• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV APLIKASI PEMAKNAAN PENDERITAAN DALAM KITAB AYUB

C. Katekese Pembebasan dengan Model Shared Christian Praxis (SCP)

4. Usulan Program Katekese Pembebasan dan Contoh Persiapan

Bertitik tolak dari pemikiran dalam Bab I, II dan III, maka penulis mengusulkan sebuah program katekese pembebasan dengan model Shared

Christian Praxis beserta contoh persiapannya. Usulan program dan contoh

persiapan katekese ini diharapkan dapat membantu umat kristiani, terutama bagi orang muda atau orang dewasa dalam memaknai realitas penderitaan yang terjadi dalam hidupnya. Program dan contoh persiapan katekese ini tidak bersifat baku, maksudnya usulaan program ini masih dapat ditambah atau dikurangi sesuai dengan keadaan dan kebutuhan para peserta katekese. Pada penulisan skripsi ini, penulis membuat 4 program. Dari 4 program tersebut, penulis akan menjabarkan 1 contoh katekese pembebasan dengan model Shared Christian Praxis (SCP) yaitu nomor 3. Adapun program dan contoh katekese pembebasan dengan model Shared Christian Praxis (SCP) tersebut adalah sbb:

Tema Umum : Menjadi orang kristiani yang memiliki kedewasaan iman dalam

memaknai penderitaan hidup

Tujuan Umum : Bersama pendamping, melalui katekese pembebasan, peserta

diajak untuk menemukan makna penderitaan dalam hidupnya, dengan harapan peserta dapat semakin didewasakan dalam iman, sehingga akhirnya peserta termotivasi dalam menentukan aksi nyata untuk terlibat mengatasi penderitaan diri dan sesame.

Tema I : Penderitaan manusia

Tujuan : Bersama pendamping, peserta dapat semakin menyadari dirinya

sebagai makhluk yang terbatas dan merupakan ciptaan Allah yang miliki kebebasan untuk menerima atau menolak kebaikan Allah terutama pada saat dilanda penderitaan. Diharapkan, dengan begitu, peserta dapat semakin memiliki kesadaran untuk

mengambil sikap yang tepat bertitik tolak dari imannya yang teguh akan Allah, khusunya ketika berhadapan dengan realitas penderitaan

Tema II : Meneladani sikap Ayub dalam menghadapi penderitaan

Tujuan : Bersama pendamping, peserta diajak untuk belajar dari sikap

ketaatan Ayub pada Allah ketika dia mengalami penderitaan, dan dari situ peserta juga belajar untuk menemukan makna dibalik penderitaan orang benar melalui kacamata iman kristiani, sehingga iman peserta semakin berkembang dan mendalam

Tema III : Bagaimana sikap orang Kristiani dalam menghadapi penderitaan

hidup

Tujuan : Bersama pendamping, sebagai orang Kristiani para peserta

diajak untuk mencari, menggali dan menemukan makna dibalik penderitaan yang terjadi dalam hidupnya, supaya peserta semakin didewasakan dalam iman, dan dapat ikut ambil bagian dalam menghadapi penderitaanya sendiri dan orang lain secara dewasa dengan bertolak dari cara pandang iman Kristiani.

Tema IV : Ikut sengsara bersama Yesus Kristus

Tujuan : Bersama pendamping, peserta menyadari sebab terjadinya

penderitaan manusia, serta mampu melihat dan memahami penderitaan Yesus Kristus sehingga peserta semakin dapat meneladani sikap Yesus secara konkret dalam hidup sehari-hari

a. Contoh Persiapan Katekese Pembebasan Model Shared Christian Praxis (SCP)

Berikut ini adalah contoh katekese pembebasan. Sebagai contoh persiapan katekese, di sini penulis akan menggunakan katekese pembebasan dengan menggunakan model Shared Christian Praxis (SCP). Shared Christian Praxis adalah model katekese yang diperkenalkan oleh Thomas H. Groome (Heryatno W.W, 1997).

Katekese Pembebasan

Model Shared Christian Praxis (SCP)

Tema : Bagaimanasikap orang Kristiani dalam menghadapi penderitaan

hidup

Tujuan : Bersama pendamping, sebagai orang Kristiani para peserta diajak untuk mencari, menggali dan menemukan makna dibalik penderitaan yang terjadi dalam hidupnya, supaya peserta semakin didewasakan dalam iman, dan dapat ikut ambil bagian dalam menghadapi penderitaanya sendiri dan orang lain secara dewasa dengan bertolak dari cara pandang iman Kristiani.

Peserta : Orang Kristiani kelompok Dewasa

Waktu : Selama 90 menit

Model : Shared Christian Praxis

Metode : tanya jawab, sharing, informasi, refleksi pribadi, dan pemutaran

Sarana : LCD, laptop, mikrofon, Kitab Suci, film singkat “Oscar Arnulfo Romero

Sumber Bahan : Ayub 1: 13-22

PEMIKIRAN DASAR

Di dunia ini, manusia dihadapkan dengan berbagai macam peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Peristiwa-peristiwa itu seperti: kesedihan, kesukaran, kegembiraan, kebahagiaan, kesuksesan, dan kegagalan. Ini merupakan fenomen kehidupan yang dialami oleh manusia. Manusia tidak pernah luput dari penderitaan, karena penderitaan merupakan hal yang manusiawi dan tidak terelakkan dari pengalaman hidup manusia. Penderitaan merupakan pengalaman yang sangat dekat dengan manusia. Dapat dikatakan bahwa hidup dan penderitaan adalah dua hal yang berbeda, namun keduanya tidak dapat terpisahkan dalam kehidupan manusia. Maksudnya, meskipun kita tidak mengharapkan penderitaan terjadi, penderitaa itu akan tetap terjadi di kehidupan ini. Karena menyadari hal itulah, maka penderitaan harus disikapi secara tepat. Ini bertujuan supaya hidup kita semakin terarah, jelas, mempunyai makna dan nilai, bukan sebaliknya menjadi sesuatu yang harus ditakuti.

Dalam bacaan Ayub 1: 13-22 digambarkan bagaimana kemalangan demi kemalangan menimpa Ayub. Di sana, Ayub mengalami banyak kehilangan: kehilangan hartanya, yakni ternak-ternaknya, dan kehilangan anak-anaknya. Kehilangan-kehilangan itu rupanya terjadi seketika hal itu digambarkan oleh adanya laporan dari pembantunya yang memberitahukan perihal bencana itu. Artinya, kemalangan yang terjadi dan didengar Ayub disusul dengan kemalangan lain yang juga didengarnya. Singkatnya, Ayub tidak memiliki waktu untuk

merenungkan atau untuk berdiam diri merenungi nasibnya, sebab ketika bencana pertama didengarnya, langsung saja disusul dengan berita bencana kedua dan seterusnya. Ini dapat dikatakan Ayub seperti disambar petir. Bertubi-tubi dia mendengar berita yang sesungguhnya tidak seorangpun ingin mendengarnya dan setelah berita terakhir dia baru bisa menyikapinya: berdiri, mengoyak jubah dan mencukur kepalanya, lalu sujud dan menyembah Tuhan Allah (Ayb 1: 13-20). Dalam pengalaman penderitaan itu, ia tidak berbuat dosa (Ayb 1: 21-22). Dapatkah kita meneladani sikap iman Ayub ketika berhadapan dengan pengalaman penderitaan?

Sikap atau cara seseorang dalam menanggapi penderitaannya akan menunjukan kualitas dirinya sebagai pribadi, terutama sebagai orang beriman. Maksudnya, orang beriman akan menyikapi realitas hidupnya yang penuh penderitaan dengan cara pandang imannya. Tentu saja hal itu akan berbeda dengan mereka yang belum memiliki iman yang kuat. Hanya saja, persoalan praktisnya adalah bagaimana orang beriman dapat menyikapi realitas penderitaan yang terjadi dalam hidupnya.

Dalam katekese ini, para peserta diajak merefleksikan pengalaman hidupnya, terutama ketika mengalami atau berhadapan dengan penderitaan. Sebagai orang Kristiani yang beriman, peserta akan diajak membandingkannya dengan sumber wahyu tertulis yakni Kitab Suci, secara khusus adalah Kitab Ayub. Di sini peserta katekese akan belajar dari Ayub yang merupakan tokoh utama dalam Kitab Ayub: Bagaimana Ayub menanggapi penderitaanny?

PENGEMBANGAN LANGKAH-LANGKAH

1. Pembukaan

a. Pengantar

Bapa/ibu, saudara/saudari terkasih, syukur kepada Allah sebab kita dapat berkumpul di sini untuk bersama-sama menemukan makna hidup kita, sehingga semua pengalaman-pengalaman hidup yang telah kita lewati tidak berlalu begitu saja secara sia-sia tanpa makna. Pada kesempatan yang penuh rahmat ini, secara bersama-sama dan penuh rasa persaudaraan, kita mencoba untuk mencari, menggali dan menemukan makna kehidupan dan kehendak Allah atas diri kita, tentu saja semua usaha itu dilandasi oleh kesadaran kita sebagai umat Kristiani yang beriman kepada-Nya. Untuk mengawali pertemuan kita pada hari ini, saya mengajak Bapak/Ibu dan saudara-I sekalian untuk menyanyi bersama.

b. Lagu Pembukaan“Dia mengerti”

c. Doa Pembukaan

Dengan penuh kerendahan hati dihadapan Allah kita dapat menyiapkan diri untuk berdoa. Marilah kita berdoa:

Allah Bapa yang penuh belas kasih, puji syukur dan terimakasih kami ucapkan atas segala berkat yang boleh kami terutama secara istimewa untuk mala mini, sehingga kami dapat berkumpul ditempat ini dalama nama-Mu.

Allah Bapa disurga, pada kesempatan ini, kami bersama-sama hendak mencari, menggali dan menemukan makna terdalam pengalaman hidup yang boleh kami jalani selama ini.

Ya Bapa, curahkanlah Roh Kududs-Mu atas diri kami masing-masing supaya kami dapat menemukan apa yang kami cari, dan bimbinglah kami Bapa

supaya dapat memahami kehendak-Mu yang nyata dalam hidup kami, terutama dalam pertemuan hari ini.

Ya Bapa, bantu kami sebagai saudara seiman, dapat saling percaya dan terbuka satu sama lain, sehingga pengalaman-pengalaman berharga kami dapat diungkapkan secara bebas dan sadar, guna untuk saling menguatkan dan meneguhkan satu sama lain terutama dalam menanggapi penderitaan hidup. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.

1. Langkah I : Mengungkap Pengalaman Hidup Peserta

a. Pemutaran Film singkat yang berjudul “Oscar Arnulfo Romero”.

b. Kemudian, pendamping mengajak peserta untuk merenungkan Film singkat yang berjudul “Oscar Arnulfo Romero”. Peserta diajak untuk menemukan makna yang tersirat di dalamnya. Setelah waktu merenung selesai, pendamping meminta kesediaan dua orang peserta untuk menceritakan makna apa yang dapat dia tangkap dari pemutaran film tersebut dan bagaimana perasaannya? Dibantu dengan pertanyaan:

1) Kesulitan-kesulitan apa saja yang dialami oleh Mgr. Oscar Arnulfo Romero ketika menyuarakan nasib rakyat kecil?

2) Apakah Bapak/Ibu dan saudara/saudari akan melakukan hal yang sama seperti dilakukan oleh Mgr Oscar Arnulfo Romero, terutama bila kita berada dalam situasi yang kurang lebih sama?

3) Apa yang dapat kita lakukan untuk membantu saudara-saudari kita yang sedang mengalami penderitaan?

c. Intisari:

Memasuki dekade 1970-an, Elsalvador dicengkram oleh kekuasaan pemerintahan kanan yang militeristik dan berperan sebagai tuan tanah dan pemilik modal. Negeri setengah feodal dan setengah kapitalis ini dikendalikan oleh pemerintahan militer yang berfungsi mengunci sistem yang timpang dan menindas rakyat kecil. Pater Grande (sahabat Mgr Oscar Arnulfo Romero) adalah rohaniwan Katolik yang menjadi salah satu korban kekejian para-militer yang disewa tuan tanah. Represi rezim membuahkan perang saudara di negeri Amerika Tengah itu yang berlangsung selama 12 tahun (1980-1992). Dalam situasi seperti inilah Mgr Óscar Romero y Arnulfo Galdámez (15 Agustus 1917 – 24 Maret 1980) diangkat menjadi uskup keempat dari Gereja Katolik El Salvador. Setelah peristiwa pembunuhan yang terjadi pada sahabatnya Pater Rutilio Grande, yang tewas ditangan para-militer, Beliau mulai tergerak hati untuk peduli dan berpihak pada permasalahan rakyat kecil El Salvador yang tertindas. Uskup Oscar Romero meyakini bila perjuangan yang dilakukan oleh Pater Grande berbasiskan ajaran dan praksis pembebasan yang berakar dari iman kepada Yesus Kristus.

Melalui berbagai pidato maupun homilinya ketika misa (ibadat Katolik), sang uskup mengeluarkan kritikan-kritikan pedas pada rezim militer yang brutal pada rakyatnya sendiri, terutama kepada kaum tani, tetapi sangat ramah terhadap tuan tanah, pemilik modal dan kapitalis asing. Oscar Romero pernah berkata: “Kristus sedang ‘tersalib’ bersama-sama rakyat El Savador yang menderita dan tertindas. Uskup Oscar Romero mengikuti jejak Kristus yang tersalib. Ia menjadi martir kebenaran dan kemerdekaan ketika ditembak oleh aparat militer saat memimpin misa di gerejanya.

d. Rangkuman:

Tentu kita tidak akan diam jika melihat sahabat atau kerabat kita dilanda suatu musibah yang menyebabkannya mengalami rasa sakit, stress, frustasi, atau bahkan sampai mengalami gangguan jiwa. Sebagai umat beriman, kita terdorong untuk membantu sahabat atau kerabat kita tersebut melewati masa-masa kritisnya dengan memotivasi dia untuk bangkit dari keterpurukan, memberikan peneguhan, pendampingan, dan pengharapan yang dapat membebaskannya dari kesengsaraan jiwa dan raga.

Seperti sama halnya dengan pengalaman dari Mgr Oscar Arnulfo Romero. Pada awalnya beliau bersikap dingin dan kurang peduli dengan permmasalahan rakyat kecil. Namun, pada akhirnya beliau menyadari bahwa sebagai anggota Gereja beliau terpanggil untuk dapat menyuarakan apa yang menjadi hak dari saudara-saudara kita kaum lemah, miskin, tertindas dan difabel. Hal ini juga merupakan Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang. Untuk menjadi orang katolik sejati, kepekaan hati kita sangat dibutuhkan. Allah menghendaki kita untuk dapat mencintai Dia dan sesama manusia. mencintai Allah berarti juga harus mencintai sesama.

2. Langkah II : Mendalami Pengalaman Hidup Peserta

a. Peserta diajak untuk merefleksikan sharing pengalaman yang sesuai dengan film “Oscar Arnulfo Romero” dengan dibantu pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana cara Mgr. Oscar Arnulfo Romero mengatasi kesulitan yang hadapi ketika ingin menyuarakan dan memperjuangkan keadilan bagi rakyat kecil di El Salvador?

2. Cara mana saja yang bapak/ibu dan saudara/saudari gunakan ketika menghadapi kesulitan dalam membantu meringankan penderitaan sesama?

b. Dari jawaban yang telah diungkapkan oleh peserta, pendamping memberikan arahan rangkuman singkat:

Meskipun mengalami berbagai kesulitan dalam membela rakyat miskin, Mgr Oscar Romero tidak pernah berhenti memperjuangkan suara rakyat miskin. Dalam semuanya itu, beliau berdoa dan memohon petunjuk dari Tuhan. Meski perjuangan Mgr Oscar Romero ini tidak dapat menghentikan peperangan yang sedang terjadi, tetapi setidaknya rasa cinta dan kepeduliannya terhadap nasib rakyat kecil di El Salvador dapat memberikan rasa damai dan kekuatan bagi mereka dalam menghadapi situasi pelik yang sedang terjadi.

Sungguh tidak dapat kita ragukan bahwa ketulusan cinta yang kita curahkan kepada orang-orang yang sedang dalam situasi sulit dapat membuat mereka merasa lebih kuat menerima dan menghadapi hari-harinya yang berat. Penerimaan itulah yang kemudian menimbulkan pengharapan baru yang dapat membebaskan mereka dari kecemasan dan ketakutan-ketakutan hidup.

3. Langkah III : Menggali Pengalaman Iman Kristiani

a. Salah satu peserta diminta untuk membacakan isi Kitab Suci Ayub 1: 13-22

b. Setelah mendengarkan isi KS, peserta diberi waktu hening sejenak untuk merenungkan dan menanggapi isi bacaan KS, dengan dibantu beberapa pertanyaan, sbb:

1) Dari perikop tersebut, ayat manakah yang menunjukan pengalaman penderitaan Ayub?

2) Ayat manakah yang menunjukan sikap iman yang seharusnya dimiliki oleh kita sebagai hamba Allah?

3) Melalui kisah Ayub dalam perikop tersebut, sikap seperti apa yang ingin ditanamkan oleh Allah kepada kita sebagai murid-Nya? 4) Pesan apa yang dapat kita petik dari pengalaman Ayub, terutama

ketika mengalami permasalahan hidup yang datang bertubi-tubi? c. Peserta diajak untuk mencari dan menemukan makna atau pesan yang

tersirat dalam bacaan KS sehubungan dengan 3 pertanyaan di atas. d. Pendamping memberikan interpretasi dari bacaan Ayub 1 :13-22

Dalam Kitab Ayub 1:13-22 digambarkan sebagai mana kemalangan demi kemalangan menimpa Ayub. Di sana, Ayub mengalami banyak kehilangan: kehilangan hartanya, yakni ternak-ternaknya, dan kehilangan anak-anaknya. Kehilangan-kehilangan itu rupanya terjadi seketika hal itu digambarkan oleh adanya laporan dari pembantunya yang memberitahukan perihal bencana itu. Artinya, kemalangan yang terjadi dan didengar Ayub disusul dengan kemalangan lain yang juga didengarnya (ay 13-19). Singkatnya, Ayub tidak memiliki waktu untuk merenungkan atau untuk berdiam diri merenungi nasibnya, sebab ketika bencana pertama didengarnya, langsung saja disusul dengan berita bencana kedua dan seterusnya. Ini dapat dikatakan Ayub seperti disambar petir. Bertubi-tubi dia mendengar berita yang sesungguhnya tidak seorangpun ingin mendengarnya dan setelah berita terakhir dia baru bias menyikapinya: berdiri, mengoyak jubah dan mencukur kepalanya, lalu sujud dan menyembah Tuhan Allah (ayat 20).

Dalam penderitaan karena merasa kehilangan, Ayub tetap setia kepada- Nya. Hal itu terungkap dari ucapannya, yang tidak mempersalahkan apalagi mengutuki Tuhan Allah, sebagaimana menjadi ramalan iblis itu: “Dengan

telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang member, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!” (ayat 21). Ay 21 ini menunjukan sikap Ayub yang masih taat dan beriman kepada Allah meskipun ia mengalami penderitaan yang berat. Pada ay 21 diperlihatkan bagaimana Ayub tidak berbuat dosa sedikitpun tidak berbuat kesalahan, apalagi menaruh benci pada Allah (ayat 22).

4. Langkah IV : Menerapkan Iman Kristiani dalam situasi Konkret

Peserta a. Pengantar

Penderitaan adalah pengalaman yang tidak dapat kita hindari. Seringkali kita melakukan kesalahan dan berdampak negative bagi hidup kita. Tidak jarang juga kita mengalami permasalahan hidup yang sangat berat sehingga kita merasa lelah dan ingin menyerah pada keadaan. Namun menyerah dalam keadaan putus asa bukanlah cara yang tepat dalam mengatasi permasalahan hidup. Sejak awal kita telah banyak berbicara mengenai permasalahan hidup yang menimbulkan penderitaan dalam hidup manusia terutama berkaitan dengan Kitab Ayub. Kitab Ayub mau menunjukan kepada kita bahwa manusia adalah makhluk yang terbatas dan bergantung pada Allah. Artinya manusia diciptakan oleh Allah dan untuk berbakti kepada Allah. Sebagai makhluk ciptaan Allah, manusia hendaknya memiliki sikap iman yang kuat, lebih-lebih ketika berhadapan dengan masalah hidup. Sikap iman tersebut adalah bagaimana manusia dapat mennyerahkan diri secara total terhadap rencana Allah, dapat menerima dengan hati yang penuh iman, sanggup bergulat dengan penderitaan tersebut, kemudian dapat memaknainya. Sikap iman seperti ini akan menciptakan pengharapan baru yang mampu membuat

pribadi merasakan bebas dari rasa cemas dan ketakutannya pada penderitaan. Karena sesungguhnya yang harus manusia takutkan bukanlah pengalaman penderitaan, melainkan rasa takut berhadapan dengan penderitaa itu sendirilah.

b. Sebagai bahan refleksi supaya kita dapat menemukan hal-hal yang masih diperlukan untuk semakin mendewasakan iman kita sebagai orang kristiani, terutama dalam menghadapi atau menyikapi permasalahan- permasalahan yang terjadi dalam hidup ini (untuk orang lain atau diri sendiri) secara lebih nyata (melalui perkataan dan perbuatan) di tengah masyarakat, maka marilah kita merenungkan bersama-sama, dengan dibantu pertanyaan -pertanyaan berikut:

1) Apakah melalui pertemuan ini, Bapak-Ibu, saudara-saudari merasa menemukan dan memperoleh ketegasan akan sikap iman yang perlu diteladani dari penderitaan Yesus dan penderitaan Ayub (orang beriman)?

2) Sikap-sikap mana yang dapat kita usahakan untuk senantiasa dapat dilakukan dalam menyikapi permasalahan hidup kita dan sesama? c. Saat hening diiringi dengan instrument. Setelah waktu refleksi selesai,

peserta diberi kesempatan secukupnya untuk mensharingkan hasil refleksi pribadi sesuai dengan panduan 3 pertanyaan di atas.

d. Arah rangkuman penerapan pada situasi peserta

Allah juga menderita. Allah menderita melalui Putra-Nya Yesus Kristus. Penderitaan Yesus adalah penderitaan yang sangat mulia. Demi cinta-Nya kepada manusia, Yesus rela sengsara dan wafat di kayu Salib. Penderitaan Yesus adalah penderitaan yang dialami oleh manusia yang bersih tanpa dosa. Penderitaan Yesus ingin menunjukan kepada kita bagaimana sikap iman Yesus kepada Bapa-Nya

membuat Dia sanggup menanggung kesengsaraan. Pada detik-detik kematian-Nya Yesus melakukan penyerahan diri secara total kepada umat manusia yang dicintai- Nya dan juga kepada Bapa di Surga.

Dalam Kitab Ayub, kita juga menemukan satu sikap yang sangat mengagumkan, yakni ketika Ayub mendengar berita bencana yang menimpa dirinya: melenyapkan seluruh ternak dan anak-anaknya. Ayub tidak kehilangan jati dirinya sebagai orang yang saleh, jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Artinya, Ayub tetap setia sebagai orang yang percaya kepada Allah.

Dengan melihat pengalaman Ayub, kenyataannya diantara kita masih banyak yang mengalami hal serupa, meski pengalamannya tidak sama persis dengan kisah Ayub itu. Tetapi, meski demikian sebagai orang beriman kita tetap harus bertahan dalam iman kita, karena itulah yang dikehendaki Tuhan Allah supaya kita lakukan. Akhirnya dengan melihat kisah Ayub tadi, kita yang masih hidup sampai saat ini dapat lebih baik lagi dalam menyikapi penderitan-penderitaan hidup secara tepat, entah itu terjadi pada diri kita sendiri maupun orang lain.

5. Langkah V : Mengusahakan suatu Aksi Konkret

Di sini, pendamping mengajak peserta menungkapkan harapan atau niat-niat sebagai usaha yang mungkin dapat dilanjutkan. Di sinilah kembali penekanan akan pentingnya pengharapan untuk pembebasan diri dari belenggu penderitaan, yang khas dalam katekese pembebasan.

a. Pengantar

Bapak/Ibu dan saudara-saudari terkasih, dalam pembicaraan tadi, kita sudah berusaha menemukan hal-hal yang perlu kita upayakan untuk semakin mendewasakan iman kita, terutama dalam menyikapi permasalahan-permasalahan hidup kita. Dalam film singkat “Oscar ARnulfo Romero” diceritakan bagaimana

kisah seorang uskup yang awalnya tidak peduli pada rakyat miskin, lambat laun Roh Kudus menggerakkan hatinya untuk peduli pada rakyat kecil, dengan ambil bagian dalam permasalahan yang dihadapi oleh rakyat El Salvador pada masa rusuh selama beliau menjabat sebagai seorang uskup. Meski mengalamiberbagai ancaman keselamatan dari pihak militer, uskup Oscar Romera tetap bersikeras menyuarakan nasib rakyat kecil yang mengalami penindasan dan ketidakadilan.

Sikap peduli dan cinta kepada sesama adalah sikap iman yang luar biasa. Hal ini adalah sesuatu tindakan yang dikendaki oleh Yesus Kristus (mencintai sesama). Sedangkan Kitab Ayub ingin menanamkan kepada kita sikap iman yang pasrah dan percaya serta taat pada kehendak Allah. Selalu yakin dan percaya bahwa Allah memiliki rencana baik yang sulit diselami oleh akal budi manusia. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah manusia bersikap rendah hati, mencintai Allah dan sesama.

b. Marilah kita merenungkan hal-hal konkrit apa saja yang harus kita lakukan untuk mewujudnyatakan hasil refleksi kita dalam usaha menemukan makna dari pengalaman penderitaan entah itu yang dialami oleh diri sendiri ataupun orang lain. Pertanyaan untuk menuntut umat dalam membuat niat-niat:

1) Aksi konkrit apa yang hendak Bapak/Ibu dan saudara-saudari lakukan untuk menghadirkan Kerajaan Allah bagi sesama yang sedang mengalami keputusasaan terhadap permasalahan hidup yang menimpanya ?