LANDASAN TEOR
3.2. Value Engineering
Value Engineering merupakan suatu metode yang dilakukan untuk mengurangi biaya produksi dengan memperhitungkan nilai dari komponen, peralatan, dan prosedur. Lima langkah yang dilakukan dalam penerapan Value Engineering yaitu:
1. Pengumpulan informasi
Informasi yang dikumpulkan akan menentukan fungsi dari rancangan awal dan usulan dan akan mempengaruhi nilai manfaat yang diberikan. Informasi dan data yang dibutuhkan meliputi seperti data biaya dan data kuantitas (volume).
8
Ronald G. Day, “Quality Function Deployment” (Milwauke, ASQC Quality Press), h. 111-131.
2. Tahap Analisis
Tahap analisis sering disebut dengan fase analisis dan investigasi. a. Memilih alternative yang layak
Alternatif yang dikembangkan dalam fase spekulasi merupakan masukan untuk menganalisis kelayakan.
b. Mengembangkan criteria peringkat yang spesifik dari proyek
Kriteria yang diaplikasikan pada sebagian besar proyek adalah dalam hal performansi fungsi, biaya yang rendah, biaya perawatan, dampak lingkungan, kehandalan, biaya pengoperasian yang rendah, biaya, perakitan yang sederhana.
c. Mengevaluasi alternatif yang bertentangan dengan criteria
Evaluasi dari setiap alternatif yang bertentangan dan memberikan pembobotan dari setiap criteria. Pembobotan dimulai dari 1 (buruk) hingga 5 (sangat baik). d. Membandingkan keuntungan dan kerugian
Alternatif yang bertentangan dengan kriteria diberi peringkat dan bobot lalu dibuat perbandingan antara keuntungan dan kerugian.Alternatif dapat menawarkan biaya akuisisi yang lebih rendah namun pada saat yang sama memberikan hasil dengan biaya yang tinggi untuk sistem. Biaya awal dapat dihasilkan lebih rendah namun secara keseluruhan akan meningkatkan biaya karena adanya peningkatan biaya operasional dan perawatan. Value Engineering meliputi total cost yang ada.
3. Tahap Kreativitas
a. Logis b. Dipercaya
c. Memberi informasi baru yang dibutuhkan
d. Menyediakan teknik penelitian yang akan memberikan efesiensi
e. Mnggunakan kreativitas yang dapat dikombinasikan dengan pengetahuan. 4. Tahap Penentuan keputusan
Menentukan keputusan yang siap untuk langkah perencanaan pengembangan yang diperoleh melalui tahap informasi, analisis dan kreativitas.
5. Tahap Pengembangan
Mengembangkan sebuah program investasi yang akan memberikan informasi terbaru dan kemampuan dalam mengembangkan alternatif yang terpilih.
3.3. DFMA (Design for Manufacturing and Assembly)9 3.3.1. Design for Assembly (DFA)
Boothroyd-Dewhurst (2002) mengatakan bahwa efisiensi proses perakitan sebuah produk dalam sebuah perusahaan tergantung pada dua hal yang saling berinteraksi, yaitu antara manusia (operator perakitan) ataupun robot (jika sistem telah terotomasi) dengan produk yang akan dirakit itu sendiri.
Evaluasi terhadap kerja manusia memang tidak dapat diabaikan agar manusia tersebut dapat melakukan pekerjaannya secepat dan seteliti mungkin. Efisiensi tidak dapat diperoleh secara maksimal apabila proses kerja manusia tidak disertakan dengan rancangan produk yang baik. Perancangan
9
Boothroyd, G., Dewhurst, P. dan Knight, W. 2002. “Product Design for Manufacture and Assembly” 2nd Edition. New York: Marcel Dekker.
sistem perakitan untuk suatu produk tidak dapat terlepas dari rancangan produk itu sendiri, dimana fungsi atau bagian-bagian produk tersebut mempunyai konsep yang jelas keberadaannya.
Perancangan produk adalah langkah pertama dalam kegiatan manufaktur dan merupakan suatu aktivitas yang secara tradisional dimulai dengan pembuatan sketsa komponen produk dan perakitannya, yang selanjutnya akan dibuat pada papan gambar atau program CAD yang merupakan tempat di mana perakitan dan gambar secara mendetail dibuat. Gambar-gambar ini kemudian dikirim ke bagian manufaktur dan teknisi perakitan, yang tugasnya adalah melakukan proses produksi yang optimal dalam menghasilkan produk akhir. Pada tahap ini seringkali ditemukan masalah manufaktur dan perakitan yang akan menyebabkan adanya permintaan perubahan dan rancangan produk saat itu.
Perubahan rancangan ini menyebabkan waktu delay yang cukup besar sehingga produksi dari produk terhambat. Semakin lama ditemukannya masalah (perancangan ulang), maka akan semakin mahal pula biaya yang diperlukan untuk melakukan perubahan. Proses manufaktur dan perakitan perlu diperhitungkan pada tahap perancangan produk. Penerapan Design for Assembly juga akan mempercepat terkirimnya produk ke pasar. DFA telah menjadi konsep yang semakin penting dalam perancangan produk-produk pasar saat ini.
Perbandingan antara teknik tradisional dan teknik DFA dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Sumber: (Boothryord,2002)
Gambar 3.4. Perbandingan antara teknik tradisional dan teknik DFA
Ulrich dan Eppinger (1995) menjelaskan bahwa DFA yang merupakan bagian dari Design for Manufacturing (DFM) adalah suatu proses perancangan produk yang bertujuan untuk memudahkan proses perakitan. Inti dari DFA adalah mengurangi jumlah bagian-bagian produk yang terpisah (minimasi jumlah komponen). To assembly ditujukan pada penambahan atau penggabungan bagian- bagian atau komponen-komponen individu untuk membentuk produk yang lengkap.
Penerapan DFA lebih mengarah pada analisis kemudahan perakitan secara spesifik. Syan dan Swift menuliskan bahwa tujuan DFA adalah :
1. Memberikan jumlah komponen seminimal mungkin
2. Memaksimalkan kemampuan perakitan atau assemblability dari setiap komponen
dan perakitan
4. Meningkatkan kualitas, meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya perakitan.
3.3.2. Mengintegrasikan komponen
Komponen yang tidak memiliki kualitas yang diperlukan membutuhkan integrasi satu atau lebih komponen. Komponen multifungsi sangat kompleks seperti hasil integrasi beberapa bentuk geometris berbeda. Komponen yang dicetak secara moulding atau stamping dapat sering menggabungkan tambahan bentuk dengan sedikit atau tanpa tambahan biaya.
Integrasi komponen memberikan beberapa manfaat :
1. Komponen yang terintegrasi tidak harus dirakit. Perakitan bentuk geometris komponen diperoleh dengan proses pabrikasi komponen.
2. Komponen yang terintegrasi sering lebih murah untuk diolah dibandingkan komponen yang terpisah. Proses komponen yang dipres, dicetak dan dicor, penghematan biaya ini terjadi karena suatu cetakan rumit tunggal biasanya tidak terlalu mahal dibandingkan dua atau lebih cetakan yang lebih kompleks dan dikarenakan biasanya berkurangnya waktu pemrosesan dan buangan untuk komponen tunggal dan terintegrasi.
3. Komponen yang terintegrasi memungkinkan keterkaitan di antara bentuk geometris kritis untuk dikendalikan oleh proses pembuatan komponen (contoh pengepresan) dibandingkan dengan suatu proses perakitan sehingga dimensi-dimensi ini dapat lebih tepat dikendalikan.
Integrasi komponen tidak selalu merupakan strategi yang bijaksana dan mungkin dapat memberikan konflik dengan pendekatan lainnya dalam meminimasi biaya.
3.3.3. Prosedur untuk Analisis Produk yang Dirakit Secara Manual
Menurut Boothroyd dan Dewhurst (2002), langkah-langkah analisis desain secara manual dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Informasi terbaik tentang produk atau perakitan dikumpulkan.
2. Bagian-bagian perakitan (membayangkan bagaimana perakitan tersebut dilakukan) ditentukan dan diidentifikasi setiap item dari produk menurut urutan perakitan.
3. Lembar kerja dibuat untuk merumuskan proses perakitan secara detail dari produk yang dirancang.
4. Produk dirancang ulang.
Pertama-tama, komponen yang memiliki jumlah identifikasi tertinggi dirakit pada fixture kerja kemudian dilanjutkan dengan komponen yang tersisa satu per satu.
5. Efisiensi desain perakitan manual dihitung dengan cara (Boothroyd & Dewhurst, 2002) :
��= (3 ���)
��
dimana :
EM = efisiensi desain manual NM= jumlah komponen teoritis
TM= total waktu perakitan manual
Efisiensi desain perakitan tersebut menunjukkan perbandingan antara estimasi waktu perakitan produk redesign dengan waktu ideal perakitan produk sebelumnya. Waktu ideal didapatkan dengan mengasumsikan bahwa setiap komponen mudah untuk ditangani dan digabungkan.