• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bimbingan orang tua terhadap perkembangan iman anak dalam keluarga Katolik di Paroki St. Yusup Bintaran Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Bimbingan orang tua terhadap perkembangan iman anak dalam keluarga Katolik di Paroki St. Yusup Bintaran Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

i

DI PAROKI ST.YUSUP BINTARAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Lisnawati Br. Pinem NIM: 051124026

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

Skripsi ini ku persembahkan kepada

Kedua orang tua dan saudara-saudari tersayang yang selalu memotivasi aku dalam segala hal.

Seluruh Umat Paroki St.Yusup Bintaran yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian demi kelancaran penulisan skripsi ini.

(5)

v

(6)
(7)
(8)

viii

Judul Skripsi ini adalah “BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA KATOLIK DI PAROKI ST.YUSUP BINTARAN YOGYAKARTA”. Penulisan skripsi ini berawal dari keprihatinan penulis akan banyaknya orang tua katolik di Paroki St.Yusup Bintaran Yogyakarta yang belum memberikan perhatian pada pertumbuhan dan perkembangan iman anak dalam keluarga katolik. Bimbingan yang diberikan oleh orang tua terhadap perkembangan iman anak dalam keluarga sangatlah penting. Keluarga merupakan tempat yang pertama dan utama bagi orang tua untuk memberikan bimbingan dan mengajarkan banyak hal yang dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan iman anak, terutama nilai-nilai iman katolik. Namun pada kenyatannya orang tua kurang mengikutsertakan anak dalam kegiatan-kegiatan lingkungan maupun kurang mengikutsertakan anak dalam kegiatan pendampingan iman anak.

Menanggapi permasalahan yang terungkap dalam latarbelakang tersebut, maka diperlukan data yang akurat . Oleh karena itu penulis mengadakan penelitian dengan menggunakan metode survei lapangan dengan menggunakan skala likert untuk mengetahui seberapa jauh orang tua sudah memberikan bimbingan terhadap perkembangan iman anak dalam keluarga katolik. Selain itu penulis juga mengumpulkan sumber-sumber dari buku-buku yang digunakan sebagai acuan. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa responden telah memberikan perhatian yang cukup untuk mendukung perkembangan iman anak dengan berbagai usaha yang telah dilaksanakan dan permasalahan yang dihadapi, namun masih ada orang tua yang kurang memperhatikan perkembangan iman anak.

(9)

ix

The title of this thesis is THE PARENTS’ GUIDANCE TOWARD THE CHILDREN FAITH DEVELOPMENT IN THE CATHOLIC FAMILY IN SAINT JOSEPH PARISH OF BINTARAN YOGYAKARTA. It is chosen based on the writer’s concern of many Catholic parents in the parish do not pay attention to the growth and development of children’s faith in the family. Guidance given by parents to the faith development of children in the family is very important. Family is the first and foremost place for parents to provide guidance and taught many things that can help the faith growth and development of children, especially the values of the Catholic faith. However, the reality shows less participation of parents to let children involve in church and the faith mentoring children activities.

Responding to problems that were uncovered in the background, the accurate data is needed. Author, therefore, conducted a study with field survey methods using questionnaires to find out how much parents have given guidance to the faith development of children in a Catholic family. Nevertheless, the writer also gathered resources from the books used as reference. The results of the research showed that the respondents have given sufficient attention to support the faith development of children with various efforts that have been implemented and problems encountered, but there is still a lack of parental attention to child's faith development.

(10)

x

Puji syukur kepada Allah Bapa karena kasihNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA KATOLIK DI PAROKI ST. YUSUP BINTARAN YOGYAKARTA”. Penulis mencoba mengetengahkan permasalahan yang masih berkaitan dengan pentingnya bimbingan orang tua terhadap perkembangan iman anak, khususnya dalam keluarga.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari rasa keprihatinan penulis terhadap pendidikan iman anak-anak di Paroki St. Yusup Bintaran Yogyakarta. Oleh karena itu penyusunan skripsi ini bertujuan membantu para orang tua katolik di Paroki Bintaran demi meningkatkan kesadaran pentingnya bimbingan orang tua terhadap perkembangan iman anak dalam keluarga. Orang tualah menjadi pendidik yang pertama dan utama dalam perkembangan anak.

Pendalaman iman bagi orang tua katolik di Paroki Bintaran dengan model Shared Christian Praxis. Katekese dengan model ini mengajak umat untuk terlibat aktif dalam menggali iman Kristian. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari banyak dukungan dan perhatian dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dari hati yang ikhlas penulis mengucapkan banyak terima kasih.

(11)

xi

2. Drs. L. Bambang Hendarto. M.Hum. sebagai dosen wali yang terus menerus mendampingi dan selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

3. Y. H. Bintang Nusantara, SFK. M.Hum. selaku dosen penguji yang bersedia membantu mengoreksi penulisan skripsi ini.

4. Segenap Staf Dosen dan karyawan Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah membantu kelancaran penyusunan skripsi ini.

5. Rm. FX.Agus Gunardi Pr, selaku Pastor Paroki St.Yusup Bintaran Yogyakarta yang memberikan kesempatan dan dukungan bagi penulis untuk mengadakan penelitian demi kelengkapan skripsi ini.

6. Seluruh umat di Paroki St.Yusup Bintaran Yogyakarta, khususnya lingkungan Theresia, lingkungan Paulus, lingkungan Stefanus dan lingkungan Antonius.

7. Bapak, ibu dan kakak-adikku yang memberi semangat dan dukungan moral, material, dan spiritual selama penulis menempuh studi di Yogyakarta.

8. Drs. H.J. Suhardiyanto SJ, yang telah mengijinkan penulis tinggal di pondok asem sehingga proses studi dapat berjalan dengan lancar dan mendapatkan suatu semangat dari teman-teman yang selalu datang dan bekerja dengan keras di tempat ini.

(12)

xii

10.Sahabat-sahabat mahasiswa angkatan 2005/2006 baik yang sudah lulus maupun yang masih berjuang di kampus IPPAK terimakasih atas kebersamaan dalam susah dan senang, dukungan, perhatian, perjuangan bersama selama masa perkuliahan.

11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas kebaikan yang telah Anda berikan kepada penulis.

Penulis menyadari ketidak sempuranan skripsi ini. Oleh karena itu saran dan kritik demi kebaikan dalam penulisan skripsi ini, penulis terima dengan senang hati.

Yogyakarta, 9 September 2009 Penulis

(13)

xiii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I . PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penulisan ... 5

D. Manfaat Penulisan... 5

E. Metode Penulis ... 6

F. Sistematika Penulis ... 6

BAB II. BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA KATOLIK ... 8

A. Bimbingan Orang Tua Dalam Keluarga ... 8

1. Pengertian Keluarga, Orang tua, dan Bimbingan ... 8

a. Keluarga ... 8

b. Orang tua ... 10

c. Bimbingan ... 11

2. Pentingnya Bimbingan Orang Tua dalam Keluarga ... 13

(14)

xiv

a. Perkembangan Iman... 17

b. Perkembangan Iman Anak ... 18

2. Keluarga Katolik Sebagai Persemaian dan Perkembangan Iman Anak ... 19

a. Keluarga Sebagai Tempat Persemaian Iman Anak ... 19

b. Keluarga Katolik Dipanggil dan Diutus Untuk Memperkembangkan Iman Anak... 20

3. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Perkembangan Iman Anak Dalam Keluarga ... 21

a. Internal ... 21

b. Eksternal ... 26

C. Peranan Orang Tua Dalam Perkembangan Iman Anak ... 27

1. Hal-Hal yang mendasari Tugas Orang Tua dalam Pendidikan Iman Anak ... 27

a. Dasar Kitab Suci ... 29

b. Dasar Ajaran Gereja ... 30

c. Dasar Moral ... 33

2. Tanggung jawab Keluarga Terhadap Perkembangan Iman Anak ... 34

a. Gravissium Educationis ... 34

b. Familliaris Consortio ... 35

BAB III. SITUASI ORANG TUA DALAM MEMBIMBING ANAK DI PAROKI ST.YUSUP BINTARAN YOGYAKARTA... 37

A. Situasi Umum Paroki Santo Yusup Bintaran... 37

1. Sejarah Singkat Gereja Santo Yusup Bintaran ... 37

2. Jumlah Umat ... 39

3. Mata Pencaharian Umat ... 40

4. Macam-Macam Kegiatan Umat ... 40

(15)

xv

3. Metode Penelitian ... 42

4. Instrumen Penelitian ... 42

5. Responden Penelitian... 42

6. Waktu dan Tempat ... 43

7. Teknik Analisis Data... 43

8. Variabel Penelitian... 44

C. Laporan Hasil Penelitian ... 44

1. Identitas Penelitian... 44

2. Tugas Sebagai Orang Tua dalam Perkembangan Anak... 46

3. Perhatian Orang Tua dalam Memperkembangkan Iman Anak Di Paroki Santo Yusup Bintaran... 51

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 54

1. Identitas Responden ... 55

2. Menyadari Tugas Sebagai Orang Tua dalam Memperkembangkan Anak ... 55

3. Perhatian Orang Tua dalam Memperkembangkan Iman Anak di Paroki Santo Yusup Bintaran... 60

4. Keterbatasan Penelitian ... 64

BAB IV. KATEKESE SEBAGAI SATU USAHA DALAM MENINGKATKAN KESADARAN AKAN PENTINGNYA BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK ... 65

A. Pengertian Dan Tujuan Katekese... 65

1. Pengertian Katekese... 65

2. Tujuan Katekese... 66

B. Katekese Model Shared Christian Praxsis Sebagai Salah Satu Model Pendampingan Bagi Orang Tua Dalam Memperkembangkan Iman Anaknya Di Paroki St. Yusup Bintaran... 67

1. Tiga Komponen Pokok Shared Christian Praxsis ... 67

a. Shared... 67

(16)

xvi

a. Langkah Nol (0): Pemusat Aktivitas ... 70

b. Langkah Pertama : Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual (Mengungkapkan Pengalaman Peserta) ... 71

c. Langkah Dua : Refleksi Kritis Pengalaman Hidup Faktual (Mendalami Hidup Peserta) ... 71

d. Langkah Ketiga : Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih Terjangkau (Menggali Pengalaman Iman Kristiani) ... 72

e. Langkah Empat : Interpretasi Dialektis antara Tradisi dan Visi Kristiani dengan Tradisi dan Visi Peserta (Menerapkan Iman Kristiani dalam Situasi Peserta Konkrit) ... 73

f. Langkah Lima : Keterlibatan Baru Demi Terwujudnya Kerajaan Allah Di Dunia (Mengusahakan Suatu Aksi Konkrit) ... 73

C. Usulan Program Katekese... 74

1. Latar Belakang Penyusunan Program ... 74

2. Tujuan Program ... 75

3. Usulan Tema ... 76

D. Penjabaran Program ... 78

E. Pelaksanaan Katekese Model Shared Christian Praxis Di Paroki St. Yusup Bintaran Yogyakarta... 82

F. Refleksi Atas Pelaksanaan Katekese Model Shared Christian Praxis Bagi Orang Tua Katolik Di St. Yusup Bintaran ... 95

1. Tema ... 95

2. Tujuan ... 95

3. Pengembangan Langkah-langkah ... 96

4. Komunikasi Iman ... 96

5. Sarana dan Metode ... 96

6. Suasana dan Keterlibatan Peserta ... 97

BAB V. PENUTUP ... 98

A. Kesimpulan ... 98

B. Saran ... 101

(17)

xvii

Lampiran 2 : Surat Kuesioner untuk Penelitian ...(2)

Lampiran 3 : Kuesioner Penelitian ...(3)

Lampiran 4 : Teks Kitab Suci ...(8)

(18)

xviii A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengutib Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia, ditambah dengan Deuteronika, yang diselenggarakan oleh Lembaga Biblika Indonesia). Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 1997.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

CT Chatechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada Para Uskup, klerus dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

FC Familiaris Consortio, Amanat Apostolik Paus Yohanes Paulus II tantang Keluarga Kristiani Dalam Dunia Modern, 22 November 1981. GE Gravissimum Educationis, pernyataan konsili vatikan II tentang

Pendidikan Kristen

KHK Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundang oleh Paus Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1983.

C. Daftar Singkatan Lain

Art : Artikel

dll : dan lain-lain

(19)

xix

Pr : Praja

Rm : Romo

SJ : Society Jesus

St : Santo

PIA : Pendampingan Iman Anak

MB : Madah Bakti

Kan : Kanon

(20)

A. Latar Belakang

Pendidik pertama dan utama bagi anak adalah orang tua. Sejak kecil anak harus

terus-menerus diberi bimbingan tentang berbagai hal oleh orang tua misalnya saja, pada

fase tertentu orang tua mengajarkan berjalan, anak diperkenalkan dengan benda-benda

yang ada disekitarnya, mengajari mereka sopan santun, sampai mengajari anak pada

perkembangan iman anak. Orang tua berkewajiban untuk menumbuhkembangkan

anak-anak mereka melalui masyarakat, agar anak-anak menjadi manusia yang berguna bagi dirinya

sendiri dan orang lain (Soerjanto, 2007: 1).

Tugas mendidik berakar dalam panggilan utama suami isteri untuk berperan serta

dalam karya penciptaan Allah. Bila orang tua dalam kasih dan karena kasih melahirkan

pribadi baru yang dipanggil untuk tumbuh dan berkembang, maka orang tua

bertanggungjawab mengemban tugas membantunya menjadi manusia utuh, karena

mereka memberikan kehidupan kepada anak-anak, maka para orang tua mengembangkan

tugas mahaberat mendidik anak dan sebab itu mereka harus diakui pendidik pertama dan

utama. Tugas pendidik itu begitu penting sehingga bila tidak ditunaikan sulit dapat

dilengkapi. Para orang tua wajib untuk menciptakan lingkungan keluarga, yang dijiwai

cinta kasih terhadap Allah dan manusia, sehingga membantu pendidikan pribadi dan

sosial anak-anak yang utuh. Sebab itu keluarga adalah sekolah pertama

keutamaan-keutamaan sosial yang dibutuhkan tiap masyarakat. Terutama di dalam keluarga kristen,

yang dilengkapi rahmat dan tugas sakramen perkawinan, anak-anak sejak dini harus

diajari memandang dan menyembah Allah serta mencintai sesama sesuai dengan iman

(21)

pertama baik sekitar masyarakat manusia yang sehat, maupun sekitar gereja. Akhirnya

melalui keluarga, anak-anak mulai perlahan-lahan dihantar masuk ke dalam pergaulan

para warga dan ke dalam umat Allah. Oleh karena itu para orang tua harus sadar betapa

pentingnya keluarga yang benar-benar kristen untuk kehidupan dan kemajuan umat Allah

sendiri. Maka mereka harus diakui pendidik pertama dan utama anak-anaknya. Tugas

pendidik ini begitu menentukan sehingga hampir tak tergantikan bila tidak ada (GE art.

3).

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa orang tua dalam konteks ini mempunyai

posisi yang sah dan sangat menentukan dalam penanaman nilai-nilai iman pada anak

dalam keluarga. Selain itu keluarga katolik juga dipanggil dan diutus menjadi tempat

pembenihan panggilan. Keluarga katolik diharapkan menjadi tempat bertumbuhnya iman,

sedemikian rupa sehingga anak katolik yang diasuh dan didik dalam keluarga tersebut

dapat menyadari panggilan Tuhan atas dirinya (Hardiwardoyo, 2007: 17). Orang tua

berkewajiban untuk menciptakan lingkup keluarga yang diliputi semangat bakti kepada

Allah dan kasih sayang terhadap sesama. Tentu saja pendidikan yang diselenggarakan

oleh sekolah, Gereja dan pemerintah tidak bisa diabaikan, tetapi yang menjadi dasar

dalam memperkembangkan iman anak yang pertama dan utama dalam keluarga adalah

orang tua. Bimbingan orang tua dalam keluarga sangat berpengaruh dalam perkembangan

iman anak dan tidak dapat tergantikan. Orang tualah yang senantiasa memperkembangkan

iman anaknya. Dengan demikian, orang tualah yang yang harus diakui sebagai pendidik

mereka yang pertama dan utama. Orang tua memiliki kewajiban dan tanggungjawab yang

berat dalam mengusahakan pendidikan yang membantu pertumbuhan dan perkembangan

iman anak.

Dalam kenyataannya banyak orang tua yang belum menyadari sepenuhnya akan

(22)

keluarga. Banyak orang tua yang melalaikan tugas mereka sebagai pembimbing dalam

perkembangan iman anak. Orang tua sering sekali sibuk dengan pekerjaan mereka

masing-masing. Selain itu orang tua juga kurang mengikutsertakan anak dalam

kegiatan-kegiatan lingkungan dan sekolah minggu, sehingga anak terkadang mengalami

kemunduran dalam hal perkembangan iman.

Kemunduran iman anak dapat dilihat dengan semakin sedikitnya anak-anak yang

mengikuti kegiatan pendampingan iman anak (PIA) yang telah disediakan oleh Gereja

sebagai sarana untuk memperkembangkan iman anak dengan berkumpul bersama

anak-anak lainnya. Dalam kegiatan PIA, anak-anak juga belajar untuk bersosialisasi dengan

teman-teman seimannya. Namun sering sekali sangat kurang dukungan dan dorongan dari orang

tua terhadap perkembangan iman anak, sehingga anak tidak bersemangat dalam

mengikuti PIA di Gereja. Selain itu orang tua juga kurang mengikutsertakan anak dalam

kegiatan-kegiatan di lingkungan misalnya, doa lingkungan, doa rosario, pertemuan

lingkungan dll. Hal ini disebabkan karena kegiatan tersebut dapat mengganggu jam

belajar anak. Orang tua sering lebih mementingkan perkembangan intelektual saja, namun

dalam perkembangan iman kurang memberikan dorongan pada anaknya. Kurangnya

dukungan dan dorongan orang tua terkadang menyebabkan anak mulai terbiasa tidak

mengikuti kegiatan-kegiatan di Gereja maupun lingkungan. Kebiasaan anak yang sering

tidak mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut sering sekali terbawa hingga mereka dewasa,

sehingga iman anak juga tidak mengalami perkembangan. Sering sekali kegiatan-kegiatan

lingkungan hanya dipenuhi oleh orang tua saja, sedangkan orang-orang muda kurang

memiliki minat dalam kegiatan tersebut. Permasalahan di atas menggambarkan bahwa

bimbingan orang tua dalam perkembangan iman anak sangatlah penting. Dukungan dan

(23)

Berdasarkan pengalaman dan informasi melalui wawancara dari beberapa orang

tentang pendampingan iman anak atau sering disebut PIA, yang terjadi saat ini di Paroki

St.Yusup Bintaran Yogyakarta pada sekarang ini banyak mengalami kemunduran. Di

Paroki St.Yusup Bintaran Yogyakarta banyak anak-anak yang seharusnya bisa mengikuti

pendampingan iman anak, namun hanya sekitar 40 % saja yang aktif mengikuti kegiatan

PIA. Selain itu kemunduran juga terlihat dalam kegiatan-kegiatan di lingkungan

misalnya, doa rosario dan Bulan Kitab Suci jarang sekali orang tua mengikutsertakan

anaknya dalam kegiatan tersebut. Orang tua lebih menekankan anak untuk belajar di

rumah dari pada membawa mereka untuk ikut dalam kegiatan lingkungan. Dari didikan

orang tua yang kurang mengikutsertakan anak dalam kegiatan Gereja maupun

lingkungan, maka anak juga merasa semua kegiatan yang disajikan oleh Gereja demi

perkembangan iman anak tidaklah penting. Orang tua kurang menyadari

kegiatan-kegiatan baik di Gereja maupun di lingkungan tersebut dapat membantu perkembangkan

iman anak. Bimbingan orang tua terkadang hanya sebatas ilmu pengetahuan saja, mereka

kurang menyadari perkembangan iman anak juga membutuh bimbingan agar senantiasa

berkembang dalam hal imannya

Melihat permasalahan di atas ini, maka penulis tergerak hatinya untuk menyusun

skripsi yang berjudul “BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP

PERKEMBANGAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA KATOLIK DI PAROKI ST.YUSUP BINTARAN YOGYAKARTA”. Melalui judul ini, penulis mengajak para orang tua katolik Paroki St.Yusup Bintaran untuk lebih memperhatikan perkembangan

iman anak dalam keluarga, terutama dalam melibatkan anak dalam setiap kegiatan gereja

(24)

B. Rumusan Masalah

1. Sejauh muna orang tua telah memberikan bimbingan iman pada anak dalam keluarga

katolik?

2. Sejauh muna orang tua memahami tugas dan tanggung jawab mereka dalam

memberikan bimbingan iman terhadap anak dalam keluarga katolik?

3. Apakah orang tua di Paroki Bintaran Yogyakarta sudah memberikan bimbingan

terhadap perkembangan iman anak mereka?

C. Tujuan Penulisan

1 Memberikan pengertian pada orang tua bahwa bimbingan terhadap anak dalam

keluarga itu sangat penting demi perkembangan dirinya.

2 Membantu orang tua untuk memahami akan tugas dan tanggung jawab dalam

memberikan bimbingan terhadap perkembangan iman anak.

3 Mengetahui sejauh mana orang tua katolik di Paroki St.Yusup Bintaran Yogyakarta

telah memperhatikan perkembangan iman anak dalam keluarga?

D. Manfaat Penulisan

1. Meningkatkan pengetahuan orang tua terhadap pentingnya bimbingan orang tua

dalam perkembangan iman anak.

2. Memberikan masukan kepada orang tua agar mereka semakin menyadari tugas dan

tanggungjawabnya sebagai pembimbing iman anak yang pertama dan utama dalam

keluarga.

3. Memberikan masukan pada orang tua katolik di Paroki St.Yusup Bintaran Yogyakarta

(25)

E. Metode Penulisan

Metode penulisan dengan menggunakan metode dekriptif analisis yaitu,

memaparkan, menguraikan serta menganalisis permasalahan yang ada, sehingga

ditemukan jalan pemecahan yang tepat. Data yang dibutuhkan, diperoleh dengan

menggunakan kuesioner terhadap orang tua perkembangan iman anak dalam keluarga di

Paroki St.Yusup Bintaran Yogyakarta.

F. Sistematika Penulisan

Tulisan ini mengambil judul “Bimbingan Orang Tua terhadap Perkembangan

Iman Anak dalam keluarga Katolik di Paroki St.Yusup Bintaran Yogyakarta” yang dibagi

menjadi lima bab.

Bab I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penulisan, identifikasi

masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, pembatasan masalah, metode dan

sistematika penulisan.

Bab II BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK

DALAM KELUARGA KATOLIK

Membahas tentang bimbingan orang tua dalam keluarga katolik, mulai dari pengertian

keluarga, pengertian orang tua, pengertian tentang bimbingan, Pentingnya bimbingan

orang tua terhadap perkembangan anak dalam keluarga, serta menguraikan tentang perkembangan iman anak

Bab III PENELITIAN TENTANG SITUASI ORANG TUA DALAM MEMBIMBING

ANAK DI PAROKI ST.YUSUP BINTARAN YOGYAKARTA.

Dalam bab ini dijelaskan gambaran umum situasi Paroki Bintaran baik itu letak geografis,

(26)

dalam hidup menggereja di Paroki Bintaran. Selain itu juga dalam bab ini membahas

penelitian mengenai kegiatan bimbingan orang tua terhadap perkembangan iman anak

dalam keluarga katolik.

Bab IV KATEKESE SEBAGAI SATU USAHA DALAM MENINGKATKAN

KESADARAN AKAN PENTINGNYA BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP

PERKEMBANGAN IMAN ANAK

Membahas tentang bagaimana katekese sebagai salah satu usaha dalam meningkatkan

kesadaran akan pentingnya bimbingan orang tua dalam memperkembangkan iman anak.

Selain itu katekese yang dilaksanakan di lingkungan Stefanus Paroki St.Yusup Bintaran

Yogyakarta.

Bab V PENUTUP:

(27)

DALAM KELUARGA KATOLIK

Dalam bab II ini lebih pada kajian pustaka yang akan penulis uraikan dalam tiga

bagian yaitu bagian pertama tentang bimbingan orang tua dalam keluarga yang meliputi,

pengertian keluarga, orang tua, dan bimbingan, pentingnya bimbingan orang tua terhadap

perkembangan anak dalam keluarga, serta tujuan bimbingan orang tua terhadap perkembangan anak dalam keluarga. Pada bagian ke dua tentang perkembangan iman

anak dalam keluarga yang meliputi pengertian perkembangan iman anak, keluarga

katolik sebagai tempat persemaian dan perkembangan iman anak, dan hal-hal yang perlu

diperhatikan dalam perkembangan iman anak dalam keluarga. Sedangkan pada bagian

tiga tentang peranan orang tua dalam perkembangan iman anak yang meliputi hal-hal

yang mendasari tugas orang tua dalam pendidikan iman anak dan tanggung jawab

keluarga terhadap perkembangan iman anak.

A. Bimbingan Orang Tua Dalam Keluarga

1. Pengertian Keluarga, Orang tua, dan Bimbingan a. Keluarga Katolik

Keluarga merupakan bagian dari masyarakat yang terkecil, suatu persekutuan

dalam hubungannya dengan hak, kewajiban dan pertalian simpati antara suami

dengan istri dan orang tua dengan anak-anak. Keluarga mempunyai pengaruh sangat

besar terhadap masyarakat. Suatu keluarga dikatakan baik, bila terjalin hubungan

(28)

kesanggupan untuk berkorban, sedia untuk menderita bersama, saling menghormati,

sabar, dan dapat mempermudah kesulitan hidupnya (Pudjiono, 2007: 2-3).

Dalam kehidupan keluarga, dasar kesatuan hidup perlu dimiliki dan

dikembangkan baik dalam masyarakat umum maupun masyarakat gerejani. Oleh

sebab itu keluarga katolik dinyatakan dan dibentuk oleh ikatan kasih seorang laki-laki

dan seorang perempuan yang dikasihi Tuhan yang terikat dalam sakramen perkawinan

karena karya Allah melalui perantaraan seorang imam. Dengan berjanji dihadapan

Tuhan, mereka merencanakan untuk membangun rumah tangganya yang tak

terceraikan dan hanya terputuskan oleh maut saja. Ini berarti tidak melibatkan pihak

ketiga dalam hubungan cinta kasih (monogam). Gereja masih merasa perlu bahwa

keluarga Kristiani seharusnya diperhatikan dan ditolong secara khusus, walau telah

banyak usaha yang ditempuh untuk membantu suami-istri namun sampai kini masih

memerlukan perhatian untuk memelihara keutuhan perkawinannya serta hidup

beriman. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa keluarga katolik yang dimaksud

yaitu keluarga yang terbentuk atas dasar cinta kasih sejati yang membuahkan benih

cinta bagi anak-anak mereka di dalam sakramen perkawinan yang tak terceraikan dan

monogam. Keluarga katolik akan selalu berusaha membangun pemeliharaan hidup

beriman di dalam mengembangkan iman bagi anak mereka (Darmawijaya, 1994:

58-60).

Keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Setiap anggota keluarga baik

ayah, ibu maupun anak-anak masing-masing mempunyai hak, tugas dan peranan

dalam membangun keluarga yang mampu menjadi teladan satu sama lain, sekaligus

keluarga ini sebagai satu kesatuan pribadi yang utuh. Tanpa kehadiran salah satu

anggota keluarganya, maka keluarga itu akan menjadi tidak utuh lagi, sebab dalam

(29)

dipisahkan. Dengan demikian keluarga merupakan persekutuan hidup, pusat hidup

yang terkecil sebagai suatu sel yang tumbuh dalam masyarakat. Keluarga katolik

merupakan suatu hubungan yang tercipta mesra antara suami-istri dan anak mereka.

Oleh karena itu, orang tua bertanggung jawab dalam keluarga dan memegang peran

dalam memperkembangkan benih kasih yang tumbuh dan memperkembangkan benih

iman melalui pendampingan di dalam keluarga sehari-harinya (Groenen, 1983: 111).

b. Orang Tua

Orang tua berkaitan erat dengan kehidupan berkeluarga, yang di dalamnya

terdapat ayah, ibu dan anak-anak. Orang tua adalah pribadi pertama yang memiliki

kesempatan memperkenalkan realitas hidup duniawi kepada anak-anak, dan sekaligus

sebagai pendidik pertama yang mengajarkan kebenaran. Orang tua bertanggung jawab

terhadap keluarga/rumah tangga dan memegang peranan penting dalam kelangsungan

hidup rumah tangga. Dalam keseharian orang tua biasa disebut dengan kata bapak dan

ibu. (Agung Prihartana, 2008: 21).

Orang tua Katolik merupakan pasangan suami-istri yang telah disatukan oleh

Allah, sehingga mereka tidak lagi dua melainkan satu (Mat 19: 6). Maka mereka

berdua merupakan satu pasangan yang berkenan pada Allah dan terhormat di mata

masyarakat. Perkawinan mereka dapat dikatakan sah, bila dilakukan oleh dua orang

yang telah dibabtis secara sah pula, maka perkawinan tersebut merupakan sebuah

sakramen, sebuah tanda dan sarana rahmat, sebuah lambang dari perkawinan suci

antara Kristus dengan jemaatnya (Ef 5). Dan Kitab Hukum Kanonik menguraikan

bahwa:

(30)

kelahiran dan pendidikan anak, di mana perjanjian diangkat oleh Kristus Tuhan menjadi sakramen. Kebersamaan hidup bersama yang terbuka pada kelahiran yang akan membawa laki-laki dan perempuan itu menjadi orang tua, yaitu orang tua kristiani. (Kan. 1005)”

Dalam uraian di atas orang tua kristiani juga merupakan orang tua yang

menampilkan sikap dan perilaku hidup bercirikan pola Kristiani, misalnya hidup

penuh kasih, mengampuni, mempunyai relasi yang dekat dengan Allah. Jika orang tua

telah dapat memberikan cerminan hidup kristiani, maka juga dapat menciptakan

keluarga yang dapat menciptakan suasana keluarga yang diterangi oleh ajaran Kristus.

Allah menyerahkan anak pada pasangan suami istri sebagai sebuah titipan dariNya.

Sebagai titipan Allah dan sekaligus juga sebagai citra Allah, setiap anak haruslah

sepenuh-penuhnya mereka hargai, mereka cintai, mereka asuh, dan mereka didik,

sehingga di kemudian hari mampu dan berhasil mengasihi Allah dan sesamanya.

Allah menghendaki bahwa keluarga menjadi tempat utama bagi lahir dan tumbuh

kembang setiap anak. Allah juga menghendaki bahwa keluarga menjadi tempat

pertama untuk pendidikan anak, sebelum ia didik menjadi lanjut di sekolah dan

tempat-tempat yang lain.

Tugas mendidik berakar dari panggilan utama suami-istri untuk berperan serta

dalam karya penciptaan Allah. Orang tua yang telah menyalurkan kehidupan kepada

anak-anak, maka terikat kewajiban amat berat untuk mendidik mereka. Oleh karena

itu orang tualah yang bertanggungjawab dalam perkembangan anak baik itu

pengetahuan maupun iman anak (FC art. 36).

c. Bimbingan

Bimbingan merupakan bantuan yang dapat diberikan oleh pribadi bagi tiap

(31)

mengembangkan sudut pandangnya, mengambil keputusan sendiri dan menanggung

beban sendiri (Singgih Gunarsa, 1979: 23). Tekanan di sini diberikan pada bantuan,

sehingga orang yang dibimbing lebih berperan dalam menentukan arah bantuan itu.

Bimbingan ini bertujuan membantu si penerima, agar bertambah kemampuan

bertanggung jawab atas dirinya.

Menurut L.D.Crow dan A.Crow dalam Singgih Gunarsa, (1979: 23) seorang

pembimbing tidak menentukan jalan yang akan ditempuh seseorang, melainkan hanya

memberikan bantuan dalam menemukan dan menentukan sendiri jalan yang akan

ditempuhnya. Seperti yang diungkapkan bahwa pembimbing harus memperoleh

latihan khusus sehingga dapat bertanggungjawab hubungannya dengan perubahan

hidup dan nasib seseorang. Dengan demikian perlunya pemahaman yang mendalam

mengenai orang yang akan diberi bimbingan misalnya, umur, taraf kecerdasan, latar

belakang keluarga, pendidikan dan lain-lain. Sedangkan dalam hal ini Walgito (1988:

4) mengatakan bahwa bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan

kepada individu atau sekumpulan individu-individu dalam menghindari atau

mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan

individu-individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.

Dengan adanya bantuan ini seseorang dapat mengatasi sendiri masalah yang

dihadapinya kemudian hari. Jadi yang memberi bantuan menganggap orang lain dapat

menentukan dirinya sendiri, meskipun kemampuan itu harus digali melalui

bimbingan. Dengan demikian dapat dikatakan bimbingan adalah bantuan yang di

berikan kepada seseorang, agar dapat memperkembangkan potensi-potensi yang

dimiliki di dalam dirinya untuk mengatasi persoalan-persoalan hidup dan dapat

menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab tanpa tergantung

(32)

supaya orang yang dibimbing akan berkembang lebih lanjut, sehingga semakin

memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri tanpa berpegangan teguh pada orang lain

dan secara tidak langsung dapat mendewasakan anak dalam menghadapi masalah atau

persoalan yang dialami dalam hidupnya.

Bimbingan dan penyuluhan sebenarnya terutama diberikan di rumah. Rumah

dan keluarga adalah lingkungan hidup pertama, di mana anak memperoleh

pengalaman-pengalaman pertama yang akan mempengaruhi jalan hidupnya. Di sinilah

orang tua menjadi pembimbing anaknya, supaya perkembangan anak yang dialaminya

pada permulaan hidup dapat berlangsung sebaik-baiknya tanpa ada hambatan atau

gangguan (Singgih Gunarsa, 1979: 24).

2. Pentingnya Bimbingan Orang Tua Terhadap Perkembangan Anak Dalam Keluarga

Sejak anak dalam kandungan, orang tua sebenarnya sudah mulai mempersiapkan

segala sesuatu yang diperlukan oleh anak yang akan lahir. Hal ini dimaksudkan demi

pendidikan anak tersebut setelah lahir. Kelahiran anak-anak hendaknya diyakini

sebagai karunia perkawinan yang paling luhur dan sangat berarti bagi kesejahteraan

suami-istri dalam membangun dan menghidupi hidup berkeluarga (Prasetya L, 2008:

13-14).

Menurut hakikatnya perkawinan dan cinta kasih suami istri tertujukan kepada

adanya keturunan serta pendidikannya. Dengan demikian orang tualah yang

bertanggungjawab untuk memberikan pendidikan baik jasmani, mental, dan rohani

(White E, 1981: 17). Dengan demikian anak mendapatkan pengetahuan pertama kali

melalui bimbingan orang tua dalam keluarga, sehingga dapat mengembangkan diri

(33)

membimbing dan menuntun anak sepanjang hidupnya. Bimbingan orang tua dalam

keluarga tidak dapat dikatakan perkerjaan yang remeh, karena anak yang tidak

mendapat bimbingan yang baik dari keluarga maka akibatnya anak juga akan

terjerumus dalam hal-hal yang tidak baik pula. Maka itu berbagai usaha dilakukan

agar anak dapat melaksanakan segala sesuatunya secara mandiri, mulai dari makan,

minum, berjalan, dan sebagainya. Semua itu dilakukan agar anak akhirnya dapat

menjadi orang yang berguna bagi dirinya, orang tua, masyarakat, negara, dan Gereja,

serta demi kemuliaan Allah . Dalam dokumen pedoman Gereja Katolik Indonesia

dikatakan bahwa:

“Arus besar di dalam masyarakat sering menciptakan gambaran seakan-akan yang terpenting dalam hidup adalah mengumpulkan uang dan materi, kedudukan dan kekuasaan. Lalu tidak sedikit orang tua yang mengira bahwa dengan menyediakan materi bagi keluarga tugasnya selesai. Padahal anak pertama-tama memerlukan perhatian, kehangatan dan kemesraan hubungan dengan orang tua dan saudara-saudara mereka. Anak-anak memerlukan keleluasaan isi hati, emosi dan pengalaman kepada orang tua. Oleh karena itu orang tua harus menyediakan diri dan harus juga dapat bertindak sebagai sahabat bagi anak-anaknya. Orang tua perlu menggunakan cara yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan kedewasaan anak. Mereka perlu dilatih supaya bersikap dan bertindak secara bertanggungjawab. Apabila anak tidak menemukan suasana kerasan tersebut di dalam keluarga, mereka akan lari ke tempat yang lain atau kepergaulan di luar rumah yang mungkin akan membahayakan perkembangan jasmani dan rohaninya (Pedoman Gereja Katolik Indonesia, 1995: 23).

Dokumen ini memberikan penjelasan bahwa pentingnya bimbingan yang

diberikan oleh orang tua bagi setiap anak mereka demi perkembangan anak nantinya.

Selain itu juga peran dan tanggungjawab mereka sebagai orang tua dalam keluarga

diharapkan dapat menciptakan suasana yang harmonis bersama anak-anaknya, bukan

pertama-tama uang dan materi saja yang dibutuhkan oleh anak tetapi kasih sayang dan

bentuk perhatian dari orang tua yang sangat diinginkan oleh setiap anak. Perhatian

(34)

dan menjadi dasar dalam hidup anak yang masih kecil dalam keluarga. Sikap orang

tua yang memberikan perhatian dan kasih sayang pada anaknya juga dapat

mempengaruhi seluruh hidup anak selanjutnya baik dalam bertindak dan berbuat yang

lebih berguna dalam hidupnya.

Selain itu dalam kenyataan kehidupan manusia sering sekali menghadapi

persoalan-persoalan yang silih berganti. Manusia memiliki sifat dan kemampuan yang

berbeda-beda. Terkadang ada orang yang sanggup mengatasi persoalan-persoalan

tanpa bantuan dari orang lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak sanggup

mengatasi persoalannya tanpa bantuan atau pertolongan dari orang lain. Begitu juga

dengan kehidupan anak yang masih perlu mendapat bantuan untuk mempersiapkan

anak untuk berani dan bertanggungjawab dalam menghadapi persoalan-persoalan

hidup nantinya (Walgito, 1989: 7)

Dalam uraian di atas jelas bahwa anak sekarang penting dipersiapkan secara

khusus untuk menghadapi kehidupannya di masa depan. Bimbingan dari keluarga

yang akan menjadi dasar hidup seorang anak dalam menghadapi jaman sekarang ini.

Dalam memperhatikan perkembangan anak, orang tua sebaiknya mengawasi

perkembangan anak dalam hidup yang di jalaninya dan anakpun tidak mudah untuk

terpengaruh dengan lingkungan atau jaman sekarang ini. Bimbingan dari orang tua

dalam keluarga akan menentukan perkembangan anak selanjutnya, baik yang

menyangkut jasmani maupun rohani.

3. Tujuan Bimbingan Orang Tua Terhadap Perkembangan Anak Dalam Keluarga Ada pepatah mengatakan “Anak-anak tidak pernah menjadi pendengar yang

baik bagi orang tuanya, tetapi mereka dapat menjadi peniru ulung dari orang tuanya

(35)

sejak masih kecil sangat menentukan hidup anak nantinya. Melalui orang tualah anak

dapat belajar dengan banyak. Anak menganggap orang tua sebagai teladan dalam

keluarga. Orang tua sebagai tokoh idola yang akan diikuti oleh anak dalam perjalanan

hidup mereka.

Orang tualah yang pertama mengajari dan membimbing anak-anaknya menjadi

orang yang berguna bagi Negara dan Gereja. Awal kehidupan dan lingkungan utama

bagi anak adalah keluarga. Keluarga akan memberikan dasar-dasar kepribadian, sikap

dan prilaku yang akan dipergunakan untuk berhubungan dengan orang lain. Apabila

keluarga telah memperhatikan dasar-dasar kepribadian, sikap dan prilaku anak dalam

keluarga dengan memberi kasih sayang dan perhatian penuh, maka anak akan dapat

bertumbuh dan berkembang ke arah yang lebih baik terutama ketika anak berada di

luar keluarga (Adiyanti, 2003: 93).

Bimbingan juga bertujuan untuk membantu si penerima bimbingan, agar

bertambah kemampuan bertanggungjawab atas dirinya sendiri. Dengan demikian

tujuan bimbingan yang diberikan orang tua, agar mulai dari awal hidupnya anak telah

memiliki dasar-dasar kepribadian, sikap dan prilaku yang baik. Selain itu juga

bimbingan diberikan oleh orang tua agar anak berkembang dan bertumbuh menjadi

seorang pribadi yang lebih dewasa dan bertanggungjawab dalam hidupnya nanti. Oleh

karena itu tugas orang tua memberikan bimbingan pada anak mereka sejak awal

hidupnya sangat bermanfaat, sehingga dapat membantu perkembangan dan

pertumbuhan anak mereka menjadi lebih baik. Selain itu juga dapat

memperkembangkan diri mereka sendiri dan mempertanggungjawabkan dirinya

(36)

B. PERKEMBANGAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA 1. Pengertian Perkembangan Iman Anak

a. Perkembangan Iman

Perkembangan adalah serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai

akibat dari proses kematangan dan pengalaman (Hurlock, 1990: 2). Ini berarti bahwa

perkembangan bukan sekedar penambahan beberapa sentimeter pada tinggi badan

seseorang atau peningkatan kemampuan seseorang, melainkan suatu proses integrasi

dari banyak struktur dan fungsi komplek. Berbagai perubahan dalam perkembangan

bertujuan untuk memungkinkan orang menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana

ia hidup.

Sedangkan iman menurut Amalorpavadas, (1982: 17) adalah pertemuan pribadi

yang mendalam dengan Allah yang hidup, di mana manusia menyerahkan diri dengan

penuh cinta kepadaNya, suatu penyerahan tanpa batas untuk hidup bagi Allah dan

sesuai dengan perintahNya. Dengan demikian iman pertama-tama merupakan suatu

peristiwa hubungan atau perjumpaan secara pribadi antara manusia dengan Allah. Jadi

dapat dikatakan bahwa iman merupakan pertemuan pribadi dan mendalam dengan

Allah yang hidup di mana terjadi suatu penerimaan akan kehadiran Allah dan

penyerahan diri seutuhnya kepada kehendak Allah atas hidup kita.

Dalam buku Ilmu Kateketik dikatakan bahwa seorang yang beriman adalah

“Orang yang menerima dan mau tunduk serta berserah kepada Allah, mempercayakan diri sungguh kepada Allah, menerima bahwa Allah adalah kebenaran, menaruh sandaran kepadaNya dan bukan dirinya sendiri, dan dengan demikian menjadi teguh dan benar oleh karena keteguhan dan kebenaran Allah” (Talaumbanua, 1999: 44).

Dengan demikian seseorang dapat dikatakan beriman bila percaya dan

menyerahkan dirinya seutuhnya kepada Allah. Beriman berarti menyerahkan diri

(37)

mendalam dan penyerahan diri seutuhnya pada Tuhan, apabila membiasakan diri

untuk menghadirkan bimbingan Roh Kudus dalam setiap peristiwa hidupnya dan

membiarkan hidupnya dipimpin oleh-Nya. Oleh karena itu melalui dan di dalam

Dialah hidup semakin terarah dan akhirnya semakin percaya dan berharap pada Tuhan

yang adalah kebenaran.

b. Perkembangan Iman Anak

Anak adalah seseorang yang berusia 2-12 tahun dan mereka memiliki potensi

untuk menjadi dewasa (Soemanto, 1990: 166). Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa anak bukan orang dewasa dalam bentuk kecil yang dapat kita perlakukan

sebagaimana memperlakukan orang dewasa dan bukan seseorang mahluk yang dapat

kita buat sebagai kelinci percobaan bila kita menginginkan sesuatu yang baru, tetapi

anak adalah seorang individu yang mempunyai hak dan kewajiban untuk berkembang

sesuai dengan keadaan dirinya.

Anak sebagai individu yang berada pada suatu perkembangan untuk menjadi

dewasa juga sangat membutuhkan bimbingan dalam hal iman. Sejak lahir diharapkan

orang tua sudah mengajarkan kepada anak untuk memiliki kenyakinan pada Allah.

Dengan adanya bimbingan orang tua yang secara terus-menerus terhadap

perkembangan iman anak diharapkan dapat menyadarkan anak bahwa Allah selalu

berkarya dalam seluruh perjalanan hidupnya. Allah akan selalu memberikan

perlindungan dan kasih bagi mereka, sehingga mereka dituntut untuk hormat dan

(38)

2. Keluarga Katolik Sebagai Tempat Persemaian Dan Perkembangan Iman Anak a. Keluarga Sebagai Tempat Persemaian Iman Anak

Iman yang dihayati merupakan warisan keluarga yang dihayati dalam

menghadapi persoalan hidup. Iman dalam diri anak dapat bertumbuh dengan baik dan

subur melalui kehidupan dalam keluarga. Dengan demikian, keprihatinan dasar itulah

keluarga menjadi persemaian iman yang memberikan kondisi yang optimal bagi

perkembangan iman. Selain itu juga iman sebagai sikap dasar bukan pertama-tama

dalam ajaran, melainkan dalam praksis kehidupan. Praksis kehidupan ini pertama

dilaksanakan dalam keluarga misalnya, dalam bentuk doa bersama. Kebiasaan doa

bersama dalam keluarga akan mendekatkan keluarga kepada Tuhan, sekaligus

mendekatkan hubungan antar anggota keluarga (Darmawijaya, 1994: 58).

Selain itu keluarga juga bisa menjadi pendengar firman yang baik dan pelaku

firman. Keinginan untuk membangun keluarga yang teguh beriman tidak akan

berhasil jika masing-masing tidak mau menjadi pelaksana firman. Iman bukan hanya

sikap batin, namun juga suatu tindakan. Anak-anak mulai diperkenalkan kisah-kisah

di dalam Kitab Suci. Di sinilah keluarga sebagai tempat persemaian dan

perkembangan iman anak. Keluarga dapat memberikan teladan mewujudkan iman,

sikap dan perilaku sehari-hari di dalam hidup masyarakat.

Keluarga katolik disebut sebagai Gereja kecil atau mini, yang memiliki

anggota-anggota keluarga yang sungguh-sungguh rukun dan sekaligus beriman. Maka, dalam

keluarga katolik diharapkan agar iman dapat berkembang sehingga dapat

menghangatkan suasana dalam keluarga. Iman tidak hanya sekedar pengetahuan

agama, namun lebih pada sikap dan penghayatan agama yang diwujudkan dalam

kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga maupun masyarakat. Iman diwujudkan

(39)

berkeluarga, sehingga Tuhan sendiri akan hadir ditengah-tengah keluarga untuk

membawa kedamaian dan keselamatan dan rahmatnya (Gilarso T, 1996: 13).

b. Keluarga Katolik Dipanggil Dan Diutus Untuk Memperkembangkan Iman Anak Setiap keluarga katolik juga dipanggil dan diutus menjadi tempat pembenihan

panggilan. Artinya: menjadi tempat bertumbuhnya iman, sedemikian rupa sehingga

anak katolik yang diasuh dan didik dalam keluarga katolik tersebut mampu menyadari

panggilan Tuhan atas dirinya. Keluarga katolik sebagai persekutuan hidup antara

suami istri menjadi landasan bagi persekutuan yang lebih luas yaitu orang tua dan

anak-anak, kakak beradik, kaum kerabat dan para anggota keluarga di dalam rumah

tangga. Keluarga katolik secara khas menampilkan mewujudkan persekutuan gerejani.

Berkat karya Allah Pencipta, keluarga tidak hanya berusaha menemukan jati dirinya

tetapi juga harus mengemban tugas perutusannya yaitu apa yang dapat dilakukan.

Oleh karena itu peran orang tua dalam melaksanakan tugas dan kewajiban

memperkembangkan kehidupannya di dalam keluarga adalah mewujudkan

persekutuan mesra kasih dan hidup secara nyata di tengah masyarakat dan gereja

(Hardiwardoyo, 2007: 17).

Memberikan pendidikan iman katolik kepada anak-anak ini bukanlah suatu

usaha memaksa kehendak, melainkan suatu pemenuhan kewajiban dan tanggung

jawab orang tua kepada anak-anaknya. Tujuan pendidikan iman yang diberikan pada

anak adalah supaya anak tumbuh dan berkembang menjadi manusia beriman

seutuhnya sesuai dengan keanekaan aspek-aspek yang saling berkaitan erat yang

menyangkut perkembangan anak dalam hubungannya dengan Tuhan. Orang tua wajib

memberikan hal yang terbaik bagi anak-anaknya, termasuk hidup iman anak (Agung

(40)

Selain itu dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik iman anak, orang tua

perlu menciptakan suatu ajang komunikasi iman dalam keluarga. Komunikasi ini

perlu agar kehidupan iman anak dan orang tua dapat berjalan bersama-sama. Dengan

adanya komunikasi iman ini diharapkan menjadi sarana saling asah, asih dan asuh. Ke

dua orang tua juga diharapkan dapat memilih rumusan iman yang perlu diolah

bersama anak, dan yang perlu diolah bagi diri mereka sendiri. Hal ini sangat penting

karena keluarga katolik mampu berkomunikasi dalam iman, mereka juga mampu

berkomunikasi antar pribadi sampai pada hal yang paling mendalam sekalipun.

Cara-cara yang bisa ditempuh orang tua untuk memberikan pendidikan iman seCara-cara dini

pada anak-anaknya dapat diusahakan melalui doa harian keluarga, membaca Kitab

Suci sebelum atau sesudah makan. Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi

anak dan orang paling penting selama tahun-tahun awal anak. Hubungan dengan

keluarga menjadi landasan sikap terhadap orang, benda dan kehidupan secara umum

(Darmawijaya, 1994: 61).

3. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Perkembangan Iman Anak Dalam Keluarga

a. Internal

Menurut Fowler (1995: 104-134) tahap-tahap perkembangan kepercayaan anak

dapat digolongkan menjadi yakni tahap kepercayaan intuitif dan proyeksi (usia 2-6

tahun) dan tahap mistis-harafiah (usia 6-12 tahun).

1) Tahap Kepercayaan Intuitif Dan Proyeksi (Usia 2-6 Tahun)

Anak pada usia ini mulai belajar bicara meskipun belum mengerti dengan baik

kata yang diucapkan. Anak usia ini masih terbatas pada lingkungannya akan tetapi

(41)

untuk mengetahui dan mengenal serta menemukan dunianya. Pada usia ini anak cepat

mengenali lingkungan tempat tinggalnya, namun pengenalan tersebut serba tidak

lengkap dan belum terperinci. Mereka sering sekali berusaha untuk menirukan apa

yang diperbuat dan dilakukan oleh orang lain. Hal ini berkaitan dengan sifat anak

kecil yang pada dasarnya selalu mencari tahu apa saja yang dijumpainya dengan

banyak bertanya pada orang-orang dewasa. Selain itu anak berusaha untuk memegang

dan menirukan apa kegunaan barang, atau benda seperti yang dilakukan oleh orang

lain (Fowler, 1995: 104-105)

Pada usia ini anak hidup dalam dunia fantasi dan imitasi dari contohnya: dongeng,

cerita, model yang disampaikan oleh orang dewasa dan tokoh-tokoh yang berada di

dekatnya (misalnya, orang tua, kakek, nenek, paman, bibi, suster, pastor dll). Pada

usia ini figur orang tua yang baik sangat penting dalam memperkembangkan diri

anak. Sering sekali anak memahami dan membayangkan Tuhan sebagai tokoh yang

mirip ayah, ibu, pengasuh, paman, dan bibi yang dapat memberikan kasih,

pemeliharaan dan pertumbuhan pada dirinya. Anak mengidentifikasikan Tuhan

sebagai pribadi yang dapat memberikan pertolongan, seperti orang tua yang penuh

kasih, memelihara dan melindungi mereka (Fowler, 1995: 110-113)

Usaha untuk mengembangkan iman seorang anak pada usia ini harus

dilaksanakan dengan cara sederhana yang tidak terlalu mengandalkan penalaran, dan

menghindari ucapan-ucapan yang tidak sesuai dengan sikap-sikap atau

tindakan-tindakan yang nyata. Usaha dalam memperkembangkan iman pada anak usia ini

hendaknya lebih mengandalkan keteladanan, melalui perilakunya yang nyata dari para

tokoh kunci seperti dengan menggunakan simbol-simbol tentang Allah. Sering sekali

anak menggambarkan Allah menurut fantasi anak sendiri melalui aspek-aspek

(42)

hal berdoa. Selain itu seorang anak kecil sering meniru orang tuanya dalam berdoa

dan anak mudah mengerti bila orang tua juga membantu mengajari anak untuk berdoa

(Fowler, 1995: 109-111)

Dengan demikian orang tualah yang dapat memberikan gambaran akan Allah

Yang Maha Baik. Oleh karena itu, janganlah anak ditakut-takuti dengan gambaran

bila berdosa akan dihukum. Orang tua sebaiknya berhati-hati memberikan penjelasan

pada anak atas hukuman tersebut. Orang tua harus dapat memberikan kesadaran agar

anak takut akan Allah bukan hanya dengan hukumaNya, namun lebih karena cintaNya

kepada manusia.

2) Tahap Mitis-Harfiah (Usia 6-11 Tahun)

Anak usia ini sudah memasuki masa sekolah. Anak mulai belajar untuk membaca,

atau menulis. Pada usia ini anak memiliki perhatian lebih pada segala sesuatu yang

bergerak, sehingga ada kesan bahwa mereka sudah mengagumi segala sesuatu. Pada

usia ini kehidupan fantasi anak mulai berkurang dan mulai menuju pengamatan yang

nyata. Pengamatan tersebut belumlah seperti orang dewasa karena anak hanya dapat

menerima kenyataan tanpa memberikan kritikan. Anak mulai mengalami pergumulan,

di satu sisi ingin bersikap rajin, berkelakuan baik dan memiliki inisiatif, namun di sisi

lain ingin mengalahkan rasa rendah diri (Fowler, 1995: 117).

Anak mulai menyadari mereka bersemangat untuk mengembangkan keterampilan,

ingin mencapai sesuatu, dan bekerja dengan rajin sebagai kesenangan atau untuk

mendapatkan pengakuan. Anak mulai senang membantu orang lain dan berminat

untuk mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan belajar. Meskipun demikian

kadang-kadang anak harus berusaha melawan keinginan bersikap pasif, kehilangan

(43)

memandang dirinya sendiri sebagai pusat perhatian lingkungan, tetapi mulai

memperhatikan keadaan sekelilingnya dengan obyektif (Hurlock, 1990: 149).

Yang paling berperan dalam perkembangan iman anak dalam tahap usia ini adalah

kelompok atau institusi kemasyarakatan dan lingkungan terdekat yakni keluarga

sendiri. Pengajaran tentang iman akan mudah diterima oleh anak bila disampaikan

dalam bentuk kisah-kisah atau cerita-cerita yang berhubungan dengan Allah dan

orang-orang kudus dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Usaha-usaha untuk

memperkembangkan iman anak pada usia ini diharapkan tetap dilaksanakan dengan

cara sederhana yang tidak terlalu mengandalkan penalaran (Soejanto, 2007 : 14).

Orang tua harus memberikan pengetahuan pada anak dan mengatakan bahwa

Allah itu baik dan selalu mencintai manusia. Hal ini dilakukan agar anak selalu

mengingat dan menirukan segara perkataan dan perbuatan orang tuanya sendiri dalam

memuliakan nama Allah. Dengan demikian pengalaman anak akan Allah masih

bergantung dari orang tua itu sendiri. Biasanya iman anak sering sekali diekspresikan

dalam ungkapan misalnya: orang yang baik akan menerima berkat dari Tuhan,

sementara orang yang jahat akan mendapat hukuman dari Tuhan. Maka dapat

diterangkan bahwa perkembangan iman bagi anak-anak sangat perlu diperhatikan.

Perkembangan anak bertujuan untuk memungkinkan orang dalam penyesuaian

diri dengan lingkungan hidupnya (Hurlock, 1990: 3). Denikian juga perkembangan

iman bukanlah suatu peristiwa yang hanya terjadi satu kali seumur hidupnya, tetapi

merupakan suatu proses pertumbuhan yang secara terus-menerus. Kepercayaan anak

terhadap Allah yang selalu diperkembangkan secara terus-menerus merupakan

perkembangan iman anak dalam hidup sehari-hari mereka. Oleh karena itu

(44)

dalam imannya pada Allah. Perkembangan iman anak akhirnya juga bergantung pada

lingkungan dari kebersamaan dengan orang terdekat anak.

Pada usia anak-anak penghayatan iman seseorang biasanya masih berciri

egosentrik (terpusat pada dirinya), emosional (lebih berhubungan dengan

perasaannya), konkrit (lebih banyak terkait dengan penyerapan indrawinya), dan

spontan, misalnya saja dalam hal doa. Anak-anak berdoa tujuannya untuk mencapai

keinginannya. Selain itu dalam perayaan Natal biasanya anak menganggap bahwa

Santa Claus akan datang dan memberikan hadiah dan bukan karena lebih pada

kelahiran Yesus (Hurlock, 1990: 127).

Anak memiliki iman yang realistik, di mana imannya dapat diwujudnyatakan

melalui interaksi dengan orang-orang terdekatnya yaitu orang tua maupun keluarga

terdekat. Anak dapat mengenal Allah dan mendengarkan sapaan Allah melalui ajaran

dari orang tua mereka. Seperti yang telah dijelaskan di atas anak senang menirukan

hal-hal yang dilakukan orang tuanya, begitu juga dalam mengenal Allah, anak akan

menirukan dari orang tua. Anak juga melihat diri Allah dalam ke dua orang tuanya.

Relasi anak dan Allah tergantung dengan relasi anak dengan orang tuanya, misalnya

anak melihat bahwa orang tuanya pemarah dan suka mengatur serta menghukum anak

yang berbuat salah, maka anak mempunyai penilaian bahwa Allah adalah pemarah,

mempunyai banyak aturan dan sebagai pribadi yang sering menghukum dan

mengasihi anak yang patuh (Fowler, 1995: 130-131).

Uraian di atas menyatakan bahwa kehidupan iman dalam diri anak dihayati sesuai

dengan pengalaman anak menjalin relasi dengan orang-orang terdekatnya. Kehidupan

(45)

b. External

Soejanto, 2007: 14-16 merumuskan bahwa perkembangan iman anak biasanya

berlangsung dalam konteks atau ruang lingkup yang diwarnai oleh beberapa hal

sebagai berikut:

1) Orang Tua Sebagai Teladan

Iman biasanya tumbuh pada anak saat ia mengamati dan mengikuti tokoh-tokoh

identifikasinya secara spontan dan belum terlalu disadari. Tokoh-tokoh identifikasi

tersebut adalah orang dewasa yang terpenting dan terdekat baginya, yakni orang

tuanya. Sikap dan perilakunya mengacu pada sikap atau perilaku dari orang-orang

dewasa yang dihormatinya, tokoh-tokoh panutannya. Kemampuannya seseorang

untuk memahami sesuatu secara abstrak biasanya masih sangat terbatas. Anak lebih

memahami sesuatu dengan melihat contoh-contoh yang konkret dan cenderung

mengikuti contoh-contoh tersebut.

Pemimpin Gereja Katolik berharap bahwa anak-anak menemukan teladan hidup

beriman pertama-tama dalam diri orang tua dan anggota-anggota keluarga sendiri.

Iman anak-anak hanya dapat berkembang bila mereka hidup bersama dengan orang

tua dan orang-orang dewasa yang sungguh beriman. Sebagai insan yang masih belia

anak-anak memerlukan teladan iman dari kedua orang tua (CT art. 68).

2) Menciptakan Suasana Yang Menyenangkan

Suasana adalah keadaan dari suatu tempat. Suasana sulit dirumuskan, tetapi

mudah untuk dirasakan atau dialami. Bagi seorang anak, suasana merupakan

keadaaan yang menyenangkan atau tidak, membuatnya kerasan atau tidak. Pengaruh

suasana rumah terhadap anak sangatlah besar, apalagi bila hal itu terjadi selama

bertahun-tahun. Suasana dapat terjadi karena kebetulan saja, namun mengingat

(46)

perkembangan iman anak. Suasana yang begitu nyaman dapat terjadi di dalam

keluarga bila perilaku semua anggota keluarga yang penuh dengan kasih sayang dan

keakraban. Keluarga mempunyai kebutuhan acara dan irama hidup yang sesuai dan

sekaligus dapat memungkinkan terciptanya suasana yang menyenangkan.

3) Orang Tua sebagai Pengajar

Keteladanan kadang-kadang bersifat agak tersembunyi, maka keteladanan itu

sebaiknya juga diperkuat dengan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan daya

tangkap anak dan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan kepribadian anaknya.

Pengajaran harus sesuai dengan keadaan anak, kepekaan emosionalnya, aneka

kesulitan dan masalahnya. Pengajaran dapat membantu anak mengolah pengalaman

dan perasaannya. Pengajaran harus dapat bersifat komunikatif dan merangsang anak

untuk berpikir secara aktif.

4) Menciptakan Komunikasi Dalam Keluarga

Komunikasi antara semua anggota keluarga merupakan faktor pendukung

perkembangan iman yang tidak tergantikan. Isi komunikasi sebaiknya dapat

memperluas wawasan iman dan menjadi sumber inspirasi iman. Bentuk-bentuk

komunikasi sangat dipengaruhi oleh faktor budaya, misalnya: kebiasaan

berterusterang atau sembunyi-sembunyi, kebebasan berpikir atau ketaatan buta.

C. Peranan Orang Tua dalam Perkembangan Iman Anak

1. Hal-hal Yang Mendasari Tugas Orang Tua dalam Pendidikan Iman Anak

Pendidikan anak merupakan salah satu tugas dari orang tua yang telah disatukan

dengan sakramen perkawinan yang berasal dari Allah sendiri, sebagaimana dituliskan

(47)

“Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia, laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: Beranakcuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi (Kej 1:27, 28)

Berdasarkan ayat inilah Gereja menegaskan bahwa Allah menganugerahi

suami-istri berkat kemampuan untuk melahirkan keturunan. Berkat kemampuan yang telah

diberikan oleh Allah harus dapat dipergunakan dengan mendidik anak-anaknya dalam

mengembangkan kehidupan dan kepribadian mereka. Melahirkan dan mendidik anak

merupakan tujuan utama dari suatu perkawinan. Melahirkan anak dan memberikan

pendidikan secara menyeluruh kepada anak-anak merupakan unsur hakiki dan

mencirikan perkawinan sebagai persekutuan seluruh hidup. Pasangan suami istri

mempunyai tanggungjawab besar dalam menciptakan suasana baik dalam keluarga

supaya menjadi tempat yang ideal untuk perkembangan kepribadian dan kehidupan

anak-anak (Agung Prihartana, 2008: 26-27).

Anak merupakan manusia kecil yang masih membutuhkan pendampingan dan

pengarahan. Bimbingan dan pengarahan yang diberikan pada anak bukan hanya

pengetahuan tetapi juga soal hidup sebagai orang yang beriman kristiani. Dengan

demikian orang tualah yang sangat diharapkan untuk memberikan pendampingan dan

bimbingan terhadap anak. Orang tua tidak bisa sembarang memberikan bimbingan

dan pengarahan karena itu akan menjadi dasar bagi mereka untuk

memperkembangkan dirinya. Orang tua mencerminkan dirinya sebagai teman dan

guru bagi anak. Demikian pula halnya dalam perkembangan imannya, anak sangat

membutuhkan seseorang pembimbing yang dewasa imannya. Dalam hal ini orang

(48)

orang yang terdekat bagi anak. Ada tiga hal yang menjadi dasar dari tanggungjawab

orang tua terhadap perkembangan iman anak di dalam keluarga.

a. Dasar Kitab Suci

Kitab Suci menjadi sumber yang dapat dipercaya dan diyakini oleh orang Kristen.

Di dalam Alkitab banyak membicarakan tentang bagaimana orang tua mendidik,

mengajar dan memelihara anak-anaknya. Anak merupakan buah kasih dari Allah

kepada orang tua, maka orang tua dapat mensyukurinya atas segala anugerah yang

telah diberikan. Oleh sebab itu orang tua bertanggung jawab untuk mendidik,

mengajar serta memelihara anak-anaknya.

Dalam pelaksanaannya pendidikan iman anak harus mendapat perhatian yang

besar. Dalam Lukas 18:15-17 diungkapkan bahwa sungguh besar perhatian Yesus

terhadap anak. Anak-anak memiliki tempat yang istimewa dalam hati Allah, karena

dalam diri anak terdapat kepolosan, sikap rendah hati dan ketergantungan total pada

Allah. Sikap inilah yang dapat mengantar manusia ke Kerajaan Surga. Kepolosan,

rendah hati dan ketergantuan yang dimiliki oleh anak maka memerlukan bimbingan

dan pengarahan dari para orang yang lebih dewasa imannya agar anak-anak tidak

terjerumus pada hal-hal yang tidak baik. Allah menghendaki orang dewasa khususnya

orang tua memberikan bimbingan dan pengarahan seturut dengan jalanNya yang

diwujudkan dalam bentuk perhatian, cinta kasih dan pendidikan, karena anak-anak

sangat berharga dan memiliki hak dalam hidupnya. Sebaliknya orang-orang yang

menyesatkan anak-anak maka akan dihukum (Mat 18:1-10).

Alkitab juga mengajar agar orang tua tidak mengabaikan tugas pokoknya yaitu

mendidik dan membimbing anak-anaknya. Anak terkadang membuat orang tua susah,

namun orang tua perlu membimbing anak-anaknya penuh dengan kesabaran dan

(49)

mengatakan “Ajarlah anakmu selama masih ada harapan tetapi jangan engkau

menginginkan kematiannya”. Amsal ingin mengatakan bahwa ada kalanya orang tua

bertindak tegas pada anak agar anak tidak merasa dimanja, namun orang tua juga

harus dapat mengenal anak-anaknya. Pendidikan yang baik yang diberikan orang tua

tidak hanya profan, namun pendidikan iman anak juga harus diperhatikan.

Pendidikan iman anak yang diberikan oleh orang tua mengarah pada pengenalan

kepada Tuhan. Bagaimanapun juga harus kita akui bahwa pendamping utama dalam

hidup kita ini adalah Yesus Kristus (Kis 2:14-40). Di mana Yesus memberkati dan

melindungi semua orang begitu juga dengan anak-anak Yesuslah yang menjadi

perantara kita dengan kehendak Allah. Yesus merupakan utusan dari Allah untuk

memberikan bimbingan dan pendampingan sesuai ajaran Allah. Selain itu orang tua

memiliki tugas yang mulia untuk membimbing dan memberikan pendampingan

perkembangan iman anak. Orang tua menjadi sarana untuk menolong anak dalam

menghayati Yesus Kristus dalam hidup sehari-hari anak. Orang tua menjadi wakil

Tuhan di dunia untuk selalu memberikan pendidikan, bimbingan dan perlindungan

dalam perkembangan iman anak, sehingga anak dapat berjalan di jalan yang benar. Di

Amsal 22:6 mengatakan “didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya

maka pada masa tuanya pun tidak akan menyimpang”. Di sini dijelaskan bahwa anak

muda dan anak-anak harus diberi bimbingan dan pendidikan yang benar agar di hari

tuanya selalu di jalan yang benar.

b. Dasar Ajaran Gereja

Seorang laki-laki dan perempuan yang telah dipersatukan melalui sakramen

perkawinan memiliki tiga hakikat perkawinan yaitu kesejahteraan suami-istri,

(50)

Dengan perjanjian perkawinan seseorang pria dan seorang wanita membentuk antara mereka kebersamaan seluruh hidup; dari sifat kodratinya perjanjian itu terarah pada kesejahteraan suami-istri serta kelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan perjanjian perkawinan antara orang-orang yang dibaptis diangkat ke martabat sakramen (Kan. 105 § 1).

Suami dan istri yang telah diikat dengan janji perkawinan maka merekalah yang

bertanggung jawab atas pendidikan anaknya. Cinta kasih orang tua diharapkan

diperlihatkan pada anak-anaknya. Tugas dan kewajiban orang tua menciptakan

lingkungan keluarga yang diliputi semangat bakti kepada Allah dan kasih sayang

terhadap sesama. Maka keluarga itulah lingkungan pendidikan pertama dan utama

baik dalam bidang sosial maupun dalam bidang iman yang benar-benar dibutuhkan

oleh anak-anak.

Pendidikan yang diberikan oleh orang tua tidak hanya bertujuan untuk

mendewasakan anak-anak, namun manusia yang telah menerima baptisan dapat

semakin mendalami materi keselamatan sehingga anak dapat semakin membaktikan

dirinya dan mengikuti segala ajaran Allah. Bimbingan yang diberikan oleh orang tua

juga harus membuat anak menjadi merasa nyaman dalam menjalani hidupnya

masing-masing (Kan. 793 δ1).

Pendidikan yang benar itu yaitu mengarahkan pada pembinaan pribadi manusia

yang utuh dan mengarahkan untuk kepentingan masyarakat. Untuk menjadi anak-anak

yang memiliki kepribadian utuh, maka anak-anak harus dibantu dengan

memperkembangkan bakat fisik, moral dan intelektualnya secara harmonis. Selain itu

anak-anak juga dibimbing dan didorong agar dapat mempertimbangkan nilai-nilai

moral dengan hati nurani yang tepat, dan mengikuti dengan keyakinan pribadi untuk

(51)

Orang tua merupakan pembimbing yang pertama dan utama terhadap

perkembangan anak. Bimbingan yang orang tua lakukan terhadap anak sangatlah

penting, sehingga kalau diabaikan akan sangat berpengaruh pada perkembangan anak

nantinya. Hak dan kewajiban orang tua dalam membimbing anaknya merupakan hak

yang hakiki, asasi dan utama serta tidak dapat tergantikan dan dialihkan pada

siapapun. Hal ini sungguh merupakan kelanjutan dari penyaluran hidup manusia yang

suci (FC art. 36). Tugas orang tua sangatlah berat karena orang tualah yang

bertanggungjawab perkembangan iman mereka. Sebaiknya anak-anak sudah mulai

dikenalkan dengan Allah sejak dini, agar anak-anak dapat memandang dan

menyembahNya dengan baik. Selain itu orang tua juga harus memberikan bimbingan

pada anak agar mencintai sesama manusia sesuai dengan iman yang diterima dalam

pembaptisan.

Mengingat tugas dan kewajiban orang tua memberikan bimbingan pada anak-anak

begitu berat, maka Gereja menyumbangkan bantuan untuk meringankan beban orang

tua. Bantuan yang diberikan oleh Gereja dan Negara adalah pendidikan sekolah baik

itu di Negeri dan Swasta maupun pendidikan di luar sekolah yaitu pendampingan

iman anak yang sering dilaksanakan di gereja atau di Paroki. Dengan adanya bantuan

ini bukan berarti melepaskan orang tua dari tugas dan kewajibannya, namun Gereja

dan Negara hanya membantu menyelenggarakan pendidikan di luar rumah sedangkan

di dalam rumah orang tua tetap membantu anak dalam perkembangan pribadi mereka.

Orang tualah yang menjadi sarana bagi anak untuk menentukan jalan kehidupan

(52)

c. Dasar Moral

Menurut Piaget dalam Hurlock, (1989: 79-80) perkembangan moral terjadi dalam

dua tahap yang jelas. Tahap pertama disebut tahap realisme moral atau moralitas oleh

pembatas. Tahap kedua disebutnya tahap moralitas otonomi atau moralitas oleh kerja

sama atau timbal balik. Pada tahap pertama, perilaku anak ditentukan oleh ketaatan

otomatis terhadap peraturan tanpa penalaran atau penilaian. Mereka menganggap

orang tua dan semua orang maha kuasa. Pada tahap perkembangan ini anak menilai

salah atau benar dilihat dari konsekuensinya dan bukan berdasarkan motivasi belaka,

misalnya, suatu tindakan yang dianggap salah karena mengakibatkan hukuman.

Kedua, tahap perkembangan moral yang dapat mempertimbangkan semua cara yang

mungkin untuk memecahkan masalah tertentu dengan berbagai sudut pandang dan

mempertimbangkan berbagai faktor untuk memecahkannya.

Anak-anak merupakan manusia muda yang hidup di tengah-tengah masyarakat

dengan segala aturan dan moral-moral yang biasa digunakan dalam hidup bersama

agar tercipta kelangsungan hidup bersama dengan harmonis. Moral kristiani lebih

menekankan suatu sikap, keputusan dan tindakan yang sesuai dengan ajaran Kristus.

Dalam hal ini Kristuslah yang menjadi teladan hidup yang di jalaninya. Selain itu

moralitas kristiani bertujuan dan berakhir pada relasi manusia dengan Tuhan yang

tidak hanya bersifat pribadi, namun lebih pada persatuan dan kekeluargaan antar

manusia. Anak merupakan anggota masyarakat yang sangat membutuhkan bantuan

agar dapat mengenal aturan-aturan yang ada sehingga dapat mengambil tindakan yang

harmonis dalam masyarakat dan dapat mempertanggungjawabkannya (Hurlock, 1989:

(53)

2. Tanggungjawab Keluarga terhadap Perkembangan Iman Anak a Gravissimum Educationis

Orang tua sebagai pendidik pertama dan utama bertanggungjawab penuh

terhadap pendidikan iman anaknya dengan memberikan teladan iman yang bagi

mereka. Pendidikan ini tidak hanya membantu anak untuk tumbuh dewasa secara fisik

dan mental, tetapi juga membimbing anak-anak supaya mampu memahami iman

katolik dan semakin menyadari karunia iman serta panggilan hidup mereka (GE art.

2). Maka dengan itu sejak dini anak diajarkan mengenal Allah serta berbakti

kepada-Nya seturut iman yang mereka terima dalam sakramen baptis. Untuk menciptakan itu

semua, orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama mempunyai kewajiban

membangun suasana keluarga yang dihidupi oleh semangat cinta bakti kepada Allah

dan sesama.

Dalam dokumen Gravissimum Educationis, khususnya pada art 3 digaris bawahi pentingnya peranan dan tanggungjawab orang tua sebagai pendidik iman yang

Gambar

Tabel 1. Variabel Penelitian
Tabel 2. Identitas Responden (N: 60)
Tabel 3. Tugas Sebagai Orang Tua dalam Memperkembangkan Anak
Tabel 4. Perhatian Orang dalam Memperkembangkan Iman Anak di Paroki
+2

Referensi

Dokumen terkait

Nilai pH, produksi protein mikrobia, degradabilitas bahan kering dan bahan organik pada ransum T1 dengan penambahan tepung bonggol pisang dan pada ransum T2 dengan

jelas.Untuk membantu penulis dalam melihat implementasi Peraturan Bupati Nomor 12 tahun 2012 tentang Penertiban Ternak dan Hewan Penular Rabies di Kabupaten Kuantan

---Menimbang, bahwa putusan aquo dijatuhkan pada tanggal 11 Oktober 2010 dihadapan Penggugat dan Tergugat dan kemudian permohonan banding Pembanding diajukan

Jenis pompa perpindahan positif (positive displacement pump) dipilih dengan pertimbangan pompa dapat mengalirkan larutan asam fosfat secara konstan pada flow rate 55m3/h (242 gpm)

Formulir Penjualan Kembali Unit Penyertaan MANDIRI INVESTA DANA SYARIAH yang telah dipenuhi sesuai dengan syarat dan ketentuan yang tercantum dalam Kontrak

Prakiraan penjalaran asap pada level ketinggian 50 meter sampai dengan tanggal 19 Agustus 2009 pukul 07.00 WIB, di wilayah Sumut arahnya menuju Utara sampai ke Selat Malaka,

Simulasi dilakukan dengan memodifikasi panjang throat section steam ejector dan memvariasikan kondisi operasi tekanan dan temperatur dari suction (evaporator) dan

Perobahan itu menurutnya adalah hasil dari meminjam alat-alat elaborasi (teori sosial) yang dimiliki oleh ilmuan di luar Islam. Dari sini muncullah