• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usulan Terakhir pada Aturan Tambahan Hasil Aklamas

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2003” dan Pasal II: “Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas pembukaan dan pasal-pasal”.

Sebelumnya, dilakukan perubahan, norma Aturan Tambahan UUD 1945 yang lama berbunyi: “1. Dalam enam bulan sesudah akhirnya peperangan Asia Timur Raya, Presiden Indonesia mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang ditetapkan dalam Undang- Undang Dasar ini. 2. Dalam enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, Majelis itu bersidang untuk menetapkan Undang-Undang Dasar.”

Selanjutnya dilakukan perdebatan yang pada pokoknya menghasilkan norma- nor ma ha sil p er uba ha n U U D 19 45 dengan dipertahankannya adanya Aturan Tambahan dengan dua pasal.

H a s i l p e r d e b a t a n k e m u d i a n s epa kat unt uk memuat nor ma Pa sal I ya ng b er u p a p enuga s a n kep a d a Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Per musyawarat a n Ra k yat Sement ara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Ra k yat unt uk dia mbil put usa n pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003. Pasal II sendiri merupakan penutup dari semua ketentuan dalam UUD 1945 setelah perubahan yang berisi tiga ketentuan, pertama, pembakuan nama

MPR.GO.ID

Konstitusi pada Aturan Tambahan Undang- Undang Dasar 1945, mengingat lembaga ini akan menyempurnakan Undang- Undang Dasar 1945 yang merupakan hukum dasar bagi bangsa Indonesia. Kami tidak, sama sekali tidak bermaksud untuk menghambat jalannya siding ataupun menabrak hasil musyawarah yang merupakan hasil kesepakatan bersama. Adanya perbedaan pandangan, dalam hal ini kami pandang sebagai wujud pembelajaran dan kedewasaan berdemokrasi bagi segenap komponen bangsa termasuk TNI/Polri. Namun setelah mencermati aspirasi yang berkembang di antara Saudara-Saudara kami yang terhormat dan sekali lagi tanpa bermaksud menghambat jalannya Persidangan Majelis ini. Maka dengan segala kerendahan hati dan demi kepentingan dan keutuhan bangsa dan negara, kami dengan ini menyatakan menarik kembali usulan kami.”

Dengan demikian, selesai perdebatan mengenai p ena mba han pa sal At uran Tambahan tersebut. Terkait dengan hal tersebut, menarik yang ditulis oleh Lulu Anjarsari P. dan Miftakhul Huda dalam

Naskah Komprehensif Perubahan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan, 1999-2002 Buku X Perubahan UUD, Aturan Peralihan, dan Aturan Tambahan (EDISI REVISI), Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Juli 2010.

Menurut mereka, untuk mengetahui, dari UUD 1945 yang diubah itu apakah UUD 1945 yang diputuskan dalam rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945 yang kemudian dimuat dalam Berita Repoeblik Nomor 7 Tahun 1946 ataukah UUD 1945 yang diberlakukan kembali dengan D ek rit Presiden 5 Juli 1959 dimuat dalam Lembaran Negara No. 75 Tahun 1959, har usla h dibaca p ertimba nga n dalam Perubahan Keempat UUD 1945. Dimana di dalam pertimbangan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945

dis ebu t ka n “Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Pertama, Kedua, Ketiga dan Perubahan Keempat ini adalah Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat”.

LUTHFI WIDAGDO EDDYONO

Referensi:

Fulthoni, Luthfi Widagdo Eddyono, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan, 1999- 2002 Buku X Perubahan UUD, Aturan Peralihan, dan Aturan Tambahan, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Juli 2008. Lulu Anjarsari P, Miftakhul Huda, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan, 1999- 2002 Buku X Perubahan UUD, Aturan Peralihan, dan Aturan Tambahan (EDISI REVISI), Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Juli 2010.

UUD ini dengan nama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; kedua, Materi muatan UUD 1945 dimaksud terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal; ketiga, dengan demikian, secara implisit keberadaan Penjelasan UUD 1945 dinyatakan tidak berlaku lagi, karena yang disebut UUD 1945 hanyalah terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal. Terhadap hasil yang sudah disahkan ini, ter nyata ma sih ada usulan yang disampaikan oleh Slamet Supriadi dari F-TNI/ Polri. “Kami dari fraksi TNI/Polri, seperti yang tadi disampaikan oleh rekan- rekan terdahulu dari fraksi TNI/Polri, menyampaikan usulan untuk di dalam Pasal III, kami ulangi ditambahkan pada Aturan Tambahan sebagai Pasal III ataupun Pasal II. Nanti kalau Pasal II, berarti Pasal II yang sekarang menjadi yang ketiga. Isinya, mohon maaf, sebagai Pasal III, bunyinya Perubahan Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat UndangUndang Dasar 1945 diberlakukan sejak ditetapkan sampai dengan tahun 2004 untuk mengantar rakyat Indonesia melaksanakan Pemilu 2004 dan disempurnakan, saya ulangi, disempurnakan oleh Badan Panitia Komisi yang terbentuk oleh Majelis pada tahun 2002 dan melaporkan hasilnya kepada MPR hasil Pemilu 2004.”

Atas kejadian tersebut rapat kemudian diskors dan berlangsung pertemuan antara Pimpinan MPR dengan pimpinan fraksi- fraksi MPR untuk membahas usul F-TNI/ Polri. Akhirnya dari pertemuan-pertemuan lobi tersebut, F-TNI/Polri mau mencabut kembali usulnya.

Ket i ka ra p at d ib u ka kem b a l i, F-TNI/Polri yang diwakili Slamet Supriadi m enya m p a i ka n p en d a p at f ra k s i nya ya ng menca bu t usula n p ena mba ha n pasal Aturan Tambahan. “Kami sangat menghargai itikad baik Pimpinan dan seluruh Anggota Majelis yang terhormat yang telah bersedia mendengarkan usulan kami. Maksud kami tidak lain adalah untuk memberikan landasan hukum yang lebih tinggi dengan menempatkan Komisi

P

ada tanggal 10 Juli 2017 lalu Pemerintah m e n e r b i t k a n Peraturan Pemerintah Pengga nt i Und a ng- U n d a n g ( P e r p p u ) N o m o r 2 Ta h u n 2017 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang kemudian sempat menjadi perbincangan di masyarakat. Salah satu dasar pertimbangan pemerintah dalam menerbitkan Perppu Ormas adalah penggunaan asas contrarius actus, sebagaimana tercant um dalam konsideran menimbang huruf e Perppu O r m a s ya ng m enyat a ka n, “bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan belum menganut asas contrarius actus sehingga tidak efektif untuk menerapkan sanksi terhadap organisasi kemasyarakatan yang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Asas contrarius actus berasal dari bahasa Latin yang artinya tindakan yang yang dilakukan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbit kan keput usan tata usaha negara dengan s endi rinya (otomat is) b a d a n/p eja b at