• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1.Pasar Modal

4. Variabel ekonomi makro

Lingkungan ekonomi makro adalah lingkungan yang mempengaruhi operasi perusahaan sehari-hari. Kemampuan investor dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro dimasa akan datang, akan sangat berguna dalam pembuatan keputusan investasi yang menguntungkan. Untuk itu seorang investor harus memperhatikan beberapa indikator ekonomi makro

yang bisa membantu mereka dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro. Berikut ini akan dibahas beberapa variabel ekonomi makro yang perlu diperhatikan oleh investor :

a. Nilai tukar

Nilai tukar merupakan perbandingan nilai atau harga dua mata uang. Pengertian nilai tukar mata uang menurut FASB adalah rasio antara suatu unit mata uang dengan sejumlah mata uang lain yang bisa ditukar pada waktu tertentu. Perbedaan nilai tukar riil dengan nilai tukar nominal penting untuk dipahami karena keduanya mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap risiko nilai tukar (Sartono, 2001). Perubahan nilai tukar nominal akan diikuti oleh perubahan harga yang sama yang menjadikan perubahan tersebut tidak berpengaruh terhadap posisi persaingan relatif antara perusahaan domestik dengan pesaing luar negerinya dan tidak ada pengaruh terhadap aliran kas.

Ada dua pendekatan yang digunakan untuk menentukan nilai tukar (exchange rate) yaitu pendekatan moneter (monetary approach) dan pendekatan pasar asset (asset market approach). Pada pendekatan moneter, nilai tukar didefinisikan sebagai harga dimana mata uang asing (foreign currency/foreign money) dijual belikan terhadap mata uang domestik (domestic currency/domestic money) dan harga tersebut berhubungan dengan

penawaran dan permintaan uang. b. Inflasi

Inflasi mempengaruhi perekonomian melalui pendapatan dan kekayaan, dan melalui perubahan tingkat dan efisiensi produksi. Inflasi yang tidak bisa diramalkan biasanya menguntungkan para debitur, pencari dana, dan spekulator pengambil risiko.

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain. Syarat ada kecenderungan menaik yang terus-menerus juga perlu diingat. Kenaikan harga-harga karena, misalnya musiman, menjelang hari-hari besar atau yang terjadi sekali saja (dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan) tidak disebut inflasi. Kenaikan harga semacam ini tidak memerlukan kebijaksanaan khusus untuk menanggulanginya. Boediono (2001). Indikator inflasi adalah sebagai berikut (www.bi.go.id) :

1) Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan

jasa yang di konsumsi oleh masyarakat. Tingkat inflasi di Indonesia biasanya diukur dengan IHK.

2) Indeks Harga Perdagangan Besar merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan di suatu daerah.

Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga-harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of money).

1) Teori Inflasi

Secara garis besar ada 3 kelompok teori mengenai inflasi yang masing- masing menyoroti aspek – aspek tertentu.

a) Teori kuantitas (Irving fisher 1867-1947)

Teori kuantitas ini menyatakan bahwa proses inflasi itu terjadi karena 2 hal, yaitu jumlah uang beredar dan psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga – harga (expectations). Ada 2 hal penting dari teori kuantitas ini adalah bahwa pertama, laju inflasi terjadi jika

ada penambahan volume uang beredar. Kedua, laju inflasi oleh harapan masyarakat mengenai kenaikan harga di masa yang akan datang. Boediono (2001).

b) Teori Keynes

Teori ini menerangkan bahwa proses inflasi terjadi karena permintaan masyarakat dan barang- barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia. Hal ini yang disebut juga dengan inflationary gap. Inflationary gap terjadi apabila jumlah dari permintaan-permintaan efektif dari semua golongan tersebut, pada tingkat harga yang berlaku melebihi jumlah maksimum dari barang-barang yang dihasilkan oleh masyarakat. Harga-harga akan naik, karena permintaan total melebihi jumlah barang yang tersedia. Adanya kenaikan harga-harga tersebut berarti bahwa kegiatan rencan pembelian barang dari golongan-golongan tersebut tidak terpenuhi, selanjutnya mereka akan berusaha untuk memperoleh dana yang lebih besar lagi, baik golongan pemerintah melalui pencetakan uang baru, atau para pengusaha swasta mealui kredit dari bank, atau pekerja dengan kenaikan tingkat upah yang lebih besar. Proses inflasi akan terus berlangsung selama jumlah permintaan efektif dari semua golongan masyarakat melebihi jumlah

output yang bisa dihasilkan pada tingkat harga yang berlaku. c) Teori Strukturalis

Teori strukturalis lebh menekankan pada factor-faktor structural dari pereekonomian yang menyebabkan terjadinya inflasi, teori ini disebut juga teori inflasi jangka panjang karena yang dimaksud dengan factor-faktor structural disini adalah factor-faktor yang hanya bisa berubah secara gradual dan dalam jangka panjang. Teori ini memberi tekanan pada ketegaran dari struktur perekonomian Negara-negara sedang berkembang. Ada dua ketegangan yang menyebabkan inflasi, yaitu ketegaran berupa ketidakelastisan dari penerima ekspor dan ketegaran berupa ketidakelastisan dari penawaran bahan makanan dalam negeri. Kedua proses di atas pada umumnya berkaitan dan memperkuat satu sama lain dalam menyebabkan inflasi. Ketegaran

yang merupakan “ketidakelastisan” dari penerimaan ekspor ini adalah

ketegaran dimana nilai dari ekspor tumbuh secara lamban disbanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain. Dasar penukaran yang makin memburuk dan supply barang-barang ekspor yang tidak elastis ini akan menyebabkan terjadinya kelambanan tersebut. Kelamabanan pertumbuhan penerimaan ekspor ini berarti kelambanan pertumbuhan

kemampuan mengimpor barang-barang yang dibutuhkan. Sedangkan bagi suatu Negara untuk mencapai target pertumbuhannya mengambil

kebijaksanaan pembangunan “import substitution strategy”. Inflasi

terjadi jika proses subtitusi impor ini makin meluas, sehingga menaikkan biaya produksi ke berbagai barang sehingga makin banyak harga-harga yang naik.

2) Jenis Inflasi

Inflasi dapat digolongkan menurut sifatnya, menurut sebabnya, bobot inflasi tersebut dan menurut asal terjadinya (Nopirin, 1987 dalam Slamet widodo,2011).

a) Menurut sifatnya : I. Inflasi merayap

Kenaikan harga terjadi secara lambat, dengan presentase yang kecil dan dalam jangka waktu yang relative lama (dibawah 10% per tahun).

II. Inflasi Menengah

Kenaikan Harga yng cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relative pendek serta mempunyai sifat akselerasi

Kenaikan harga yang cukup besar sampai 5 atau 6 kali. Masyarakat tidak lagi berkeinginan menyimpang uang. Nilai uang merosot dengan tajam sehingga ingin ditukar dengan barang. Perputaran uang makin cepat

b) Menurut sebabnya

Secara umum terdapat beberapa factor yang menyebabkan terjadinya inflasi yaitu :

I. Inflasi Tarikan Permintaan (Demand-pull inflation)

Inflasi tarikan permintaan terjadi karena permintaan agregat melebihi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan barang atau jasa. Keadaan ini menyebabkan terjadi kekurangan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Akibatnya, pengusaha akan menaikkan harga dan hanya menjual kepada pembeli yang mampu membayar lebih tinggi.

II. Inflasi Desakan Biaya (cost-push inflation)

Inflasi desakan biaya terjadi akibat kenaikan biaya produksi seperti upah, bahan baku, dll sehingga mendorong perusahaan untuk menaikkan harga dalam rangka menutup biaya produksi yang dikeluarkannya.

c) Berdasarkan bobotnya

Menurut Boediono (2001), Ada berbagai cara untuk menggolongkan macam inflasi, dan penggolongan mana yang kita pilih tergantung

pada tujuan kita. Penggolongan pertama didasarkan atas “parah”

tidaknya inflasi tersebut. Di sini dibedakan beberapa macam inflasi : I. Inflasi ringan, adalah inflasi dengan laju pertumbuhan yang

berlangsung secara perlahan dan berada posisi satu digit atau dibawah 10%

II. Inflasi sedang, adalah inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan berada diantara 10-30% per tahun atau melebihi dua digit dan sangat mengancam struktur dan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

III. Inflasi berat, merupakan inflasi dengan laju pertumbuhan berada diantara 30-100% per tahun. Pada kondisi demikian, sektor-sektor produksi hamper lumpuh total kecuali yang dukuasai negara.

IV. Inflasi sangat berat (hyper inflation), adalah inflasi dengan laju pertumbuhan melampaui 100% per tahun, sebagaimana yang terjadi pada masa Perang Dunia II (1939-1945).

d) Menurut Asalnya

I. Domestic Inflation, inflasi yang berasal dari dalam negeri sediri ini timbul antara lain karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan percetakan uang baru, atau bisa juga disebabkan oleh gagal panen.

II. Imported Inflation, inflasi yang berasal dari luar negeri ini timbul karena keanikan harga-harga di luar negeri atau Negara-negara langganan berdagang. Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri ini jelas lebih mudah terjadi pada Negara-negara yang menganut perekonomian terebuka, yaitu sektor perdagangan luar.

3) Klasifikai Inflasi

a) Inflation alamiah, adalah inflasi yang disebabkan oleh sebab-sebab dimana orang tidak mempunyai kendali atasnya (dalam hal mencegah). Inflasi alamiah dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya menjadi dua golongan sebagai berikut :

ekspor meningkat (X) sementara impor rendah (M), maka mengakibatkan naiknya permintaan agregat karena tingkat daya beli masyarakat bertambah meningkat.

II. Akibat turunnya tingkat produksi (AS) karena terjadi paceklik, perang atau embargo. Menyebabkan kondisi cost push inflation.

b) Human Error inflation

I. Korupsi dan administrasi yang buruk akan menimbulkan kenaikan pada harga pokok produksi untuk menutupi biaya-biaya tidak perlu tersebut. Dengan naiknya harga pokok produksi akan mengakibatkan produsen menaikkan harga.

II. Pajak yang berlebih menyababkan dua implikasi berikut: kekuarangan supply produksi akibat beralihnya kegiatan ekonomi pengusaha ke sektor yang lebih produktif untuk menutup pajak yang besar. Kenaikan harga produksi akan mengimbangi kenaikan pajak tersebut.

III. Pencetakan ung dengan maksud menarik keuntunga yang berelebihan

4) Dampak Inflasi

Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, produksi serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan equity effect, sedangkan efek terhadap alokasi factor produksi dan pendapatan nasional masing-masing disebut dengan Efficiency dan output effects (Nopirin, 1987)

a) Efek terhadap pendapatan (Equity Effect)

Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang di untungkan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Demikian juga orang yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas akan menderita kerugian karena adanya inflasi. Sebaliknya, pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan presentase lebih besar dari pada laju inflasi. Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyrakat.

Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya dalam keadaaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong produksi. Namun apabila laju inflasi ini cukup tinggi (hyper inflation) dapat mempunyai akibat sebaliknya, yakni penurunan output. Dalam keadaan inflasi yang tinggi, nilai uang rill turun dengan drastis, masyarakat cenderung tidak mempunyai uang kas, transaksi mengarah ke barter, yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi barang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara inflas dan output. Inflasi bisa dibarengi dengan kenaikkan output , tetapi bisa juga dibarengi dengan penurunan output.

c. Suku bunga

Dokumen terkait