• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumbangan katekese keluarga terhadap peningkatan kesadaran akan peran penting orang tua bagi pendidikan iman anak di lingkungan Santo Yusuf Gemuh Paroki St. Martinus Weleri - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Sumbangan katekese keluarga terhadap peningkatan kesadaran akan peran penting orang tua bagi pendidikan iman anak di lingkungan Santo Yusuf Gemuh Paroki St. Martinus Weleri - USD Repository"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

SUMBANGAN KATEKESE KELUARGA

TERHADAP PENINGKATAN KESADARAN AKAN PERAN PENTING ORANG TUA BAGI PENDIDIKAN IMAN ANAK

DI LINGKUNGAN SANTO YUSUF GEMUH PAROKI ST. MARTINUS WELERI

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Niken Pratiwi

NIM: 071124001

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada kedua orangtuaku, kakak, dan umat di

Lingkungan Santo Yusuf Paroki St. Martinus Weleri yang telah memberi dukungan

untuk menyelesaikan skripsi ini

(5)

v

MOTTO

“Di mana hati diletakkan, di situ proses belajar dan maju mulai”

(6)
(7)
(8)

viii

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah “SUMBANGAN KATEKESE KELUARGA TERHADAP PENINGKATAN KESADARAN AKAN PERAN PENTING ORANG TUA BAGI PENDIDIKAN IMAN ANAK DI LINGKUNGAN SANTO YUSUF GEMUH PAROKI ST. MARTINUS WELERI”. Penulisan skripsi ini berawal dari keprihatinan penulis terhadap kurangnya peran orang tua dalam pendidikan iman bagi anak-anak di dalam keluarga di lingkungan Santo Yusuf. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan dari penulis, kurangnya peran orang tua dalam pendidikan iman di dalam keluarga dikarenakan kurangnya kesadaran dari orang tua tentang pentingnya pendampingan iman di dalam keluarga terhadap perkembangan iman anak. Kurangnya kesadaran timbul dari permasalahan-permasalahan yang ada antara lain kepercayaan yang berlebihan dari orang tua terhadap pendidikan anak-anak mereka kepada sekolah, kurangnya waktu untuk berkumpul bersama keluarga karena orang tua sibuk bekerja, serta kurangnya pengetahuan tentang ajaran agama yang mengakibatkan pendidikan iman anak di dalam keluarga kurang diperhatikan sehingga iman anak tidak berkembang dan rentan terhadap pengaruh negatif.

Dalam skripsi ini penulis menggunakan studi pustaka dari para ahli untuk menemukan jawaban dari permasalahan yang ada. Selain studi pustaka, penulis juga mengadakan penelitian untuk memahami permasalahan yang ada serta mencari tahu apa yang menjadi harapan para orang tua untuk meningkatkan peran mereka sebagai pendidik.

Dari studi pustaka penulis menemukan katekese model Shared Christian Praxis (SCP) yang sesuai dengan keprihatinan dan harapan para orang tua di lingkungan Santo Yusuf Gemuh yang dapat membantu mereka dalam menghayati dan menjalankan tugas mereka sebagai pendidik iman di dalam keluarga. Melalui katekese model SCP, orang tua dibantu untuk merefleksikan tugas dan peranannya secara terus menerus sampai pada suatu tindakan konkret.

(9)

ix

ABSTRACT

This thesis entitled “CONTRIBUTION OF CATECHESIS FAMILY TO

INCREASE AWARENESS OF SIGNIFICANT ROLE OF EDUCATION FOR PARENTS OF FAITH CHILD IN THE SAINT JOSEPH GEMUH DISTRICT ST. MARTIN WELERI PARISH”. The background of this thesis began from the author’s thoughtfulness towards the lack of parents role in the faith education for children in the St. Joseph district. Based on the experiences and observations, the lack of the parents role in education of faith in the family was because of the lack of parents awareness about the importance of faith nurturing in the family. The lack of awareness arose from the problems was about the axcessive confidence to the school towards the education of their children, the lack of quality time among the family members because they were too busy to work, and the lack of knowledge about

religion that made their children’s education of faith doesn’t develop and very susceptible towards the negative effect.

In this thesis the author uses literature from the experts to find the answers to existing problems. In addition to literature, the authors also conducted research to understand the existing problems and to find out what the expectations of parents to enhance their role as educators.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebab karena kasihNyalah

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul SUMBANGAN KATEKESE

KELUARGA TERHADAP PENINGKATAN KESADARAN AKAN PERAN

PENTING ORANG TUA BAGI PENDIDIKAN IMAN ANAK DI LINGKUNGAN

SANTO YUSUF GEMUH PAROKI ST. MARTINUS WELERI. Selama proses

penulisan dan penyusunan karya tulis ini, penulis merasakan rahmat kasih dan

kebaikan Allah melalui uluran tangan banyak pihak, terutama dari:

1. Drs. FX. Heryatno W. W., S.J., M.Ed. selaku Kaprodi IPPAK Universitas Sanata

Dharma sekaligus dosen pembimbing utama yang selalu mendampingi,

membantu, membimbing dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini.

2. Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd selaku dosen penguji yang telah mendukung

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. P. Banyu Dewa HS, S.Ag, M.Si selaku dosen penguji yang telah berkenan

mendampingi dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Segenap staf dosen dan seluruh staf karyawan prodi IPPAK Universitas Sanata

Dharma yang secara tidak langsung selalu memberikan dorongan kepada penulis.

5. Keluarga tercinta: bapak, ibu, dan kakak yang selalu mendoakan dan memberikan

dorongan bagi penulis dalam menyelesaikan studi.

6. Teman-teman angkatan 2007, 2008, dan 2009 yang telah memberikan dukungan

(11)
(12)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO. ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii

ABSTRAK ... viii

BAB II. KATEKESE KELUARGA DAN PERANANNYA BAGI PENDIDIKAN IMAN ANAK ... 7

A. Katekese Keluarga ... 8

1. Pengertian Katekese Pada Umumnya... 8

2. Pengertian Keluarga... 11

3. Pengertian Katekese Keluarga... 12

4. Tujuan Katekese Keluarga... 14

5. Sasaran Katekese Keluarga... 16

(13)

xiii

B. Pendidikan Iman Anak ... 18

1. Pengertian Pendidikan Iman Anak ... 18

2. Tujuan Pendidikan Iman Anak ... 20

3. Pendidikan Iman dalam Keluarga ... 22

4. Faktor-faktor Perkembangan Iman Anak ... 24

a. Faktor Pendukung Perkembangan Iman Anak... 24

b. Faktor Penghambat Perkembangan Iman Anak... 27

5. Usaha-usaha dalam Membantu Perkembangan Iman Anak... 29

C. Peranan Katekese Keluarga terhadap Pendidikan Iman Anak ... 33

D. Peranan Orang Tua dalam Pendidikan Iman Anak ... 36

BAB III. PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN IMAN ANAK DI LINGKUNGAN SANTO YUSUF GEMUH ... . 39

A. Paroki St. Martinus Weleri ... . 39

1. Sejarah Paroki St. Martinus Weleri... 39

2. Profil Paroki St. Martinus Weleri... 40

3. Situasi Umat Paroki St. Martinus Weleri... 43

B. Gambaran Umum Lingkungan Santo Yusuf Gemuh... 44

1. Letak dan Batas-Batas Geografis Lingkungan Santo Yusuf Gemuh ... 44

2. Kegiatan umat di Lingkungan Santo Yusuf Gemuh... 45

3. Situasi Sosial Kemasyarakatan Umat Lingkungan Santo Yusuf Gemuh 46 4. Situasi Ekonomi Umat Lingkungan Santo Yusuf Gemuh ……… 47

C. Penelitian Peranan Orang Tua dalam Pendidikan Iman Anak di Lingkungan Santo Yusuf Gemuh ... 47

1. Latar Belakang Penelitian... 47

2. Tujuan Penelitian ………. ... 49

3. Jenis Penelitian……….. ... 50

4. Instrumen Penelitian ... 50

5. Responden Penelitian... 50

6. Waktu, Tempat, dan Pelaksanaan Penelitian... 51

7. Variabel Penelitian... 51

(14)

xiv

1. Kuesioner Tertutup……… ... 52

a. Identitas Responden... 52

b. Sejauh mana Peran Orang Tua dalam Pendidikan Iman Anak Sudah Terwujud... 53

c. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Orang Tua Berperan Dalam Pendidikan Iman Anak... 62

d. Usulan Katekese yang Diharapkan Umat Meningkatkan Peran Orang Tua dalam Pendidikan Iman Anak... 69

2. Kuesioner Terbuka………. ... 76

a. Sejauh mana peran orang tua dalam pendidikan iman anak sudah terwujud ... 76

b. Faktor-faktor pendukung dan penghambat orang tua berperan dalam pendidikan iman anak ... 78

c. Harapan umat dalam rangka meningkatkan peran mereka sebagai pendidik iman ... 80

E. kesimpulan ... 82

BAB IV. USAHA MENINGKATKAN KESADARAN AKAN PERAN PENTING ORANG TUA BAGI PENDIDIKAN IMAN ANAK DI LINGKUNGAN SANTO YUSUF GEMUH PAROKI ST. MARTINUS WELERI ... 85

A. Katekese keluarga Model Shared Christian Praxis Sebagai Salah Satu Bentuk Pendampingan Iman dalam Meningkatkan Peran Orang Tua Sebagai Pendidik Iman ... 85

1. Komponen SCP... 85

2. Langkah-langkah Katekese Model SCP... 86

B. Usulan Program Katekese Keluarga bagi Orang Tua dalam Rangka Meningkatkan Kesadaran akan Peran Penting Orang Tua bagi Pendidikan Iman Anak di Lingkungan Santo Yusuf Gemuh ... 89

1. Latar Belakang Program Katekese Keluarga... 89

2. Alasan Penyusunan Program... 90

3. Rumusan Tema dan Tujuan program Katekese Keluarga... 91

(15)

xv

5. Matriks Program Katekese Keluarga... 94

C. Contoh Persiapan Katekese Keluarga ... 98

BAB V. PENUTUP ... 110

A. Kesimpulan ... 110

B. Saran ... 112

DAFTAR PUSTAKA ... 113

LAMPIRAN ... 115

Lampiran 1:Surat Penelitian kepada Pastor Paroki St. Martinus Weleri ... (1)

Lampiran 2: Surat Penelitian kepada Ketua Lingkungan Santo Yusuf Gemuh ... (2)

Lampiran 3: Surat Pernyataan Penelitian kepada Dosen Pembimbing Skripsi ... (3)

Lampiran 4: Contoh Hasil Penelitian ... (4)

(16)

xvi

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci

Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat

Dipersembahkan kepada Umat Katolik oleh Dirjen Bimas Katolik Departemen Agama

Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, h. 8.

B. Singkatan Lain

FC : Familiaris Consortio, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II

tentang Keluarga Kristiani, 22 November 1981.

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II

kepada para uskup, klerus dan segenap umat beriman, tentang katekese

masa kini, 16 Oktober 1979.

St : Santo

PIA : Pendidikan Iman Anak

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia

SCP : Shared Christian Praxsis

Dkk : Dan kawan-kawan

Dsb : Dan Sebagainya

KK : Kepala Keluarga

(17)

xvii TK : Taman Kanak-kanak

SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama

SMA : Sekolah Menengah Atas

CU : Credit Union

WKRI : Wanita Katolik Republik Indonesia

OMK : Orang muda Katolik

PANTURA : Pantai Utara

Dll : Dan Lain-lain

PNS : Pegawai Negeri Sipil

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada umumnya setiap orang tua menginginkan anak-anaknya tumbuh

dengan baik dalam berbagai faktor seperti fisik, budi pekerti, pergaulan, psikologis,

maupun iman mereka. Di zaman sekarang perkembangan dan kemajuan teknologi

semakin pesat. Banyak dampak negatif yang ditimbulkan, salah satunya

menyebabkan iman anak dalam hidup sehari-hari menjadi semakin kabur. Pendidikan

iman anak harus ditanamkan sejak dini karena keluarga merupakan tempat

diselenggarakan pendidikan dasar bagi anak. Prasetya (2008:18) menegaskan bahwa

pendidikan iman sejak dini sangat menentukan keberadaan dan kehidupan anak-anak

mereka di masa depan, baik yang menyangkut kehidupan sosial, kehidupan beriman,

maupun kehidupan pribadinya. Dan di sini peran orang tua sangat penting, karena

orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, maka terikat kewajiban

amat berat untuk mendidik anak mereka. Oleh karena itu orangtualah yang harus

diakui sebagai pendidik mereka yang pertama dan utama (FC, art. 36). Iman anak

tidak akan berkembang tanpa adanya bimbingan dan pendampingan dari orang tua.

Dalam hal ini Egong (1983:16) mengatakan:

(19)

Dalam kutipan di atas, Egong menegaskan bahwa orang tua memiliki

tugas yang sangat penting yakni menjadi guru bagi anak-anak mereka. Dengan

bimbingan dari orang tua dalam kehidupan sehari-hari, anak-anak akan terbantu

untuk menumbuhkembangkan iman dengan cara yang menyenangkan dan bermakna

karena orang tua mengajari anak dengan keteladanan bukan dengan teori. Melalui

komunikasi iman yang dilakukan oleh orang tua dalam kehidupan sehari-hari,

anak-anak dibimbing dan diarahkan untuk semakin mengenal Allah Sang pencipta bumi

dan segala isinya. Dengan begitu anak belajar bersyukur atas apa yang telah ia miliki

dan belajar menghargai dan mengasihi orang lain. Oleh karena itu peran orang tua

sangat penting dengan memberikan teladan bagi anak-anak mereka dalam kehidupan

sehari-hari. Karena dengan teladan dari orang tua, anak dapat melihat dan belajar

secara konkret.

Keprihatinan yang sering dijumpai ialah kurangnya kepedulian orang tua

terhadap pendidikan iman anak-anaknya. Sebagian besar orang tua lebih

mengutamakan segi intelektual dan pendidikan formal di sekolah. Karena kesibukan

orang tua, pendidikan iman dalam keluarga kurang diperhatikan. Akibatnya identitas

dan iman kekatolikan anak-anak baik dalam keluarga, sekolah, Gereja dan

masyarakat tidak berkembang dan akan semakin hilang. Padahal iman Kristiani tidak

diperoleh secara otomatis setelah kita dibaptis, melainkan berkembang secara terus

menerus melalui hidup di tengah keluarga, umat dan masyarakat. Akibat terlalu sibuk

dengan hal-hal duniawi, keluarga-keluarga Kristiani mulai mengalami pudarnya

iman kepada Allah, serbuan berbagai ideologi yang melawan nilai-nilai luhur hidup

berkeluarga, dan berkurangnya kadar etika sosial. Semuanya terlibat membentuk

(20)

(Tjandrawati, 2012:6). Selain itu, karena beratnya tantangan yang dihadapi oleh

keluarga saat ini, banyak keluarga yang mengalami penurunan tujuan dari kehidupan

perkawinan mereka yakni kehidupan cinta kasih sebagai suami istri (Jose Tacain,

2012:13). Menurunnya cinta kasih sebagai suami istri tentu mempengaruhi

kehidupan anak-anak mereka. Orang tua kurang memberi perhatian terhadap hak dan

kebutuhan anak serta melupakan kewajiban mereka sebagai pendidik yang

bertanggung jawab atas pendidikan anak dalam keluarga yang merupakan pondasi

dan bekal bagi anak dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.

Situasi yang semacam itu dialami oleh sebagian besar orang tua pada

jaman sekarang. Penulis merasa prihatin setelah melihat situasi beberapa orang tua di

lingkungan Santo Yusuf Gemuh yang banyak memiliki masalah dalam mendidik

iman anak-anak di tengah keluarga. Beberapa masalah yang ada sebagian besar

karena orang tua kurang memiliki waktu bersama anak-anak. Mereka sibuk bekerja,

mencari penghasilan tambahan selain pemasukan pokok, mengerjakan pekerjaan

rumah tangga dan lain sebagainya. Selain itu penulis juga menemukan masalah nikah

beda agama dan beda Gereja yang mengakibatkan terbengkalainya pendidikan iman

bagi anak mereka. Masalah tersebut semakin mengkhawatirkan karena pihak yang

Katolik adalah kepala rumah tangga yang selalu sibuk mencari nafkah untuk

keluarganya sedangkan istrinya yang non Katolik sedang dalam tahap inisiasi calon

baptis. Sebagian besar orang tua hanya mengajarkan doa-doa pokok kepada

anak-anak mereka. Sedangkan untuk masalah perkembangan iman, para orang tua

menyerahkan kepada sekolah dan guru sekolah minggu.

Setelah melihat keprihatinan di atas, menurut penulis katekese keluarga

(21)

pendidikan iman anak dalam keluarga. Melalui katekese keluarga, para orang tua

diharapkan semakin menyadari tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik agar

kehidupan anak-anak mereka dapat seimbang baik segi rohani maupun jasmani.

Dengan melihat kenyataan di atas, penulis bermaksud membantu umat di lingkungan

Santo Yusuf Gemuh dengan menyumbangkan pemikiran melalui katekese keluarga

agar umat semakin menyadari dan menghayati arti pentingnya pendidikan iman anak

dalam keluarga.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu katekese keluarga dan apa peranannya untuk pendidikan iman anak?

2. Sejauh mana orang tua di lingkungan Santo Yusuf Gemuh Paroki St. Martinus

Weleri sudah mewujudkan peran mereka dalam pendidikan iman anak mereka?

3. Seberapa besar sumbangan katekese keluarga untuk meningkatkan kesadaran

orang tua dalam pendidikan iman anak mereka?

C. Tujuan Penulisan

1. Agar keluarga-keluarga Kristiani di lingkungan Santo Yusuf Gemuh Paroki St.

Martinus Weleri dapat memahami dan menghayati arti pentingnya katekese

keluarga dalam usaha meningkatkan kesadaran akan peran orang tua bagi

pendidikan iman anak.

2. Mengetahui sejauh mana para orang tua di lingkungan Santo Yusuf Gemuh

Paroki St. Martinus Weleri menjalankan peran mereka dalam mendidik iman

(22)

3. Memberi sumbangan pemikiran dalam usaha meningkatkan kesadaran akan

peran penting orang tua bagi pendidikan iman anak di lingkungan Santo Yusuf

Gemuh Paroki St. Martinus Weleri.

D. Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah deskriptif analitis.

Melalui metode deskriptif analitis ini, penulis mencoba menemukan masalah serta

kondisi peran orang tua dalam pendidikan iman anak di lingkungan Santo Yusuf

Gemuh. Kemudian penulis memberikan sumbangan pemikiran melalui katekese

keluarga yang dapat meningkatkan peran penting orang tua bagi pendidikan iman

anak di lingkungan Santo Yusuf Gemuh Paroki St. Martinus Weleri.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi berjudul “Sumbangan Katekese Keluarga terhadap Peningkatan Kesadaran akan Peran Penting Orang Tua bagi Pendidikan Iman Anak

di Lingkungan Santo Yusuf Gemuh Paroki St. Martinus Weleri” ini terbagi menjadi lima bab. Uraian singkat sebagai berikut:

Bab I berupa pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, rumusan

permasalahan, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II akan menguraikan tentang pengertian katekese pada umumnya,

pengertian keluarga, pengertian katekese keluarga, tujuan katekese keluarga, sasaran,

dan kekhasan dari katekese keluarga. Selain itu, bab II juga menguraikan tentang

pengertian dan tujuan pendidikan iman anak, pendidikan iman anak dalam keluarga,

(23)

perkembangan iman anak, dan usaha-usaha dalam membantu perkembangan iman

anak, serta menguraikan peranan katekese keluarga terhadap pendidikan iman anak.

Bab III menggambarkan mengenai situasi orang tua di lingkungan Santo

Yusuf Gemuh Paroki St. Martinus Weleri. Bab III ini menguraikan tentang gambaran

umum situasi dan peranan orang tua dalam pendidikan iman anak di lingkungan

Santo Yusuf, serta penelitian, pembahasan, dan kesimpulan mengenai peranan orang

tua dalam pendidikan iman anak di lingkungan Santo Yusuf Gemuh.

Bab IV berisi tentang usaha meningkatkan kesadaran akan peran penting

orang tua bagi pendidikan iman anak di lingkungan Santo Yusuf Gemuh Paroki St.

Martinus Weleri dengan memberikan program katekese keluarga dan contoh

persiapan katekese keluarga.

Bab V berisi kesimpulan dari seluruh rangkaian bab yang sudah

diuraikan serta saran dari penulis.

(24)

BAB II

KATEKESE KELUARGA DAN PERANANNYA BAGI PENDIDIKAN IMAN ANAK

Bab II ini secara khusus menguraikan topik-topik tentang katekese

keluarga dan peranannya bagi pendidikan iman anak secara teoritis menurut

bahan-bahan kepustakaan untuk memberikan gambaran mengenai apa itu katekese keluarga

serta peranannya bagi pendidikan iman anak. Katekese keluarga membantu para

orang tua agar semakin menyadari pentingnya pendidikan iman dalam keluarga dan

memberikan inspirasi mengenai tugasnya sebagai pendidik yang utama agar anak

memiliki pondasi dan bekal dalam menyiapkan diri menghadapi pengaruh-pengaruh

modernisasi ketika hidup di tengah masyarakat dan Gereja yang menjadi inti dari bab

II ini.

Bab II ini terdiri dari tiga bagian yaitu katekese keluarga, pendidikan

iman anak, dan peranan katekese keluarga terhadap pendidikan iman anak. Dalam

setiap bagian diuraikan beberapa topik menurut bahan-bahan kepustakaan. Bagian

pertama membahas mengenai katekese keluarga. Dalam bagian ini, ada 6 (enam)

topik yang dibahas di antaranya mengenai pengertian katekese pada umumnya,

pengertian keluarga, pengertian katekese keluarga dan tujuan, sasaran, serta kekhasan

dari katekese keluarga. Bagian 2 (dua) membahas mengenai pendidikan iman anak.

Bagian ini terdiri dari 5 (lima) topik antara lain mengenai pengertian pendidikan

iman anak, tujuan pendidikan iman anak, pendidikan iman dalam keluarga,

faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan penghambat perkembangan iman

(25)

(tiga) membahas mengenai peranan katekese keluarga bagi pendidikan iman anak.

Bagian ini menguraikan tentang bagaimana katekese keluarga memberikan

kontribusi dalam membantu keluarga-keluarga Kristiani khususnya para orang tua

untuk lebih memperhatikan pendidikan iman bagi anak-anak mereka di dalam

keluarga.

A.

Katekese Keluarga

Bagian ini akan membahas mengenai pengertian katekese pada

umumnya, pengertian keluarga, pengertian katekese keluarga serta tujuan, sasaran,

dan kekhasan katekese keluarga. Katekese keluarga merupakan salah satu bentuk

dari katekese umat yang bertujuan membantu keluarga-keluarga Kristiani dengan

memberikan inspirasi untuk mengatasi permasalahan mereka dalam pendidikan iman

untuk anak-anak. Melalui katekese keluarga inilah para orang tua disadarkan kembali

mengenai tugas dan kewajibannya dalam melindungi dan memelihara setiap anggota

keluarga dalam hidup Gereja dan masyarakat.

1. Pengertian Katekese Pada Umumnya

Dalam dokumen CT (1979 art 1), paus Yohanes Paulus II

mengemukakan bahwa katekese adalah usaha dari pihak Gereja untuk membantu

umat mengimani bahwa Yesus itu Putera Allah, supaya dengan beriman mereka

beroleh kehidupan dalam nama-Nya. Dalam dokumen tersebut, katekese menjadi

salah satu sarana pewartaan bagi Gereja dimana seluruh hidup Yesuslah yang

diwartakan untuk membantu umat agar semakin percaya dan mengantar umat

(26)

dipahami sebagai pembinaan anak-anak, kaum muda, dan orang-orang dewasa dalam

iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya

diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para pendengar

memasuki hidup Kristen. Dalam hal ini, katekese dipahami sebagai pembinaan hidup

orang Kristen sesuai ajaran Kristiani baik dalam lingkup lingkungan maupun paroki

secara sistematis dan terorganisir menuju ke arah kedewasaan iman yang sempurna

dalam Kristus.

Menurut Huber (1979:20), katekese ialah usaha saling menolong

terus-menerus dari setiap orang untuk mengartikan dan mendalami hidup pribadi ataupun

hidup bersama menurut pola Kristus menuju kepada hidup Kristiani dewasa. Dari

pengertian tersebut, katekese diartikan sebagai usaha untuk membantu sesama orang

Kristiani secara terus menerus dalam mengartikan dan menghayati hidup pribadi

maupun hidup bersama dengan saling memberi peneguhan iman kepada Kristus agar

iman Kristiani semakin dewasa dari hari ke hari.

Katekese dipahami sebagai komunikasi iman dengan tujuan

meningkatkan hidup beriman baik secara pribadi maupun bersama. Sebagai hasil dari

sidang PKKI II, Huber (1981: 18) merumuskan pengertian katekese sebagai berikut:

Katekese adalah komunikasi iman atau tukar pengalaman iman (penghayatan iman) antar anggota jemaat atau kelompok sebagai kesaksian untuk saling membantu sedemikian rupa, sehingga iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara semakin sempurna.

Menurut Huber, katekese merupakan komunikasi iman antar umat.

Dimana seluruh anggota jemaat saling berdialog untuk memberikan kesaksian

mengenai pengalaman iman agar masing-masing anggota dapat saling meneguhkan

(27)

Katekese menekankan pentingnya peran umat dalam prosesnya karena

katekese juga tanggung jawab setiap umat yang telah masuk dalam persekutuan

dengan Kristus melalui pembaptisan. Katekese dapat menjadi sarana bagi umat

untuk mengolah pengalaman menjadi kesaksian akan kasih Kristus yang telah

mereka rasakan sehingga dapat saling meneguhkan satu sama lain. Dalam kerangka

komunikasi iman, yang menjadi titik tolak dalam katekese ialah pengalaman hidup

orang beriman yang sungguh menghayati imannya di tengah-tengah pergulatan hidup

sehari-hari (Heryatno, 2010:1). Dalam pengertian tersebut, umat menjadi subyek

dalam katekese dimana umatlah yang menjadi pusat dari proses katekese yang

bersaksi atas imannnya akan Kristus dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam Kitab Suci terutama pada: Luk 1:4, Kis 18:25, Kis 21:21, Rm

2:18, 1Kor 14:19, dan Gal 6:6 katekese dimengerti sebagai pengajaran, pendalaman,

dan pendidikan iman agar seorang kristen semakin dewasa dalam iman.

(http://www.imankatolik.or.id/pengertian_dasar_dan_prinsip_katekese.html). Dalam

pengertian tersebut dikatakan bahwa melalui katekese, orang Kristiani dituntun untuk

hidup sesuai dengan ajaran Kristiani sehingga dapat menemukan pengharapan akan

kasih yang mereka rindukan melalui firman dalam Kitab Suci yang mereka dalami

bersama. Firman yang tertulis dalam Kitab Suci dapat menjadi bahan refleksi bagi

umat untuk melihat dalam kehidupan mereka masing-masing sehingga diharapkan

dapat membawa perubahan dalam kehidupan mereka dan menjadikan firman sebagai

(28)

2. Pengertian Keluarga

Keluarga merupakan pondasi pembangunan Gereja dan masyarakat.

Karena keluarga adalah lingkungan pertama-tempat iman dibentuk. Dalam

keluargalah tempat iman dibesarkan dan mulai merekah, sehingga iman akan

semakin hidup dan aktif dalam tindakan sehari-hari. Menurut Paus Yohanes Paulus

II, keluarga adalah sekolah pertama dan mendasar untuk hidup bermasyarakat

sebagai persekutuan cinta kasih yang membimbingnya dan mempertumbuhkannya

(1994:74). Dari pengertian tersebut, setiap anggota keluarga belajar nilai-nilai sosial

secara konkret dalam pengalaman hidup bersama, berbagi rasa, saling menghormati

dengan penuh cinta kasih untuk mempersiapkan anak-anak dalam memasuki

lingkungan masyarakat.

Keluarga dapat memainkan peran fundamental, karena keluarga adalah

sel vital yang paling kecil dari masyarakat yang mempunyai pengaruh paling kuat

pada tingkah laku manusia (Eiuswa, 2011:10). Dalam keluargalah berbagai faktor

seperti pengetahuan, sosial, budaya, moral, pengembangan kepribadian dan rohani

mulai dibina dan diajarkan oleh para orang tua untuk anak-anaknya. Kehidupan

dalam keluarga menjadi penentu tingkah laku setiap anggotanya dalam hidup

bermasyarakat karena apa yang diajarkan dalam hidup keluarga, itulah yang

diterapkan dalam tindakan nyata.

Menurut Budyapranata, keluarga adalah tempat pembentukan manusia

atau tempat memanusiakan manusia (1979:6). Dalam keluarga, setiap anggota

keluarga saling membantu dalam mengembangkan pribadi satu sama lain dalam

hubungan persaudaraan yang erat. Dengan menghormati dan memupuk martabat

(29)

nyaman dan merasa memiliki arti sebagai seorang pribadi yang utuh dengan

merasakan cinta kasih dari anggota keluarga.

Cinta kasih merupakan landasan yang paling utama dalam keluarga agar

semua anggota keluarga dapat mengalami kerukunan dalam hidup. Dalam hal ini

KWI (2011:10) mengatakan:

Keluarga adalah komunitas pertama dan asal mula keberadaan setiap

manusia dan merupakan ”persekutuan pribadi-pribadi” (Communio Personarum) yang hidupnya berdasarkan dan bersumber pada cinta kasih. Kasih sejati dalam keluarga adalah kasih yang membuahkan kebaikan bagi semua anggota keluarga.

Dalam keluargalah awal mula manusia membentuk persekutuan

pribadi-pribadi yakni seorang suami dengan istri, antara orang tua dan anak-anaknya, serta

antara anak-anak itu sendiri. Setiap pribadi mewujudkan cinta kasih kepada semua

anggota keluarga melalui tindakan konkret untuk mewujudkan kedamaian,

keharmonisan, dan kebahagiaan hidup keluarga.

Sedangkan menurut Gilarso, keluarga adalah Gereja mini yang berarti

persekutuan dasar iman dan tempat persemaian iman sejati (2002:13). Dari

pengertian tersebut, dalam keluarga iman berkembang dan dihayati sehingga dapat

menjadi dasar dalam bersikap/bertingkah laku dalam hidup sehari-hari agar tercipta

kedamaian, kerukunan, persaudaraan dalam keluarga. Dengan menciptakan

kedamaian dalam keluarga yang berdasarkan penghayatan iman, Tuhan hadir di

tengah-tengah keluarga untuk memberikan rahmat-Nya.

3. Pengertian Katekese Keluarga

Katekese keluarga lahir dari krisis yang dialami oleh keluarga-keluarga

(30)

Dan sudah menjadi salah satu kewajiban Gereja untuk memberikan pendampingan

dalam mewujudkan hidup keluarga kristiani yang lebih baik. Egong (1983:25)

mengemukakan bahwa:

Katekese keluarga adalah katekese yang diselenggarakan di paroki untuk para orang tua dan yang sekaligus menjadi katekese dari orang tua kepada anak-anak mereka dalam lingkup keluarga. Dalam arti yang paling khas, katekese keluarga merupakan segala sesuatu yang terjadi di rumah antara orang tua dengan anak-anak dalam komunikasi iman.

Katekese keluarga diselenggarakan di paroki sebagai bentuk tanggapan

atas keprihatinan Gereja mengenai keluarga-keluarga yang sekarang ini tidak lagi

menjadi tempat pendidikan iman bagi anak-anak. Katekese keluarga ingin membantu

orang tua dalam menciptakan suasana pendidikan iman bagi anak-anaknya melalui

dialog atau komunikasi iman dalam hidup sehari-hari. Oleh karena itu, melalui

katekese keluarga para orang tua dapat menyadari tugas dan tanggung jawabnya

dalam hidup berkeluarga terutama dalam mendidik anak-anak mereka sehubungan

dengan hidup dalam Gereja dan masyarakat.

Menurut Dwi Wuryani, katekese keluarga merupakan aspek dari katekese

umat yang biasa dipakai untuk menggambarkan bentuk katekese dewasa yang

ditujukan kepada orang tua untuk menolong mereka dalam pendidikan iman

anak-anak mereka (1994:70). Katekese keluarga merupakan salah satu bagian dari

katekese umat sebagai bentuk pendampingan bagi para orang tua untuk

mengingatkan kembali tugas dan kewajiban mereka dan menolong mereka dalam

memberikan pendidikan bagi anak-anak dengan benar dan menyenangkan terutama

dalam hal nilai-nilai kemanusiaan dan nilai iman Katolik untuk mempersiapkan

(31)

(1991:14) memiliki pemikiran yang sama bahwa katekese keluarga adalah suatu

bentuk katekese umat yang merupakan bentuk kerja sama antara sejumlah keluarga

yang sedang bertumbuh dalam iman dan menghadapi tugas yang sama yaitu

mendidik iman anak-anak. Dari pengertian di atas, nampaknya semakin jelas bahwa

katekese keluarga merupakan salah satu bentuk kepedulian Gereja terhadap

pendidikan iman dalam keluarga sebagai sarana pembelajaran bagi para orang tua

untuk semakin memperkaya nilai-nilai rohani dalam keluarga dan relasi antar

anggota keluarga. Oleh karena itu Gereja mengambil bagian dalam pembinaan bagi

keluarga Kristiani karena keluarga bukan suatu komunitas biasa tetapi suatu tempat

persemaian dan sekolah iman; bahwa dalam keluarga iman serta pengungkapannya

diperkenalkan, diajarkan dan dihayati (Wignyasumarta, 2000:36).

4. Tujuan Katekese Keluarga

Pesatnya perkembangan teknologi berakibat banyak bagi perkembangan

pribadi manusia. Gereja dan para orang tua mulai khawatir tentang perkembangan

kepribadian anak-anak jika pendidikan iman dalam keluarga tidak diperhatikan. Oleh

karena itu, sebagai salah satu aspek dari katekese umat, katekese keluarga ingin

memberikan kontribusi kepada keluarga-keluarga Kristiani dalam upaya membentuk

keluarga yang hidup berdasar terang Kristus. Menurut Gabriella (1991:1), tujuan dari

katekese kaluarga yakni:

(32)

Kutipan di atas mengemukakan bahwa katekese keluarga ingin

memberikan inspirasi kepada keluarga-keluarga Kristiani khususnya orang tua agar

terdorong untuk menciptakan kesempatan dengan memberikan perhatian dan waktu

untuk berbincang-bincang dan sharing dengan seluruh anggota keluarga mengenai

pengalaman sehari-hari yang direfleksikan dengan bacaan dari Kitab Suci. Dengan

sharing pengalaman hidup yang direfleksikan sesuai dengan bacaan dari Kitab Suci,

seluruh anggota keluarga dapat memahami makna dari pengalaman-pengalaman

hidup yang telah dilalui dan memahami maksud dan tujuan manusia diciptakan yakni

agar manusia dapat memuji dan memuliakan Allah dengan hidup dengan penuh cinta

kasih kepada sesama dan ikut mengemban tugas dalam memperkembangkan Gereja

dan masyarakat.

Menurut Egong, katekese keluarga ingin mengusahakan suatu dialog

yang timbal balik antara semua anggota keluarga, sehingga masing-masing anggota

keluarga menyadari, menumbuhkan, memperkembangkan, dan saling meneguhkan

imannya (1983:24). Melalui katekese keluarga, relasi antar anggota keluarga sebagai

sebuah keluarga Kristiani dan sebagai pribadi yang hidup di tengah masyarakat

menjadi semakin erat dengan menghadirkan cinta kasih Allah dalam tindakan

konkret melalui komunikasi iman dan semangat cinta kasih. Katekese keluarga

diharapkan membawa dampak bagi setiap anggota keluarga agar semakin menyadari

dan memperkembangkan iman dengan saling terbuka satu sama lain. Dengan

keterbukaan yang dilandasi kepercayaan, masing-masing anggota keluarga dapat

(33)

adanya dialog, orang tua dapat lebih mudah menuntun dan membina iman anak-anak

mereka secara terus menerus.

Menurut Dwi Wuryani, tujuan dari katekese keluarga adalah untuk

meyakinkan orang tua bahwa mereka adalah pengajar hidup dalam keluarga, yaitu

pengajar mengenai hidup dan iman di dalam keluarga mereka masing-masing

(1994:72). Tuhan mengamanatkan kepada orang tua untuk membimbing keluarganya

menuju proses kedewasaan (Bonaventura, 2011:3). Oleh karena itu melalui katekese

keluarga, para orang tua diingatkan kembali bahwa merekalah yang sepenuhnya

bertanggung jawab dalam memberikan teladan pengajaran mengenai rohani dan

hidup dalam masyarakat.

5. Sasaran Katekese Keluarga

Dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan, katekis dan

keluarga-keluarga perlu menentukan sasaran yang ingin dicapai agar proses dari katekese

keluarga semakin jelas. Menurut Dwi Wuryani (1994:72), yang menjadi sasaran dari

katekese keluarga adalah:

a. Kelompok suami-isteri (bapak-ibu yang bertanggung jawab langsung pada

anak-anaknya, kepada Tuhan, negara, dan masyarakat sekitarnya).

b. Semua anggota keluarga (ayah-ibu-anak) dan semua sanak saudara yang seiman

dan tinggal serumah.

c. Kaum kerabat, sanak, saudara, yang berkumpul pada suatu kesempatan

sehubungan dengan tradisi atau suatu peringatan.

Kelompok-kelompok di atas menjadi sasaran dalam katekese keluarga

karena merekalah pelaku kehidupan yang memiliki visi dan misi yang sama

(34)

keterkaitan hubungan atau relasi yang memiliki tugas untuk saling membantu dan

memperkembangkan pribadi satu sama lain.

6. Kekhasan Katekese Keluarga

Meskipun katekese keluarga merupakan bagian dari katekese umat, tetapi

katekese keluarga memiliki kekhasan tersendiri untuk membedakan katekese

keluarga dengan katekese yang lainnya. Kekhasan tersebut antara lain:

a. Katekese keluarga bertujuan meyakinkan para orang tua bahwa dirinya

merupakan pengajar hidup, artinya orang tua menjadi pengajar tentang hidup

dan iman dalam keluarga masing-masing (Dwi Wuryani, 1994:73).

b. Katekese keluarga bukan sebagai pengganti pelajaran agama di sekolah dan

paroki. Katekese keluarga mempunyai hubungan dengan katekese lainnya,

dalam arti bahwa katekese keluarga mau memperlihatkan bahwa komunikasi

iman dalam keluarga merupakan dasar dan bantuan dari katekese yang lain.

Dengan kata lain dalam rangka pendidikan iman anak dibutuhkan kerjasama

antara orang tua, guru agama di sekolah dan pastor, katekis dan umat di

wilayah/paroki (Egong,1983:26).

c. Katekese keluarga bukan suatu penataran atau diskusi mengenai persoalan iman.

Katekese keluarga mau menolong orang tua untuk dapat mengambil keputusan

yang tepat mengenai arti dan tujuan hidup dalam terang iman (Dwi Wuryani,

(35)

B.

Pendidikan Iman Anak

1. Pengertian Pendidikan Iman Anak

Pendidikan dapat dikatakan sebagai usaha bersama dalam proses

terpadu-terorganisir untuk membantu manusia mengembangkan dan menyiapkan diri guna

mengambil tempat semestinya dalam pengembangan masyarakat dan dirinya di

hadapan Sang Pencipta (Setyakarjana, 1997:1). Dengan menerima pengajaran,

manusia berproses untuk menjadi pribadi yang berguna dalam hidup di tengah

masyarakat. Dengan terus belajar, manusia dapat mengembangkan kecerdasan,

keterampilan, akal budi yang sudah dimiliki dan kemudian ikut bertanggung jawab

membantu dalam tugas pengembangan masyarakat. Dengan begitu manusia dapat

mengembangkan diri dalam menjalin relasi yang harmonis dengan sesama dan Sang

Pencipta.

Pendidikan yang sangat mendasar adalah pendidikan Iman. Ia menjadi

dasar bagi seluruh proses pendidikan berikutnya. Menurut Adisusanto, pendidikan

iman adalah suatu usaha yang berarti atau relevan untuk membantu umat beriman

menuju ke kedewasaannya secara paripurna (1997:1). Pendidikan iman tidak hanya

menyampaikan pengetahuan iman, tetapi juga membentuk sikap iman.

Terlebih mengenai pendidikan iman anak, perlu perhatian khusus

terutama dari orang tua. Iman berakar dalam ajaran yang kokoh. Orang tidak bisa

percaya tanpa mengetahui apa yang ia percayai. Maka anak-anak harus tahu ajaran

Kristiani agar sampai pada iman yang benar. Dan orang tualah yang harus memenuhi

kebutuhan dan hak anak dalam mendapat pengajaran. Menurut Adisusanto,

pendidikan iman bersifat menyeluruh mencakup semua aspek iman, yaitu

(36)

yang berkembang dalam hidup berimannya tidak hanya tahu akan apa yang

diimaninya, tetapi juga merayakan dalam hidup sakramentil dan menghayatinya

dalam hidup sehari-hari. Iman yang sampai pada tahap penghayatan yang sempurna,

tidak berkembang dengan sendirinya melainkan dengan bantuan berbagai sarana,

orang-orang terdekat, lembaga, dan lain-lain.

Iman tanpa pengolahan secara terus menerus akan menjadi lemah dan

rentan terhadap krisis terutama bagi anak-anak. Oleh karena itu perlu adanya

pendampingan sebagai wujud kepedulian dan kesadaran akan pentingnya pendidikan

iman pada anak usia dini demi perkembangan iman mereka. Menurut Suhardiyanto

(2008:1), Pendidikan Iman Anak adalah segala kegiatan apapun, dalam lingkup

manapun yang dilakukan demi perkembangan iman anak, baik dalam lingkup

keluarga maupun dalam lingkup paroki. Pendampingan dari orang tua adalah dasar

berkembangnya iman anak karena orang tua memiliki otoritas terbesar sebagai

pendidik. Selain itu orang tua adalah pendidik yang pertama dan paling utama (FC

art. 36). Oleh karena itu orang tua harus mengarahkan anak menuju kedewasaan

dengan memberikan bimbingan rohani secara konkret dalam hidup sehari-hari.

Dengan pendampingan secara terus menerus baik dalam keluarga maupun dalam

sekolah atau paroki, iman anak akan semakin berkembang dan merekah. Anak mulai

mengetahui artinya mempercayai dan menemukan pribadi-pribadi Bapa, Putera, dan

Roh Kudus yang dipercayainya (Cooke, 1972:6). Anak mengetahui imannya sebagai

seorang Kristen dan mulai dewasa dalam imannya dengan meyakini bahwa Allah

sungguh ada dan Yesus sebagai putera-Nya sungguh hidup dan Roh Kudus ada

bersamanya karena ia merasakan cinta dan kasih Allah kepadanya. Dalam hal ini

(37)

usaha-usaha manusia untuk menciptakan suasana hidup beriman anak sedemikian rupa,

hingga membantu dan mempermudah perkembangan iman anak.

Pendidikan iman anak sebagai salah satu usaha untuk membantu dan

mempermudah perkembangan iman anak yang bertujuan membimbing anak secara

sadar berdasarkan kehidupan konkret anak menuju kedewasaan imannya. Oleh

karena itu pendidikan iman anak harus dimulai sedini mungkin-sejak lahir dan terus

menerus sampai anak menjadi dewasa (Wignyasumarta, 2000:148). Pendidikan

iman dimulai sejak anak lahir bila memungkinkan dibawa ke Gereja untuk dibaptis.

Pembaptisan bagaikan benih yang ditanam dan kemudian akan tumbuh dan berbuah

kemudian hari. Pertumbuhan iman tergantung dari orang tua dalam membimbing

iman anak-anak mereka. Oleh karena itu, pendidikan iman yang diberikan kepada

anak sejak dini akan menjadi dasar atau pondasi dan bekal bagi anak dalam

mempersiapkan diri menghadapi kehidupan dalam masyarakat. Dan pendidikan iman

harus dilakukan secara terus menerus agar anak semakin mengenal Bapa, Putera dan

Roh Kudus, menghayati iman yang sudah ia pilih dan memahami arti hidup serta

tujuan manusia diciptakan untuk ikut ambil bagian dalam pengembangan masyarakat

dan hidup harmonis dengan sesama manusia dan seluruh ciptaan-Nya.

2. Tujuan Pendidikan Iman Anak

Iman tidak akan berkembang dan semakin hilang jika tidak ada

pendampingan dan pengajaran sejak dini. Melalui pendidikan Kristiani, anak

dihantar pada perjumpaan dengan Pribadi Yesus Kristus (Setyakarjana, 1997:2).

Pendidikan iman anak mengarah pada pemahaman anak akan Allah yang penuh

(38)

yang mengasihi setiap orang yang datang kepada-Nya. Tujuan dari pendidikan iman

itu sendiri yakni menumbuhkan sikap beriman dalam diri anak-anak (KWI, 2011:30).

Dengan sikap beriman, anak-anak siap menyambut kasih Allah dan membalasnya,

serta secara aktif ambil bagian dalam hidup Gereja. Oleh karena itu, anak-anak perlu

dibimbing sejak dini secara bertahap, sesuai dengan tahap perkembangan

kepribadiannya, sehingga mereka semakin menghayati dan mengembangkan kurnia

iman yang telah mereka terima. Dengan demikian, anak yang memperoleh

pendidikan iman sejak dini, akan membekas dalam sanubarinya. Ibarat kain yang

dicelup dalam pewarna dan dibiarkan berhari-hari didalamnya, tidak akan ada

pori-pori sekecil apapun yang tidak terwarnai. Oleh karena itu pendidikan iman semenjak

kecil akan sangat berpengaruh dalam kehidupan anak selanjutnya.

(http://www.scribd.com/doc/19609282/Pendidikan-Iman).

Sedangkan Suhardiyanto (2008:5) mengemukakan bahwa tujuan utama

pendidikan iman anak adalah agar anak-anak peserta PIA memiliki sikap dan

wawasan iman Kristiani, bangga atasnya, serta mampu pula mengungkapkan dan

mewujudkan imannya sesuai usia mereka. Selain menanamkan pemahaman

mengenai Allah yang penuh kasih, anak juga diajarkan mengenai sikap penuh cinta

kasih dalam hidup sehari-hari terhadap sesama dan orang lain yang mencerminkan

sikap orang Kristiani. Selain itu anak juga dibekali dengan pengetahuan tentang

ajaran, peraturan, dan lain sebagainya dalam lingkup agama yang nantinya

diharapkan anak merasa bangga bahwa ia dicintai dan mencintai orang lain serta

mengungkapkannya dalam wujud tindakan dalam hidup sehari-hari sesuai dengan

usia mereka. Anak-anak diperkenalkan dengan Allah sebagai Sang pencipta atas

(39)

segala sesuatu yang ia dapatkan dari Tuhan. Selain itu juga anak-anak diberi

pemahaman bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna dan

memiliki martabat dan derajat yang sama sehingga melalui pemahaman tersebut,

anak-anak belajar menghargai orang lain sebagai wujud cinta kasih kepada Tuhan.

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan iman anak bertujuan terwujudnya

aspek pewartaan, perayaan, dan kesaksian. Dalam hal ini Goretti (1999:82)

mengemukakan beberapa tujuan pendidikan iman sebagai berikut:

a. Menyiapkan situasi lingkungan yang baik bagi anak-anak yang sedang

berkembang.

b. Meningkatkan serta memperdalam pengetahuan agama yang diarahkan ke

penghayatan iman yang nyata sesuai dengan perkembangannya di usia tertentu

(5-13 tahun).

c. Mempersiapkan anak untuk menerima komuni pertama.

d. Meningkatkan serta memperdalam penghayatan anak terhadap liturgi Gereja.

e. Meningkatkan sifat satria, harga-menghargai pribadi orang lain.

f. Memupuk harga diri yang sehat dan wajar. Kritis dalam menanggapi sesuatu

serta menilai tinggi hak hidup setiap makhluk.

3. Pendidikan Iman dalam Keluarga

Sebagai bagian dari Gereja, keluarga-keluarga Kristiani berkewajiban

untuk mengusahakan agar anak-anak memiliki iman yang terwujud dalam

penghayatan hidup. Oleh karena itu, perlu sekali adanya pembinaan bagi anak-anak

sejak usia dini demi tercapainya kedewasaan iman dalam keluarga. Dan keluarga

perlu menyadari bahwa kunci pendidikan iman sepenuhnya ada dalam keluarga.

Menurut Gabriella (1991:10), pendidikan iman dalam keluarga tidak mengikuti suatu

(40)

iman keluarga dan bertumbuh seterusnya. Dalam pengertian tersebut, pendidikan

iman bukan diartikan sebagai sebuah pendidikan formal tetapi pendidikan spontan

yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga dengan dialog,

bercengkrama dll. Kesadaran akan Tuhan dalam keluarga bagi anak-anak usia dini

terjadi dalam peristiwa sehari-hari biasa. Dalam peristiwa sehari-hari inilah anak

mulai mengenal Tuhan dan merasakan kasih-Nya. Dengan begitu iman akan

berkembang dan tumbuh subur dari hari ke hari.

Proses pendidikan dalam keluarga bagi anak-anak merupakan proses

mentransfer nilai-nilai yang diajarkan kepadanya. Melalui pendidikan dalam

keluarga, anak belajar mengenal yang baik dan yang buruk, yang salah dan yang

benar, dsb. Dan dari situlah hati nurani anak mulai dibina dan terbentuk. Agar iman

anak dapat terus bertumbuh, orang tua perlu memberikan pelajaran dan

pendampingan. Menurut Gabriella (1991:12), hal-hal yang perlu dipelajari anak

tentang iman dalam keluarga adalah sebagai berikut:

a. Anak belajar percaya

Proses pertama pendidikan anak dimulai dengan proses penyesuaian diri

anak dengan kebiasaan hidup keluarga dan masyarakat sekitar. Yang penting dalam

proses ini adalah perbuatan iman yang disaksikan karena keluarga yang beriman

sejati kepada Kristus akan tertanam cara hidup sebagai pengikut Kristus dalam diri

anak. Oleh karena itu, tahap ini dapat dikatakan sebagai tahap evangelisasi pertama.

Dan anggota keluarga harus mendampingi anak dalam mengkaji nilai iman dari

cerita Kitab Suci atau peristiwa gerejani.

(41)

Kehidupan dalam keluarga yang penuh kasih sayang, rasa hangat,

kebaikan dan simpati, akan membuat anak bisa bertumbuh dan berkembang dengan

baik. Anak belajar mengenal kasih Allah dari pengalaman kasih yang dialaminya dari

orang tua dan keluarga. Pengalaman kasih merupakan titik pangkal penerimaan diri

sebagaimana dia adanya dan sebagai usaha menghayati cinta kepada sesama. Banyak

mengalami kebaikan dan cinta kasih dalam keluarga merupakan persemaian

pemahaman cinta Allah dan cinta sesama yang dipelajari anak dalam hidup

selanjutnya.

c. Anak belajar hidup sebagai orang Katolik

Dalam keluarga, anak sudah belajar hidup sebagai orang Katolik sebelum

masuk sekolah di mana di sana dia akan berada bersama keluarga Gereja. Hidup

sebagai orang Katolik dipelajari oleh anak dari kegiatan-kegiatan keagamaan yang

ada di dalam keluarga, lingkungan dan paroki. Misalnya anak diajari doa-doa sesuai

ajaran Katolik, diajak dalam pertemuan keagamaan di lingkungan, ke Gereja pada

hari minggu dan hari besar lainnya, dll.

4. Faktor-faktor Perkembangan Iman Anak

a. Faktor Pendukung Perkembangan Iman Anak

Dalam usaha membina iman anak demi berkembangnya iman menuju

kedewasaan, kita perlu memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh secara

dominan dalam perkembangan anak, yakni: keluarga, sekolah, teman sebaya dan

(42)

Dalam keluarga, anak harus dihantar untuk menjalin relasi dengan Tuhan

melalui suatu peristiwa maupun sarana yang ia temukan. Hal tersebut dikarenakan

bahwa perkembangan iman seseorang dipengaruhi oleh suatu pengalaman

mengalami kehadiran Allah secara langsung dalam hidupnya (Allen, 1982:20). Bila

anak-anak secara teratur dipupuk dalam iman melalui doa serta pengajaran Alkitab

dalam keluarga yang penuh kasih, dan hidup dalam lingkungan Kristen yang

membangun, kemungkinan besar mereka akan bertemu dengan Allah yang hidup dan

imannya berkembang secara mendalam dan mantab.

Menurut Gabriella (1991:11), kesadaran akan Tuhan dalam keluarga

timbul melalui rutinitas harian. Demikian pula iman, semua terjadi dalam kesaksian

hidup harian, dan di situlah anak mengenal Allah. Iman berkembang dan disuburkan

dari hari ke hari secara tidak dirumuskan. Secara jelas dikatakan oleh Gabriella,

bahwa untuk menyadari kasih Allah tidak melulu terjadi dalam kegiatan-kegiatan

keagamaan. Justru dalam rutinitas sehari-harilah anak dapat mengenal Allah dengan

merasakan kasih Allah secara nyata dalam kesehariannya. Dengan begitu, dari hari

ke hari iman akan semakin bertumbuh dengan sendirinya.

Dalam faktor di sekolah, anak usia sekolah dasar merupakan masa

pertumbuhan fisik, intelek, sosial dan rohani karena anak-anak usia sekolah memiliki

kemampuan untuk menyerap segala informasi yang ia dapatkan dengan sangat cepat.

Menurut Gabriella (1991:15), sekolah sebagai tempat pembudayaan manusia dari

sudut katekese/pelajaran agama merupakan wadah pembudayaan hidup yang dijiwai

semangat Injil. Pelajaran agama, katekese dan berbagai kegiatan perayaan iman yang

terjadi di sekolah menjadi kesempatan bagi anak untuk mengkaji nilai-nilai Kristiani.

(43)

hal termasuk dalam hal rohani. Melalui pelajaran agama, anak belajar untuk

mengetahui dan ikut ambil bagian dalam kegiatan rohani agar kehidupan rohani atau

imannya semakin terarah dan berkembang.

Teman sebaya merupakan orang yang paling dekat dengan anak-anak

setelah orang tua. Bermain, bercanda, bercengkrama dengan teman sebaya

merupakan rutinitas wajib bagi anak-anak. Melakukan kegiatan dengan teman

sebaya, memberi sumbangan besar bagi perkembangan anak. Melalui hubungan

sosialnya dengan orang lain, hati nurani mulai menunjukkan perkembangan menuju

kedewasaan. Pengertian akan dosa dan pengampunan bertumbuh serta

peraturan-peraturan mulai menjadi penting dalam upacara-upacara ibadah, juga dalam

permainan. Anak sudah dapat membedakan antara Allah dan orang tua mungkin juga

dapat membedakan antara Allah Bapa dan Tuhan Yesus. Anak usia sekolah mulai

menggunakan konsep abstrak untuk menggambarkan Allah (Allen, 1982:42).

Kemajuan teknologi, khususnya media membawa pengaruh bagi

perkembangan anak dalam berbagai faktor baik positif atau negatif. Pola hidup

masyarakat saat ini sangat maju dan serba canggih. Anak-anak turut dimanjakan

dengan berbagai fasilitas untuk memenuhi kebutuhannya. Sebagai sarana pengganti

mainan dan teman bermain, media elektronik maupun cetak nampaknya memiliki

daya pikat terhadap anak-anak di jaman sekarang. Menurut Endang Ekowarni dkk,

kehadiran televisi maupun media massa lain dalam kehidupan anak merupakan

bagian dari sistem sosial, di mana anak tumbuh dan berkembang di dalamnya

(2003:25). Dari media elektronik maupun media yang lain, selain pengetahuan atau

hiburan, anak juga dapat mengakses segala hal yang ingin diketahui sehingga anak

(44)

pengaruh positif saja, tetapi juga ada pengaruh negatif yang ditimbulkan. Untuk

meminimalisir dampak negatif yang dapat ditimbulkan, dalam menggunakan media

elektronik atau media yang lain, orang tua perlu mendampingi anak dengan memilah

program atau informasi yang berkualitas dan bermanfaat bagi anak. Demikian halnya

dengan iman, kemajuan teknologi dapat membantu anak dalam belajar mengenal

Allah melalui tayangan-tayangan yang dapat merangsang kepekaan sosial,

menambah pengetahuan tentang tradisi Gereja dan ajaran-ajaran Kristiani dsb, karena

iman tumbuh melalui penglihatan dan pendengaran.

b. Faktor Penghambat Perkembangan Iman Anak

Anak-anak sangat sensitif terhadap hal-hal yang ada atau yang terjadi di

sekitarnya. Keluarga, lingkungan dan kehidupan sosialnya dapat berpegaruh bagi

perkembangan moral, sosial, psikologi, dan rohani anak (Hurlock, 1988:216).

Anak-anak dikelilingi oleh orang tua, saudara, nenek, kakek dan lainnya. Suasana atau

keadaan yang ada sangat mempengaruhi apalagi jika anak tengah berada dalam

keadaan orang tua yang telah pecah. Selain itu anak-anak juga dipengaruhi oleh

pandangan-pandangan dan sikap hidup mereka yang dapat membawa dampak pada

relasi anak dengan pribadi yang ada di sekitarnya dan juga relasi anak dengan Tuhan

(Setyakarjana, 1997:7). Anak yang berada dalam situasi keluarga yang bermasalah

akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan baik moral, psikologi,

kepribadian, sosial, dan rohani anak. Karena dengan melihat dan merasakan secara

langsung suasana atau keadaan keluarga yang carut marut, hal itu akan membebani

anak karena terbawa dalam kehidupan si anak itu sendiri. Oleh karena itu kestabilan

(45)

karena anak belajar dari cara hidup orang tuanya. Orang tua yang memiliki cara

hidup sebagai seorang Kristiani dalam keluarga, minat anak akan tumbuh dengan

sendirinya mengenai unsur-unsur agama yang ia lihat dari orang tuanya.

Pada masa kanak-kanak, ada dorongan yang kuat untuk bergaul dengan

orang lain dan ingin diterima oleh orang lain (Hurlock, 1988:251). Pada anak usia

sekolah, anak-anak tertarik dalam menjalin relasi dengan orang lain terutama teman

sebaya. Umumnya orang-orang mengikuti perkembangan tuntutan sosial agar dapat

diterima dalam kelompok mereka. Menurut Hurlock (1988:251), penyesuaian diri

terhadap tuntutan sosial memang memiliki banyak manfaat yang positif seperti

belajar hidup bermasyarakat dengan orang lain, kemampuan berbicara semakin

berkembang dan pengetahuan umumnya semakin luas dan sebagainya. Akan tetapi,

tuntutan sosial yang sedemikian rupa berkembangnya seiring perkembangan jaman

juga membawa dampak buruk bagi perkembangan rohani anak-anak. Anak-anak

mudah terpengaruh oleh teman sebayanya. Apalagi jika mereka terpengaruh pada

teman sebaya yang kurang minat bahkan mungkin sama sekali tidak berminat pada

hal-hal rohani. Iman yang semula sudah mulai berkembang, perlahan-lahan akan

semakin merosot. Setiap krisis yang dialami pada masa anak-anak bisa memberikan

peluang bagi timbulnya krisis rohani (Allen, 1982:14). Krisis bisa terjadi karena

unsur dari luar dan dari dalam diri anak itu sendiri. Krisis hidup seperti masalah

uang, putus persahabatan, keluarga dll. Sedangkan krisis dari dalam diri lebih ke

unsur kurangnya kepercayaan diri yang dapat membahayakan perkembangan iman

(46)

5. Usaha-usaha Dalam Membantu Perkembangan Iman Anak

Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, anak akan belajar dari apa

yang ada dan apa yang ditemui di lingkungan sekitarnya. Tingkah laku, cara berbuat

dan berbicara akan ditiru oleh anak (Hasbullah, 1999:28). Oleh karena itu orang tua

sudah semestinya menciptakan suasana yang kondusif (mendukung) dan memberikan

teladan bagi pendidikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Masa kanak-kanak

merupakan masa yang amat penting dan menentukan bagi perkembangan rohani

anak, bahkan menjadi dasar bagi iman kepercayaannya pada masa dewasa. Iman

dikomunikasikan dengan cara yang berbeda-beda, pada tahap yang berbeda-beda

pula, sesuai dengan perkembangan individu. Oleh karena itu, peran orang tua

sangatlah penting dalam memperkembangkan iman anak. Sebagai langkah awal,

orang tua perlu memberikan kasih dan perhatian kepada anak. Karena kasih itu

konsisten sehingga anak-anak akan merasa aman dan terlindung (Allen, 1982:12).

Dengan merasakan kasih dari orang tua, anak memiliki pandangan bahwa Tuhan itu

pengasih dan akan merasa bahwa ia didengarkan dan diperhatikan. Para orang tua

dan pengasuh lainnya mempersiapkan anak itu bagi perkembangan rohaninya dengan

menciptakan lingkungan yang penuh kasih yang mendapat kekuatan serta kestabilan

(kemantapan) dari iman mereka sendiri (Allen, 1982:26). Kasih orang tua merupakan

elemen dasar dan sumber yang menentukan kualitas peran orang tua sebagai

pendidik. Suasana kasih harus ada di dalam rumah, agar orang tua dapat mendidik

anak-anak dengan baik. Maka para orang tua harus menciptakan suasana rumah yang

(47)

Menurut Hurlock (1989:133):

untuk membuat anak kecil mengerti tentang agama, konsep keagamaan diajarkan dalam bahasa sehari-hari dan dengan contoh dari kehidupan sehari-hari. Dengan demikian konsep-konsep menjadi konkret dan realistis. Anak belajar berpikir tentang Tuhan, surga, neraka, malaikat, dan iblis dalam bentuk gambar yang mereka lihat atau cerita yang mereka dengar.

Anak-anak belum bisa diajak berpikir terlalu teologis. Dalam

menanamkan pendidikan iman, anak-anak lebih tertarik diajarkan mengenai

pengetahuan ajaran dan tradisi Gereja melalui gambar, contoh dalam kehidupan

sehari-hari, peraturan-peraturan, serta mengenai dosa dan pengampunan. Dalam

usaha menerapkan aspek iman dalam diri anak, perlu diketahui bahwa iman

merupakan tindakan pengetahuan yang disempurnakan melalui gerakan kehendak

dan pengaruh rahmat. Anak-anak perlu ditanamkan mengenai pengalaman akan

Allah. Dimana dalam setiap peristiwa dan segala sesuatu yang didapat merupakan

rahmat dari Tuhan, untuk itu anak diajari untuk selalu berterimakasih dan bersyukur

kepada Tuhan. Tindakan pengetahuan itu pun mengikuti tahap perkembangan iman

sesuai umur; berkembang sedikit demi sedikit dan tentunya secara

berkesinambungan (Goretti, 1999:4). Dalam memberikan bimbingan kepada anak

sebagai usaha memperkenalkan dan menunjukkan kasih Allah kepada anak dalam

dirinya untuk mengajarkan kepadanya agar selalu bersyukur atas apa yang Tuhan

berikan kepadanya, orang tua perlu menyesuaikan dengan tahap perkembangan anak.

Sebagai contoh, pada usia memasuki taman kanak-kanak, biasanya anak akan

cenderung berperilaku untuk memenuhi kepuasan dirinya (Drost, dkk, 2003:21).

Kepuasan diri seperti ingin makan makanan yang enak atau mendapatkan perhatian

(48)

orang tua dapat memenuhi kebutuhan mereka. Oleh karena itu orang tua perlu

mengajarkan anak untuk mensyukuri hidup (Drost, dkk, 2003:20). Mengajari anak

untuk bersyukur setelah mendapatkan sesuatu yang diinginkan merupakan suatu

usaha untuk memberikan pemahaman dan pengertian pada anak bahwa ketika kita

menginginkan sesuatu, untuk mendapatkannya tidaklah mudah. Untuk mendapatkan

sesuatu yang kita inginkan, kita harus bekerja keras dan berusaha agar apa yang kita

inginkan dapat terpenuhi. Selain itu, orang tua perlu memberikan pemahaman kepada

anak bahwa segala sesuatu yang dimiliki merupakan rahmat yang diberikan oleh

Tuhan melalui orang tuanya. Dengan belajar bersyukur, anak dapat menghargai

setiap usaha orang tua dalam memenuhi kebutuhannya serta dapat memahami bahwa

ia telah mengalami cinta kasih Allah secara nyata dalam rupa terpenuhinya keinginan

baik benda maupun perhatian dengan begitu kerohanian anak berkembang pada saat

ia menjawab panggilan Allah yang bekerja di dalam hidupnya (Allen, 1982:26).

Pada anak-anak mendekati usia sekolah dasar (usia delapan dan sembilan

tahun) mereka memperlihatkan bukan hanya hati nurani yang sedang bertumbuh,

melainkan juga pengertian yang bertumbuh tentang pengampunan atas suatu

kesalahan (Allen, 1982:45). Kombinasi hati nurani yang telah berkembang dengan

rasa bersalah pada saat membuat kesalahan, membuat anak menggambarkan Allah

sebagai seseorang yang bisa diajak bicara bila kita melakukan perbuatan yang salah.

Anak usia sekolah dasar mulai berhubungan dengan Allah secara pribadi melalui doa

spontan yang berupa permohonan kepada Allah untuk menolong dirinya, atau

berterimakasih atas hal-hal yang sudah ia dapatkan.

Doa adalah nafas iman. Maka jika kita ingin menanamkan iman kepada anak-

(49)

mengajari saja, kita perlu berdoa bersama- sama dengan mereka. Dalam setiap

keadaan, baik susah ataupun senang di dalam keluarga, kita perlu berdoa. Dalam

keadaan bersuka cita kita mengucap syukur kepada Tuhan; dan dalam keadaan

berduka, kesulitan, sakit, kita memohon pertolongan-Nya. Firman Tuhan

mengajarkan, “… nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam

doa dan permohonan dengan ucapan syukur” (http://katolisitas.org/6643/peran-orang-tua-dalam-pembinaan-iman-anak).

Dengan doa, orang tua dapat membimbing anak-anaknya mulai peduli

terhadap orang lain dengan mendoakan orang-orang yang sedang kesusahan. Sebagai

contoh: pada saat Ani sedang menonton televisi bersama dengan ibunya, mereka

melihat berita tentang kelaparan yang melanda masyarakat di salah satu bagian di

negara Afrika. Komentar yang terucap dari mulut Ani adalah “kasihan”. Keadaan ini

dapat dimanfaatkan oleh orang tua untuk mengajak anaknya berdoa kepada Tuhan,

mendoakan masyarakat di salah satu bagian di negara Afrika agar diberi rejeki dan

rahmat agar mereka tidak kelaparan lagi. Selain rasa peduli/empati mulai

berkembang dalam diri anak, anak juga belajar bersyukur atas apa yang sudah ia

miliki, dan membuat anak peka terhadap kesulitan orang lain serta dalam doa-doanya

menjadi lebih mementingkan orang lain karena anak-anak bertambah sadar akan

keadaan di sekitarnya dan sudah menaruh lebih banyak perhatian pada dunia pada

saat ia menjelang usia remaja (Allen, 1982: 48).

Di samping penting bagi pertumbuhan iman anak, doa keluarga juga

memegang peran yang penting untuk mempersatukan keluarga, bersama keluarga

untuk memupuk kerukunan dan menumbuhkan kehidupan rohani dalam keluarga.

(50)

melaksakan hal ini, firman Allah digenapi dalam keluarga itu, “Jika dua orang dari

padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan

dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di surga. Sebab di mana dua atau tiga orang

berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Mat 18:19 -20).

C.

Peranan Katekese Keluarga Terhadap Pendidikan Iman Anak

Katekese keluarga diperlukan karena keluarga adalah wadah pertama di

mana anak yang dilahirkan ke dunia hidup dan belajar mengenal Allah dalam

perkembangannya menjadi manusia utuh (Gabriella, 1991:1). Keluargalah tempat

pertama anak belajar berbagai pengetahuan, etika sosial, dan lain sebagainya serta

belajar mengenal Allah dalam hidup sehari-hari seiring pertumbuhan dan

perkembangannya. Perkembangan iman merupakan kebutuhan yang harus dimulai

dari keluarga dan lingkungan. Oleh karena itu, dasar-dasar untuk iman tidak hanya

ditanamkan dalam diri anak itu saja, tetapi juga dalam diri orang tuanya sementara

mereka bertumbuh dalam hubungan mereka satu sama lain dan dengan Allah (Allen,

1982:26). Oleh karena itu, kebutuhan rohani orang tua harus diberi prioritas karena

iman orang tua menunjang kepercayaan yang timbul dalam diri anak. Orang tua

harus mengkomunikasikan suatu pengertian akan makna dalam cara mereka

membimbing anak-anak (Allen, 1982:26 dan 89). Pendampingan dan pembinaan

sangat diperlukan bagi para orang tua agar tugas mereka menjadi semakin jelas dan

semakin terang. Pendampingan keluarga itu sendiri berarti mendampingi keluarga

secara menyeluruh dalam segala situasinya yang harus disesuaikan dengan kondisi

Gambar

Tabel 1 : Identitas Responden
Tabel 2 :
tabel 2 pada item no 5 juga menunjukkan bahwa ada 5 orang responden dengan
Tabel 3 : Faktor-faktor pendukung dan penghambat orang tua berperan dalam
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi peternakan di Indonesia saat ini sedang mengalami masalah karena maraknya virus avian influenza (AI) dan penyakit anthrax. Adanya kasus ini secara tidak langsung

• Anestesi dan Perawatan Intensif: meliputi pokok bahasan tentang resusitasi, anaestesia dan analgesia, manajemen kasus kegawatdaruratan di rumah sakit • Ilmu Penyakit Kulit

digunakan sebagai media pembelajaran. Flip book ini bisa digunakan secara individu maupun kelompok. Seperti halnya media pembelajaran lainnya, flip book mempunyai

Jenis pompa perpindahan positif (positive displacement pump) dipilih dengan pertimbangan pompa dapat mengalirkan larutan asam fosfat secara konstan pada flow rate 55m3/h (242 gpm)

3(d) terlihat bahwa system dengan nilai CR=1,4 dan CR=0,8 dapat menurunkan PAPR sekitar 8dB dan 10 dB terhadap system tanpa teknik reduksi untuk probabilitas

Konsentrasi merkuri yang tinggi dalam conto tailing pada umumnya disebabkan oleh proses amalgamasi yang tidak sempurna. Dari uji coba yang dilakukan di daerah Cineam

(5) RKA-SKPD yang telah disempurnakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihimpun oleh PPKD dan selanjutnya disampaikan oleh Bupati kepada DPRD untuk

Pengamatan dan sensus populasi burung rangkong dilakukan pada dua kondisi habitat yaitu kawasan blok hutan Bukit Tangah Pulau (hutan sekunder dan hutan bekas