• Tidak ada hasil yang ditemukan

Utilitas sampah dan limbah

Dalam dokumen HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 43-63)

Pengertian sampah menurut SNI 19-2454-1991 adalah limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah umumnya dalam bentuk sisa makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon, kertas/karton, plastik, kain bekas, kaleng-kaleng, debu sisa penyapuan, dsb.

a. Pemanfaatan Sampah Organik

Di tingkat rumah tangga diperlukan kesadaran untuk memisahkan sampah antara sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik antara lain dapat berupa sampah persiapan masakan, kulit telur, kulit buah-buahan, rumput, daun, ranting, rambut, bulu, dan sebangsanya. Sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang terdiri dari sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui seperti mineral, minyak bumi, atau proses industri. Sampah anorganik antara lain plastik, kaleng, kertas, kaca dan Styrofoam. Sampah anorganik seperti botol plastik, kaleng minuman, kertas, dapat diolah dalam industri menjadi beraneka bahan baku. Di iklim tropis panas lembap seperti di Indonesia, penguraian sampah organik lebih cepat dibandingkan di daerah lainnya. Hal ini sebenarnya sangat menguntungkan karena pembentukan sampah menjadi kompos yang bermanfaat akan lebih mudah. Pengomposan juga dapat memanfaatkan teknologi lubang resapan biopori.

b. Pemanfaatan Grey Water

Grey water biasanya berupa air sabun bekas kegiatan rumah tangga seperti mencuci dan mengepel, mandi, dan lain sebagainya. Air ini dapat disalurkan lewat selokan terbuka. Untuk memanfaatkan grey water sebagai sumber air bersih, dibutuhkan instalasi khusus yang tidak mudah dibuat sendiri. Grey water masih dapat digunakan untuk menyiram kebun, namun perlu dipastikan bahwa air tidak mengandung detergen yang keras, pemutih, ataupun zat kimia berbahaya lainnya, grey water bekas mencuci sayuran dan buah dapat langsung ditampung untuk menyiram kebun. Bahkan bekas cucian bahan makanan tertentu dikenal dapat menyuburkan tanah. Untuk memaksimalkan grey water sebagai air penyiram tanaman, dapat dipilih sabun deterjen atau sabun cuci piring yang bebas dari zat kimia. Saat ini beberapa produsen sabun telah membuat produk yang hanya mengandung sedikit zat kimia bahkan marnpu menyuburkan tanah saat larut di dalam air.

Pastikan grey water yang masih mengandung bahan kimia dialirkan melalui saluran yang baik, memiliki penampang yang memadai sesuai volumenya agar limbah dapat mengalir dengan baik menuju saluran pembuangan sehingga tidak menimbulkan penyakit ataupun bau yang tidak sedap.

c. Pemanfaatan Air Tinja/Black Water

Air tinja adalah kotoran manusia baik padat maupun cair, ditambah dengan air siram. Air tinja mengandung kolibakteri (E. coli) dan kuman yang dapat mengganggu kesehatan manusia, serta berbau tidak sedap. Maka pembuangan air tinja harus disalurkan dalam pipa tertutup. Air tinja dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik dengan menggunakan instalasi septictank yang tepat. Untuk daerah dengan iklim tropis, dapat digunakan "septictank vietnam". Dibandingkan dengan septictank biasa, septictank vietnam tidak perlu dikuras/dibersihkan, karena isi septictank dapat digunakan sebagai pupuk. Septictank ini terdiri dari dua buah bak dengan ukuran yang sama, serta alat untuk memindahkan saluran pengisian. Satu bak digunakan terlebih dahulu, setelah penuh, saluran pengisian dipindahkan ke bak kedua. Sesudah enam bulan sampai satu tahun, isi bak pertama telah menjadi pupuk, tidak berbau, dan dapat dimanfaatkan untuk tanaman/ kebun sayur.

Untuk menghindari pencemaran tanah yang mungkin terjadi akibat kebocoran, atau bakteri mencemari air lewat pipa atau sumur resapan, septictank harus dibuat kedap. Septictank sebaiknya berjarak minimal 11 m dari sumur air.

Bebas dari Gangguan Geo-Biologis. Terkait dengan keamanan bangunan tapak seharusnya berada di area yang stabil, maksudnya relatif kecil kemungkinan terkena bencana yang dahsyat atau istilah dari Heinz Frick adalah tapak terbebas dari gangguan geo-biologis. Area tapak dipastikan tidak terletak pada kawasan banjir, karena beresiko banjir musim penghujan atau daerah rawan tsunami. Untuk Kota yang kondisi topografinya berbukit seperti Kota Bogor, bahaya tanah longsor sangat perlu diwaspadai. Sehingga untuk membangunan di tepi jurang yang terjal harus menggunakan studi kelayakan/perhitungan geostruktur dan penelitian kondisi geologi tanah secara mendalam. Selain Longsor perlu pula diwaspadai adanya bangunan yang dibangun didaerah patahan. Secara umum kota-kota di Indonesia terletak didaerah yang rawan gempa, sehingga untuk jaminan keamanan, struktur bangunan diperkuat disertai dengan bentukan bangunan yang sederhana sebagai antisipasi agar dapat bertahan menghadapi gempa sampai lebih dari 9 skala richter.

Faktor bahaya biologis datang dari hewan maupun vegetasi. Dari hewan yang terkait dengan keamanan bangunan adalah rayap dari jenis Coptotermes curvignathus yang dapat dikategorikan sebagai hama bangunan (Surjokusumo 2006). Mencegah serangan rayap perlu kewaspadaan dan ketelatenan. Waspada untuk mencegah dan terhadap tanda-tanda kehadiran rayap serta telaten dalam upaya untuk membasminya. Upaya pencegahan dilakukan pada tanah dan kayu bangunan. Tanah fondasi dan kayu harus diinjeksi dengan termitisida. Injeksi termitisida dilakukan pada setiap lubang pengeboran dengan tekanan tinggi, sehingga dapat tersebar merata di permukaan tanah dan bersambungan dengan termitisida yang diinjeksikan pada lubang lainnya. Untuk perawatan kayu bisa hanya dengan cara disemprot, dicelup, atau direndam dengan termitisida. Jika bangunan telah terserang rayap, khusus untuk super-rayap, teknologi umpan racun (bait toxicant) dapat diaplikasikan. Secara sederhana, teknik ini menggunakan sekotak kertas tisu yang telah dilumuri heksaflumuron. Bahan ini telah diteliti di IPB dan dinyatakan aman, tidak berbau,

ramah lingkungan, dan tidak berbahaya bagi manusia maupun hewan mamalia. Umpan itu ditempelkan pada titik-titik pusat koloni rayap. Karena bahan tisu merupakan turunan dari bahan dasar kayu, rayap pekerja akan tertarik mengerubunginya. Mereka bakal membawanya ke pusat makanan. "ketika tiba saatnya makan, racun itu akan dibagi-bagikan kepada teman-temannya dan mati semua. Racun tersebut berfungsi menghambat pembentukan kulit rayap. Jika pembentukan kulit gagal, rayap pasti mati. Obat tersebut memang bekerja lambat, tapi tetap efektif. Keandalan umpan rayap ini juga telah dievaluasi di Florida, Amerika Serikat, pada jenis Coptotermes formosanus dan R. flavipes kollar. Dengan dosis 4-1,5 mg, populasi rayap tanah dapat dikurangi sebesar 90% -100% dari satu koloni rayap yang berjumlah 0,17-2.8 juta ekor (Hidayat dan Wibisono 2006).

Vegetasi sangat berperan dalam upaya penghematan energi. Keberadaan vegetasi dapat menjadi ancaman karena faktor kelalaian manusia juga. Vegetasi memiliki perakaran yang merupakan cerminan dari bentuk tajuknya. Perakaran jika tidak disediakan lahan yang cukup akan mengganggu vegetasi tersebut karena mengurangi kekokohannya dan membahayakan manusia karena akan mudah tumbang. Karena kurangnya lahan, perakaran dapat mengganggu pondasi bangunan, sehingga berpotensi merusak struktur bangunan. Peletakan vegetasi yang kurang tepat menghalangi sinar dan angin, berakibat terhalangnya pencahayaan alam atau gelap dan berpotensi meningkatkan kelembaban ruang karena sirkulasi udara terhalang. keberadaan vegetasi berpotensi pula mengundang hama-hama tanaman. sebagai upaya pencegahan harus dilakukan tindakan pemeliharaan secara rutin seperti penyiangan, pemangkasan, pemupukan teratur, penyemprotan jika terserang (diusahakan dengan bahan non-kimiawi).

Orientasi. Dari analisis mengenai faktor klimatik dan lingkungan pada tapak maka penulis menghubungkannya dengan faktor orientasi tapak yang terkait pula dengan orientasi bangunan rumah tinggal di dalamnya melalui analisis diagram matahari dan angin. Faktor orientasi berpengaruh pada letak posisi bangunan secara keseluruhan dan posisi façade atau tampak muka bangunan yang akan menerima secara langsung paparan dari segi klimatik seperti sinar dan panas matahari, angin, hujan. Orientasi terbaik menurut literatur adalah orientasi mata-angin utara dan atau selatan. Orientasi

utara-selatan secara klimatik membuat façade rumah (depan-belakang) tidak menerima paparan sinar matahari secara langsung karena sisi bangunan yang menghadap timur-barat berdempetan dengan rumah lain, sehingga yang diterima hanya cahaya pantulan dari sinar matahari, sehingga suhu bangunan relatif lebih rendah.

Posisi matahari pada bulan Maret dan September berada tepat di garis equator (titik equinox). Saat matahari berada di titik ini, maka lamanya siang dan malam akan sama yaitu masing-masing 12 jam. Titik yang dilewati matahari dalam perjalanannya dari selatan ke utara langit, terjadi pada 21-23 Maret, dinamakan Titik Vernal Equinox. Titik yang dilewati matahari dalam perjalanannya dari utara ke selatan langit, terjadi pada 23 September, dinamakan Titik Autumnal Equinox. Posisi matahari di titik ini karakteristik yang terlihat adalah matahari akan berada persis diatas kepala (jika berada di kota yang berada di garis ekuator seperti pontianak) yaitu mendekati sudut 90º pada pukul 12.00 siang, sehingga bayangan yang dihasilkan akan kecil sekali. Pada bulan Juni posisi matahari berada di utara sekitar tanggal 22 Juni. Saat matahari berada di titik ini siang hari akan sedikit lebih pendek daripada malam harinya dan karena posisi matahari tersebut bayangan yang ditimbulkan menjadi lebih panjang cenderung condong ke selatan. Pada bulan Desember posisi matahari berada di selatan sekitar tanggal 22 Desember. Saat matahari di posisi ini siang hari akan sedikit lebih panjang di bandingkan malam harinya dan karena posisi matahari tersebut bayangan yang ditimbulkan juga menjadi lebih panjang dan arah bayangannya miring ke selatan.

Perbedaan posisi matahari ini berdampak pada aspek penyinaran terhadap bangunan, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan orientasi bangunan yang terbaik karena tidak menerima penyinaran matahari secara langsung yaitu orientasi utara-selatan. Aspek lainnya adalah peletakan posisi pemblokir sinar utamanya menggunakan tanaman.

Topografi. Kasus kota Bogor, merupakan daerah perbukitan bergelombang dengan ketinggian yang bervariasi antara 190 m hingga 350 m diatas permukaan laut dengan kemiringan lereng berkisar 0 - 2 % (datar) seluas 1.763,94 Ha, 2 - 15 % (landai) seluas 8.091,27 Ha, 15 - 25 % (agak curam) seluas 1.109,89 Ha, 25 - 40 % (curam) seluas 764,96 Ha, dan > 40 % (sangat curam) seluas 119,94 Ha (tabel 11). Menurut data diatas area

kota bogor yang sesuai untuk kawasan tempat tinggal (perumahan maupun permukiman) seluas 9855,21 Ha atau presentasinya sekitar 83,1 % area di kota Bogor sesuai untuk area tempat tinggal menurut peraturan SK Mentan No. 837/KPTS/Um/11/1980 dimana lahan yang ideal untuk tempat tinggal adalah lahan dengan topografi relatif datar hingga landai.

Kemiringan lahan yang melebihi 15%, terbuka terhadap iklim yang keras, bahaya gempa bumi, bahaya tanah longsor, tanah yang tidak stabil, daerah berlumpur/rawa serta berbatasan dengan jalan yang hiruk pikuk, yang diantaranya dapat diatasi dengan perlakuan khusus dan diluar itu harus dihindari. Pembangunan perumahan ataupun sarana lainnya pada lahan yang miring relatif lebih sulit daripada perumahan yang terletak pada lahan yang datar. Pembangunan perumahan atau bangunan lainnya pada lahan dengan kemiringan lebih dari 10%, memerlukan desain bangunan yang lebih khusus dengan bentuk teras (sengkedan/bersusun) ataupun berbentuk split-level, yang dapat dikombinasikan dengan pembuatan taman, namun upaya ini akan berdampak pada bertambahnya biaya konstruksi.

Jenis tanah. Jenis tanah yang terkait dengan media tanaman untuk tumbuh. Hal tersebut didukung oleh struktur tanah yang berfungsi memodifikasi pengaruh tekstur tanah terhadap kondisi drainase atau aerasi tanah, karena susunan antar ped atau agregat tanah akan menghasilkan ruang yang lebih besar ketimbang susunan antar partikel primer. Oleh karena itu tanah yang berstruktur baik akan mempunyai kondisi drainase dan aerasi yang baik pula, sehingga lebih memudahkan sistem perakaran tanaman untuk berpenetrasi dan mengabsorbsi (menyerap) hara dan air, sehingga pertumbuhan dan produksi menjadi lebih baik. (berkorelasi positif dengan tingkat kesuburan)

Penanaman melindungi agregat tanah dari hantaman air hujan, sehingga makin rapat tajuk tanaman akan makin baik pengaruhnya terhadap agregat tanah. Lal (1979) dalam Hanafiah (2010), mengemukakan bahwa struktur tanah mempunyai peran sebagai regulator yang:

1. Menyinambungkan arah pipa yang terbentuk dari berbagai ukuran pori-pori yang berinterkoneksi, stabilitas dan durabilitasnya.

2. Mengatur retensi dan pergerakan air tanah 3. Difusi gas dari dan ke atmosfer

Kemudian secara langsung atau tak langsung terkait dengan: 5. Erosi air atau angin

6. Penggenangan dan aerasi tanah 7. Stres tanaman akibat kekeringan

8. Perlindian atau kehilangan hara-hara tanaman 9. Temperatur tanah.

Perkerasan (Non Bangunan)

Komponen kelima adalah perkerasan (non bangunan) yang terdiri dari perkerasan (pavement) itu sendiri dan pagar dan tembok pembatas (walls and fences) sebagai bagian dari site structure. Perkerasan (non bangunan) secara harafiah sudah dapat diketahui komponen pembentuknya berupa material keras. Komponen ini memiliki potensi terhadap penyerapan panas yang berlebih jika tidak didesain dengan tepat. Konsep pemilihan komponen perkerasan dipilih agar aspek fungsionalnya tetap dapat berfungsi dengan baik dan juga konsep ramah lingkungannya juga terpenuhi. Kriteria variabel taman dan rumah tinggal hemat energi untuk komponen perkerasan selengkapnya tertuang pada tabel 17.

Tabel 17. Variabel Hemat Energi untuk Komponen Perkerasan (Bobot 0,058)

No Variabel Bobot Kriteria desain untuk skor

1 2 3 1 Perkerasan (pavement) 0.515 Jenis perkerasan porositas rendah Jenis perkerasan porositas sedang Jenis perkerasan porositas tinggi 2 Pagar & dinding pembatas

0.485 Masif dan solid agak rapat berongga

renggang Berongga

Perkerasan. Perkerasan telah menjadi kebutuhan manusia sebagai alas taman maupun alas jalur-jalur sirkulasi. Banyak orang lupa saat membuat tempat parkir mobil atau carport, teras, dan jalan setapak (stepping stone) pada pekarangan rumah tinggalnya dimana tanah tertutup rapat dengan beton bahkan aspal. jenis perkerasan tersebut merupakan jenis perkerasan yang kedap air, sehingga terjadi limpasan air yang banyak saat musim hujan karena tidak terjadi infiltrasi air ke dalam air tanah. saat ini telah banyak perkerasan yang berbentuk monolitik maupun berbentuk unit yang dapat digunakan sebagai perkerasan.

saat ini pada umumnya masyarakat indonesia menggunakan perkerasan berbentuk unit yang berasal dari pabrikasi dengan wujud paving block, atau

grass block.

Berdasarkan SNI 03-0691-1996 paving block atau Grass Block adalah suatu komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran portland cement atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan lainnya yang tidak mengurangi mutu paving block (BSN 1996). Sistem drainase pada konstruksi jalan paving block dibedakan menjadi dua yaitu sistem drainase permukaan (terbuka) dan sistem drainase tertutup (sub soil drainage). Pada konstruksi paving block yang sambungan di antara blocknya bersifat kedap air (sedikit mengalirkan air) maka saluran permukaan dengan sistem drainase terbuka sangat diperlukan, sedangkan sistem drainase tertutup digunakan pada konstruksi grass block yang sambungan di antara block bersifat permeable (tidak kedap air) maka air hujan akan masuk (infiltrasi) ke dalam konstruksi jalan sebanyak 30 % sampai 50 %, syarat kemiringan minimal pada penampang melintang badan jalan = 2 %, hal ini untuk memudahkan aliran air hujan di permukaan perkerasan. Tanah yang tertutup dengan interblok 4-6 dan interblok 16-6, masih mempunyai kemampuan infiltrasi cukup besar dan tidak berbeda nyata pada tanah terbuka. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Prasodyo dan Nurisjah (1998) bahwa Infiltrasi terbesar dijumpai pada bahan penutup tanah grassblock. Dalam kategori perkerasan beton berperforasi didapatkan jenis interblok 4-6 m memiliki kemampuan infiltrasi terbesar kedua, selanjutnya diikuti dengan interblok 16-6, behaton 13-6 dan zurich 12-6.

Dari sisi penyerapan panas conblock merupakan jenis perkerasan yang cukup menyerap panas terlebih lagi keramik. Untuk menanggulangi hal tersebut, sebaiknya tidak membiarkan perkerasan tanpa diberikan naungan seperti naungan pohon atau didekatkan dengan elemen air (Fatimah, Arifin dan Widjaya 1998). Setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan saat pemasangan

paving, yaitu pengisi celah dan fondasi di sekeliling paving. Hubungan antar paving tidak membutuhkan bahan ikat, melainkan menggunakan abu batu atau

pasir. Lebar celah antar paving sebaiknya sekitar 2-4 milimeter. Ukuran celah yang terlalu lebar akan menyebabkan pasir pengisi mudah keluar (shucking) dan

paving bergeser. Idealnya pasir yang digunakan untuk mengisi celah antar paving memiliki butiran yang tajam (lolos ayakan 2,4 mm). Kadar air maksimal

sekitar 5% dan kadar lumpur maksimal 10%. Hal ini bertujuan agar air mengalir di atasnya bisa meresap kedalam tanah.

Disamping aspek sambungan antar paving, kekuatan paving juga dipengaruhi kondisi tanah sebagai alas peletakkannya. Perubahan dan pergerakan struktur tanah bisa menyebabkan paving bergeser sehingga permukaan paving tidak rata satu dengan yang lain. Diantara berbagai macam alternatif bahan penutup tanah, paving block lebih banyak memiliki variasi, baik dari segi bentuk, ukuran dan warna, corak dan tekstur permukaan, serta kekuatan. Penggunaan paving block juga dapat divariasikan dengan jenis

paving dan bahan lainnya.

Pagar dan Tembok Pembatas. Perkembangan yang semakin dinamis menempatkan pagar bukan hanya sekadar pembatas properti atau kepemilikan dan pelindung penghuni rumah untuk memberikan rasa aman dan keleluasan aktivitas penghuni karena terjaganya privasi. Lebih dari itu pagar merupakan salah satu pendukung dan pelengkap pada rumah tinggal karena turut menambah nilai artistik dan menjadi salah satu bagian dari dekorasi rumah. Penggunaan bahan, tekstur, dan warna yang tepat akan menghasilkan pagar yang sesuai dengan karakter rumah secara keseluruhan.

Terdapat banyak alternatif bentuk dan jenis pagar yang dapat diaplikasikan terhadap hunian. Bahan pembuatnya juga beraneka ragam, mulai dari berbahan kayu, beton, besi, baja, batu alam hingga vegetasi dapat dijadikan pagar yang estetis dan ekologis. Syarat utama dalam pembuatan pagar, yaitu aman, kokoh dan indah. Pemilihan bentuk, model, tinggi, panjang dan lebar pagar harus disesuaikan dengan luas lahan, fungsi, proporsi dan komposisi bangunan serta lokasinya. Tinggi pagar yang baik adalah tidak lebih dari 1.20 meter dan untuk dinding pembatas tidak lebih dari 1.70 meter. Jika pagar terlalu tinggi, maka akan membuat bentuk rumah tidak terlihat atau tertutupi dan akan membuat rumah terkesan terpenjara. Pagar rumah tinggal sebaiknya dibuat renggang atau berongga (kesan transparan) agar sirkulasi udara ke dalam rumah tinggal tetap baik.

Pagar merupakan elemen penting bagi sebuah rumah baik secara fungsional maupun estetika. Tanaman merupakan salah satu elemen pembentuk pagar, sehingga dapat menjadi alternatif pagar sebuah bangunan. Disamping itu tanaman memiliki fungsi yang beragam seperti menambah

keindahan sebuah bangunan, juga sebagai penahan atau penghalang terhadap debu, polusi dan radiasi sinar matahari.

Saat ini, aspek green terhadap pagar dan tembok pembatas sudah umum diterapkan (gambar 8). Penggunaan komponen tanaman untuk pagar dapat menjadi salah satu langkah untuk menekan penggunaan material keras untuk fungsi pagar sekaligus berfungsi membantu ameliorasi iklim. Menurut Werdiningsih (2007), tanaman-tanaman yang memenuhi kriteria untuk dapat digunakan atau dikombinasikan dengan variabel pagar dan tembok pembatas (green fence), adalah sebagai berikut:

1. Tahan terhadap perubahan cuaca 2. Bersifat tahunan

3. Tidak mudah menggugurkan daun 4. Tidak disukai hewan herbivora

5. Mudah dirawat dan bukan tanaman produktif

6. Bentuk dan ukurannya proposional dengan luas pekarangan serta kondisi lingkungan

Alternatif Tanaman-tanaman yang dapat digunakan sebagai green fence adalah sebagai berikut:

1. Semak dan Perdu

Perdu tinggi di antaranya Teh-tehan (Duranta repens), Kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis), Soka (Ixora hybrida), Kaca piring (Gardenia jasminoides), Kemuning (Muraya paniculata). Sementara tanaman perdu rendah misalnya Pacar air (Impatiens sp.), Mawar (Rosa sp.), Bayam-bayaman (Coleus sp.), Asparagus, Anggrek tanah (Sphatoglottis plicata). Tanaman pagar berumpun misalnya Lidah mertua (Sanseviera trifasciata), Bawang-bawang, Lili paris (Clorophytum comosum), dan Brojo lintang (Belamcanda chinensis).

2. Tanaman Rambat

Jenis tanaman yang bersifat merambat sendiri, misalnya Stefanot, Passiflora, Mucuna (flama of Irian), Pseudocayma, Costus maroon, dan Thunbergia. Sementara tanaman perdu yang perlu dirambatkan, misalnya Bugenvil, Pyrostegia, dan Alamanda.

3. Bambu – Bambuan

Jenis bambu hias yang dapat dijadikan pagar tanaman, di antaranya Bambu jepang (Arandinaria japonica) dan Bambu kuning.

4. Kaktus

Beberapa jenis kaktus yang cocok ditanam sebagai tanaman pagar di antaranya Astrophytum asterias, Ferocactus herrerae, dan Acanthocalycium violaceum.

Gambar 8. Ilustrasi desain pagar hijau

Visualisasi Konsep Hemat Energi

Konsep kriteria yang telah tersusun kemudian dikombinasikan menjadi skenario-skenario model konsep hemat energi. Skenario tersebut kemudian digunakan dalam proses visualisasi dari konsep tertulis menjadi sebuah media gambar 3 Dimensi berbantu komputer. Dari kriteria yang disusun sehingga muncul skenario tersebut sebenarnya memiliki ribuan peluang terjadinya skenario kombinasi model. Untuk mempermudah memahami konsep yang telah disusun ditetapkan 3 skenario model untuk divisualisasikan, yaitu: konsep skenario model hemat energi tingkat terendah, sedang dan tertinggi.

Konsep Hemat Energi Pada Tingkat Terrendah

Kombinasi komponen dan variabel tanaman bernilai skor rendah masuk dalam klasifikasi klas hemat energi rendah. Hal ini disebabkan oleh tanaman sebagai komponen prioritas dalam konsep pertama ini, dengan bobot yang mendominasi tidak dapat optimum dalam penghematan energi. Secara umum, hal tersebut di duga karena kriteria tanaman yang rendah tidak dapat membantu dalam memodifikasi iklim dengan optimum. Proteksi terhadap iklim oleh tanaman perdu, tidak dapat menjangkau keseluruh bagian rumah tinggal, ditambah persyaratan kriteria komponen dan variabel lain pun rendah rendah.

Dari intensitas tutupan lahan, dapat terlihat dari layout model rumah tinggal yang dipersempit luasan lahannya dari 120 m2 menjadi ± 80 m2 guna mendapatkan model dengan intensitas tutupan lahan KDB:KDH, 60:40. Dengan perbandingan atau aturan mengenai intensitas tutupan lahan yang umum di Indonesia dari Gambar 9, pada layout rumah tinggal hanya tersisa sedikit ruang terbuka. Keterbatasan lahan tersebut menyebabkan kemungkinan peletakan tanaman utamanya pohon pelindung yang sesuai kriteria ideal tidak dapat tertampung. Dengan luasan tersebut tanaman yang dapat tertampung adalah tanaman perdu beserta strata tanaman lebih rendah.

Pada model ini, tidak terdapat komponen air (water features) yang dapat

Dalam dokumen HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 43-63)

Dokumen terkait