ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah “DOA BERSAMA DALAM KELUARGA SEBAGAI SARANA PEMBINAAN IMAN USIA DINI DI LINGKUNGAN ST PETRUS PAROKI ST YOHANES RASUL KEDATON BANDAR LAMPUNG, LAMPUNG”. Judul ini dipilih oleh penulis berdasarkan wawancara kepada keluarga di Lingkungan St Petrus Paroki St Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung dan bertitik tolak dari keprihatinan penulis terhadap situasi pelaksanaan doa bersama dalam keluarga Katolik di lingkungan St Petrus Paroki St Yohanes Rasul Kedaton terhadap perkembangan iman anak. Adanya hambatan yang dirasakan oleh keluarga Katolik bahwa kurang ada waktu untuk saling berdialog dan berdoa bersama karena masing-masing anggota keluarga sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.
Kegiatan doa bersama merupakan suatu usaha untuk membangun relasi dengan Tuhan maupun dengan sesama. Selain itu juga dalam doa bersama menjalin persatuan dan persekutuan antar anggota keluarga. Doa keluarga merupakan doa yang dilakukan secara bersama-sama yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Sedangkan pembinaan iman usia dini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak-anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan iman anak.
Berdasarkan hasil penelitian di Lingkungan St Petrus Paroki St Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung orang tua telah memahami dirinya sebagai pendidik iman yang utama dan pertama dalam keluarga. Secara umum, doa bersama dipahami sebagai relasi yang intim antara manusia dan Tuhan. Selain itu juga orang tua telah mengupayakan terlaksananya doa bersama dalam keluarga dengan berusaha membuat jadwal rutin dan menyempatkan diri untuk berdoa bersama.
▸ Baca selengkapnya: doa pemberkatan jenazah katolik
(2)ABSTRACT
The title of this thesis is "FAMILY PRAYER AS A MEANS OF EARLY AGE FAITH EDUCATION IN ST PETER NEIGHBORHOOD, ST JOHN PARISH IN KEDATON, BANDAR LAMPUNG, PROVINCE OF LAMPUNG”. This title was chosen based on the interviews with families in the neighborhood of St Peter Parish of Kedaton Apostle St John, Bandar Lampung , Lampung and the starting point concerns the situation of the practice of prayer in a Catholic were family in the neighborhood of St Peter parish of Kedaton Apostle St John to the development of children faith. The obstacles perceived by the Catholic family that there was less time for mutual dialogue and prayer together became each of the family members is busy with her own activities.
Prayer activity is an effort to build a relationship with God and with others. It addition to the prayer also promote the unity and communion between family members. Family prayer is a prayer done together consisting of father, mother and children. The faith formation of early childhood is a development effort aimed at children from birth up to the age of six years accomplished by providing educational stimulant to help the growth and development of the child's faith.
Based on the investigation results in the neighborhood of St Peter Parish of Kedaton Apostle St John, Bandar Lampung, Lampung, parents have understood themselves as the main and primary faith educators in the family. In general, family prayer was understood as an intimate relationship between man and God. In addition, parents have made an effort to the implement of prayer in the family by attempting to make it a regular schedule and taking the time to pray together.
The author proposed family catechesis to help parents, especially in fostering the their children’s faith. Family catechesis was organized by the author’s creativity in the form of Share Christian Praxis namely catechesis that emphasizes a process which is participatory dialogue for the family in the neighboorhood of St Peter Parish of Kedaton Apostle St John.
DO PEM PARO
OA BERSA MBINAAN
OKI ST YO
Di MAR PR KEKHU FAKULT AMA DAL IMAN US OHANES R iajukan untu Memperol Program Kekhususan RGARETH N ROGRAM USUSAN P JURUSA TAS KEGU UNIVERS Y LAM KELU IA DINI D RASUL KE LAMPU
S K R I P
uk Memenu eh Gelar Sa m Studi Ilm n Pendidika
Oleh HA DESY C NIM : 111
STUDI ILM ENDIDIKA AN ILMU P URUAN DA SITAS SAN YOGTAKA 2016 UARGA SE DI LINGKU EDATON B UNG
P S I
uhi Salah Sa arjana Pendi mu Pendidik an Agama K
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan kepada
Keluarga, Sahabat, dan
v
MOTTO
Hidup ini berat, penuh perjuangan untuk setiap detik yang kita lalui. Untuk itu kita harus terus bergerak dari setiap detiknya supaya hidup ini lebih
seimbang.
viii
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah “DOA BERSAMA DALAM KELUARGA SEBAGAI SARANA PEMBINAAN IMAN USIA DINI DI LINGKUNGAN ST PETRUS PAROKI ST YOHANES RASUL KEDATON BANDAR LAMPUNG, LAMPUNG”. Judul ini dipilih oleh penulis berdasarkan wawancara kepada keluarga di Lingkungan St. Petrus Paroki St. Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung dan bertitik tolak dari keprihatinan penulis terhadap situasi pelaksanaan doa bersama dalam keluarga Katolik di lingkungan St Petrus Paroki St. Yohanes Rasul Kedaton terhadap perkembangan iman anak. Adanya hambatan yang dirasakan oleh keluarga Katolik bahwa kurang ada waktu untuk saling berdialog dan berdoa bersama karena masing-masing anggota keluarga sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.
Kegiatan doa bersama merupakan suatu usaha untuk membangun relasi dengan Tuhan maupun dengan sesama. Selain itu juga dalam doa bersama menjalin persatuan dan persekutuan antar anggota keluarga. Doa keluarga merupakan doa yang dilakukan secara bersama-sama yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Sedangkan pembinaan iman usia dini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak-anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan iman anak.
Berdasarkan hasil penelitian di Lingkungan St Petrus Paroki St. Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung orang tua telah memahami dirinya sebagai pendidik iman yang utama dan pertama dalam keluarga. Secara umum, doa bersama dipahami sebagai relasi yang intim antara manusia dan Tuhan. Selain itu juga orang tua telah mengupayakan terlaksananya doa bersama dalam keluarga dengan berusaha membuat jadwal rutin dan menyempatkan diri untuk berdoa bersama.
ix
ABSTRACT
The title of this thesis is "FAMILY PRAYER AS A MEANS OF EARLY AGE FAITH EDUCATION IN ST PETER NEIGHBORHOOD, ST JOHN PARISH IN KEDATON, BANDAR LAMPUNG, PROVINCE OF LAMPUNG”. This title was chosen based on the interviews with families in the neighborhood of St. Peter Parish of Kedaton Apostle St. John, Bandar Lampung , Lampung and the starting point concerns the situation of the practice of prayer in a Catholic were family in the neighborhood of St. Peter parish of Kedaton Apostle St. John to the development of children faith. The obstacles perceived by the Catholic family that there was less time for mutual dialogue and prayer together became each of the family members is busy with her own activities.
Prayer activity is an effort to build a relationship with God and with others. It addition to the prayer also promote the unity and communion between family members. Family prayer is a prayer done together consisting of father, mother and children. The faith formation of early childhood is a development effort aimed at children from birth up to the age of six years accomplished by providing educational stimulant to help the growth and development of the child's faith.
Based on the investigation results in the neighborhood of St. Peter Parish of Kedaton Apostle St. John, Bandar Lampung, Lampung, parents have understood themselves as the main and primary faith educators in the family. In general, family prayer was understood as an intimate relationship between man and God. In addition, parents have made an effort to the implement of prayer in the family by attempting to make it a regular schedule and taking the time to pray together.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah karena kasih karunia dan bimbingan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik.
Adapun judul skripsi ini adalah DOA BERSAMA DALAM KELUARGA SEBAGAI SARANA PEMBINAAN IMAN USIA DINI DI LINGKUNGAN ST PETRUS PAROKI ST YOHANES RASUL KEDATON, BANDAR LAMPUNG, LAMPUNG. Diwarnai dengan perasaan putus asa dan bahagia karena berbagai hambatan dan kesulitan yang turut menyertai dalam penulisan skirpsi ini, serta berkat perhatian dan dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu, atas kerja sama yang baik hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini, dengan rendah hati penulis menghaturkan terima kasih kepada :
1. Segenap Staf Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan IPPAK-USD, yang telah mendidik selama berlajar, khususnya dalam menyusun skripsi ini. 2. Dr. C. Putranto, SJ sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
xi
3. Drs. FX. Heryatno Wonowulung SJ,. M.Ed., sebagai penguji II yang telah memberikan perhatian, dukungan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memberikan dukungan, semangat, masukan yang membangun selama belajar di IPPAK-USD, serta dalam pergulatan hidup penulis untuk mencari arah hidup.
4. Y. Kristianto, SFK, M.Pd sebagai penguji III yang telah memberi perhatian, dukungan dan bimbingan penelitian selama penulisan skripsi ini.
5. Bapak, ibu, kakak, dan adikku yang telah setia dan penuh cinta mendampingi serta memberikan semangat dalam menyelesaikan studi di IPPAK-USD. 6. Pastor paroki St Yohanes Rasul Kedaton, Romo Yohanes Tendens Tana Pr
yang telah memberi ijin dalam penelitian di lingkungan St Petrus dan telah membantu demi kelancaran penulisan skripsi ini, secara langsung maupun tidak langsung.
7. Keluarga-keluarga katolik di lingkungan St Petrus yang telah meluangkan waktu untuk mensharingkan pengalaman imannya melalui kuesioner dan telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.
8. Bernadeta Wahyu Widhi Hapsary yang telah memberikan banyak pelajaran dalam hidup.
9. Priska Veria Kusuma, Agnes Garlosi K dan Kartika Putri Dinanti yang telah setia mendukung dan memberikan dorongan semangat dalam proses serta kelancaran studi
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR SINGKATAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penulisan ... 1
B. Rumusan Permasalahan ... 4
C. Tujuan Penulisan ... 5
D. Manfaat Penulisan ... 6
E. Metode Penulisan ... 6
F. Sistematika Penulisan ... 7
BAB II. DOA BERSAMA SEBAGAI SARANA PEMBINAAN IMAN USIA DINI ... 9
A. Doa ... 10
1.Pengertian Doa ... 10
2.Cara Berdoa ... 14
xiv
4.Isi Doa ... 16
5.Bentuk Doa ... 19
6.Doa bersama ... 21
B. Keluarga Katolik ... 23
1.Pengertian Keluarga Katolik ... 25
2. Keluarga adalah Gereja Rumah Tangga ... 26
3.Tugas dan Peranan Keluarga Kristiani ... 29
4.Peranan Doa ditinjau dari Dokumen Familiaris Consortio ... 37
C. Pembinaan Iman Usia Dini ... 39
1.Arti Pembinaan ... 40
2. Pengertian Iman ... 42
3.Pengertian Pembinaan Iman Usia Dini ... 44
D. Kebutuhan Rohani Anak ... 45
1.Kedisiplinan ... 47
2. Pendampingan ... 48
3. Persahabatan ... 48
4. Tahapan Perkembangan Iman ... 49
E. Fokus Penelitian ... 50
BAB III PENELITIAN TENTANG PERANAN DOA BERSAMA DALAM KELUARGA SEBAGAI SARANA PEMBINAAN IMAN USIA DINI DI LINGKUNGAN ST PETRUS PAROKI ST YOHANES RASUL KEDATON, BANDAR LAMPUNG, LAMPUNG ... 52
A. Gambaran Umum Paroki St Yohanes Rasul Kedaton ... 52
1. Sejarah Berdirinya Paroki St Yohanes Rasul Kedaton ... 52
2. Letak Geografis Paroki ... 55
3. Jumlah Umat Paroki St Yohanes Rasul Kedaton ... 56
4. Perkembangan Umat Katolik di Paroki St Yohanes Rasul Kedaton ... 56
B. Metode Penelitian ... 58
1. Latar Belakang Penelitian ... 58
xv
3. Tujuan penelitian ... 60
4. Variabel Penelitian ... 60
5. Manfaat Penelitian ... 61
6. Jenis Penelitian ... 61
7. Tempat dan Waktu Penelitian ... 62
8. Responden Penelitian ... 62
9. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 63
10.Teknik Analisis Data ... 65
C. Laporan Hasil Penelitian ... 66
1. Identitas Responden ... 66
2. Pembinaan Iman Usia Dini di dalam Keluarga ... 68
3. Pengertian dan Peranan Doa dalam Rangka Pembinaan Iman dalam Keluarga ... 71
4. Bentuk-bentuk Doa Bersama yang Berlangsung dalam Keluarga 76 5. Faktor pendukung dan Penghambat Kebiasaan Doa Bersama dalam Keluarga ... 82
6. Usaha-usaha untuk meningkatkan penghayatan hidup doa dalam keluarga ... 85
D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 90
1. Indentitas Responden ... 91
2. Pembinaan Iman Usia Dini di dalam Keluarga ... 92
3. Pengertian dan peranan doa dalam Rangka Pembinaan Iman dalam Keluarga ... 93
4. Bentuk-bentuk doa Bersama yang berlangsung dalam Keluarga 97
5. Faktor pendukung dan penghambat kebiasaan doa bersama dalam Keluarga ... 99
6. Usaha-usaha yang Dilakukan untuk Meningkatkan Penghayatan Hidup Doa dalam Keluarga ... 101
xvi
BAB IV USULAN PROGRAM MENINGKATKAN PERANAN DOA BERSAMA DALAM KELUARGA SEBAGAI SARANA PEMBINAAN IMAN DINI MELALUI KATEKESE KELUARGA DI LINGKUNGAN ST PETRUS PAROKI ST
YOHANES RASUL KEDATON ... 107
A. Peranan Doa Bersama dalam Keluarga sebagai Sarana Pembinaan Iman Dini ... 107
B. Gambaran Umum Katekese ... 111
1. Pengertian Katekese ... 111
2. Tujuan Katekese ... 112
3. Katekese Keluarga ... 113
C. Usulan Program dan Contoh Doa Bersama dalam Keluarga melalui Katekese Keluarga ... 115
1. Arti Program ... 116
2. Tujuan Program ... 116
3. Matriks Memupuk Doa Bersama dalam Keluarga sebagai Sarana Pembinaan Iman Dini di Lingkungan St Petrus Paroki St Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung ... 117
4. Contoh doa Bersama dalam keluarga sebagai Sarana Pembinaan Iman Dini melalui Katekese Keluarga ... 122
BAB V PENUTUP ... 126
A. Kesimpulan ... 126
B. Saran ... 128
DAFTAR PUSTAKA ... 130
LAMPIRAN ... 132
Lampiran 1: Surat Permohonan Ijin Penelitian untuk Paroki ... (1)
Lampiran 2: Surat Permohonan Ijin Penelitian untuk Lingkungan ... (2)
Lampiran 3: Surat Pengantar Penelitian ... (3)
Lampiran 4: Surat Rekomendasi Penelitian ... (4)
xvii
Lampiran 6 : contoh Kuesioner yang diisi responden ... (11)
Lampiran 7: Perikop Kitab Suci ... (23)
Lampiran 8: Gambar-gambar Keluarga ... (24)
xviii
DAFTAR SINGKATAN
A. Daftar Singkatan Kitab Suci
Dalam skripsi ini daftar singkatan Kitab Suci mengikuti Lembaga Alkitab Indonesia (2010).
B. Daftar Singkatan Dokumen Resmi Gereja
AA : Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang
Kerasulan Awam, 7 Desember 1965.
CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.
DV : Dei Verbum, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi, 18
November 1965.
DH : Dignitatis Humanae, Konstitusi Konsili Vatikan II tentang kebebasan beragama, tahun 7 Desember 1965.
GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang
Gereja di Dunia Dewasa ini, 7 Desember 1965.
KGK : Katekismus Gereja Katolik, (P. Herman Embuiru, SVD,
Penerjemah). Ende: Percetakan Arnoldus.
SC : Sacrosantum Consilium, Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi Suci, 4 Desember 1963.
xix
C. Singkatan Lain
Art : Artikel
KAS : Keuskupan Agung Semarang KOMKAT : Komisi Kateketik
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PENULISAN
Keluarga merupakan lingkungan kecil dalam masyarakat yang menempati
bagian yang paling dasar. Pada hakikatnya, keluarga adalah tempat pembentukan
masing-masing pribadi. Keluarga merupakan tempat pembentukan masing-masing
pribadi menjadi pribadi yang utuh dan mengimani Yesus Kristus. Yang berperan
dalam memimpin keluarga adalah orang tua, sebab tugas dan peran orang tua
adalah mendidik anak-anak yang berakar pada panggilan Allah sebagai suami
isteri untuk ikut melancarkan karya penciptaan Allah dengan memberdayakan dan
mengembangkan sosok pribadi anak agar menjadi sosok pribadi yang sempurna
baik jasmani maupun rohani. Oleh karena itu, orang tua sangat berperan dalam
pembinaan iman anak demi perkembangan iman anak. Keluarga merupakan
tempat yang sangat baik untuk memperkembangkan iman dan kedewasaan anak.
Di dalam keluargalah anak dibentuk dan dibina untuk mencapai kematangan
iman. Keluarga merupakan tempat yang sempurna untuk memperkembangkan
iman. Oleh sebab itulah keluarga sering disebut sebagai sekolah pertama dan
utama sebagai tempat pendidikan pertama anak dari lahir sampai dewasa.
Kewajiban dan tanggung jawab mendidik anak merupakan suatu kenyataan
alamiah yang tidak bisa dipungkiri dan dihindari oleh setiap pribadi sebagai orang
tua. Orang tua adalah pribadi pertama yang mempunyai kesempatan
pendidik pertama dan utama yang mengajarkan kebenaran. Konsekuensinya,
mereka juga harus memperkenalkan Tuhan dan membimbing untuk
mengimaninya. Orang tua merupakan pewarta iman yang pertama bagi
anak-anaknya melalui perkataan dan teladan hidup iman. Dalam melaksanakan tugas
dan kewajiban mendidik anak, orang tua diminta mendidik dengan sekuat tenaga
tanpa paksaan dan kekerasan yang dapat mengganggu kebahagiaan dan
keharmonisan hidup berkeluarga. Paus Paulus VI dalam surat apostoliknya yang
berjudul Matrimonia Mixta, menegaskan bahwa orang tua sebagai orang yang
sudah dibaptis secara otomatis mempunyai tanggung jawab dan kewajiban untuk
membaptis dan mendidik anak-anak sebagai anugerah Tuhan yang harus
didampingi dan dibimbing selama masa pertumbuhan mereka dengan memberikan
pengajaran iman dan nilai-nilai Injili. Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya, orang tua diminta untuk memberikan teladan dan
kesaksian hidup yang baik (Agung Prihartana, 2008:21).
Untuk pembinaan iman anak dalam keluarga ada beraneka macam hambatan
yang kompleks. Tentunya hambatan itu berasal dari orang tua sendiri yang sering
mengeluhkan kurangnya waktu untuk memperhatikan perkembangan
anak-anaknya dengan dialog dan berdoa bersama karena orang tua sibuk bekerja
dengan tugasnya di tempat mereka bekerja. Dalam keluarga orang tua kurang
memperhatikan hidup imannya dengan baik sehingga hidup dalam rumah tangga
mengalami kemerosotan. Tuntutan perkembangan jaman yang mengakibatkan
orang lebih senang berhadapan dengan layar televisi membuat anak-anak kurang
pergaulan yang negatif, tidak kerasan di rumah dan terhambat perkembangan
imannya karena kurangnya perhatian orang tua.
Salah satu saran yang dianjurkan oleh Gereja agar keluarga bertumbuh dan
berkembang dalam hidup rohaninya adalah menciptakan kebiasaan berdoa
bersama dalam keluarga. Berhubungan dengan hal ini Paus Yohanes Paulus II
dalam amanat Apostoliknya “Familiaris Consortio”, no 59 menegaskan:
Aku berkata kepadamu, jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka. (FC art 59: 90)
Doa bersama merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh setiap
keluarga Katolik sebagai makanan rohani bagi keluarga. Orang tua sebagai
panutan dalam keluarga harus dapat memberikan contoh hidup doa serta terbuka
dengan memberikan pengertian dalam keluarga. Dengan demikian keluarga
sebagai tempat untuk tumbuh kembangnya iman yang memungkinkan setiap
anggotanya berkembang ke arah yang lebih baik sehingga orang tua menyadari
pentingnya kebiasaan doa bersama sebagai dasar pembinaan iman rohani anak.
Oleh karena itu, melalui skripsi ini penulis bermaksud ingin memberikan
sumbangan pemikiran bagi keluarga Katolik di Lingkungan St Petrus Paroki
Yohanes Rasul Kedaton dengan judul “DOA BERSAMA DALAM
B. RUMUSAN PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penulisan ini dapat
diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Bagaimana pemahaman keluarga katolik mengenai doa bersama dalam
keluarga katolik dalam rangka mendidik iman anak di Lingkungan St Petrus
Paroki Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung?
2. Wujud-wujud apa saja yang kini berlangsung dari doa bersama dalam
keluarga katolik di Lingkungan St Petrus Paroki Yohanes Rasul Kedaton
Bandar Lampung, Lampung?
3. Hambatan apa yang dihadapi keluarga dalam pelaksanaan doa bersama dalam
keluarga katolik di Lingkungan St Petrus Paroki Yohanes Rasul Kedaton
Bandar Lampung, Lampung?
4. Usaha apa yang dapat dilakukan untuk membantu keluarga katolik dalam doa
bersama sebagai sarana pembinaan iman dalam kehidupan sehari-hari,
khususnya di Lingkungan St Petrus Paroki St Yohanes Rasul Kedaton Bandar
Lampung, Lampung?
5. Harapan apa yang diinginkan oleh keluarga Katolik untuk meningkatkan
kegiatan doa bersama dalam keluarga demi sarana pembinaan iman usia dini
di lingkungan St Petrus Paroki St Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung,
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan ini adalah:
1. Mengetahui pemahaman keluarga katolik mengenai doa bersama dalam
keluarga katolik dalam rangka mendidik iman anak di Lingkungan St Petrus
Paroki Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung.
2. Mengetahui wujud-wujud apa saja yang kini berlangsung dari doa bersama
dalam keluarga katolik di Lingkungan St Petrus Paroki Yohanes Rasul
Kedaton Bandar Lampung, Lampung.
3. Mengetahui hambatan apa yang dihadapi keluarga dalam pelaksanaan doa
bersama dalam keluarga katolik di Lingkungan St Petrus Paroki Yohanes
Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung.
4. Mengetahui sejauh mana usaha yang sudah dilakukan oleh keluarga katolik
dalam menerapkan kebiasaan doa bersama dalam keluarga di Lingkungan St
Petrus Paroki Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung.
5. Mengetahui harapan apa yang diinginkan oleh keluarga Katolik untuk
meningkatkan kegiatan doa bersama dalam keluarga demi sarana pembinaan
iman usia dini di lingkungan St Petrus Paroki St Yohanes Rasul Kedaton
Bandar Lampung, Lampung?
6. Memenuhi persyaratan ujian kelulusan Sarjana Strata 1 pada Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Agama Universitas Sanata Dharma
D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini:
1. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis tentang doa bersama
sebagai pembinaan iman anak.
2. Memperkaya atau memberi sumbangan bentuk – bentuk doa dalam keluarga
untuk meningkatkan kebiasaan doa bersama dalam keluarga sebagai sarana
pembinaan iman dini.
3. Membantu keluarga-keluarga katolik untuk mengatasi hambatan yang
dihadapi keluarga dalam menerapkan kebiasaan doa bersama dalam keluarga
sebagai sarana pembinaan iman bagi anak-anaknya.
4. Memberikan sumbangan mengenai berbagai bentuk dan model doa bersama
dalam keluarga.
E. METODE PENULISAN
Dalam tugas akhir ini, penulis menggunakan metode studi kepustakaan dan
penelitian lapangan. Penelitian studi kepustakaan untuk mempelajari ajaran dan
dokumen gereja. Sedangkan penelitian kuantitatif dan kualitatif untuk
mempelajari situasi yang terjadi di lapangan sejauh mana keluarga-keluarga
mengalami hambatan dalam mendidik iman anak dengan penyebaran kuesioner,
dan penelitian doa bersama dalam keluarga sebagai sarana pembinaan iman usia
dini di Lingkungan St Petrus Paroki Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung,
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memperoleh gambaran yang jelas, penulis menyampaikan
pokok-pokok sebagai berikut:
BAB I:
Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II:
Bab ini membahas tentang refleksi kritis tentang doa bersama sebagai
sarana pembinaan iman dini, yang dijelaskan dalam dua pokok yaitu doa bersama
dalam keluarga katolik dan pembinaan iman.
BAB III:
Bab ini membahas tentang laporan penelitian doa bersama dalam keluarga
sebagai sarana pembinaan iman dini yang meliputi: latar belakang Gereja (sejarah
paroki, profil paroki, situasi umat paroki), gambaran umum Lingkungan St Petrus
terkhusus kehidupan doa bersama dalam keluarga, situasi ekonomi keluarga di
Lingkungan St Petrus, laporan penelitian (latar belakang penelitian, tujuan
penelitian, jenis penelitian, instrumen penelitian, responden penelitian, waktu,
tempat, dan pelaksanaan penelitian, variabel penelitian) dan pembahasan hasil
penelitian, kesimpulan dan hasil penelitian.
BAB IV:
Bab ini berisi tentang usaha meningkatkan kesadaran akan peran penting
sebagai sarana pembinaan iman dini di Lingkungan St Petrus Paroki Yohanes
Rasul Kedaton.
BAB V:
Bab ini berisi kesimpulan dari seluruh rangkaian bab yang sudah diuraikan
BAB II
DOA BERSAMA SEBAGAI SARANA PEMBINAAN IMAN DINI
Bab II ini akan membahas tentang doa bersama dalam Keluarga dan
pembinaan iman. Bab ini akan dibagi menjadi dua bagian yang pertama dijelaskan
tentang pengertian doa bersama dalam keluarga katolik, yang kedua dijelaskan
tentang pembinaan iman.
Berhubungan dengan hal doa Lydia Simons menuliskan dalam bukunya
Bagaimana Aku Harus Berdoa (1995: 9) menegaskan bahwa “Bagi umat Kristen,
doa merupakan suatu perintah yang diberikan oleh Tuhan. Memanglah bukan
suatu perintah yang datang dari luar seperti sebuah komando kepada kita,
melainkan suatu tugas semacam perintah untuk melaksanakan cinta kasih yang
telah dibebankan kepada kita semua”. Dalam Injil Lukas juga tertulis “Yesus
mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa
mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu” (Luk 18:1)
Ajakan Yesus dalam kutipan Lukas 18:1 kiranya jelas bahwa kita harus
terus berdoa. Namun demikian seperti melaksanakan perintah berat tentang cinta
kasih, maka demikianlah terasa sangat sulit untuk menunaikan tugas tentang hal
berdoa. Melihat situasi di zaman sekarang yang tidak menentu ini, banyak
keluarga mengalami pasang surut, tantangan maupun hambatan dalam membina
iman keluarganya. Salah satu tantangan itu adalah membina kebiasaan doa
A. Doa
Sebelum dijelaskan mengenai pengertian doa bersama sebagai pembinaan
iman dini, terlebih dahulu dijelaskan tentang beberapa pengertian doa yang
menjadi dasar kehidupan umat Kristiani. Dalam bagian ini juga akan dijelaskan
beberapa pengertian dan bentuk-bentuk doa Kristiani.
1. Pengertian Doa
a. Menurut Thomas H. Green SJ
Doa itu mengangkat hati dan budi kepada Tuhan. Itu suatu definisi yang
mudah dihafal yakni jelas dan singkat. Definisi itu baik, karena mengajarkan
kepada kita bahwa Tuhan itu jauh ada di luar pengalaman kita, doa itu
mengandaikan usaha dari pihak kita dan doa itu melibatkan budi dan hati yakni
pengertian, perasaan dan kemauan manusia. Jika kita menyelidiki tiga unsur itu
lebih lanjut, kita mungkin dapat menemukan gambaran lebih jelas tentang apa doa
itu. Unsur terakhir doa muncul dari dalam hati itu merupakan sesuatu yang sangat
penting dan tidak selalu ditekankan dengan jelas. Doa itu mengangkat masalah
pengertian dan pengetahuan sehingga menyerupai teologi yang ingin
menggunakan budi dalam melayani iman. Memanfaatkan pemikiran untuk
menjelaskan pewahyuan Tuhan (Green, 1988:28).
Doa itu membuka hati dan pikiran kepada Tuhan sebab membuka itu
menekankan mau terbuka dan menanggapi. Membuka diri berarti juga mau
bertindak sedemikian rupa sehingga yang lain tetap kuasa yang menentukan.
yang sejati. Kalau kita sudah belajar mendengarkan dengan penuh perhatian dan
kepekaan, semua peristiwa dalam hidup menjadi sebuah perjumpaan dengan
Tuhan (Green, 1988:31). Mendengar dan mendengarkan itu suatu metafora yang
baik untuk diterapkan pada doa. Hal ini cukup membantu menjelaskan bahwa doa
itu tidak hanya sekedar meminta, tetapi menggali lebih dalam untuk bertindak
mencapai arti doa yang sesungguhnya. Doa itu hakikatnya perjumpaan dialogis
antara Allah dan manusia. Dan karena Allah itu Tuhan, maka hanya Dialah yang
dapat memprakarsai perjumpaan itu. Maka, apa yang dibuat dan dikatakan
manusia di dalam doa tergantung pada apa yang telah di katakan Tuhan lebih
dulu. Doa sendiri mengandaikan usaha dari pihak manusia, meskipun Tuhanlah
yang selalu memulai lebih dulu untuk membuka hati manusia karena Tuhanlah
yang telah memilih manusia (Yoh 15:16).
b. Menurut J. Darminta, SJ
Berbicara tentang doa, berarti mendalami doa murid Yesus Kristus. Bagi
Gereja, hal itu berarti bahwa manusia berdoa bersama melalui dan dalam nama
Yesus Kristus. Oleh karena itu dalam buku yang berjudul Tuhan Ajarlah Kami
Berdoa (Darminta 1983:12) menyatakan bahwa:
bersatu dengan Bapa dan Roh Kudus hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa”.
Dari rumusan-rumusan doa di atas dapat dikatakan, bahwa meski alamat
doa itu ditujukan untuk Yesus Kristus, doa tetap dihayati sebagai kelanjutan doa
Yesus Kristus kepada Bapa-Nya. Doa Kristus menjadi dasar doa kristen. Setiap
orang berdoa, kita berdoa tidaklah sendirian, tetapi kita berdoa bersama-sama
dengan Kristus. Kebersamaan dengan Kristus itulah yang membuat doa kita
didengar oleh Allah Bapa (Yoh 16:24). Untuk mengetahui bagaimana orang
Kristen berdoa, orang dapat melihat bagaimana Yesus Kristus sendiri berdoa. Doa
Yesus Kristus mengungkapkan dan menyingkapkan makna dan arti doa Kristen.
Secara singkat dapat dikatakan, bahwa dalam doa-doa-Nya terungkaplah misteri
hidup Yesus Kristus sebagai Putera Allah dan sebagai Penyelamat. Berdasarkan
kenyataan itu dapatlah didekati ciri-ciri pokok doa Yesus Kristus yang memang
tetap merupakan doa yang khas (Darminta, 1983:13).
Berdasarkan ciri-ciri pokok doa Yesus yang sering Ia lakukan adalah saat
Yesus memberi makan lima ribu orang (Mat 26:23). Sesudah Yesus memberi
makan lima ribu orang, Yesus menyuruh semua orang yang mengikuti-Nya untuk
pulang dan sesudah itu Ia naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Yesus
memiliki ciri berdoa seorang diri, seperti berdoa di taman (Mat 26:36). Dengan
berdoa sendirian itu Yesus dapat merasakan secara mendalam dan diri-Nya
sebagai Putera Allah di hadapan Bapa di surga. Ciri yang lainnya adalah
persekutuan Yesus dengan Bapa (Luk 2:49) bagi Yesus, persekutuan dengan
Allah Bapa merupakan dasar dalam doa-Nya. Kesatuan intim dengan Allah Bapa
untuk meminta berkat Tuhan (Luk 3:21) peristiwa pembabtisan Yesus di sungai
Yordan, (Luk:6:12) saat Yesus memanggil kedua belas rasul. Ciri-ciri doa Yesus
yang lainnya adalah hubungan antara Yesus dengan Allah Bapa yang dilukiskan
dalam Kitab Suci sebagai hubungan Putera dan Bapa. Doa Yesus bercirikan
menyerahkan diri seutuhnya kepada kehendak Bapa-Nya di surga.
c. Menurut Al. Wahjasudibja Pr
Dalam bukunya yang berjudul Hidup Sejati (Al. Wahjasudibja) menegaskan
bahwa:
Orang yang sudah dibaptis menerima hidup ilahi, ikut serta dalam hidup Allah, maka juga ikut serta dalam imamat Kristus meski secara umum. Maka ia diperkenankan menghadap dan berbicara secara langsung kepada Bapa di surga. Keakraban persatuan itu dinyatakan dalam doa dan ibadat bersama, yang menjadi sumber melimpahnya hidup dan keselamatan. Oleh karena itu hidup mengikuti Kristus harus didasari doa dan ibadat. Bila tidak akan mudah sekali kegiatannya sesat. (Al. Wahjasudibja 1987:90)
Berdoa itu menyatakan iman kepada Allah dengan maksud untuk memuji
Allah dengan penuh rasa syukur. Mencurahkan isi hati kepada Tuhan sebagai sang
pemberi kehidupan. Mendengarkan sabda Tuhan agar selalu melaksanakan
panggilannya dengan setia. Sudah selayaknyalah kita sebagai manusia memuji
dan memuliakan Allah yang telah menciptakan dan memberikan kehidupan
kepada umat manusia. Allah menciptakan manusia tidak serta merta membiarkan
hambanya hidup dalam kekosongan iman dan hingar bingar duniawi, tetapi Allah
mengajak umatnya untuk setia dengan panggilan dan imannya untuk selalu
mengingat dan memuliakan Allah yang telah menciptakannya. Mencurahkan isi
merupakan bukti bahwa manusia mengakui Allah sebagai yang kuasa dengan
menguji hambanya dengan berbagai macam persoalan (Wahjasudibja Pr, 1987:91)
d. Menurut St. Darmawijaya, Pr
Dalam bukunya St Darmawijaya Pr yang berjudul Mutiara Iman Keluarga
Kristiani (1994:25) menerangkan bahwa “Doa, bukanlah sebuah mantra ataupun
rumusan untuk dihafal, dan dinyatakan pada saat dibutuhkan. Doa adalah sikap
beriman manusia menanggapi tawaran kasih Allah dalam situasi hidup,
membutuhkan sarana”. Dalam doa, manusia menyapa Allah. Sapaan Allah ini
merupakan inisiatif Allah sendiri untuk mengetuk hati manusia. Inisiatif Allah ini
merupakan rahmat yang disampaikan lewat Sabda, artinya melalui
peristiwa-peristiwa kehidupan yang konkret seperti yang dikisahkan Yesus dalam Perjanjian
Baru untuk mewartakan Kerajaan Allah, melalui ciptaan Allah, melalui perbuatan
dan tindakan Allah, melalui sesama, melalui Yesus Kristus, melalui Kitab Suci,
melalui Gereja, melalui sakramen-sakramen. Melalui peristiwa tersebut Allah
berkehendak untuk menyampaikan kehendak-Nya dengan tujuan agar manusia
dapat mengalamai, memahami, menerima, mencintai dan ikut ambil bagian dalam
rencana keselamatan Allah melalui doa.
2. Cara Berdoa
Berdoa merupakan komunikasi dengan Allah maka diperlukan persiapan
ketika hendak berdoa. St Ignasius menganjurkan, agar kita berdiri beberapa
mengingat peristiwa atau kejadian yang telah terjadi. Selain itu perlunya
menyadari betapa agungnya karya ciptaan Allah serta syukur atas anugerah yang
diberikan dalam hidup (Green, 1988:87)
Berdoa itu sebaiknya dengan mantap, percaya kepada Tuhan bahwa
permohonan kita akan dikabulkan. Berdoa sebaiknya juga penuh dengan
ketekunan, terus menerus tanpa merasa pesimis takut kalau doa tersebut tidak
dikabulkan. Berdoa juga sebaiknya dengan hati yang tulus tanpa mengharapkan
pamrih. Berdoa itu mengandaikan kepasrahan dan ketulusan manusia memohon
dan mensyukuri apa yang sudah diberikan kepada hidupnya dengan berserah
kepada Allah, memberikan seluruh hidupnya kepada Allah sebagai tenda
penyerahan diri seutuhnya dan membiarkan Allah yang berkuasa atas dirinya.
(Mat 6:5-8). Rendah hati karena kita ini orang-orang yang berdosa. Sikap rendah
hati ini menunjukkan bahwa manusia itu lemah, tak berdaya dihadapan Allah.
Penuh dengan dosa dan meminta belas kasih kepada Allah yang maha murah (Luk
18:9-14) (Wahjasudibja, 1987:91).
3. Sumber Doa
Sumber doa bagi umat katolik yang utama adalah Sabda Allah. Gereja
menasihati agar semua umat beriman sungguh-sungguh membaca Kitab Suci, dan
sampai kepada suatu pengetahuan yang unggul mengenai Kristus. Kita harus
selalu ingat bahwa doa harus menyertai pembacaan Kitab Suci, supaya terwujud
wawancara antara Allah dan manusia. Sebab kita berbicara dengan-Nya bila
Menurut agama Kristen, sebetulnya yang berdoa bukanlah manusia,
melainkan roh Allah sendiri. “Kita sendiri tidak tahu bagaimana sebenarnya harus
berdoa, tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita” (Rm 8:2). Itu berarti bahwa kita
berdoa bukan berdasarkan jasa-jasa kita, tetapi berdasarkan kasih sayang Allah
yang berlimpah-limpah. Doa merupakan pernyataan kepercayaan akan kasih
sayang Allah. Maka hanyalah doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan
manusia. Doa adalah ungkapan iman dan tidak dapat dilepaskan dari ungkapan
serta perwujudan iman yang lain (KWI, 1996:194-196).
4. Isi Doa
Dalam kebiasaan Gereja dibedakan dua bentuk doa yang pokok yaitu doa
syukur dan doa permohonan. Doa syukur sebagai ungkapan syukur atas kebaikan
Tuhan. Selain itu bentuk doa syukur juga menyatakan kegembiraan atas kebaikan
manusia kepada manusia atas anugerah-Nya. Hal ini ditegaskan Katekismus
Gereja Katolik no 2637:224 menyatakan bahwa:
Ucapan syukur merupakan ciri khas doa di dalam Gereja, yang dalam perayaan Ekaristi [= ucapan syukur] menyatakan hakikatnya dan terbentuk menurut apa yang dinyatakan itu. Sesungguhnya melalui karya penyelamatan-Nya, Kristus membebaskan ciptaan dari dosa dan kematian, menahbiskannya secara baru dan mengembalikannya kepada Bapa, demi kemuliaan-Nya. Ucapan terima kasih anggota-anggota tubuh mengambil bagian dalam ucapan terima kasih Kepalanya.
Doa permohonan bukan hanya mengajukan suatu permohonan, melainkan
meminta belas kasihan Tuhan supaya memberikan kekuatan untuk terus berjuang
di dunia dengan sebuah pengharapan (KWI, 1996: 197-199). Hal ini ditegaskan
Dalam Perjanjian Baru kita temukan pelbagai kata untuk permohonan: memohon, meminta, meminta dengan sangat, menyeru, menjerit, berteriak, malahan juga "bergumul dalam doa. Tetapi ungkapan yang paling biasa dan paling cocok adalah "memohon". Dalam doa permohonan terungkap kesadaran akan hubungan kita dengan Allah. Kita adalah makhluk, dan karena itu, bukan asal-usul kita sendiri, bukan tuan atas keberadaan kita, dan juga bukan tujuan kita yang terakhir. Sebagai orang berdosa, kita orang Kristen pun tahu bahwa kita selalu saja memalingkan diri dari Bapa kita. Permohonan itu sendiri sudah merupakan langkah berbalik kepada Allah.
a. Doa Syukur
Puji Syukur dalam bahasa kuno disebut eukharistia, yang merupakan
tanggapan manusia atas anugerah Tuhan atas dirinya. Puji Syukur tidak selalu
mengucap terimakasih atas anugerah yang telah diberikan Tuhan kepada manusia
tetapi mengungkapkan rasa kagum atas kebaikan Tuhan. Tidak heran bahwa
dalam madah Kemuliaan, Gereja juga berdoa: “Kami bersyukur kepada-Mu,
karena kemuliaan-Mu yang besar”. Gereja bersyukur karena kemuliaan Tuhan,
bukan karena anugerah yang telah diterimanya. Puji syukur merupakan
kegembiraan bahwa ada Tuhan. Tentu saja atas kebaikan Tuhan karena
anugerah-anugerah yang telah diberikan-Nya. Mulai dari kisah penciptaan, dan kemudian
bermuara pada sejarah keselamatan melalui Putera-Nya Yesus Kristus, serta Roh
Kudus yang diutus Bapa. Atas anugerah itu orang Kristiani memuji dan
memuliakan Tuhan. Bersyukur berarti memuliakan kebaikan dan keluhuran Allah.
(KWI, 1996:197)
Hidup dirasa memiliki kekuatan bila orang merasakan bahwa Tuhan yang
mencintai sungguh hadir dan dekat dalam dirinaya. Sesungguhnya Allah selalu
memberikan kekuatan kepada Manusia untuk selalu bersyukur dan menghadapi
konflik dalam hidupnya. Karena pada kenyataannya, manusia diperlemah dan
dihambat untuk tumbuh dan berkembang karena tidak dapat berdamai dengan
pengalaman-pengalaman tertentu. Bersyukur, berarti mampu melihat Allah yang
tetap menyertai dan membuat orang mampu melihat iman dalam dirinya sekaligus
menerima kenyataan dalam peristiwa yang terjadi dalam hidupnya (Darminta,
1997:51).
Doa puji syukur lahir dari ingatan atas kebaikan-kebaikan Allah yang telah
dilakukan-Nya bagi umat-Nya dan dilakukan demi keselamatan orang-orang yang
dicintai-Nya. Dalam doa puji syukur itu, manusia berterimakasih atas rahmat
penciptaan (Mzm 67) ataupun atas peristiwa penyelamatan yang telah dialaminya
(Darminta, 1983:15).
b. Doa Permohonan
Doa permohonan adalah doa yang diajarkan oleh Yesus sendiri kepada
murid-murid-Nya. Doa permohonan yang ajarkan oleh Yesus adalah sebagai
berikut:
Semua ajaran doa akan terus berkaitan erat dengan soal doa permohonan
dan bagaimana kita memohon kepada Allah. Tentunya dalam memohon sesuatu
kepada Allah, manusia memohon dengan penuh belas kasih dan kerendahan hati.
Bukan semata-mata agar permohonan kita dikabulkan, tetapi lebih menyadari
bahwa manusia adalah makhluk yang lemah dihadapan Tuhan. Maka, yang
pertama-tama dimohon adalah pengampunan dan belas kasihan Tuhan karena
dosa manusia merupakan sumber kemalangan yang terbesar. (KWI,
1996:197-198)
Doa permohonan memiliki kekuatan tertentu untuk membangun hidup kita
di dalam Tuhan. Doa permohonan, kalau dilihat dari segi dinamika manusia dan
kebutuhannya untuk membangun hidup, yaitu perlunya memiliki pengalaman
dicintai dan berharga. Pada dasarnya merupakan ungkapan kerinduan untuk
mengalami dan meyakini bahwa dirinya sungguh berharga dan dicintai. Yang
utama bukanlah soal meminta-minta melainkan Allah yang mencintai (Darminta,
1997:47-48).
5. Bentuk Doa
Berdoa berarti berkata jujur menyatakan isi hati di hadapan Tuhan. Dalam
Tradisi katolik mengenal tiga cara utama mengungkapkan doa, antara lain doa
lisan, doa renung, dan doa batin. Ketiga bentuk doa tersebut menuntut ketenangan
hati. Katekismus Gereja Katolik art 7 mengungkapkan bahwa bentuk doa antara
a. Doa lisan
Doa ini berbentuk kata-kata, baik yang dipikirkan maupun yang diucapkan.
Tetapi yang terpenting ialah bahwa hati selalu hadir di depan Dia. Kebutuhan
untuk mengikutsertakan pancaindera lahiriah yang sejalan dengan tuntunan kodrat
manusiawi. Kita adalah tubuh dan roh, dan merasakan kebutuhan untuk
menyatakan perasaan kita. kita harus berdoa dengan seluruh diri kita, supaya
sebanyak mungkin memberikan kekuatan kepada permohonan kita.
b. Doa renung
Doa renung atau meditasi, pada dasarnya adalah suatu pencarian. Tuhan
mengajak kita untuk menemukan Dia dalam keheningan dan mengajarkan kita
untuk memiliki sikap kerendahan hati dan iman untuk menemukan dan menilai di
dalam meditasi gerakan-gerakan hati. Metode-metode meditasi sangat beragam
tetapi satu metode hanyalah merupakan satu penuntun. Yang terpenting adalah
ialah maju bersama Roh Kudus menuju Yesus Kristus, jalan doa satu-satunya.
Meditasi memakai pikiran, daya khayal, gerak perasaan dan kerinduan. Usaha
penting ini untuk menggerakkan pertobatan hati dan memperkuat kehendak guna
mengikuti Yesus Kristus.
c. Doa batin
Doa batin adalah ungkapan sederhana misteri doa. Doa batin merupakan
anugerah yang hanya dapat diterima dalam kerendahan hati dan kemiskinan. Doa
melalui Roh-Nya. Kontemplasi ialah memandang Yesus dengan penuh iman,
kontemplasi memandang misteri kehidupan Kristus dan dengan demikian
memperoleh pengertian batin mengenai Tuhan untuk mencintai-Nya lebih
sungguh dan mengikuti-Nya dengan lebih baik lagi.
d. Doa pribadi
Doa pribadi terarah pada Allah dengan menyerahkan diri kepada-Nya. Doa
merupakan hubungan pribadi dengan Tuhan maka doa pribadi dilakukan seorang
pribadi kepada Allah seperti yang diungkapkan dalam Mat 7:7 “Mintalah maka
akan diberikan kepadamu, carilah maka kamu akan mendapat, ketoklah maka
pintu akan dibukakan bagimu”. Ketika melaksanakan doa pribadi janganlah doa
permohonan dipusatkan pada keinginan, tetap kepada kebaikan Tuhan dan
memohon belas kasih Tuhan atas segala dosa-dosa yang telah dilakukan (Jacobs,
2004:39).
6. Doa bersama
Doa bersama adalah doa yang dilakukan secara bersama-sama, seperti yang
telah Tuhan Yesus ungkapkan kepada para murid-Nya:
“Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." (Mat 18:19-20)
Doa bersama menampakkan bentuk persatuan dan persekutuan para warga
perjuangan manusia menanggapi panggilan Allah sekaligus komunikasi kepada
Tuhan. Doa merupakan bagian pengalaman hidup rohani seseorang yang terjadi
karena rahmat Allah kepada manusia. Di dalam doa bersama, orang merasakan
kehadiran Allah di tengah-tengah mereka dan bersatu dalam doa tersebut.
Doa bersama merupakan sarana dalam membangun kebersamaan antara
manusia dengan Allah dan memampukan manusia untuk membangun kehidupan
cinta dan relasi dengan orang lain dalam cinta kasih. Doa bersama juga berarti
mengangkat hati secara bersama-sama, mengarahkan hati kepada Tuhan dan
menyatakan diri dengan rendah hati sebagai anak Allah dan mengakui-Nya
sebagai Bapa. Dari pengertian mengenai doa bersama di atas maka, pengertian
doa bersama merupakan salah satu bagian dari pendidikan iman yaitu adanya
suatu gerak hati umat beriman yang rindu untuk berkumpul dan berhimpun
bersama dalam suasana persaudaraan dan cinta kasih untuk bersama-sama
mengarahkan hati dan pikirannya kepada Tuhan melalui madah, pujian, doa-doa
dan ungkapan hati.
a. Doa bersama dalam Keluarga Katolik
Keluarga merupakan Gereja Kecil di mana setiap anggota keluarga
berkumpul dalam satu iman dan melakukan doa bersama. Keluarga melakukan
doa bersama sebagai bentuk persatuan dan kesatuannya dengan Allah dan dengan
Gereja dalam bentuk doa bersama. Yesus Kristus telah mengajarkan kepada kita
tentang doa yang baik, yaitu pertobatan hati, berdoa dalam iman dan dalam
bersama dalam keluarga dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk seperti doa
rosario bersama seluruh anggota keluarga, doa sebelum dan sesudah makan, doa
malaikat Tuhan, doa bersama dengan intensi khusus keluarga seperti saat anak
akan ujian kelulusan maupun ulangtahun. Doa bersama dalam keluarga
merupakan sebuah dinamika bersama keluarga yang terjalin di antara semua
anggota keluarga dengan tujuan untuk saling menguatkan dan meneguhkan dalam
hal iman.
b. Doa bersama di Lingkungan
Sebagai seorang yang beriman, tentu saja manusia memiliki relasi dengan
orang-orang disekitarnya, khususnya dengan orang yang seiman untuk melakukan
doa bersama di lingkungan maupun di Gereja. Salah satu kegiatan pokok yang
pasti terjadi dalam lingkungan adalah kegiatan doa bersama yang merupakan
suatu agenda khusus yang dilaksanakan bersama keluarga-keluarga di lingkungan
untuk melaksanakan doa bersama. Seperti doa rosario bersama, perayaan Ekaristi
di lingkungan, ibadat pemberkatan rumah, dan doa arwah (Nambo, 1980:4-5).
Keluarga bersama-sama dengan lingkungan berdoa bersama dalam satu ujud
yang sama, misalnya doa arwah untuk mendoakan arwah yang sudah meninggal.
Meskipun berbeda corak dan bentuk doa bersama di lingkungan, namun akan
B. Keluarga Katolik
Keluarga Katolik harus berjuang pada masa kini, tetap diwarnai ciri-ciri
perjuangan Yesus Kristus dan kemudian dicerna dalam tradisi kehidupan iman
kristiani. Perjuangan hidup orang katolik bukan perjuangan yang mudah, namun
sesuatu yang indah. Perjuangan dan semangat besar itulah yang hendaknya
diwariskan kepada generasi muda.
Pewarisan nilai-nilai perjuangan tersebut pada awalnya terlaksana di dalam
keluarga. Keluarga sebagai “persemaian” nilai-nilai perjuangan iman Kristiani
tersebut hendaknya merupakan lahan subur, penuh daya kehidupan yang
mengembangkan untuk mencapai lahan subur itulah, harus dicari, dilengkapi, dari
segala penjuru. Keluarga Kristiani yang peka akan panggilannya, tentu akan
mengusahakan semua itu dengan kebesaran hati (St. Darmawijaya 1994:21).
Keluarga juga merupakan persekutuan pribadi-pribadi (FC 1981:29).
Dalam pernikahan dan keluarga dibentuk suatu kompleks hubungan-hubungan
antar pribadi yang hidup menjadi suami istri, bapak, ibu, hubungan anak dan
persaudaraan. Melalui relasi-relasi itu setiap keluarga diintegrasikan ke dalam
“keluarga manusia” dan “keluarga Allah”, yakni Gereja. Pernikahan dan keluarga
kristiani membangun gereja sebab keluarga manusia tidak hanya menerima
kehidupan dan secara berangsur-angsur memasuki persekutuan manusiawi.
Melalui pembabtisan dan pembinaan iman anak juga diajak untuk memasuki
keluarga Allah, yakni Gereja. Perintah untuk berkembang biak dan berlipat ganda,
yang pada awal mula diberikan kepada pria maupun wanita dengan demikian
menemukan keluarga yang tumbuh dari sakramen, tempat kelahiran serta
lingkungannya untuk memasuki generasi-generasi manusia untuk memasuki
gereja (Familiaris Consortio art 15).
1. Pengertian Keluarga Katolik
Keluarga merupakan anugerah Allah yang pantas untuk diterima,
dihormati, disyukuri, dipertahankan dan diperkembangkan dalam hal iman.
Pengertian keluarga secara lebih luas dapat dibedakan menjadi keluarga inti yaitu
terdiri dari ayah, ibu dan anak. sedangkan keluarga dekat adalah saudara
sekandung dari ayah dan ibu yang seketurunan dalam garis kakek dan nenek.
Keluarga merupakan sel pertama dan terpenting dalam masyarakat, oleh karena itu, keluarga merupakan tempat asal dan sarana untuk mewujudkan masyarakat yang semakin manusiawi, yang di dalamnya terdapat nilai-nilai kebajikan, dipelihara, dilaksanakan dan diteruskan ke generasi berikutnya (Familiaris Consortio art 45-46)
Dalam kutipan dari Dokumen Familiaris Consortio tersebut jelas bahwa
keluarga merupakan tempat yang pertama dan utama dimana sebuah keluarga
tumbuh dan berkembang. Hubungan erat antara keluarga dan masyarakat meminta
agar keluarga bersikap terbuka dan membawakan sumbangannya bagi masyarakat
serta pengembangannya. Begitu pula supaya masyarakat jangan pernah
mengabaikan tugas fundamentalnya menghormati dan mendukung
keluarga-keluarga. Keluarga dan masyarakat berperanan saling melengkapi dalam membela
serta mengembangkan kesejahteraan setiap orang. masyarakat dan negara harus
tersendiri. Negara dan masyarakat mendukung peranan dan prakarsa yang diambil
oleh keluarga-keluarga secara bertanggung jawab.
Hidup berkeluarga adalah suatu hal yang dikehendaki Allah dengan
bersatunya pria dan wanita dalam sebuah sakramen perkawinan. Manusia
pertama-tama diciptakan pria dan wanita yang saling dipertemukan dalam satu
ikatan cinta. Keluarga pertama itu menerima tugas hidup saling mencinta dalam
keluarga dan menjamin kelangsungan umat manusia, dengan ikut serta
menciptakan manusia baru yang lahir berkat cinta kasih dan tumbuh menjadi
manusia utuh dewasa berkat pembinaan dengan cinta kasih pula. Keluarga
dikuduskan oleh teladan keluarga kudus dan sakramen perkawinan. Mau
menerima sakramen perkawinan berarti mau menerimanya, mau menguduskan
keluarganya. Inilah yang menjadi tugas panggilannya, namun juga daya
kekuatannya. (Al. Wahjasudibja Pr, 1987:109-110).
2. Keluarga adalah Gereja Rumah Tangga
Dalam 1 Kor 13:4-7 dijelaskan bahwa persekutuan cinta kasih dalam
keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak yang dibabtis menjadi perwujudan
ideal yang sering diistilahkan dengan ecclesia domestica (Gereja Rumah Tangga).
Persekutuan yang dibentuk oleh semangat cinta kasih dari sang suami kepada
isteri dan anak-anak, begitu juga sebaliknya. Cinta kasih dalam keluarga tidak
mementingkan dirinya sendiri, melainkan mau berkorban untuk keluarganya dan
Sakramen babtis menjadikan suami istri dan anak-anak menerima dan
memiliki tiga martabat Kristus sekaligus yaitu martabat kenabian, imamat dan
rajawi. Dengan martabat kenabian, mereka mendapat rahmat mewartakan Injil,
dengan martabat imamat mereka mendapat tugas untuk menguduskan hidup
terutama dalam menghayati sakramen-sakramen dan hidup doa, dan dengan
martabat rajawi, mereka memiliki tugas untuk melayani sesama (KWI, Pedoman
Pastoral Keluarga, 2011: 15). Keluarga menjadi anggota Gereja dan terlibat
dalam membangun Gereja karena keluarga merupakan komunitas basis gerejawi
yang ikut ambil bagian dalam pengembangan Gereja dengan kesaksian iman
sekaligus mengambil karya penyelamatan Allah. Keluarga adalah
sungguh-sungguh Gereja Rumah Tangga karena mengambil bagian dalam lima tugas
Gereja yakni seperti yang diungkapkan dalam KWI (2011:15-17) sebagai berikut:
a. Persekutuan (Koinonia)
Keluarga adalah persekutan seluruh hidup antara seorang laki-laki dan
seorang perempuan berdasarkan perjanjian yang telah diungkapkan dalam
sakramen perkawinan dan diperluas dengan hadirnya seorang anak dan keluarga
besar. Ciri pokok persekutuan tersebut adalah hidup bersama berlandaskan cinta
dan kasih sayang serta kesediaan untuk saling mengembangkan pribadi satu sama
lain. Persekutuan dalam keluarga diwujudkan dengan menciptakan kebersamaan
yaitu melalui doa bersama, kesetiaan saat suka maupun duka, sehat maupun sakit,
b. Liturgi (Leiturgia)
Kepenuhan keluarga katolik tercapai dalam sakramen dan hidup doa karena
keluarga dapat bertemu dan berdialog dengan Allah. Bersama-sama dengan Allah,
keluarga menguduskan dan dikuduskan oleh Allah bersama jemaat gerejawi dan
dunia. Melalui sakramen perkawinan sepasang suami isteri menjadi dasar
panggilan dan tugas perutusan dunia. Melalui perjanjian dalam sakramen
perkawinan, sepasang suami isteri mempunyai tanggung jawab membangun
kesejahteraan rohani dan jasmani keluarganya dengan doa dan karya. Doa dalam
keluarga yang dilakukan akan memberikan kekuatan iman dalam hidu p mereka
terutama ketika mereka sedang menghadapi kesukaran dan membuahkan berkat
rohani yaitu relasi mesra dengan Allah.
c. Pewartaan Injil (Kerygma)
Keluarga merupakan Gereja Rumah Tangga sehingga ikut ambil bagian
dalam pewartaan Injil di tengah masyarakat. Mewartakan Injil tersebut hendaklah
dengan mendengarkan, penghayatan, pelaksanaan dan mewartakan Sabda melalui
kesaksian dalam keluarga. Keluarga seperti Gereja, harus menjadi wadah Injil
untuk diwartakan dan menyadari tugas perutusan sehingga bukan hanya orang tua
saja yang mewartakan Injil kepada anak-anaknya, tetapi anak-anak juga ikut ambil
d. Pelayanan (Diakonia)
Keluarga merupakan persekutuan cinta kasih, maka keluarga dipanggil
untuk mengamalkan cinta kasih itu melalui pengabdian kepada masyarakat dan
Gereja terutama kepada mereka yang miskin, lemah, dan terlantar. Dengan
semangat pelayanan yang tinggi, keluarga katolik menyediakan diri untuk
melayani setiap orang sebagai pribadi dan anak Allah. Pelayanan keluarga ini
hendaknya memberdayakan mereka yang dilayani dengan tujuan untuk
memandirikan manusia yang dilayani.
e. Kesaksian iman (Martyria)
Setiap keluarga hendaknya berani untuk memberikan kesaksian iman di
tengah masyarakat melalui perkataan maupun tindakannya dan siap menanggung
resiko yang muncul dari imannya tersebut. Kesaksian iman itu dilakukan dengan
berani menyuarakan kebenaran, bersikap kritis terhadap berbagai tindakan
ketidakadilan dan tindak kekerasan yang merendahkan martabat manusia serta
merugikan masyarakat umum.
3. Tugas dan peranan Keluarga Kristiani
Rencana Allah tidak hanya menyerukan makna keluarga tetapi juga
peranannya, yaitu dengan melakukan apa yang harusnya di lakukan. Suami istri
adalah sepasang pria dan wanita yang telah disatukan oleh Allah, sehingga mereka
tidak lagi dua melainkan satu (Mat 19). Kepada mereka berdua itulah Allah
Sebagai komunitas hidup yang penuh cinta, menurut sinode Para Uskup
Gereja mempunyai empat tugas yakni:
a. Membentuk Komunitas Pribadi-Pribadi
Cinta merupakan dasar dan tujuan keluarga. Keluarga harus
memperkembangkan cinta, agar ia bertumbuh menjadi komunitas antarpribadi
yang saling mencintai (FC 18). Unsur pemersatu yang utama adalah cinta kasih
seorang ayah dan ibu kepada anak-anaknya tanpa cinta kasih itu, keluarga
bukanlah rukun hidup antar pribadi dan keluarga tidak dapat hidup serta menjadi
persekutuan pribadi-pribadi. Orang tua mencurahkan cinta kasihnya kepada
anak-anak seperti cinta yang menghubungkan Kristus dengan Gereja. Cinta orang tua
juga berciri tidak pernah putus, karena penuhnya cinta itu untuk kesejahteraan
anak dan karena dikehendaki oleh Allah menjadi lambang cinta Allah bagi
umatnya. Sejak di dalam rahim, anak harus dicintai martabatnya sebagai pribadi
diakui dan diperhatikan pertumbuhan serta hak-hak yang ada dalam dirinya
seperti dalam FC art 26 yang mengatakan bahwa:
Dalam keluarga, yakni persekutuan pribadi-pribadi, perhatian khusus perlu diberikan kepada anak-anak, dengan mengembangkan penghargaan yang mendalam terhadap martabat pribadi mereka, serta sikap sungguh menghormati dan memperhatikan sepenuhnya hak-hak mereka. Itu berlaku bagi setiap anak, tetapi menjadi semakin mendesak, semakin anak masih kecil dan semakin ia memerlukan segalanya bila ia sakit, menderita atau menyandang cacat.
Sudah sepantasnyalah, orang tua sebagai pendidik utama memperhatikan
anak-anaknya dengan memupuk rasa percaya diantara anggota keluarga dan
kepedulian serta perhatian kepada anak-anaknya berarti Gereja telah
melaksanakan perutusannya yang mendasar. Sebab Gereja dipanggil untuk
memberikan teladan terhadap keluarga-keluarga seperti yang telah diperintahkan
Kristus Tuhan. Demikianlah cinta yang luas antara orang tua dan anak-anak,
kakak dan adik serta dengan anggota keluarga lainnya yang dapat membimbing
keluarga kepada suatu persekutuan yang lebih mendalam. Hal ini menjadi dasar
dan jiwa dari persekutuan keluarga. (Al Purwa Hardiwardoyo, 2013:95-96).
Sikap-sikap menerima, kasih, penghargaan dan kepedulian dibidang
jasmani, emosional, pendidikan dan rohani kepada anak-anak yang telah
dilahirkan harus memiliki ciri khusus dan hakiki terkhusus untuk keluarga
Katolik. Dengan demikian anak-anak akan bertambah iman dan kedewasaannya,
semakin dikasihi Allah dan manusia di sekelilingnya sehingga nantinya mereka
dapat memberikan sumbangan yang berharga untuk lingkungannya maupun untuk
orang tuanya (Widyamartaya, 1994:55).
Keluarga adalah komunitas pertama dan asal mula keberadaan seriap
manusia dan merupakan persekutuan pribadi-pribadi (communio personarum)
yang kehidupannya berdasarkan cinta kasih. Kasih sejati yang ada dalam keluarga
akan membuahkan kebaikan bagi semua anggota keluarga. Maka setiap pribadi
dalam keluarga semestinya mewujudkan cinta kasih yang sejati melalui tindakan
konkret untuk kebahagiaan dan kesejahteraan setiap anggota keluarganya.
Persekutuan pribadi-pribadi itu terjadi atas dasar pilihan dan keputusan sadar dan
bebas antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dan diungkapkan dalam
orang tuanya dan bersatu menjadi sepasang suami dan isteri, “sebab itu seorang
laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya,
sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kej. 2:24; Mat 19:5-6a). Suami isteri
dipanggil untuk menjadi persekutuan pribadi-pribadi dan melahirkan anak-anak
yang akan memperluas persekutuan pribadi tersebut. Kehadiran anak-anak dalam
keluarga merupakan anugerah nyata yang sangat berharga dan sekaligus
memahkotai cinta kasih dalam perkawinan. Maka selayaknyalah anak-anak
dicintai dihargai, diterima sepenuhnya dan dikembangkan sebaik mungkin oleh
orang tuanya. Cinta kasih dalam keluarga merupakan kekuatan keluarga yang
utama, karena tanpa cinta kasih keluarga tidak akan mengalami dan merasakan
kerukunan dan kesejahteraan dalam keluarga serta tidak dapat menyempurnakan
hidup sebagai persekutuan pribadi-pribadi (KWI, 2011:11-12).
b. Mengabdi Kehidupan
Cinta suami istri bersifat subur, baik dalam arti menurunkan anak, maupun
dalam arti membuahkan kekayaan moral dan spiritual. Dengan menciptakan pria
maupun wanita menurut gambar dan rupa-Nya. Allah menyempurnakan manusia
dengan mengambil bagian istimewa dalam kasih dan kuasa-Nya sebagai pencipta
dan Bapa, dengan bekerja sama secara bebas dan bertanggung jawab dalam
meneruskan anugerah hidup manusiawi melalui sakramen perkawinan dan
berkembang biak (Prokreasi). Maka tugas utama keluarga adalah melayani hidup,
mewujudkan dalam sejarah berkat sejati Allah yakni meneruskan citra ilahi Allah
Tugas untuk memberikan pendidikan yang berakar dari panggilan utama
orang-orang yang menikah untuk mengambil bagian dalam karya penciptaan
Allah. Prokreasi juga meliputi pendidikan anak-anak. tugas dan kewajiban orang
tua untuk mendidik anak-anak mereka merupakan hak yang esensial, orisinal dan
primer dalam Familiaris Consortio art 36 menguraikan bahwa:
Hak maupun kewajiban orang tua untuk mendidik bersifat hakiki, karena berkaitan dengan penyaluran hidup manusiawi. Selain itu bersifat asali dan utama terhadap peran serta orang-orang lain dalam pendidikan, karena keistimewaan hubungan cintakasih antara orang tua dan anak-anak. lagi pula tidak tergantikan dan tidak dapat diambil alih, dan karena itu dapat diserahkan sepenuhnya kepada orang-orang lain atau direbut oleh mereka.
Anak-anak perlu dididik dalam nilai-nilai dasar, yakni dalam hal iman.
Pendidikan iman ini jangan dilupakan karena iman adalah unsur yang paling
mendasar. Begitu mendasar sehingga merupakan ciri khas peranan orang tua
selaku pendidik yang utama. Dengan cinta kasih mereka sebagai orang tua yang
mewujudkan sepenuhnya dalam tugas mendidik. Karena tugas itulah yang
menyempurnakan dan melengkapi pengabdian kehidupan dalam keluarga. Cinta
kasih orang tua merupakan prinsip yang menjiwai dan karena itu norma yang
mengilhami serta mengarahkan segala kegiatan pendidikan dalam keluarga.
Karena sakramentalitas perkawinan mereka, suami isteri merupakan guru dan ibu
dalam bidang iman, merupakan pelayan gereja dalam bidang iman. Orang tua
merupakan pewarta Injil bagi anak-anaknya yang membantu mereka sampai
kepada Kristus dengan bantuan Roh Kudus. Namun keluarga bukanlah pendidik
satu-satunya. Keluarga harus terbuka untuk bekerja sama dengan Gereja dan
para guru dan pengelola sekolah-sekolah (Dr. Al Purwa Hardiwardoyo, MSF
2013:97).
c. Ikut serta dalam Pembangunan Masyarakat
Keluarga merupakan sel masyarakat yang pertama, yang menjadi dasar dan
faktor penumbuh masyarakat terutama melalui pelayanan yang berdasarkan cinta
kehidupan. Pengalaman hidup bersatu dan berbagi yang semestinya mencirikan
hidup keluarga sehari-hari merupakan sumbangan keluarga yang pertama dan
mendasar bagi masyarakat. Keluarga mempunyai peran yang penting dalam
masyarakat karena keluarga merupakan landasan masyarakat dan selalu
menghidupi masyarakat melalui peranannya sebagai pelayan kehidupan (A.
Widyamartaya, 1994:82).
Keluarga menjadi dasar dari pembangunan masyarakat karena ikut ambil
bagian dalam mengembangkan peranan pengabdian kepada kehidupan. Konsili
Vatikan II dalam Dekrit Apostolicum Actuositatem tentang Kerasulan Awam art
11 menyatakan bahwa:
Karena pencipta alam semesta telah menetapkan persekutuan suami isteri menjadi asal mula dan dasar masyarakat manusia, maka keluarga merupakan sel pertama dan sangat penting bagi masyarakat.
Dalam rangka pembangunan hidup bermasyarakat keluarga katolik
hendaknya mempunyai keterbukaan, toleran, dan menghargai pluralitas yang ada.
Pluralitas ini tidak hanya terjadi pada masyarakat luas, namun juga dialami dalam
keluarga. Selain itu juga perlu dikembangkan prinsip solidaritas yang dapat
keluarga secara konkret menyumbangkan keutamaan hidup dan nilai-nilai
kemanusiaan yang luhur (KWI, 2011:18-19).
Keluarga begitu penting dalam kehidupan dan kesejahteraan masyarakat,
maka masyarakatpun berkewajiban untuk membantu dan menguatkan
keluarga-keluarga lain. Keluarga dan masyarakat mempunyai fungsi yang saling
melengkapi dalam membela dan mengembangkan kebaikan setiap dan semua
orang. Hal ini ditegaskan dalam FC 48 bahwa:
Persekutuan rohani antara keluarga-keluarga kristen yang berakar dalam iman serta harapan bersama dan dijiwai oleh cinta kasih, merupakan daya kekuatan batin yang menimbulkan, menyebarkan dan mengembangkan keadilan, rekonsiliasi, persaudaraan serta damai antar manusia. Selaku Gereja mini, keluarga kristen diharapkan seperti Gereja semesta menjadi lambang kesatuan bagi dunia dan dengan demikian menunaikan peranan kenabiannya dengan memberi kesaksian tentang Kerajaan Allah serta damai Kristus, tujuan peziarahan seluruh dunia.
d. Turut serta dalam Hidup dan Perutusan Gereja
Keluarga Kristen wajib ikut membangun Gereja dengan membentuk dirinya
menjadi “Gereja kecil”. Keluarga dibantu gereja lewat pewartaan Injil dan
peneguhan iman. Keluarga dipanggil untuk pengabdian demi kemajuan Kerajaan
Allah dengan ikut menghayati visi dan misi Gereja dengan mewartakan Injil lebih
lanjut. Gereja mendengar dan menerima sabda Tuhan serta mewartakannya
kepada orang lain. Sebagai persekutuan yang penuh dengan cinta dan kasih sejati,
orang tua secara khusus menerima kabar baik bahwa kehidupaan keluarga dan
perkawinan diberkati oleh Kristus sendiri. Hanya didalam iman, keluarga
menyadari bahwa keluarga adalah perjanjian cinta antara Tuhan dengan umat
memperbaharui iman dan sakramen-sakramen. Maka, keluarga Kristiani
hendaklah bersama-sama dengan Kristus menghayati pengabdian kepada
masyarakat, Gereja dan dunia. Dengan diberkati oleh Roh Kudus dan semangat
cinta kasih dalam iman keluarga mengabdikan diri untuk merasul dan
menjalankan kegiatan-kegiatan pengabdian dalam Gereja maupun dalam
masyarakat. Dalam FC 50 ditegaskan bahwa:
Selain itu keluarga Kristen membangun Kerajaan Allah dalam sejarah melalui kenyataan sehari-hari, yang berkaitan dengan status hidupnya serta termasuk kekhasannya. Dengan kata lain, dalam cintakasih antara suami isteri, serta para anggota keluargalah, cinta kasih yang dihayati beserta seluruh kekayaan yang luar biasa berupa nilai-nilai dan tuntutan-tuntutannya: sifatnya sebagai keseluruhan, kesatuan, kesetiaan serta kesuburannya, disitulah diungkapkan dan diwujudkan partisipasi keluarga Kristen dalam misi kenabian, keimanan dan rajawi Yesus Kristus beserta Gereja-Nya. Oleh karena itu cintakasih dan kehidupan merupakan intipati perutusan penyelamatan keluarga Kristen dalam Gereja dan bagi Gereja.
Orang tua sebagai pendidik dalam keluarga tidak hanya sekedar
mengkomunikasikan iman kepada anak-anak. keluarga turut ambil bagian dalam
menghayati tugas kenabian dengan menyambut dan mewartakan sabda, terutama
untuk anak-anak mereka dengan pengahayatan mereka yang mendalam. Begitulah
tanggapan keluarga dalam menanggapi panggilan hidup berkeluarga dengan
menjalankan tugas kenabiannya setulus hati dan keluarga akan semakin
berkembang dan bertumbuh sebagai persekutuan yang beriman dan mewartakan
Injil di tengah masyarakat (FC 51).
Pewartaan Injil dari orang tua kepada anaknya, tidak hanya berlangsung saat
anak-anak masih kecil tetapi tetap mewartakan Injil kepada anak-anak pada usia
remaja dan usia muda mereka sekalipun anak-anak menolak iman Kristiani yang
berjalan dengan mulus. Tetapi menemukan banyak luka dan derita, banyak
penolakan-penolakan dan protes keras. Keluarga juga mengalami hal yang sama
dalam mewartakan Injil kepada anak-anaknya dan keluarga dituntut untuk berani
menghadapi dengan keheningan hati yang penuh dengan kesukaran-kesukaran
yang ada dalam diri anak-anak mereka sendiri dalam pelayanan mewartakan Injil.
(FC 54).
Melihat kesukaran-kesukaran pewartaan iman dalam keluarga, orang tua