• Tidak ada hasil yang ditemukan

V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam dokumen Index of /enm/images/dokumen (Halaman 30-43)

V.1 KESIMPULAN

1. Ketika tingkat taraf hidup masyarakat meningkat, disamping membutuhkan ketersediaan berbagai macam barang yang lengkap dari kebutuhan primer hingga kebutuhan tersier, mayarakat juga membutuhkan fasilitas pendukung seperti kenyamanan, kebebasan, ataupun jaminan harga murah dan kualitas baik. Kenyamanan menjadi alasan utama untuk beralihnya tempat berbelanja bagi masyarakat dari pasar tradisional ke pasar modern, meskipun masyarakat tidak mungkin meninggalkan pasar tradisional 100 persen. Untuk pakaian jadi, 67,5 persen orang membeli di pasar modern, tetapi untuk sayur mayur 92,5 persen orang masih membeli di pasar tradisional. Meskipun minat masyarakat untuk berbelanja di pasar tradisional meningkat hingga 48 persen pada tahun 2002, pasar tradisioanal masih mempunyai kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan pasar nasional yaitu sebesar 73,8 persen di tahun 2003. Dengan adanya permintaan masyarakat terhadap retail modern yang cukup tinggi (hasil survey 78% responden lebih menyukai belanja di retail modern), hingga bulan September 2003, terdapat 1332 minimarket, 211 supermarket, dan 16 hypermarket di seluruh Indonesia.

2. Pada sisi saluran distribusi antara pemasok dan retail di Indonesia, terdapat perbedaan antara retail modern dan retail tradisional. Untuk barang-barang non pabrik seperti sayur-mayur, buah-buahan, dan barang yang dihasilkan industri rumah tangga, distribusi di kedua retail sama, yaitu dari produsen (petani) langsung. Tetapi untuk barang-barang yang dihasilkan oleh pabrik besar, pada retail modern, dengan pertimbangan economies of scale, distribusi barang biasanya langsung dari produsen. Sedangkan pada retail tradisional, harus malalui agen atau distributor. Perbedaan sistem distribusi inilah yang menimbulkan perbedaan harga pada retail modern dan retail tradisional. Masing-masing retail modern juga mempunyai keunikan sistem

distribusi sendiri-sendiri, seperti pada model Carefour, model Alfamart dengan Alfa Distribution Centrenya, model Indomart demgam merchandizing nya, ataupun Hero dengan David Distributon Indonesia nya.

3. Perkembangan tersebut membawa konsekuensi adanya persaingan antara pelaku industri retail. Persaingan tersebut terjadi antara retail modern dengan retail tradisional, antara sesama retail modern, antara sesama retail tradisional, dan antara pemasok (supplier). Persaingan yang paling dirasakan adalah persaingan antara retail modern dan retail tradisional. Dimana retail tradisional merasa makin terpinggirkan dengan kehadiran retail modern yang mampu menghadirkan kebutuhan konsumen dengan fasilitas yang lebih baik dan harga yang lebih murah. Persaingan antara retail modern lebih segmented, yaitu sesuai dengan kelasnya. Tetapi masing-masing mempunyai strategi persaingan yang unik. Tak jarang dalam persaingan harga terjadi perang harga secara terang-terangan. Antara retail tradisional, selain terjadi persaingan harga, juga terdapat persaingan dalam layanan yang memberikan kemudahan kepada konsumen. Sedangkan antar supplier, persaingan terjadi dalam memberikan keuntungan bagi retail.

4. Pada tinjauan mengenai peraturan retail dan hubungannya dengan Undang-Undang No 5 tahun 1999, peraturan yang paling signifikan mengendalikan persaingan usaha retail tradisional dengan retail modern adalah Perda No 2 tahun 2002. Perda ini mampu menciptakan hambatan masuk bagi retail modern berskala besar. Namun dengan berlakunya Perda ini, terdapat konsekuensi munculnya monopoli dari retail tradisional, kecuali jika minimarket modern memasuki daerah persaingan. Dari hasil penelitian, diindikasikan adanya beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh retail modern, yaitu adanya perjanjian tertutup (pelanggaran UU No 5/1999) dan pembangunan hypermarket dengan jarak kurang dari 2 Km dari pasar lingkungan (pelanggaran Perda No 2/2002). Solusi yang diperlukan adakah adanya pembentukan advokasi bagi retail tradisional, revisi Perda No 2/2002, dan sosialisasi UU No 2/1999 yang berkelanjutan.

V.1 SARAN

Untuk mengatasi beberapa masalah yang disebutkan di atas, dapat ditempuh beberapa langkah untuk menghindari terjadinya pelanggaran terhadap UU Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat

1. Perlu ada upaya untuk memberdayakan masyarakat yang mampu melindungi dan melakukan advokasi terhadap hak-hak peritel tradisional atau usaha kecil terhadap kegiatan-kegiatan usaha yang merugikan mereka. Upaya tersebut berupa pembentukan suatu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau adanya himpunan dari para peritel tradisonal

2. Perlu melakukan revisi terhadap Pasal 10 huruf a Perda Nomor 2 tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta Di Propinsi DKI Jakarta yang mengatur bahwa usaha perpasaran swasta yang luas lantainya 100 m2 s.d 200 m2 harus berjarak radius 0,5 km dari pasar lingkungan dan terletak disis jalan Lingkungan /Kolektor/Arteri. Ketentuan yang mengatur minimart ternyata melahirkan monopoli dalam pemasaran barang melalui usaha ritel dilingkungan pemukiman. Tempat penyelenggaraan minimart hendaknya tidak ditentukan berdasarkan jaraknya dari suatu pasar lingkungan, karena yang menjadi persoalan adalah keberadaan minimart juga mematikan peritel tradisonal berupa warung dan toko di lingkungan pemukiman. Pengaturan yang dapat memberi kesempatan yang adil kepada peritel modern maupun peritel tradisional adalah dalam memberikan izin untuk minimart dengan mengacu pada jumlah peritel tradisional berupa usaha kecil atau warung yang sudah beroperasi dalam radius tertentu, misalnya apabila dalam radius 500 m2 a sudah berdiri 25 unit peritel tradisional berupa toko atau warung dari lokasi akan didirikannya minimart, maka izin tidak dapat dikeluarkan

3. Sosialisasi UU No 5 tahun 1995 perlu dilakukan secara berkelanjutan dan meluas terutama kepada pelaku usaha kecil dan menengah. Hal ini untuk mencegah kegiatan anti persaingan sehat yang merugikan produsen atau usaha kecil sebagaimana perjanjian antara petani sayur mayur dengan suatu hypermarket. Dengan pemahaman yang luas dari masyarakat maka anggota masyarat sendiri dapat mencegah timbulnya kegiatan atau perjanjian yang anti persaingan usaha tidak sehat.

Daftar Pustaka

Abdullah, Nurudin (2003), “Persaingan ketat di bisnis retail”, Business Indonesia, Arah Bisnis & Politik Pasca IMF, Sektor Riil, Oktober

Adler, Lee (1966), “Symbiotic Marketing”, Harvard Business Review, November-Desember.

BI (2003a), “Pemda dinilai tak serius bina pasar tradisional”, dalam Bisnis Indonesia, Jasa & Perdagangan, Rabu, 08/10.

CESS (1998), “Dampak Krisis Ekonomi dan Liberalisasi Perdagangan terhadap Strategi dan Arah Pengembangan Pedagang Eceran Kecil-Menengah di Indonesia”, November, TAF dan USAID, Jakarta. Gale, Peter (2003), “Changing Shopper Trends-How is Indonesia compared to the Rest of Asia”, makalah,

Kamis 7/8, Jakarta.

Johnson, Russel dan Paul R. Lawrence (1988), “Beyond Vertical Integration – the Rise of the Value-Adding Partnership”, Harvard Business Review, Juli-Agustus.

Kaikati, Jack G. (1985), “Don’t Discount Off-Price Retailers”, Harvard Business Review, Mei-Juni. Kapanlagi.Com. (2003), Hypermarket Asing Ancam Retail Lokal

Keputusan Bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 145/MPP/Kep/5/97 dan Nomor 57 Tahun 1997 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan.

Keputusan Gubernur Proppinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 44 Tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perpasaran Swasta di propinsi Daerah Khusu Ibukota Jakarta

Kotler, Philip dan A.B. Susanto (2001), Manajemen Pemasaran di Indonesia, Buku 2, Jakarta: Penerbit Salemba Empat dan Pearson Education Asia Pte.Ltd.

KPPU. (2001), Menjamin Persaingan Usaha yang Efektif

Kurnia, Kafi (2000), “Kompetisi”, 26 Februari, No.15/VI, http://www.gatranews.net/VI/15/INT1-15.html. Martin., Stephen ( 1994) Industrial Economics: Economic Analysis and Public Policy, Second Edition, New

jersey, Prentice Hall Inc.

McCammon, Bert C. (1970), “Perspective for Distribution Programming”, dalam Louis P. Bucklin (ed.), Vertical Marketing Systems, Gleinview, Il: Scott, Foresman.

Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Swastha DH, Basu (1979), Saluran Pemasaran. Edisi 1, Yogyakarta: BPFE.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Varadarajan P. dan Daniel Rajaratnam (1986), “Symbiotic Marketing Revisited”, Journal of Marketing, Januari. Wardhono, Adhitya (2001), “ Peluang Bisnis Retail di Era Otonomi Daerah”, Marburg, 23 September,

http://www.students.unimarburg.de/~Wardhono/Peluang%20; Bisnis%20Retail%20di%20Era%20Otonomi %20Daerah.htm.

Warta Ekonomi.Com, Kamis 7 Agustus 2003, Pola Distribusi Lebih Enak Punya Sendiri

Widjaya, Henky Nyoto, Pikiran Rakyat, Rabu 09 Juli 2003, Kehadirannya Membuat Ketir Peretail Lokal; Mengungkap Sukses “Hyermarket” Asing, www.bisnis.com, www.kompas.co.id, www.tempo.co.id

Dalam dokumen Index of /enm/images/dokumen (Halaman 30-43)

Dokumen terkait