenal Allah. Iman berkembang dan disuburkan dari hari ke hari secara tidak dirumuskan. Secara jelas dikatakan oleh Gabriella, bahwa untuk menyadari kasih Allah tidak melulu terjadi dalam kegiatan-kegiatan keagamaan. Justru dalam rutinitas sehari-harilah anak dapat mengenal Allah dengan merasakan kasih Allah secara nyata dalam kesehariannya. Dengan begitu, dari hari ke hari iman akan semakin bertumbuh dengan sendirinya.

(45)

hal termasuk dalam hal rohani. Melalui pelajaran agama, anak belajar untuk mengetahui dan ikut ambil bagian dalam kegiatan rohani agar kehidupan rohani atau imannya semakin terarah dan berkembang.

Teman sebaya merupakan orang yang paling dekat dengan anak-anak setelah orang tua. Bermain, bercanda, bercengkrama dengan teman sebaya merupakan rutinitas wajib bagi anak-anak. Melakukan kegiatan dengan teman sebaya, memberi sumbangan besar bagi perkembangan anak. Melalui hubungan sosialnya dengan orang lain, hati nurani mulai menunjukkan perkembangan menuju kedewasaan. Pengertian akan dosa dan pengampunan bertumbuh serta peraturan-peraturan mulai menjadi penting dalam upacara-upacara ibadah, juga dalam permainan. Anak sudah dapat membedakan antara Allah dan orang tua mungkin juga dapat membedakan antara Allah Bapa dan Tuhan Yesus. Anak usia sekolah mulai menggunakan konsep abstrak untuk menggambarkan Allah (Allen, 1982:42).

(46)

pengaruh positif saja, tetapi juga ada pengaruh negatif yang ditimbulkan. Untuk meminimalisir dampak negatif yang dapat ditimbulkan, dalam menggunakan media elektronik atau media yang lain, orang tua perlu mendampingi anak dengan memilah program atau informasi yang berkualitas dan bermanfaat bagi anak. Demikian halnya dengan iman, kemajuan teknologi dapat membantu anak dalam belajar mengenal Allah melalui tayangan-tayangan yang dapat merangsang kepekaan sosial, menambah pengetahuan tentang tradisi Gereja dan ajaran-ajaran Kristiani dsb, karena iman tumbuh melalui penglihatan dan pendengaran.

b. Faktor Penghambat Perkembangan Iman Anak

(47)

karena anak belajar dari cara hidup orang tuanya. Orang tua yang memiliki cara hidup sebagai seorang Kristiani dalam keluarga, minat anak akan tumbuh dengan sendirinya mengenai unsur-unsur agama yang ia lihat dari orang tuanya.

(48)

5. Usaha-usaha Dalam Membantu Perkembangan Iman Anak

(49)

Menurut Hurlock (1989:133):

untuk membuat anak kecil mengerti tentang agama, konsep keagamaan diajarkan dalam bahasa sehari-hari dan dengan contoh dari kehidupan sehari-hari. Dengan demikian konsep-konsep menjadi konkret dan realistis. Anak belajar berpikir tentang Tuhan, surga, neraka, malaikat, dan iblis dalam bentuk gambar yang mereka lihat atau cerita yang mereka dengar.

(50)

orang tua dapat memenuhi kebutuhan mereka. Oleh karena itu orang tua perlu mengajarkan anak untuk mensyukuri hidup (Drost, dkk, 2003:20). Mengajari anak untuk bersyukur setelah mendapatkan sesuatu yang diinginkan merupakan suatu usaha untuk memberikan pemahaman dan pengertian pada anak bahwa ketika kita menginginkan sesuatu, untuk mendapatkannya tidaklah mudah. Untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan, kita harus bekerja keras dan berusaha agar apa yang kita inginkan dapat terpenuhi. Selain itu, orang tua perlu memberikan pemahaman kepada anak bahwa segala sesuatu yang dimiliki merupakan rahmat yang diberikan oleh Tuhan melalui orang tuanya. Dengan belajar bersyukur, anak dapat menghargai setiap usaha orang tua dalam memenuhi kebutuhannya serta dapat memahami bahwa ia telah mengalami cinta kasih Allah secara nyata dalam rupa terpenuhinya keinginan baik benda maupun perhatian dengan begitu kerohanian anak berkembang pada saat ia menjawab panggilan Allah yang bekerja di dalam hidupnya (Allen, 1982:26).

Pada anak-anak mendekati usia sekolah dasar (usia delapan dan sembilan tahun) mereka memperlihatkan bukan hanya hati nurani yang sedang bertumbuh, melainkan juga pengertian yang bertumbuh tentang pengampunan atas suatu kesalahan (Allen, 1982:45). Kombinasi hati nurani yang telah berkembang dengan rasa bersalah pada saat membuat kesalahan, membuat anak menggambarkan Allah sebagai seseorang yang bisa diajak bicara bila kita melakukan perbuatan yang salah. Anak usia sekolah dasar mulai berhubungan dengan Allah secara pribadi melalui doa spontan yang berupa permohonan kepada Allah untuk menolong dirinya, atau berterimakasih atas hal-hal yang sudah ia dapatkan.

(51)

mengajari saja, kita perlu berdoa bersama- sama dengan mereka. Dalam setiap keadaan, baik susah ataupun senang di dalam keluarga, kita perlu berdoa. Dalam keadaan bersuka cita kita mengucap syukur kepada Tuhan; dan dalam keadaan berduka, kesulitan, sakit, kita memohon pertolongan-Nya. Firman Tuhan

mengajarkan, “… nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam

doa dan permohonan dengan ucapan syukur” (http://katolisitas.org/6643/peran-orang-tua-dalam-pembinaan-iman-anak).

Dengan doa, orang tua dapat membimbing anak-anaknya mulai peduli terhadap orang lain dengan mendoakan orang-orang yang sedang kesusahan. Sebagai contoh: pada saat Ani sedang menonton televisi bersama dengan ibunya, mereka melihat berita tentang kelaparan yang melanda masyarakat di salah satu bagian di

negara Afrika. Komentar yang terucap dari mulut Ani adalah “kasihan”. Keadaan ini

dapat dimanfaatkan oleh orang tua untuk mengajak anaknya berdoa kepada Tuhan, mendoakan masyarakat di salah satu bagian di negara Afrika agar diberi rejeki dan rahmat agar mereka tidak kelaparan lagi. Selain rasa peduli/empati mulai berkembang dalam diri anak, anak juga belajar bersyukur atas apa yang sudah ia miliki, dan membuat anak peka terhadap kesulitan orang lain serta dalam doa-doanya menjadi lebih mementingkan orang lain karena anak-anak bertambah sadar akan keadaan di sekitarnya dan sudah menaruh lebih banyak perhatian pada dunia pada saat ia menjelang usia remaja (Allen, 1982: 48).

(52)

melaksakan hal ini, firman Allah digenapi dalam keluarga itu, “Jika dua orang dari

padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di surga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Mat 18:19 -20).

C.

Peranan Katekese Keluarga Terhadap Pendidikan Iman Anak

(53)

mendampingi tanpa membedakan apakah keluarga itu bermasalah atau tidak. Karena

keluarga yang sedang berada dalam kondisi “khusus”, akan didampingi secara

khusus. Sedangkan keluarga yang berada dalam kondisi biasa, pendampingan didasarkan pada usia perkawinan mereka demi terciptanya keutuhan hidup berkeluarga dan pendidikan anak dalam keluarga. Ada berbagai bentuk pendampingan bagi keluarga-keluarga Kristiani, dan katekese keluarga merupakan salah satu sarana bagi orang tua dalam mewujudkan tanggung jawabnya sebagai pengajar iman yang pertama kepada anak-anaknya. Dilihat dari kekhasannya, katekese keluarga bukan menggantikan katekese yang lainnya. Justru katekese keluarga ingin memperlihatkan bahwa komunikasi iman dalam keluarga merupakan dasar bagi katekese yang lainnya (Egong,1983:27). Melalui katekese keluarga orang tua disadarkan mengenai pentingnya menanamkan nilai-nilai iman kepada anak sebagai antisipasi akan krisis yang dapat membahayakan iman anak-anak mereka. Oleh karena itu katekese keluarga membantu orang tua untuk peka terhadap kebutuhan rohani anak sesuai dengan tahap perkembangan iman anak.

(54)

Melalui katekese keluarga, orang tua diingatkan kembali mengenai tujuan perkawinan yang salah satunya mengenai pendidikan anak. Dalam Kitab Hukum Kanonik, kan. 1136 jelas tercantum bahwa orang tua mempunyai kewajiban sangat berat dan hak primer untuk sekuat tenaga mengusahakan pendidikan anak, baik fisik, sosial dan kultural, maupun moral dan religius. Orang tua sebagai orang yang telah menyalurkan kehidupan kepada anak, berkewajiban mengusahakan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak sebagai manusia yang utuh. Agar kebutuhan anak terutama kebutuhuan tentang pendidikan iman dalam keluarga terpenuhi, nampaknya orang tua perlu mengetahui dan mewujudkannya mengenai pendidikan iman di dalam keluarga.

Pola dasar dari katekese keluarga itu sendiri yakni mengikat kerjasama antar keluarga yang bahu-membahu berusaha membina iman anak dan keluarga seluruhnya (Gabriella,1991:14). Kerjasama antar keluarga dimaksudkan sebagai usaha untuk saling membantu dalam menghayati iman mereka, dan semakin menyadari tugasnya sebagai orang tua dan dapat menciptakan kesempatan untuk berkomunikasi iman dengan anak-anak mereka di rumah. Bekerja bahu-membahu antar keluarga merupakan situasi yang berbeda dan menyenangkan sehingga peluang berhasilnya pendidikan iman dalam keluarga sangat besar.

(55)

seluruh anggota keluarga dalam merefleksikan pengalaman hidup melalui kacamata iman. Dengan merefleksikan kembali pengalaman hidup dan mau mendengar apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Allah di balik peristiwa dalam kehidupan, akan menumbuhkan semangat untuk selalu mendengar Allah yang mengarahkan anak melalui rencana-Nya dalam hidup nyata.

D.

Peranan orang tua dalam pendidikan iman anak

Mendidik iman anak seperti menanam benih di ladang yang masih kosong. Orang tua dan anak, ibarat petani dan tanamannya. Baik buruknya tanaman sangat ditentukan oleh perlakuan si penanam. Jika ia memilih dan menyiapkan ladang subur untuk benihnya, lalu senantiasa menyiraminya dengan air yang bersih (tidak tercemar), ditambah dengan perawatan yang teratur, tanamannya pun akan tumbuh subur. Apalagi kalau rumput dan gulma senantiasa disiangi, hama disemprot, dan pupuk ditabur, maka akan semakin kokoh dan kuatlah tanaman itu. Sebaliknya, jika petani memilih dan menyiapkan ladang gersang untuk bibitnya, menanamnya pun asal-asalan, rumput dan gulma tak pernah disiangi, jarang disirami, maka tanamanpun akan tumbuh meradang, mungkin layu, lalu hilang.

(56)

Agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, orang tua perlu memperhatikan masa terpenting dalam perkembangan anak yang berpengaruh bagi kehidupannya dimasa yang akan datang. Pada usia dini 0-6 tahun, otak berkembang sangat cepat hingga 80 persen. Itulah masa-masa di mana perkembangan fisik, mental maupun spiritual mulai terbentuk karena itu disebut sebagai masa emas anak (golden age). Orang tua hendaknya memanfaatkan masa-masa emas anak untuk memberikan pendidikan yang baik bagi anak (Timothy, 2012:6). Pengalaman anak pada bulan dan tahun pertama dalam kehidupannya sangat menentukan perkembangan fisik, mental dan spiritualnya. Oleh karena itu, orang tua penting menyadari bahwa hubungan dan cara memberi pendidikan kepada anak akan membawa pengaruh yang besar bagi perkembangan anak. Dengan memanfaatkan masa-masa emas anak, orang tua dapat memaksimalkan perkembangan anak ke arah yang lebih baik salah satunya dengan membangun dialog dan suasana kehidupan keluarga yang nyaman, dengan sendirinya anak akan membangun hubungannya secara emosional dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan, serta dengan Tuhan. Menjadi orang tua yang bertanggung jawab dan dapat memberikan bekal pendidikan untuk anaknya memang tidaklah mudah. Dalam mempersiapkan masa depan anak, orang tua perlu menyediakan waktu dan terlibat secara penuh dalam mendidik anak-anaknya di rumah. Dalam memberikan pendidikan iman, orang tua dapat mengenalkan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari misalnya dengan membacakan kisah penciptaan dengan menggunakan sarana-sarana yang ada di sekitar.

(57)
(58)

BAB III

PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN IMAN ANAK DI LINGKUNGAN SANTO YUSUF GEMUH

Relasi antara orang tua dan anak harus bersifat personal dan fungsional (Allen, 1982:26). Para orang tua harus mengenali kebutuhan dan kesulitan yang dialami oleh anak-anak mereka. Tugas orang tua tidak hanya memberikan dan memenuhi kebutuhan anak yang kelihatan tetapi juga memenuhi kebutuhan yang tidak kelihatan seperti kasih sayang dan perhatian. Dalam bab III ini, penulis akan menggambarkan tentang sejauh mana peran orang tua di lingkungan Santo Yusuf Gemuh paroki St. Martinus Weleri dan mencari tahu faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat bagi orang tua dalam menjalankan tugasnya serta mencari tahu apa yang menjadi harapan mereka untuk meningkatkan peran orang tua dan menemukan usulan program katekese keluarga yang tepat sebagai usaha untuk meningkatkan peran orang tua dalam pendidikan iman anak.

A. Paroki St. Martinus Weleri

(uraian mengenai Paroki St. Martinus Weleri, penulis menggunakan referensi dari Siswarjono, 2012).

1. Sejarah Paroki St. Martinus Weleri

(59)

merayakan misa. Jumlah umat yang bertambah banyak menimbulkan suatu kebutuhan baru yakni kebutuhan akan adanya tempat ibadat. Dengan bantuan dari berbagai pihak dan jasa dari Romo Knetsch yang pada waktu itu berkarya di Weleri, berdirilah Gereja Katolik Weleri yang kurang lebih bisa menampung 400 umat. Dibangunnya Gereja Katolik di Weleri memberikan kemungkinan bagi umat di Weleri untuk membentuk paroki tersendiri. Tahap demi tahap Gereja Weleri memisahkan diri secara administratif dari paroki Gedangan dan membentuk paroki tersendiri dengan pelindung Santo Martinus pada tanggal 17 Februari 1954.

Setelah Weleri melepaskan diri dari paroki Gedangan dan membentuk paroki tersendiri yang berpusat di Weleri dan Gereja Weleri dijadikan pusat paroki Weleri, para umat yang letaknya cukup jauh dari paroki Weleri merasa jauh dari pusat paroki dan akhirnya wilayah bagian timur yaitu Kendal dan Kaliwungu serta Sukorejo yang merupakan wilayah bagian selatan, memisahkan diri dari paroki Weleri dan menjadi paroki tersendiri.

2. Profil Paroki St. Martinus Weleri

Paroki St. Martinus Weleri terletak sekitar 18 Km sebelah barat kota Kendal dan berbatasan langsung dengan kabupaten Batang. Paroki Weleri memiliki umat 1.060 jiwa yang meliputi 5 kecamatan yang masuk dalam wilayah teritorial paroki Weleri.

a. Sebelah Utara:

(60)

b. Sebelah Timur:

Terdiri dari 2 lingkungan yaitu lingkungan SPM Bunda Penolong-Cepiring masuk kecamatan Penolong-Cepiring berjarak sekitar 12 Km dari paroki, memiliki jumlah umat 20 KK dan lingkungan Santo Yusuf-Gemuh masuk kecamatan Gemuh berjarak sekitar 8 Km dari paroki, memiliki jumlah umat 29 KK.

c. Sebelah Barat:

Lingkungan St. Antonius-Sambongsari yang antara lain sebagian umat masuk wilayah kecamatan Gringsing kabupaten Batang, berjarak sekitar 2 Km dari paroki dan memiliki jumlah umat 47 KK.

d. Sebelah Selatan:

Lingkungan St. Yusuf - Besokor berjarak 3 Km dari paroki dan memiliki jumlah umat 22 KK.

1) Lingkungan lain yang berada dalam kota Weleri di antaranya: a) Lingkungan St. Maria-Weleri memiliki jumlah umat 40 KK.

b) Lingkungan St. Yohanes-Nawangsari memiliki jumlah umat 43 KK. c) Lingkungan St. Ignatius-Penaruban memiliki jumlah umat 30 KK. d) Lingkungan St. Christopurus-Penyangkringan memiliki jumlah umat 60

(61)

2) Sekolah-sekolah Katolik yang berada di wilayah Paroki St. Martinus Weleri antara lain:

a) TK Sanjaya Padma di Weleri berdiri pada tahun 1956 diprakarsai oleh Rm. PC. Sutopanitro, SJ.

b) TK St. Theresia di Besokor

c) SD Kanisius Brana di Weleri berdiri pada tahun 1950

d) SMP Kanisius Budhi Murni di Weleri berdiri pada tahun 1963 e) SMU Theresiana di Weleri berdiri pada tahun 1974

Di Paroki St. Martinus Weleri terdapat 1 (satu) konggregasi yaitu Abdi Kristus yang berada di Besokor. Seperti paroki-paroki yang lain, di paroki St. Martinus Weleri juga terdapat kelompok-kelompok kategorial seperti pasukris, PDKK, WKRI, OMK, paguyuban guru Katolik dan kelompok CU (Credit Union).

Sejak Paroki St. Martinus Weleri berdiri sampai sekarang, banyak perkembangan yang dialami salah satunya dalam usaha pengembangan umat. Perkembangan yang telah dicapai oleh paroki tidak lepas dari jasa-jasa para Romo yang bertugas dari awal perjuangan wilayah Weleri menjadi paroki tersendiri pada tahun 1954 sampai sekarang. Berikut romo-romo yang pernah bertugas di paroki St. Martinus Weleri antara lain:

Tahun Pastor

1954-1963 Petrus Chrisologus Sutopanitro, SJ 1963-1968 Sebastianus Hardoparmoko, SJ

1969 Fredericus Knetsch, SJ

1969-1972 Constantinus Harsosuwito, SJ

(62)

3 Situasi Umat Paroki St. Martinus Weleri

Umat paroki St. Martinus Weleri sebagian besar merupakan warga pendatang dan didominasi etnis Tionghoa. Mereka berlatar belakang sebagai pedagang (pengusaha) yang berada di lingkungan-lingkungan dalam kota sekitar 30 %, pegawai negeri/swasta (sebagian besar guru) 45 %, 25 % lainnya adalah karyawan swasta, buruh tani dan buruh lepas. Situasi geografis kota Weleri yang merupakan daerah pegunungan dan terletak di wilayah PANTURA (pantai utara), memberikan tantangan tersendiri bagi umat karena jarak dan medan antar lingkungan yang cukup jauh dan kondisi jalan yang rusak dan berliku, membuat umat sering absen dalam pertemuan-pertemuan rutin terlebih pada malam hari dan musim penghujan. Selain itu, mayoritas warga kota Weleri yang notabene beragama muslim

1973-1974 Gerbrandus Schoonhoff, SJ

1974-1975 C. Widayaputranto, SJ

1975-1976 Julianus Sunarko, SJ 1977-1980 Chistophorus Dureau, SJ 1981-1984 Antonius Lamers, SJ 1985-1990 Tarcisius Widyana, SJ 1990-1991 Yoshepus Wiharjono, SJ

1991-1996 FX. Widyatmaka, SJ

1996-2005 JB. Suyitno, SJ

2003-2004 FX. Arko Sudiono, SJ 2006-2009 Antonius Dadang Hermawan, Pr 2006-2012 BYL. Subagio Atmodiharjo, Pr 2009-2012 Petrus Tri Margana, Pr

2012 Raymundus Sugihartanto, Pr

(63)

membawa dampak bagi perkembangan iman umat dan dampak konkret yang sekarang ini masih menjadi keprihatinan adalah banyak terjadi nikah beda agama dan kawin campur bahkan banyak juga yang pindah agama.

Kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung dalam dunia pendidikan mengakibatkan jumlah kaum muda yang aktif di paroki St. Martinus Weleri sangat sedikit. Hal itu dikarenakan banyak kaum muda yang studi di luar kota dan jarang pulang. Meskipun kaum muda di paroki St. Martinus tidak begitu banyak, tetapi banyak kegiatan yang dilaksanakan dan diikuti oleh para kaum muda misalnya pertemuan rutin OMK, kepanitian dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan di paroki, week end rohani OMK antar paroki dll.

Meskipun aktivitas umat sangat tinggi, tetapi mereka tidak melupakan tugas dan tanggungjawab mereka sebagai orang Katolik. Hal ini sangat nampak ketika umat terlibat dalam berbagai kegiatan yang sudah terjadwal pada agenda masing-masing lingkungan maupun paroki. Contohnya seperti tugas koor antar lingkungan, kegiatan doa di lingkungan dan di paroki, ulang tahun paroki, natal, misa imlek dll, semua umat saling bekerjasama dan terlibat dalam pembagian tugas.

B. Gambaran Umum Lingkungan Santo Yusuf

(uraian mengenai lingkungan Santo Yusuf Gemuh Paroki St. Martinus Weleri, penulis menggunakan referensi dari Siswarjono, 2012 dan observasi aktisipatif).

1. Letak dan Batas-Batas Geografis Lingkungan Santo Yusuf Gemuh

(64)

Maria Bunda Penolong Cepiring dan lingkungan Pegandon Paroki St. Antonius Padua Kendal.

2. Kegiatan umat di Lingkungan Santo Yusuf Gemuh

Umat lingkungan Santo Yusuf berjumlah 61 orang (29 orang tua, 22 kaum muda dan 10 anak-anak) dan menyebar di 8 (delapan) desa. Jarak rumah antar umat lingkungan Santo Yusuf yang berjauhan tidak menyurutkan umat di lingkungan ini untuk ikut ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan di lingkungan. Kegiatan-kegiatan rutin umat lingkungan Santo Yusuf Gemuh antara lain seperti:

a. Misa lingkungan (diadakan satu bulan sekali di rumah umat secara bergilir). b. Natal lingkungan (biasanya diadakan pada pertengahan bulan Januari sekitar

tanggal 11-20).

c. Ziarah bersama (diadakan satu tahun sekali).

d. Rapat pengurus lingkungan (diadakan setiap dua minggu sekali di rumah ketua lingkungan).

e. Pendalaman iman/doa bersama (diadakan pada masa-masa perayaan bulan liturgi).

f. Latihan koor, lingkungan Santo Yusuf Gemuh memiliki kelompok koor yang terdiri dari para orang tua dan rutin berlatih satu bulan sekali dan satu minggu sekali jika bertugas.

(65)

pengurus lingkungan atau kegiatan lingkungan yang tidak memerlukan ruang yang besar, umat biasanya berkumpul di rumah-rumah umat secara bergilir atau di rumah ketua lingkungan.

OMK (Orang Muda Katolik) di lingkungan Santo Yusuf Gemuh yang berjumlah 22 orang, sebagian besar sedang menempuh studi di luar kota Weleri sehingga tidak banyak kegiatan yang dilakukan oleh OMK. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh OMK lingkungan Santo Yusuf seperti membuat Gua pada saat natal, panitia natal lingkungan, berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan di Gereja seperti HUT paroki St. Martinus dan kegiatan OMK se-paroki.

Meskipun sebagian besar umat lingkungan Santo Yusuf berprofesi sebagai guru, di lingkungan Santo Yusuf tidak ada sekolah minggu dan pendidikan iman hanya terlaksana di dalam keluarga. Pelajaran agama untuk inisiasi persiapan calon baptis atau sakramen yang lainnya, diberikan oleh salah satu umat yang berprofesi sebagai guru agama dan ketua lingkungan.

3. Situasi Sosial Kemasyarakatan Umat Lingkungan Santo Yusuf Gemuh

(66)

4. Situasi Ekonomi Umat Lingkungan Santo Yusuf

Situasi ekonomi umat lingkungan Santo Yusuf terdiri dari dua tingkat yaitu menengah dan menengah ke bawah. Umat yang perekonomiannya menengah, sebagian besar bekerja sebagai PNS (guru) dan pegawai serta wiraswasta. Sedangkan umat yang ekonomi kalangan menengah ke bawah, bekerja sebagai buruh, pedagang, dan pensiunan.

C. Penelitian Peranan Orang Tua dalam Pendidikan Iman Anak di Lingkungan Santo Yusuf Gemuh.

1. Latar Belakang Penelitian

Kebanyakan orang Katolik percaya bahwa keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama bagi semua anak, terutama mereka yang mempunyai orang tua sendiri. Sayang, kepercayaan tersebut sering kali tidak diimbangi dan ditindaklanjuti dengan usaha mereka dalam mendidik anak-anak mereka di rumah. Tidak sedikit orang tua yang hanya mampu memberikan pendidikan jasmani dan intelektual kepada anak-anak. Mereka tidak mampu memberikan pendidikan rohani, moral dan sosial kepada anak-anak mereka sendiri. Salah satu yang barangkali mendorong mereka berbuat demikian ialah terlalu besarnya kepercayaan mereka kepada para guru di sekolah dan kepada para pemimpin Gereja di paroki.

(67)

lingkungan Santo Yusuf yang sebagian besar merupakan pegawai dan PNS serta memiliki pekerjaan sampingan, membuat para orang tua sibuk dengan pekerjaan mereka sehingga kurang memperhatikan dan terlibat langsung dalam mendampingi anak khususnya perkembangan iman mereka. Selain faktor tersebut, kurangnya pengetahuan mengenai ajaran agama, mengetahui kebutuhan anak, dan pengetahuan mengenai pentingnya pendidikan iman anak dalam keluarga yang berpengaruh bagi perkembangan karakter serta relasi anak terhadap sesama dan Tuhan, dialami oleh para orang tua. Umumnya para orang tua hanya memotivasi anak-anak mereka untuk selalu mengikuti sekolah minggu dan memfasilitasi anak dengan berbagai buku seperti buku doa, buku cerita, Kitab Suci bergambar dll tanpa penjelasan dan pendampingan lebih lanjut dari orang tua. Meskipun demikian, tidak semua orang tua di lingkungan Santo Yusuf Gemuh seperti yang disebutkan di atas, walaupun hanya ada satu atau dua keluarga yang memiliki perhatian terhadap perkembangan iman anak mereka.

(68)

hanya memberikan fasilitas yang dibutuhkan oleh anak-anak mereka tanpa adanya pendampingan atau perhatian akan kebutuhan anak yang paling mendasar yaitu perhatian dan keterlibatan dari orang tua. Akibatnya hubungan antara orang tua dan anak kurang dekat dan anak-anak cenderung memiliki sifat pendiam.

Disadari atau tidak, anak-anak tidak bisa berkembang dengan sendirinya. Mereka memerlukan bantuan dari orang lain terutama orang yang paling dekat dengan mereka yaitu orang tua. Orang tua harus terlibat secara langsung dalam pendampingan anak-anak agar mereka dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal untuk mempersiapkan anak-anak menghadapi dunia luar. Untuk itu, melalui penelitian ini, penulis ingin mengetahui sejauh mana orang tua berperan dalam pendidikan iman anak mereka dan memberikan sumbangan pemikiran agar orang tua semakin menyadari tentang pentingnya peran mereka dalam pendidikan iman anak-anak mereka.

2. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui sejauh mana para orang tua di lingkungan Santo Yusuf Gemuh Paroki St. Martinus Weleri telah menjalankan peran mereka dalam mendidik iman anak-anak.

b. Mengetahui faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat orang tua dalam menjalankan perannya sebagai pendidik iman.

Gambar

Tabel 1 : Identitas Responden
Tabel 2 :
tabel 2 pada item no 5 juga menunjukkan bahwa ada 5 orang responden dengan
Tabel 3 : Faktor-faktor pendukung dan penghambat orang tua berperan dalam
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dalam keluarga Katolik, orang tua sejak melangsungkan perkawinan melalui penerimaan Sakramen Perkawinan telah mengucapkan janji setia untuk mengarungi hidup keluarga. Salah