• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya meningkatkan peranan orang tua sebagai pendidik iman anak melalui katekese di Stasi Santo Mikael Poncowati Paroki Santa Lidwina Bandar Jaya Lampung Tengah - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Upaya meningkatkan peranan orang tua sebagai pendidik iman anak melalui katekese di Stasi Santo Mikael Poncowati Paroki Santa Lidwina Bandar Jaya Lampung Tengah - USD Repository"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

i

UPAYA MENINGKATKAN PERANAN ORANG TUA SEBAGAI PENDIDIK IMAN ANAK MELALUI KATEKESE DI STASI SANTO MIKAEL

PONCOWATI PAROKI SANTA LIDWINA BANDAR JAYA LAMPUNG TENGAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh :

Yohanes Ari Subandono 071124004

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada kedua orang tuaku (Paulus Subono/Bernadeta Lego Indriyati), istri (Yohana), kakak (Iin), adik (Andri), dan seluruh umat di stasi Santo Mikael Poncowati paroki St. Lidwina Bandar Jaya Lampung Tengah yang

(5)

v

MOTTO

Bukan masalah lingkungan yang baik atau buruk, tetapi sejauh mana kita dapat menimba ilmu yang baik

(6)
(7)
(8)

viii

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “UPAYA MENINGKATKAN PERANAN ORANG TUA SEBAGAI PENDIDIK IMAN ANAK MELALUI KATEKESE DI STASI SANTO MIKAEL PONCOWATI PAROKI SANTA LIDWINA BANDAR JAYA LAMPUNG TENGAH”. Penulis memilih judul ini berdasarkan keprihatinan yang penulis lihat sehubungan dengan pelaksanaan pendidikan iman anak di stasi Poncowati, paroki St. Lidwina, Bandar Jaya, Lampung Tengah. Pada kenyataannya, peranan orang tua dalam pendidikan iman anak belum terlaksana dengan baik. Para orang tua masih sering mengabaikan dan kurang memberikan prioritas bagi pendidikan iman anak karena harus memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Banyak orang tua yang merasa telah cukup memberikan pendidikan iman anak hanya melalui pendidikan formal di sekolah dan pendidikan iman yang didapatkan dari Gereja. Penulis tertarik untuk menulis skripsi ini supaya dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua dan sekaligus memberikan semangat kepada orang tua untuk dapat meningkatkan peranannya sebagai pendidik iman anak. Peran orang tua dalam pendidikan iman anak perlu terus ditingkatkan agar anak semakin bertumbuh dan berkembang imannya menuju arah kedewasaan.

Skripsi ini membahas tentang persoalan bagaimana cara menggerakkan orang tua Katolik di stasi Poncowati supaya lebih dapat meningkatkan perannya sebagai pendidik iman anak. Untuk menjawab persoalan ini maka penulis mengadakan studi pustaka serta penelitian di lapangan. Studi pustaka yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pandangan Gereja tentang tugas dan tanggung jawab orang tua dalam pendidikan iman anak. Sedangkan penelitian di lapangan dilakukan untuk mengetahui sejauh mana peran orang tua sebagai pendidik iman anak telah dilaksanakan di stasi Poncowati.

(9)

ix ABSTRACT

This small thesis entitled " EFFORTS TO INCREASE THE ROLE OF PARENTS AS EDUCATORS OF CHILDREN’S FAITH THROUGH CATECHESIS IN SAINT MICHAEL PONCOWATI DISTRICT SAINT LIDWINA PARISH BANDAR JAYA CENTRAL LAMPUNG " . The author chose this title based on the concern of the author about the implementation of children’s faith education in Poncowati district, Saint Lidwina Parish. In fact, the role of parents in children’s faith education has not done well so far. The parents still have concern and do not give enough priority to children’s faith because they must fulfill their family’s basic need. Many parents think thast it is enough to educate children’s faith trough formal education in school and the Church. The author interested in writing this paper in order to contribute ideas to the parents and give encouragement so that they are able to increase their role as educators of children’s faith. The role of parents needs to be increased so that children faith can grow and develop in the direction of maturity.

This small thesis discusses the issue on how to encourage the Catholic parents in Poncowati district so that they can enhance more in their role as educators of children’s faith. To answer this question, the author conducted a literature review and research in the field. Literature study conducted aimed to determine the views of the Church, the duties and responsibilities of parents in the education of children’s faith. Meanwhile, research in the field was conducted to determine the extent of the role of parents as children’s faith educator in Poncowati’s district.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebab hanya karena kasih-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul UPAYA MENINGKATKAN PERANAN ORANG TUA SEBAGAI PENDIDIK IMAN ANAK MELALUI KATEKESE KELUARGA DI STASI PONCOWATI PAROKI SANTA LIDWINA BANDAR JAYA LAMPUNG TENGAH. selama proses penulisan dan penyusunan karya tulis ini, penulis merasakan rahmat kasih dan kebaikan Allah melalui uluran tangan banyak pihak, terutama dari:

1. Drs. FX. Heryatno Wono Wulung., SJ., M.Ed. selaku Kaprodi IPPAK Universitas Sanata Dharma sekaligus dosen pembimbing utama yang selalu mendampingi, membantu, membimbing dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. YH. Bintang Nusantara, SFK. M.Hum selaku dosen penguji yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. P. Banyu Dewa HS, S.Ag, M.Si selaku dosen penguji yang telah berkenan membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Segenap staf dosen dan karyawan Prodi IPPAK (Pak Bari, Pak Wid, Mbak Wulan, Mas Diono, Pak Bambang ndut, dll) Universitas Sanata Dharma yang secara tidak langsung selalu memberikan dorongan kepada penulis.

(11)
(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penulisan ... 4

D. Manfaat Penulisan ... 5

E. Metode Penulisan ... 6

F. Sistematikan Penulisan ... 6

BAB II. ORANG TUA DALAM KELUARGA KRISTIANI SEBAGAI PENDIDIK IMAN ANAK ... 8

(13)

xiii

1. Dasar-dasar tugas dan tanggung jawab orang tua

sebagai pendidik iman anak ... 10

a. Dasar Biblis ... 10

b. Dasar Dokumen Gereja ... 11

2. Orang Tua Katolik... 12

3. Keluarga Kristiani ... 12

4. Hak dan Kewajiban sebagai Orang Tua Katolik ... 14

B. PENDIDIKAN IMAN ANAK ... 15

1. Pengertian Pendidikan Iman ... 15

a. Pendidikan... 15

b. Iman ... 17

c. Pendidikan Iman Anak ... 18

2. Dasar-dasar Pendidikan Iman Anak ... 19

3. Tujuan Pendidikan Iman Anak ... 20

4. Bentuk-bentuk Pendidikan Iman Anak ... 22

5. Urgensi Pendidikan Iman Anak ... 26

C. PERANAN ORANG TUA KATOLIK DALAM PENDIDIKAN IMAN ANAK ... 27

1. Orang Tua sebagai Teladan ... 28

2. Orang Tua sebagai Pendidik ... 29

3. Orang Tua sebagai Saksi Iman ... 30

BAB III. PERANAN ORANG TUA KATOLIK DI STASI SANTO MIKAEL PONCOWATI DALAM PENDIDIKAN IMAN ANAK ... 31

(14)

xiv

1. Sejarah Paroki St. Lidwina ... 32

2. Batas-batas Geografis Paroki St. Lidwina Bandar Jaya ... 34

3. Situasi Umum Lingkungan dan Umat Paroki St. Lidwina Bandar Jaya ... 35

B. GAMBARAN UMUM STASI SANTO MIKAEL PONCOWATI... 36

1. Situasi umum Lingkungan dan Umat Stasi St. Mikael Poncowati ... 36

2. Perkembangan Umat Stasi St. Mikael Poncowati ... 37

a. Perkembangan Jumlah Umat Stasi Poncowati ... 37

b. Kegiatan umat Stasi Poncowati ... 38

c. Keprihatinan-keprihatinan Umat Stasi Poncowati ... 39

C. PENELITIAN PERANAN ORANG TUA SEBAGAI PENDIDIK IMAN ANAK ... 40

1. Latar Belakang Penelitian ... 40

2. Tujuan Penelitian ... 42

3. Jenis Penelitian ... 43

4. Instrumen Pengumpulan Data ... 43

5. Responden Penelitian ... 44

6. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ... 45

7. Variabel Penelitian ... 45

D. LAPORAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN... 46

1. Kuesioner Tertutup... 46

2. Wawancara ... 69

(15)

xv

BAB IV. USAHA MENINGKATKAN KESADARAN ORANG TUA SEBAGAI PENDIDIK IMAN ANAK YANG UTAMA MELALUI

KATEKESE MODEL SHARED CHRITIAN PRAXIS ... 79

A. Katekese Model Shared Christian Praxis ... 79

1. Pengertian Katekese ... 79

2. Tujuan Katekese ... 80

3. Shared Christian Praxis ... 82

a. Shared ... 82

b. Christian ... 82

c. Praxis ... 83

4. Langkah-langkah katekese model Shared Christian Praxis ... 83

B. Program Pelaksanaan dalam Rangka Peningkatan Kesadaran Orang Tua akan Perannya dalam Pendidikan Iman Anak ... 85

1. Latar Belakang Penyusunan Program Katekese Keluarga ... 85

2. Usulan Tema ... 86

3. Gambaran Pelaksanaan Program... 88

C. Penjabaran Program ... 89

D. Contoh Persiapan Katekese Keluarga ... 91

BAB V. PENUTUP ... 103

A. Kesimpulan ... 103

B. Saran ... 105

Daftar Pustaka ... 107

LAMPIRAN ... 109

(16)

xvi

Lampiran 2 : Surat untuk Melaksanakan Penelitian di Stasi Santo Mikael

Poncowati ... (2)

Lampiran 3 : Contoh Hasil Penelitian ... (3)

Lampiran 4 : Pertanyaan Wawancara ... (9)

Lampiran 5 : Transkrip Wawancara ... (10)

(17)

xvii

DAFTAR SINGKATAN A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. Dipersembahkan kepada umat Katolik oleh Dirjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV. Ende: Arnoldus, 1984/1985, h. 8.

B. Singkatan Lain Art : Artikel

CT : Catechesi Tradendae DKV : Dokumen Konsili Vatikan DV : Dei Verbum

FC : Familiaris Consortio GE : Gravissimum Educationis GS : Gaudium et Spes

Kan : Kanon

KGK : Katekismus Gereja Katolik KHK : Kitab Hukum Kanonik KK : Kepala Keluarga

KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia LG : Lumen Gentium

MB : Madah Bakti

(18)

xviii

PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia PNS : Pegawai Negeri Sipil

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

(20)

Anak-anak akan selalu melihat dan bercermin kepada orang tua baik yang dikatakan maupun yang dilakukan oleh orang tua. Sebagai akibatnya anak mudah dipengaruhi oleh lingkungan yang tidak sehat. Bila pendidikan anak dari dasar kurang diperhatikan dengan baik, dasar-dasar pokok yang seharusnya mereka pegang atau mereka kuasai sebagai orang Kristen tidak mereka dapatkan dari keluarga.

(21)

Poncowati belum dapat menjalankan perannya untuk mendidik iman anak di keluarga masing-masing.

(22)

mungkin untuk dapat memberikan jaminan pendidikan iman bagi anak-anak mereka sesuai dengan iman Kristiani.

Berdasarkan kenyataan dan latar belakang tersebut maka penulis memilih judul skripsi “UPAYA MENINGKATKAN PERANAN ORANG TUA SEBAGAI

PENDIDIK IMAN ANAK MELALUI KATEKESE DI STASI SANTO MIKAEL PONCOWATI PAROKI SANTA LIDWINA BANDAR JAYA LAMPUNG TENGAH”. Dari judul skripsi ini penulis ingin mengajak orang tua untuk merefleksikan tugasnya sebagai keluarga Kristen dalam hidup berkeluarga serta meningkatkan perannya terutama sebagai pendidik iman anak.

B. Rumusan Masalah

Dari beberapa keprihatinan yang diuraikan dalam latar belakang, maka penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran orang tua Katolik yang ideal untuk menjalankan perannya sebagai pendidik iman anak?

2. Sejauh mana peran orang tua Katolik di Stasi Poncowati telah melaksanakan peran mereka sebagai pendidik iman untuk anak-anaknya?

3. Bagaimana cara menggerakkan orang tua Katolik di Stasi Poncowati supaya lebih dapat meningkatkan perannya sebagai pendidik iman anak?

C. Tujuan Penulisan

(23)

1. Memaparkan tugas dan tanggung jawab orang tua dalam kehidupan berkeluarga. 2. Memaparkan gambaran orang tua Katolik yang ideal terutama dalam peran

utama dan pertamanya sebagai pendidik iman anak yang tak tergantikan.

3. Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka meningkatkan kesadaran orang tua katolik dalam perannya sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama melaui katekese keluarga.

4. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

D. Manfaat Penulisan

Dengan penulisan ini maka diharapkan adanya suatu hasil yang berdaya guna baik bagi diri sendiri, orang lain maupun masyarakat Gereja.

1. Memberikan sumbangan pemikiran kepada setiap orang tua khususnya orang tua Katolik di Stasi Santo Mikael Poncowati mengenai urgensi tanggung jawab orang tua bagi pemndidik iman anak.

2. Memberikan motivasi kepada orang tua untuk dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai orang tua dalam pendidikan iman anak.

(24)

E. Metode Penulisan

Dalam tulisan ini penulis menggunakan metode deskriptif analitis di mana penulis akan memberikan gambaran peran orang tua sebagai pendidik iman anak berdasarkan studi kepustakaan beserta gambaran situasi konkret stasi Santo Mikael Poncowati menurut pengamatan serta pengalaman penulis. Berdasarkan studi kepustakaan dan pengamatan penulis maka penulis akan memberikan gambaran mengenai bagaimana meningkatkan peran orang tua Katolik dalam kewajibannya untuk mendidik iman anak.

F. Sistematikan Penulisan

Untuk mengetaui secara garis besar penulisan “Upaya Meningkatkan Peranan

Orang Tua sebagai Pendidik Iman Anak Melalui Katekese di Stasi Santo Mikael Poncowati Paroki Santa Lidwina Bandar Jaya Lampung Tengah”, maka penulis memberikan setematika penulisan sebagai berikut :

Bab I menyajikan pendahuluan yang meliputi latar belakang penulisan, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan

(25)

pendidikan iman anak, tujuan pendidikan iman anak, bentuk-bentuk pendidikan iman anak dan topik yang terakhir urgensi pendidikan iman anak

Bab III menyajikan gambaran umum Paroki Santa Lidwina desain penelitian, penelitian sederhana dengan kuisioner dan wawancara mengenai sejauh mana tugas dan tanggung jawab orang tua sebagai pendidik iman anak telah dilaksanakan dalam keluarga, kemudian dilanjutkan dengan laporan dan pembahasan penelitian serta kesimpulan.

Bab IV akan menyajikan tentang pengertian katekese, tujuan katekese, langkah-langkah katekese model Shared Christian Praxis serta latar belakang pemilihan program peningkatan kesadaran orang tua akan perannya dalam pendidikan iman anak melalui katekese keluarga. Kemudian ditutup dengan contoh persiapan katekese khusus orang tua dengan model Shared Christian Praxis.

(26)

BAB II

ORANG TUA DALAM KELUARGA KRISTIANI SEBAGAI PENDIDIK IMAN ANAK

Pada bab I, penulis telah mencoba melihat dan menggali permasalahan orang tua yang ada di Stasi Poncowati berkaitan dengan perannya sebagai pendidik iman anak. Setelah menemukan beberapa permasalahan yang berhubungan dengan peranan orang tua Katolik dalam pendidikan iman anak maka penulis merasa bahwa sangatlah penting untuk memberikan pemahaman serta mengingatkan peranan dan tanggung jawab mereka sebagai pendidik iman anak yang utama.

Untuk mengingatkan kembali akan hak dan tanggung jawab orang tua Kristiani, maka dalam bab II ini penulis akan menyajikan hal-hal mendasar pentingnya peran serta hak dan tanggung jawab orang tua bagi pendidikan iman anak berdasarkan apa yang tertulis dalam Kitab Suci, Dokumen Gereja dan pandangan dari para ahli.

(27)

iman anak, bentuk-bentuk pendidikan iman anak dan topik yang terakhir urgensi pendidikan iman anak. Pada bagian kedua ini akan diuraikan berdasarkan Kitab Suci, Dokumen Gereja, serta pandangan-pandangan dari para ahli berkaitan dengan setiap topik yang dibahas. Bagian ketiga, peranan orang tua Katolik dalam pendidikan iman anak yang terdiri dari topik-topik: Dasar-dasar tugas dan tanggung jawab orang tua sebagai pendidik iman anak, orang tua sebagai teladan, orang tua sebagai pendidik dan yang terakhir orang tua sebagai saksi iman. Topik yang pertama akan membahas hal-hal yang mendasari tentang bagaimana orang tua memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik iman berdasarkan apa yang tertulis dalam Kitab Suci (dasar Biblis) serta berdasarkan apa yang tertulis dalam Dokumen Gereja baik dari Dokumen Konsili Vatikan II, Kitab Hukum Kanonik serta dari dokumen Familiaris Consortio (FC). Topik-topik selanjutnya dalam bagian tiga akan diuraikan berdasarkan dari Kitab Suci, Dokumen Gereja, serta pandangan dari para ahli yang berkaitan dengan topik yang dibahas.

A. ORANG TUA KATOLIK DI DALAM KELUARGA KRISTIANI

Setiap anggota keluarga Kristiani menjadi penerima sekaligus pula menjadi pewarta Injil. Para orang tua tidak hanya mewartakan Injil kepada anak-anaknya, tetapi serentak juga diinjili oleh mereka (Yeremias, 2003:18).

(28)

diperkaya oleh rahmat sakramen perkawinan, maka keluarga Kristiani menerima segala daya dan kekuatan baru untuk mewartakan iman, menguduskan, dan mentransformasikan dunia seturut rencana Allah. Masa depan umat manusia berada di tangan keluarga yang kuat dan tangguh untuk membekali generasi mendatang dengan kehidupan yang lebih manusiawi dan Kristiani. Oleh karena itu, keluarga Kristiani harus lebih dahulu menghayati jati dirinya sebagai persekutuan kasih dan hidup seturut rencana Allah (Yeremias, 2003:18).

1. Dasar-dasar tugas dan tanggung jawab orang tua sebagai pendidik iman anak

a. Dasar Biblis

Orang tua merupakan wakil Tuhan di dunia ini untuk mendidik, mendampingi, melindungi serta mengarahkan perkembangan iman anak-anaknya, sehingga hidup iman anak tidak menyimpang dari jalan yang benar sesuai dengan ajaran iman Kristiani. Dalam Kitab Suci pun dikatakan bahwa orang tua hendaknya memberikan pendidikan bagi kaum mudanya, “Didiklah orang muda menurut jalan

yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun tidak akan menyimpang” (Amsal 22:6). Selain dari pada pendidikan yang diberikan orang tua bagi anak-anaknya maka nasehat-nasehat diperlukan juga guna mengarahkan iman anak sesuai dengan yang dikatakan Rasul Paulus “Dan kamu, Bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarahmu di

(29)

b. Dasar Dokumen Gereja

Pendidikan yang pertama dan utama bagi anak adalah berasal dari orang tua di dalam keluarga masing-masing. Orang tua adalah yang pertama-tama memiliki hak dan kewajiban yang tidak dapat diganggu-gugat untuk mendidik anak-anak mereka (GE, art. 6). Tugas mendidik anak berakar dalam panggilan utama suami-istri untuk berperanserta dalam karya penciptaan Allah (FC, art. 36). Konsili Vatikan II juga mengingatkan bahwa “karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak -anak, maka terikat kewajiban amat berat untuk mendidik mereka”.

Hak dan kewajiban orang tua untuk mendidik anak bersifat hakiki karena berkaitan dengan penyaluran hidup manusiawi, asali dan utama karena berkaitan dengan peranserta terhadap orang-orang lain dalam pendidikan dan bersifat tak tergantikan atau tidak dapat diambil alih karena tidak dapat diserahkan sepenuhnya hak dan tanggung jawab orang tua kepada orang lain (FC, art. 36).

Hidup keluarga merupakan panggilan Allah yang khas bagi manusia. Panggilan yang khas tersebut juga ditegaskan dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) kanon 226 “Mereka yang hidup dalam status perkawinan, sesuai dengan panggilan

khasnya, terikat kewajiban khusus untuk berusaha membangun umat Allah melalui perkawinan dan keluarga”.

(30)

2. Orang Tua Katolik

Orang tua adalah individu-individu yang merupakan bagian dari anggota keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu kandung yang oleh karena mereka maka terciptalah individu baru yaitu anak. Orang tua dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai “ayah dan ibu kandung.“ (Poerwadarminta, 1987: 688). Orang tua

adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirkannya (Kartono, 1982 : 27). Orang tua adalah setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu.” (Nasution:1986 : 1).

Orang tua yang sungguh- sungguh menjalankan tugasnya sebagai pendidik utama dalam keluarga telah menjadi bentara pesan injil Tuhan Yesus yang pertama dan utama. Orang tua dapat menjalankan tugas ini jika ia sendiri mengalami keteraturan hidup dan berdisiplin diri dalam kehidupan hariannya. Dengan cara demikian ia dan sikapnya menjadi acuan bagi anak-anak dalam belajar untuk menjadi pribadi yang dewasa (http://yohanesharing.blogspot.com/2012/09/.html).

3. Keluarga Kristiani

(31)

tercipta suasana yang nyaman serta setiap pribadi yang ada di dalam keluarga dapat sungguh-sungguh merasakan sebagai pribadi yang utuh serta merasakan cinta kasih dari setiap anggota keluarga.

Landasan utama dalam hidup keluarga adalah cinta kasih. Dengan adanya cinta kasih maka setiap anggota keluarga akan dapat mengalami keharmonisan dan kerukunan dalam hidup. Dalam hal ini KWI (2011:10) mengatakan:

Keluarga adalah komunitas pertama dan asal mula keberadaan setiap manusia dan merupakan “persekutuan pribadi-pribadi” (Communio Personarum) yang hidupnya berdasarkan dan bersumber pada cinta kasih. Kasih sejati dalam keluarga adalah kasih yang membuahkan kebaikan bagi semua anggota keluarga.

(32)

Keluarga merupakan suatu tempat bagi pendidikan untuk memperkaya kemanusiaan. Supaya keluarga mampu mencapai kepenuhan hidup dan misinya, diperlukan komunikasi hati penuh kebaikan, kesepakatan suami istri, dan kerja sama orang tua yang tekun dalam pendidikan anak-anak. Kehadiran aktif ayah sangat membantu pembinaan mereka, tetapi juga pengurusan rumah tangga oleh ibu, yang terutama dibutuhkan oleh anak-anak yang masih muda perlu dijamin, tanpa maksud supaya pengembangan peranan sosial wanita yang sewajarnya dikesampingkan (GS. art 52).

4. Hak dan Kewajiban sebagai Orang Tua Katolik

Orang tua adalah partner Allah dalam menciptakan manusia baru yang berarti bahwa setiap laki-laki dan perempuan yang telah dipersatukan oleh Allah terbuka bagi kelahiran seorang anak. Dengan kata lain bahwa Allah telah memanggil mereka untuk secara khusus berperanserta dalam cinta kasih dan kekuasaan-Nya sebagai pencipta dan bapa, melalui kerja sama mereka secara bebas dan bertanggung jawab menyalurkan kurnia kehidupan manusiawi (FC, art. 28). Seperti yang tertulis dalam Injil “sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan

isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu” (Mrk, 10:7-8). Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman

(33)

Dalam Dokumen Konsili Vatikan II juga dikemukakan bahwa: “Orangtualah

yang pertama-tama mempunyai kewajiban dan hak yang pantang diganggu-gugat untuk mendidik anak-anak mereka” (GE, art:6).

Dengan demikian orang tua memiliki hak dan tanggung jawab untuk memelihara anak-anak serta menjamin bagi pendidikan dan pembinaan anak-anak mereka. Tanggung jawab bagi pendidikan dan pembinaan iman anak tersebut tak dapat tergantikan oleh siapa pun.

B. PENDIDIKAN IMAN ANAK

1. Pengertian Pendidikan Iman

a. Pendidikan

Setiap manusia untuk dapat berkembang menuju ke arah kematangan dan kedewasaan baik dari segi kognitif maupun afeksinya tidak dapat terlepas dari suatu pendidikan, baik pendidikan formal maupun non-formal. Pendidikan yang terencana sangatlah mutlak diperlukan bagi perkembangan setiap manusia. Dalam UU No. 20 tahun 2003, dikemukakan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

(34)

yang kondusif bagi kelancaran proses pembelajaran peserta didiknya. Pendidikan merupakan sesuatu yang dilaksanakan secara sadar dan terencana yang memiliki arah serta tujuan bagi para peserta didiknya agar dapat mengembangkan segala potensi dalam dirinya dalam segala aspek, baik aspek kognitif, afektif serta keterampilan yang diperlukan untuk dapat digunakan dalam hidup bermasyarakat, beragama, berbangsa dan bernegara..

Dalam tulisannya, Setyakarjana menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu usaha bersama dalam proses terpadu-terorganisir untuk membantu manusia mengembangkan dan menyiapkan diri guna mengambil tempat semestinya dalam pengembangan masyarakat dan dirinya di hadapan Sang Pencipta (1997:1). Dengan mendapatkan pengajaran serta terus belajar, maka manusia dapat mengembangkan kecerdasan, keterampilan, akal budi yang sudah dimilikinya. Dengan demikian manusia tersebut ikut serta bertanggung jawab dalam tugas pengembangan masyarakat yang dengan demikian secara otomatis manusia tersebut semakin dapat mengembangkan diri serta dapat menjalin relasi yang harmonis baik dengan sesama manusia maupun Sang Pencipta.

(35)

b. Iman

Iman adalah penyerahan total manusia kepada Allah yang menyatakan diri tidak karena terpaksa, melainkan “dengan sukarela”, (KWI, 1996:128). Dari sini diperlukan adanya kesadaran dari manusia untuk dapat sungguh-sungguh menanggapi panggilan dan sapaan Allah, berusaha untuk terus mencari dan mengikuti kehendak Allah malalui sikap dan tindakan nyata setiap harinya. Dalam iman, manusia menyadari dan mengakui bahwa Allah yang tak-terbatas berkenan memasuki hidup manusia yang serba terbatas, menyapa dan memanggilnya. Iman berarti jawaban atas panggilan Allah, penyerahan pribadi kepada Allah yang menjumpai manusia secara pribadi juga (KWI, 1996:129)

Iman memberikan manusia suatu kesadaran akan cinta kasih Allah yang selalu menyapa, memanggil manusia sekaligus merasuk dalam kehidupannya. Dengan menyadari hal itu, maka manusialah yang bertugas untuk memberikan jawaban atas panggilan Allah, dan melakukan penyerahan diri seutuhnya terhadap Allah yang menjumpai manusia secara pribadi. Iman menjadi suatu jawaban atas panggilan Allah melalui sikap hidup sebagai orang Kristiani yang sejati. Manusia akan menemukan imannya bila dirinya mengalami pengalaman religius yang sungguh memberikan penyadaran akan karya Allah terhadap manusia (KWI, 1996: 129).

(36)

nyata akan imannya dan akan tanggapannya pada sapaan Allah. Ikatan antara pribadi manusia dengan Allah secara utuh merupakan anugerah yang adikodrati dari wahyu Allah untuk manusia. Iman menjadi anugerah yang terindah yang telah Tuhan berikan kepada manusia maka dari itu umat memiliki kewajiban untuk memperkembangkannya (KGK 50).

Setiap orang yang memiliki iman maka di dalam dirinya akan terus terpancar harapan dan kasih. Semangat hidup pun akan terus bernyala sehingga dapat memandang segala sesuatunya baik. “Seseorang yang beriman kepada Allah

mempunyai damai sejahtera dan mampu mempercayai orang lain. Suatu perasaan bahwa “semua akan menjadi beres” akan meresap terus dalam dirinya. Tanpa iman

seseorang akan takut dan kawatir” (Allen, 1982: 86). Dengan iman yang teguh seseorang akan menjadi merdeka, merdeka dari segala ketakutan dan kecemasan karena ia percaya bahwa segala sesuatunya akan menjadi baik dalam tangan Tuhan. Dalam iman manusia akan menyadari dan mengakui Allah yang tak terbatas selalu melindunginya dan akan menuntunnya setiap saat sehingga segala permasalahan atau tantangan hidup pasti akan dapat terselesaikan seturut dengan kehendak dan rencana Allah. Ia percaya bahwa Allah karena kasih-Nya akan membebaskannya dari belenggu rasa takut dan cemas.

c. Pendidikan Iman Anak

(37)

berarti atau relevan untuk membantu umat beriman menuju ke kedewasaannya secara paripurna (Adisusanto, 1997:1). Pendidikan iman tidak hanya terbatas untuk menyampaikan hal-hal pengetahuan tentang iman saja, namun lebih dari itu, pendidikan iman juga menyangkut tindakan serta sikap iman secara konkret.

Pendidikan iman anak adalah segala kegiatan apapun, dalam lingkup manapun yang dilakukan demi perkembangan iman anak, baik dalam lingkup keluarga, maupun dalam lingkup paroki (Suhardiyanto, 2008:1) sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan iman anak dapat dilaksanakan dalam lingkup manapun, baik dalam lingkup keluarga maupun dalam lingkup paroki. Akan tetapi perlu diingat kembali bahwa untuk pendidikan iman anak yang pertama adalah dimulai dalam lingkup keluarga karena orang tua sendirilah pelaku dan pemegang hak dan tanggung jawab sebagai pendidik iman yang utama (FC art. 36).

2. Dasar-dasar Pendidikan Iman Anak

(38)

Orang Kristiani yang telah dilahirkan kembali dari air dan Roh adalah putra-putri Allah, dan karena itu mereka berhak menerima pendidikan Kristiani bertujuan mematangkan pribadi manusia, yaitu menjadi manusia sempurna sesuai dengan kepenuhan Kristus (bdk. Ef 4: 13). Konsili Vatikan II dalam hal ini mengingatkan, agar semua orang beriman menikmati pendidikan Kristiani, terutama angkatan muda yang merupakan harapan Gereja.

Setiap orang yang telah dibabtis maka akan terlahir kembali dalam roh. Setiap manusia yang terlahir memerlukan pendidikan untuk dapat memperkembangkan pengetahuannya. Demikian orang yang telah dibabtis memerlukan pendidikan iman secara berkesinambungan demi menjaga dan memperkembangkan iman yang telah dimilikinya. Pendidikan merupakan hak setiap orang beriman terutama bagi anak-anak dan kaum mudanya yang masih sangat membutuhkan pendidikan untuk memperkembangkan imannya. Pendidikan iman yang diberikan tersebut bertujuan untuk mematangkan dan mendewasakan imannya sehingga setiap orang yang dibabtis pada akhirnya akan mampu mempertanggungjawabkan imannya.

3. Tujuan Pendidikan Iman Anak

(39)

mereka (Suhardiyanto, 2008:5). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan iman anak diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Supaya anak semakin dapat mengetahui tentang ajarannya imannya serta semakin bertambah pula pengetahuan tentang ajaran imannya sehingga dengan demikian akan membantu anak dalam pertumbuhan iman yang pada akhirnya akan dapat menjadi anggota Gereja yang mau aktif di lingkungannya.

b. Untuk memperkenalkan, menumbuhkan serta memupuk iman anak kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya sehingga dapat diamalkan dan dihayati melalui sikap dan tindakan hidupnya sehari-hari.

c. Membentuk pribadi anak yang beriman kepada Allah, sehingga iman itu dapat menjadi bekal bagi anak-anak sampai mereka menjadi dewasa yang pada akhirnya akan dapat dipertanggungjawabkan dengan memegang teguh imannya dan tidak meninggalkan Allah yang telah mereka imani sejak kecil.

d. Meningkatkan dan memperdalam pemahaman anak tentang ibadat ke arah penghayatan hingga menyentuh hati.

Dalam tulisannya, Goretti (1999:82) mengemukakan beberapa tujuan dari pendidikan iman anak, antara lain:

a. Menyiapkan situasi lingkungan yang baik bagi anak-anak yang sedang berkembang.

(40)

c. Mempersiapkan anak untuk menerima komuni pertama.

d. Meningkatkan serta memperdalam penghayatan anak terhadap liturgi Gereja. e. Meningkatkan sifat satria, harga-menghargai pribadi orang lain.

f. Memupuk harga diri yang sehat dan wajar, kritis dalam menanggapi sesuatu serta menilai tinggi hak hidup setiap makhluk.

4. Bentuk-bentuk Pendidikan Iman Anak

(41)

pertumbuhan iman yang baik karena orang tua sendiri selain memberikan kesaksian akan cinta Kristus kepada manusia sekaligus memberikan keteladanan hidup bagi anak-anak mereka dengan hidup penuh rasa cinta, kasih, pengampunan dan pengorbanan.

Sebagai kaum awam yang mengarungi hidup berkeluarga terutama bagi para orang tua, maka mereka memiliki hak dan tanggung jawab yang tak tergantikan untuk memberikan pendidikan iman bagi anak-anak mereka (GE, art. 6). Orang tua dituntut untuk dapat memberikan pendidikan serta teladan hidup bagi anak-anak mereka sesuai dengan ajaran Kristiani. Adapun bentuk-bentuk dari pendidikan iman anak yang dapat diberikan orang tua bagi anak adalah sebagai berikut:

a. Mengajak anak untuk berdoa bersama dalam keluarga

(42)

b. Mengajak anak untuk membaca Kitab Suci bersama dalam keluarga

Dengan membaca Kitab Suci berarti kita akan mengenal Kristus, pengenalan akan Yesus Kristus ini lebih mulia dari segala sesuatu (DV, art. 25). Banyak orang-orang telah mendapatkan pengalaman serta kekuatan iman yang mengagumkan dengan membaca Kitab Suci. Namun demikian, Kitab Suci bukan saja untuk dibaca namun sudah seharusnya untuk dapat diamalkan dan dilaksanakan secara nyata dalam hidup sehari-hari. Seperti ada tertulis “Tetapi hendaknya kamu menjadi pelaku firman dan bukan pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri” (Yak

1:22)

c. Mengajak anak berhimpun untuk perayaan Ekaristi atau Sabda

(43)

d. Mengajak anak untuk melibatkan diri dalam kehidupan jemaat Kristiani khususnya dan dalam masyarakat pada umumnya.

Gereja dalah Tubuh Kristus, setiap anggotanya memiliki peran dan tugas yang khas, yang tak tergantikan (Kor. 12:12-31). Maka setiap anggota jemaat harus sungguh terlibat dalam semua segi kehidupan Gereja baik dalam persekutuan, liturgi, pewartaan dan pelayanan. Keteladanan orang tua untuk terlibat aktif dalam hidup menggereja merupakan guru yang baik bagi anak. Selain terlibat dalam hidup menggereja, umat Kristiani juga dituntut untuk secara aktif terlibat dalam kehidupan bermasyarakat pada umumnya. Dengan keterlibatan secara aktif dalam masyarakat maka dari situ setiap umat Kristiani diharapkan untuk dapat memberikan kontribusi yang positif dalam masyarakat sehingga dapat sungguh-sungguh menjadi garam dan terang dunia.

e. Memberikan bimbingan kepada anak untuk pemeriksaan batin, mengaku dosa di hadapan imam, serta berpantang dan berpuasa.

(44)

Adapun bentuk-bentuk lain dari pendidikan iman anak adalah pendidikan sosial, dimana anak sejak dini diajari dan diberikan keteladanan tentang sikap hidup seperti sikap melayani dengan penuh kasih, sikap untuk bergaul dengan orang lain, sikap untuk mau mendengarkan dan memperhatikan, sikap menghargai serta sikap saling tenggang rasa dan berempati kepada orang lain yang sedang menderita dan berkesusahan.

5. Urgensi Pendidikan Iman Anak

Hakikat terpenting dari seluruh proses pendidikan iman adalah agar anak berkembang di dalam iman mereka sehingga mampu terlibat dan bertanggungjawab di dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dalam konteks pendidikan iman Katolik, anak perlu dibantu untuk mengenal misteri karya keselamatan Allah, belajar bersyukur atas berbagai karunia, serta belajar menghayati hidup sebagai manusia baru (bdk. GE art. 2). Hal-hal tersebut meliputi unsur penyampaian pengetahuan, pendidikan liturgi, pembentukan moral, mengajar berdoa, pendidikan hidup berkomunitas, dan pendidikan misioner (bdk. Direktorium Katekese Umum 1977).

(45)

komprehensif terhadap pentingnya pembinaan dan pengembangan iman ini. Paul Suparno (dalam Majalah Basis, 2003/6-7: 31-33) mensinyalir bahwa pendidikan agama di sekolah terlalu menekankan segi kognitif, itupun disampaikan dengan sistem indoktrinasi dan kurang memberikan perhatian pada unsur-unsur kemanusiaan, serta menekankan pada ibadah formal sehingga kurang memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengolah dan mendalami imannya sendiri. Oleh karena itu diharapkan pendidikan agama yang ada disekolah-sekolah tidak melulu menekankan pada perkembangan dari aspek kognitif saja namun juga perlu diimbangi dengan pendidikan yang menyentuh aspek afeksi dimana anak dididik untuk saling melayani, rela berkorban, mengasihi sesama, solider dan berempati dengan sesama yang berkesusahan. Dengan demikian pengetahuan anak akan imannya dapat terwujud secara konkret melalui sikap hidupnya sehari-hari.

C. PERANAN ORANG TUA KATOLIK DALAM PENDIDIKAN IMAN ANAK

(46)

Kesempatan dan situasi pertama yang mempengaruhi kehidupan anak adalah keluarga. Sifat-sifat dasar dan sikap hidup yang baik dari para orang tua merupakan contoh dan teladan yang baik bagi perkembangan anak. Dalam keluarga, anak akan belajar bagaimana memiliki sikap hidup untuk saling menghormati, memiliki rasa tepa selira, memiliki sopan-santun dan anak juga akan belajar bagaimana dia akan memperlakukan orang lain seperti apa yang ingin orang lain perlakukan bagi dia. Seperti apa yang tertulis dalam Injil “Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka” (Luk. 6:31)

Apabila sikap hidup yang baik tersebut telah dimiliki oleh setiap orang tua, maka anak akan tinggal mengikutinya dan rumah akan menjadi tempat yang penuh damai dan sukacita.

1. Orang Tua sebagai Teladan

Keluarga kristiani merupakan tempat untuk pewartaan Injil, seperti yang di ungkapkan dalam Familiaris Consortio:

Begitulah keluarga Kristen menjalankan peranan kenabiannya dengan menyambut setulus hati serta menyiarkan sabda Allah. Keluarga dari hari ke hari makin berkembang sebagai persekutuan yang beriman dan mewartakan Injil (FG art. 51).

(47)

hidup dan tindakan konkret orang tua yang menghayati dan mengamalkan Injil inilah yang akan memberikan pelajaran dan teladan hidup bagi anak-anak mereka. Teladan hidup yang baik yang dapat orang tua berikan kepada anak-anaknya tersebut antara lain dengan sikap dan perilaku yang penuh dengan kasih sayang, penuh keakraban, serta selalu jujur dan terbuka kepada anak-anaknya. Untuk itu, keteladanan dari orang tua menjadi hal yang penting guna membantu tumbuh kembangnya iman anak (CT, art. 68).

2. Orang Tua sebagai Pendidik

Pendidikan berakar dalam peran serta orang tua dalam karya penciptaan Allah. Oleh karena itu, misi pendidikan meminta kepada setiap orang tua agar ikut serta mengamalkan kewibawaan dan cinta kasih Allah Bapa dan Kristus Sang Gembala sendiri, dan ikut mengamalkan cinta kasih Bunda Gereja. Hal ini menuntut orang tua untuk selalu berperan aktif mendampingi dan mendidik anak-anak dalam pertumbuhan mereka sebagai manusia dan orang kristiani (FC, art. 38).

(48)

3. Orang Tua sebagai Saksi Iman

Orang tua tidak hanya cukup memberikan pengetahuan kepada anak siapa itu Yesus, bagaimana aturan Gereja, bagaimana cara berdoa dan hal-hal lain yang menyangkut pengetahuan. Namun lebih dari itu, tugas utama yang diberikan Gereja bagi orang tua Kristiani adalah agar mampu menjadi pelaku dan saksi iman sendiri. Menjadi saksi iman berarti mengarah pada kenyataan hidup dan kepada kebenarannya (Bernard, 1972:6). Dalam Dokumen Konsili Vatikan II juga ditegaskan bahwa “Demikianlah setiap orang awam, karena kurnia-kurnia yang diterimanya, menjadi

saksidan sarana hidup bagi perutusan Gereja sendiri, (LG, art. 33)”.

(49)

BAB III

PERANAN ORANG TUA KATOLIK DI STASI PONCOWATI DALAM PENDIDIKAN IMAN ANAK

Menjalankan hak dan tanggung jawabnya sebagai orang tua Katolik tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Dalam menjalankan hak dan kewajibannya sebagai orang tua Katolik, tentu semua ini tidak terlepas dari segala hambatan dan tantangan. Namun selain dari adanya tantangan dan hambatan, tentu saja ada hal-hal yang menjadi pendukung bagi para orang tua Katolik untuk menjalankan hak dan kewajibannya sebagai pendidik iman anak.

(50)

A. GAMBARAN UMUM PAROKI ST. LIDWINA BANDAR JAYA

Mengingat belum adanya catatan sejarah yang telah ditulis dalam bentuk buku mengenai berdirinya Paroki St. Lidwina Bandar Jaya maka uraian mengenai latar belakang sejarah dan situasi umat Paroki St. Lidwina Bandar Jaya di bawah ini berdasarkan dokumen-dokumen yang tercatat di sekretariat Paroki St. Lidwina Bandar Jaya, hasil wawancara dengan para sesepuh (orang tua yang masih hidup dan mengetahui sejarah Paroki St. Lidwina Bandar Jaya) serta hasil pengamatan penulis selama penulis tinggal di wilayah Paroki St. Lidwina Bandar Jaya.

1. Sejarah Paroki St. Lidwina

Pada tahun 1954 Bandar Jaya dibuka sebagai daerah transmigrasi dari pulau Jawa, terutama dari daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Saat itu umat Katolik berjumlah 10 kepala keluarga (KK) yang terpisah-pisah di daerah Bandar Jaya dan Simpang Agung. Romo Oonk, SCJ yang berasal dari Paroki Metro mencoba untuk menghimpun umat Katolik di wilayah tersebut, namun penghimpunan tersebut masih dipusatkan di daerah Simpang Agung (sebelah barat desa Bandar Jaya). Berkat usaha Romo Oonk, SCJ beserta bapak AM. Sudibyo (katekis pertama di daerah tersebut) maka pada tahun 1955 umat Simpang Agung dapat mengadakan ibadat sabda yang pertama.

(51)

berasal dari Kota Bumi. Tahun 1965 datanglah seorang katekis bernama Hadi Soekarto untuk membantu Romo Borst, SCJ melayani umat. Setiap kegiatan peribadatan Ekaristi diadakan di rumah Bapak Hadi Soekarto. Seiring bertambahnya jumlah umat, maka Keuskupan Tanjung Karang membeli sebidang tanah dan rumah yang berlokasi di Prosida (terletak antara Bandar Jaya dan Simpang Agung). Pada tahun 1967, diadakanlah upaya untuk menjadikan daerah Bandar Jaya, Prosida, Simpang Agung dan sekitarnya untuk menjadi Paroki sendiri sebagai pemekaran wilayah. Pada akhirnya pada tahun 1968 upaya tersebut terwujud sehingga menjadi paroki sendiri yang dipimpin oleh Romo Paroki Van Froen Hoven, SCJ. dan terpisah dari paroki Kota Bumi.

Tahun 1971 merupakan tahun yang menjadi titik sejarah berdirinya gereja St. Lidwina sebagai Paroki. Pada tahun ini, penduduk asli di wilayah Prosida dan Simpang Agung rupanya kurang menyukai akan adanya gereja di wilayah ini. Oleh karena itu sempat terjadi perselisihan antara umat Katolik dengan penduduk di wilayah tersebut. Pada akhirnya, seorang kepala suku dari daerah Rantau Jaya menawarkan sebidang tanah untuk mendirikan gereja. Lokasi tersebut terletak di wilayah Bandar Jaya. Pada tahun 1971 dibangunlah sebuah gereja dan pastoran yang terletak di Bandar Jaya. Mulai pada saat itu Bandar Jaya ditetapkan sebagai Paroki dengan nama Paroki St. Lidwina yang dipimpin oleh Romo Paroki Sounder Meijer, SCJ.

(52)

telah menjadi 6700 orang. Pada tahun 2005, stasi Fajar Mataram yang semula menjadi salah satu stasi Paroki Bandar Jaya memisahkan diri dan menjadi Paroki Fajar Mataram. Pada ulang tahun paroki yang ke-40 tahun atau tahun 2001 Bandar Sakti yang semula menjadi salah satu stasi Bandar Jaya memisahkan diri dan berdiri menjadi Paroki sendiri. Berhubung adanya pemekaran wilayah tersebut, maka hingga tahun 2013 jumlah umat paroki Bandar Jaya menjadi 2483 orang.

2. Batas-batas Geografis Paroki St. Lidwina Bandar Jaya

Paroki St. Lidwina Bandar Jaya terletak kurang lebih 60 km sebelah utara ibu kota Bandar Lampung. Adapun perbatasan-perbatasan wilayah paroki St. Lidwina Bandar jaya adalah sebagai brikut:

a. Sebelah Timur

Sebelah timur paroki Bandar jaya berbatasan langsung dengan paroki Fajar Mataram yang berjarak kurang lebih 15 km.

b. Sebelah Selatan

Sebelah selatan paroki Bandar Jaya berbatasan langsung dengan dua paroki yaitu paroki Metro dan paroki Kota Gajah yang massing-masing berjarak kurang lebih 35 km.

c. Sebelah Barat

(53)

d. Sebelah Utara

Sebelah utara paroki Bandar Jaya berbatasan langsung dengan paroki Bandar Sakti yang berjarak kurang lebih 25 km.

3. Situasi Umum Lingkungan dan Umat Paroki St. Lidwina Bandar Jaya

Wilayah Bandar Jaya dan sekitarnya merupakan daerah yang memiliki mayoritas pemeluk agama Islam. Namun selama ini, hubungan antara pemeluk agama mayoritas (Islam) dengan agama Katolik cukup baik dan harmonis. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana antar umat beragama saling mengunjungi saat agama tertentu merayakan hari raya keagamaan masing-masing (saling anjang sana). Selain hal tersebut sering pula diadakan acara dialog dan doa bersama lintas agama yang biasanya diadakan di lapangan Kabupaten Gunung Sugih. Kemajemukan agama yang ada di wilayah Bandar Jaya cukup membawa dampak bagi perkembangan iman umat terbukti dengan tidak sedikit umat yang menikah beda agama. Hal yang lebih memprihatinkan adalah dengan menikah di luar Gereja atau meninggalkan iman Katoliknya. Ini merupakan hal-hal yang sangat mendesak untuk mendapatkan perhatian.

(54)

Lampung, Sunda dan etnis Tionghoa. Latar belakang pekerjaan umat paroki adalah pegawai negeri sipil, pegawai perusahaan swasta, tentara, polisi, petani dan wiraswasta (pedagang). Mengingat latar belakang pekerjaan umat paroki St. Lidwina Bandar Jaya terkadang umat tidak dapat menghadiri acara Gereja karena harus mengemban tugas atau kelelahan setelah melaksanakan pekerjaannya. Namun patut disyukuri, secara garis besar umat aktif dan terlibat dalam kegiatan menggereja sehingga sudah seharusnya dapat ditingkatkan keterlibatannya dalam Gereja.

B. GAMBARAN UMUM STASI SANTO MIKAEL PONCOWATI

1. Situasi umum Lingkungan dan Umat Stasi St. Mikael Poncowati

(55)

Stasi Poncowati merupakan Stasi yang dikelilingi oleh 4 stasi lain dan langsung berbatasan dengan stasi Poncowati yang keseluruhannya masih termasuk Paroki St. Lidwina Bandar Jaya, di antaranya: sebelah timur berbatasan dengan Stasi Margomulyo, sebelah selatan berbatasan dengan Stasi Yukum Jaya, sebelah barat berbatasan dengan Stasi Purnama Tunggal, dan sebelah utara berbatasan dengan Stasi Tanjung Ratu Terbanggi Besar. Stasi Poncowati memiliki sebuah kapel yang digunakan untuk kegiatan peribadatan umat, susteran atau tempat tinggal bagi para Suster Hati Kudus yang bertugas melayani umat, serta sebuah gedung pertemuan.

Mata pencaharian umat Katolik di Stasi Poncowati terdiri dari berbagai macam pekerjaan, di antaranya: pegawai negeri, karyawan swasta, petani, dan wiraswasta baik berdagang maupun pemborong. Karena berbagai macam pekerjaan yang dimiliki oleh umat katolik Stasi Poncowati maka ritme, pola hidup dan dinamika masing-masing umatnya sangat bervariasi. Dinamika hidup umat yang bervariasi tersebut membuat umat tidak selalu dapat terlibat aktif dalam kegiatan menggereja terlebih lagi akan perannya yang utama sebagai pendidik iman anak dalam keluarga. Hal ini menjadi sesuatu yang memprihatinkan yang perlu segera untuk ditanggulangi.

2. Perkembangan Umat Stasi St. Mikael Poncowati

a. Perkembangan Jumlah Umat Stasi Poncowati

(56)

awalnya, Stasi Poncowati yang didirikan sejak tahun 1971 di bawah naungan Paroki St. Lidwina Bandar Jaya hanya terdiri dari 20 kepala keluarga (KK). Seiring dengan bertambahnya waktu maka bertambah pula jumlah umat Katolik menjadi 115 KK atau kurang lebih 400 umat pada tahun 2013. Pertambahan jumlah umat tersebut dikarenakan baik karena kelahiran ataupun adanya pendatang baru yang masuk dalam Stasi Poncowati.

Pertumbuhan jumlah umat ini pula memberikan pertumbuhan jumlah kring yang ada di Stasi Poncowati. Semula Stasi Poncowati dibagi menjadi 3 kring, yaitu: kring St. Antonius, kring St. Paulus, dan kring St. Thomas. Dengan bertambahnya jumlah umat maka dimekarkanlah menjadi 4 kring. Satu kring hasil pemekaran tersebut diberi nama kring St. Stefanus. Tiap-tiap kring memiliki kegiatan sendiri terutama doa bersama dalam kring yang dilaksanakan seminggu sekali sesuai dengan jadwal yang telah disepakati.

b. Kegiatan umat Stasi Poncowati

Adapun kegiatan-kegiatan umat di Stasi Poncowati adalah sebagai berikut: 1.) Doa bersama di dalam Kring masing-masing satu minggu sekali

2.) Doa Taize yang dilaksanakan setiap hari jumat pukul 15.00 WIB yang bertempat di kapel

(57)

5.) Ziarah ke Goa Maria yang dilaksanakan tiap nulan Maria atau bulan Rosario (dilaksanakan sesekali/tidak rutin)

6.) Rapat pengurus stasi yang dilaksanakan setiap bulan sekali

Kegiatan-kegiatan tersebut sebagian besar dilaksanakan di kapel atau di rumah-rumah umat sesuai dengan yang disepakati.

c. Keprihatinan-keprihatinan Umat Stasi Poncowati

(58)

masing-masing. Namun yang menjadi pertanyaan apakah semua orang tua Katolik telah sadar dan benar-benar memperjuangkan bagi pendidikan iman anaknya di dalam keluarga masing-masing? Selama ini pendidikan iman anak yang berada di stasi Poncowati didapatkan dari sekolah minggu atau di sekolah yang diberikan hanya seminggu sekali. Sekolah minggu ini diadakan jika ada perayaan Ekaristi. Tetapi bila tidak ada perayaan Ekaristi maka sekolah minggu pun ditiadakan. Ini berarti anak-anak sangat kurang untuk mendapatkan pendidikan iman yang seharusnya diberikan sesering mungkin serta berkesinambungan.

C. PENELITIAN PERANAN ORANG TUA SEBAGAI PENDIDIK IMAN ANAK

1. Latar Belakang Penelitian

Hidup berkeluarga merupakan panggilan dari Allah. Seorang laki-laki dan seorang perempuan dipanggil dan dipersatukan oleh Allah melalui perkawinan. Dari situlah suami dan istri akan dijadikan oleh Allah sebagai partner untuk menciptakan manusia baru, dimana dari perkawinan mereka akan lahir seorang anak. Panggilan dari Allah ini merupakan panggilan untuk hidup suci melalui pengabdian dan pelayanan di dalam keluarga. Panggilan suci tersebut menuntut orang tua untuk senantiasa memenuhi segala kebutuhan hidup baik jasmani maupun rohani keluarga terutama anak-anak mereka.

(59)

terabaikan. Tidak semua orang tua Katolik sadar dan setia menjalankan tugasnya sebagai pendidik iman anak yang utama. Tidak sedikit orang tua yang berpikir dan bekerja keras demi memenuhi kebutuhan anak yang hanya bersifat pemenuhan jasmani saja, baik sandang, pangan dan papan. Mereka berpikir untuk pendidikan iman anak sudah cukup didapatkan dari Gereja dan sekolah saja.

Untuk menjamin pendidikan iman anak yang sungguh benar harus dimulai dari keluarga. Orang tua perlu terus belajar dan mengembangkan diri dalam segi pengetahuan akan imannya sehingga pada akhirnya pengetahuan tersebut dapat digunakan untuk mendidik iman anaknya. Keterbatasan pengetahuan akan ajaran iman merupakan salah satu hambatan bagi orang tua untuk dapat menjalankan hak dan kewajibannya sebagai pendidik iman anak. Menjadi pendidik anak berarti orang tua harus memiliki kesadaran, pengetahuan serta pengalaman yang mencukupi. Tanpa adanya kesadaran, pengetahuan serta pengalaman yang mencukupi rasanya akan sulit bagi orang tua Katolik untuk menjadi pendidik iman anak yang ideal.

(60)

dewasa dengan mudah kedua anaknya meninggalkan Gereja atau imannya karena melaksanakan perkawinan dengan pasangannya yang berbeda iman dan agama.

Pertumbuhan dan perkembangan iman anak tidak akan pernah terlepas dari peranserta orang tua sebagai pendidiknya. Mau tidak mau, setiap orang tua Katolik harus dapat menumbuhkan kesadarannya serta hak dan tanggung jawabnya sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis akan menggali dengan mencari data agar dapat mengetahui sejauh mana peran orang tua Katolik di stasi Poncowati telah menjalankan perannya sebagai pendidik iman anak. Dengan demikian penulis akan dapat memberikan sumbangan pemikiran agar para orang tua semakin menyadari serta dapat menjalankan hak dan tanggung jawabnya sebagai pendidik iman anak sesuai dengan apa yang menjadi harapan Gereja.

2. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui sejauh mana para orang tua di Stasi Poncowati telah menjalankan perannya sebagai pendidik iman anak.

b. Mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat atau pendukung bagi para orang tua di Stasi Poncowati untuk menjalankan perannya sebagai pendidik iman anak.

(61)

3. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode deskriptif analitis. Penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian di mana data yang berupa kalimat atau kata dideskripsikan secara verbal. Metode deskriptis analitis merupakan metode yang menganalisis suatu data yang ditinjau dari dua hal yakni kenyataan dan ketentuan yang ada (Suharsimi Arikunto, 1997:230).

4. Instrumen Pengumpulan Data

(62)

pengertian saja dan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Oleh karena itu penulis menggunakan wawancara sebagai alat untuk mengumpulkan data sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan kuisioner tertutup dan wawancara. Kuesioner tertutup merupakan kuesioner yang disusun dengan menyediakan pilihan jawaban, sehingga responden hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih.

5. Responden Penelitian

(63)

Untuk menentukan responden penulis menggunakan teknik purposif sampling dimana pengambilan subyek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Suharsimi Arikunto, 1997:117). Sedangkan responden yang dipilih berdasarkan rekomendasi dari ketua stasi yang bersangkutan. Hal ini dilakukan dengan harapan bahwa responden yang dipilih sungguh-sungguh dapat merepresentasikan umat katolik seluruhnya di stasi Poncowati.

6. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April 2014 yang bertempat di Stasi Poncowati. Angket akan disebarkan pada saat ada doa bersama yang dilaksanakan dalam Kring.

7. Variabel Penelitian

Berkaitan dengan judul skripsi yang penulis ambil, maka dalam penelitian ini penulis mengelompokkan variabel yang tercakup dalam penelitian ke dalam tabel berikut:

Kisi-kisi Kuesioner Penelitian

No. Variabel No Item Jumlah

(64)

No. Variabel No Item Jumlah

pendidik iman anak yang utama 10

2. Faktor pendukung dan penghambat 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20

10

3. (Wawancara)

Harapan orang tua untuk meningkatkan perannya sebagai pendidik iman anak melalui usulan katekese keluarga

1, 2, 3, 4, dan 5

5

Jumlah item pernyataan dan pertanyaan

25

D. LAPORAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

1. Kuesioner Tertutup

Hasil penelitian yang terdiri dari 30 orang responden orang tua katolik baik ayah atau ibu yang berada di stasi Poncowati

a. Identitas Responden

(65)
(66)

Dari data di atas maka dapat dilihat bahwa usia responden terbanyak yang mengisi kuesioner adalah di antara usia 41-50 tahun dengan prosentase 40% sedangkan untuk jenis pekerjaan dari 30 orang responden sebagian besar merupakan pegawai swasta, wiraswasta dan buruh serta sisanya adalah pegawai negeri sipil.

b. Peran orang tua Katolik sebagai pendidik iman anak yang utama Tabel 2 :

(67)

No. Pernyataan Jumlah %

3. Orang tua mengajarkan kepada anak untuk selalu bersyukur baik dalam

(68)

No. Pernyataan Jumlah %

(69)

No. Pernyataan Jumlah %

9. Orang tua mengajarkan untuk hidup saling mengasihi dan memaafkan 10. Orang tua mengajarkan kepada anak

untuk berani mengakui kesalahan dan bertanggung jawab terutama sejauh mana orang tua Katolik telah melaksanakan kewajibannya sebagai pendidik iman anak.

(70)

12 orang responden dengan jumlah prosentase 40%. Hal ini sesuai dengan pengamatan penulis bahwa melaksanakan doa bersama dalam kelurga di stasi Poncowati ini memang belum sepenuhnya dapat dilaksanakan oleh orang tua karena berbagai macam kesibukan serta belum ada niat yang tulus untuk melaksanakan doa bersama. Kesadaran akan pentingnya doa bersama dalam keluarga ini selain untuk dapat membangun komunikasi yang baik dalam keluarga juga yang terpenting adalah berkat dan rahmat dari Tuhan untuk menjalani kehidupan sehari-hari dalam melaksanakan rutinitas perkerjaan. Keselarasan antara bekerja dan berdoa ini seringkali terabaikan karena kesibukan, banyak orang tua yang lebih mementingkan pekerjaan sehingga kehidupan doa dalam keluarga menjadi redup.

(71)

maka dapat dilihat bahwa kebiasaan baik untuk membaca Kitab Suci bersama seluruh anggota keluarga setiap hari kurang disadari maupun dilaksanakan dalam keluarga. Dapat dikatakan bahwa orang tua kurang dapat memberikan bimbingan dan kebiasaan bagi anak-anaknya untuk membaca Kitab Suci setiap hari.

Pada item no 3 dengan pernyataan orang tua mengajarkan kepada anak untuk selalu bersyukur baik dalam suka maupun duka, maka didapatkan data sebagai berikut : dari 30 orang responden, 22 orang responden dengan jumlah prosentase 73,3% menyatakan selalu bersyukur baik dalam suka maupun duka, 6 orang responden dengan jumlah prosentase 20% menyatakan sering, 2 orang responden dengan jumlah prosentase 6,7% menyatakan kadang-kadang. Kebiasaan untuk selalu bersyukur dalam suka dan duka merupakan hal baik yang harus senantiasa diwujudkan dalam keluarga. Dari data di atas maka dapat dilihat sebagian besar responden yang ada di stasi Poncowati menyatakan selalu mengucap syukur dalam suka dan duka. Hal ini menjadi fondasi yang baik dalam mendidik iman anak karena anak yang hidup dalam situasi keluarga yang selalu bersyukur maka anak tersebut terdidik pula untuk menjadi manusia yang rendah hati dan selalu bersandar pada Tuhan.

(72)

jumlah prosentase 26,7% menyatakan sering memberikan cerita tentang orang-orang Kudus atau Santo/Santa untuk dapat menjadi teladan hidup, 9 orang responden dengan prosentase 30% menyatakan kadang-kadang memberikan cerita tentang orang-orang Kudus atau Santo/Santa untuk dapat menjadi teladan hidup, 7 orang responden dengan prosentase 23,3% menyatakan pernah memberikan cerita tentang orang-orang kudus atau Santo/Santa untuk dapat menjadi teladan hidup, dan yang terakhir 1 orang responden dengan prosentase 3,3% menyatakan tidak pernah memberikan cerita tentang orang-orang Kudus atau Santo/Santa untuk dapat menjadi teladan hidup. Dari data di atas maka dapat dilihat bahwa orang tua yang ada di stasi Poncowati kurang memberikan cerita mengenai orang-orang Kudus sehingga banyak anak-anak yang tidak mengenal orang-orang Kudus serta keteladanan iman dari orang-orang Kudus tersebut. Hal ini terjadi karena seringkali intensitas pertemuan orang tua dengan anak sangat sedikit sehingga kesempatan untuk bercerita hampir tidak ada. Selain dari waktu yang tidak mencukupi, menurut pengamatan penulis bahwa banyak orang tua yang tidak mengetahui tentang cerita orang-orang Kudus sehingga tidak mampu bercerita kepada anak-anaknya. Hal ini membuat anak seringkali justru meneladan tokoh-tokoh film kartun atau film yang lainnya dari pada meneladan iman orang Kudus.

(73)

orang responden dengan prosentase 30% menyatakan sering mengajak anak untuk sharing/berbagi pengalaman apa yang terjadi setiap hari. 8 orang responden dengan

prosentase 26,7% menyatakan kadang-kadang mengajak anak untuk sharing/berbagi pengalaman apa yang terjadi setiap hari. Sedangkan sisa dari jumlah responden sebanyak 6 orang responden dengan prosentase 20% menyatakan pernah mengajak anak untuk sharing/berbagi pengalaman apa yang terjadi setiap hari. Bertemu dan berbincang-bincang antar anggota keluarga sangat mutlak dibutuhkan karena hal ini dilakukan demi membangun sebuah komunikasi dan relasi yang baik. Kurangnya komunikasi antar anggota keluarga dapat mengakibatkan kurang harmonisnya antar pribadi dalam keluarga. Dari 30 responden, ada 6 responden yang menyatakan pernah mengajak anaknya untuk sharing. Hal ini cukup memprihatinkan, karena yang menjadi harapan adalah orang tua dapat sesering mungkin bahkan setiap hari untuk selalu berbagi dan berkomunikasi dengan anaknya agar orang tua selalu dapat memantau perkembangan anak itu sendiri.

(74)

memberikan dorongan agar anak terlibat aktif dalam kegiatan Gereja. Alasan orang tua mendorong anaknya untuk terlibat aktif dalam kegiatan Gereja dikarenakan banyak orang tua yang melihat bahwa sekarang ini banyak pergaulan di luar Gereja yang kurang baik serta dapat merusak kepribadian dan moral anak sehingga orang tua berusaha keras mendorong anaknya untuk terlibat dalam kegiatan Gereja untuk menghindari hal-hal tersebut. Namun patut disayangkan pula bahwa orang tua Katolik di stasi Poncowati belum 100% dari jumlah 30 orang responden benar-benar telah melaksanakan kewajibannya sebagai pendidik iman anak melalui cara memberikan dorongan agar anak selalu terlibat dalam kegiatan Gereja. Hal ini terjadi karena sering kali orang tua berpikir bahwa mengikuti les-les pelajaran dianggap lebih penting demi untuk mencapai prestasi di dunia pendidikan formal. Kesadaran orang tua di stasi Poncowati perlu ditingkatkan lagi untuk mendorong anak-anaknya agar sungguh dapat terlibat aktif dalam kegiatan Gereja.

(75)

pengamatan penulis, hal ini dilakukan hanya sebatas sebagai rutinitas saja. Anak-anak kurang diberi pengertian dan pemahaman untuk dapat mengikuti Misa secara khusuk sehingga kalau pun anak datang pada perayaan Misa namun lebih sering bermain atau berlari-larian di luar gereja bersama-sama dengan teman-teman yang lain.

Item no 8 dengan pernyataan orang tua sejak dini telah mengajarkan dan mendidik anak untuk mengikuti Ekaristi dan berdoa secara khusuk, didapatkan data sebagai berikut : dari 30 orang responden, 25 orang responden dengan prosentase 83,3% menyatakan selalu mengajarkan dan mendidik anak untuk mengikuti Ekaristi dan berdoa secara khusuk, 2 orang responden dengan prosentase 6,7% menyatakan kadang-kadang mengajarkan dan mendidik anak untuk mengikuti Ekaristi dan berdoa secara khusuk, 1 orang responden dengan prosentase 3,3% menyatakan pernah mengajarkan dan mendidik anak untuk mengikuti Ekaristi dan berdoa secara khusuk. Data tersebut memperlihatkan bahwa ada sebagian orang tua yang masih setengah-setengah mengajarkan kepada anak untuk selalu berdoa secara khusuk. Dengan demikian akan membuat anak kurang dapat mengerti apa arti datang ke gereja mengikuti Ekaristi dan berdoa. Menurut penulis alangkah baiknya jika dimulai sejak dini anak-anak sudah diajarkan untuk berdoa secara khusuk agar anak-anak terbiasa dan tahu bahwa saat berdoa merupakan saat di mana manusia sungguh-sungguh sedang menghadap Tuhan sehingga harus senantiasa memiliki sikap dan batin yang hormat kepada Tuhan.

(76)

24 orang responden dengan jumlah prosentase 80% menyatakan selalu diajarkan untuk hidup saling mengasihi dan memaafkan, 5 orang responden dengan jumlah prosentase 16,7% menyatakan sering mengajarkan untuk hidup saling mengasihi dan memaafkan. Kenyataan di atas menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua di stasi Poncowati telah mengajarkan kepada anak untuk hidup sesuai dengan ajaran iman Katolik untuk mengasihi dan memaafkan. Menurut penulis, hal ini merupakan pelajaran yang sangat penting dan mendasar bagi pendidikan iman anak karena pada saatnya nanti anak akan bertumbuh menjadi dewasa dan bergaul dengan banyak orang. Jika hidup mengasihi dan memaafkan telah menjadi pegangan teguh bagi anak maka pada saatnya nanti relasi anak dengan orang lain akan terjalin harmonis karena di dasari dengan sikap mengasihi dan memaafkan.

(77)

c. Faktor pendukung dan penghambat orang tua untuk menjalankan hak tanggung jawabnya sebagai pendidik

Table 3 ;

Faktor pendukung dan penghambat orang tua untuk menjalankan hak tanggung jawabnya sebagai pendidik

(N=30)

No. Pernyataan Jumlah %

(78)

No. Pernyataan Jumlah %

14. Situasi keluarga kurang harmonis a. SL : Selalu

15. Gereja memberikan fasilitas dan dukungan bagi pendidikan iman anak

16. Orang tua mengajarkan untuk hidup saling menghormati di dalam keluarga

(79)

No. Pernyataan Jumlah %

(80)

No. Pernyataan Jumlah %

(81)

bahwa banyak orang tua yang telah memberikan waktu yang cukup bagi anak-anaknya untuk bertanya jawab, namun yang menjadi pertanyaan apakah hal ini sungguh-sungguh dilakukan oleh orang tua atau hanya jawaban yang menurut orang tua adalah jawaban yang ideal? Penulis melihat bahwa hal ini tidak sesuai dengan realitas yang ada di mana banyak dari orang tua yang sibuk dengan rutinitasnya sehingga waktu untuk mengobrol dan bertanya jawab sangatlah sedikit. Hal ini mengakibatkan banyak anak yang kurang dapat perhatian dari segi waktu yang diberikan oleh orang tua sehingga orang tua pun kurang dapat bisa memantau sejauh mana perkembangan anak baik kepribadian maupun perkembangan imannya.

Gambar

Table 1 : Identitas Responden
Tabel 2 : Peran orang tua Katolik sebagai pendidik iman anak yang utama
Table 3 ; Faktor pendukung dan penghambat orang tua untuk menjalankan hak tanggung

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis KE kemudian dapat digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan sistem diskusi dan belajar bagi mahasiswa yang mengadopsi media sosial.. Hasil dari penelitian

1. Dien Noviyani R., S.E, M.M, Akt, CA, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasakti Tegal. Yuni Utami, SE, M.M, selaku Ketua Progdi Fakultas Ekonomi dan

digunakan sebagai media pembelajaran. Flip book ini bisa digunakan secara individu maupun kelompok. Seperti halnya media pembelajaran lainnya, flip book mempunyai

Formulir Penjualan Kembali Unit Penyertaan MANDIRI INVESTA DANA SYARIAH yang telah dipenuhi sesuai dengan syarat dan ketentuan yang tercantum dalam Kontrak

Skripsi merupakan suatu karya ilmiah untuk menampilkan kemampuan yang dimiliki seorang mahasiswa dalam menyelesaikan suatu masalah melalui sistem, model, strategi, atau

Adanya perbedaan bobot potong dimana jantan lebih besar dari betina disebabkan berbagai faktor, diantaranya adanya persaingan pada saat mengkonsumsi ransum di dalam

Prakiraan penjalaran asap pada level ketinggian 50 meter sampai dengan tanggal 19 Agustus 2009 pukul 07.00 WIB, di wilayah Sumut arahnya menuju Utara sampai ke Selat Malaka,

Menurut perhitungan, t hitung variabel total asset turnover sebesar 0,144, lebih kecil dari t tabel 2,0181 dengan nilai signifikansi 0,886 atau lebih besar dari nilai alphanya ( 