• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS

D. Variabel-Variabel EVA

Berdasarkan rumus EVA yang dinyatakan diatas, maka ada beberapa variabel dalam perhitungan EVA yaitu:

1. NOPAT (Net Operating Tax)

Menurut Tunggal (2001:5) “NOPAT adalah laba yang diperoleh dari operasi perusahaan setelah dikurangi pajak penghasilan, tetapi termasuk biaya keuangan (financial cost) dan “non cash bookeeping entries” seperti biaya penyusutan”. Berdasarkan pengertian tersebut, Tunggal (2001:24) membagi perhitungan NOPAT melalui dua pendekatan yaitu:

a. Operating approach

b. Financial approach

Dengan operating approach NOPAT dihitung sebagai berikut:

Operating income xxx

Ditambah :

Intrest income xxx

Equity income

(income from subsidiary/affiliated companies) xxx

Other income (invesment) xxx

xxx Dikurang :

Other loss xxx

Income taxes xxx

Tax shield on interest expense xxx

Sedangkan dengan finansial approach NOPAT dihitung sebagai berikut:

Net operating after tax xxx

Intrest expense xxx

NOPAT xxx

2. Modal yang diinvestasikan (Invested capital)

Menurut Tunggal (2001:5) “modal yang diinvestasikan (invested capital) adalah jumlah seluruh pinjaman perusahaan diluar jangka pendek tanpa bunga (non-interest bearing liabilities)”, seperti hutang dagang, biaya yang masih harus dibayar, hutang pajak, uang muka pelanggan dan sebagainya. Sedangkan Young dan O’Bryne (2006:39) juga menyatakan hal yang sama bahwa modal yang diinvestasikan adalah “jumlah seluruh keuangan perusahaan, terlepas dari kewajiban jangka pendek, passiva yang tidak menanggung bunga (non-interest

bearing liabities), seperti utang, upah yang akan jatuh tempo (accrued wages),

dan pajak yang akan jatuh tempo (accrued taxes)”.

Sedangkan Brigham dan Houston (2006:69) memberikan pengertian modal yang diinvestasikan dengan total modal operasi yang diberikan investor yaitu “jumlah yang dikenakan bunga, saham preferen, dan ekuitas saham biasa yang digunakan untuk memperoleh aktiva operasi bersih perusahaan, yaitu modal kerja operasi plus aktiva tetap bersih”.

Tunggal (2001:5) membagi perhitungan invested capital dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

a) Pendekatan Operasi (Operating Aproach)

Kas xxxx

Working investasi capital requirement xxx

Aktiva tetap xxx

Invested capital xxx

xxx sedangkan working investasi capital dihitung dengan:

Persediaan xxx

Piutang dagang xxx

Aktiva lancar lainnya xxx

Hutang dagang xxx

Biaya-biaya harus masih dibayar xxx

Uang muka pelanggan xxx

Working investasi capital xxx

b) Pendekatan Keuangan (Finance approach)

Pinjaman jangka pendek xxx

Pinjaman jangka panjang yang lain xxx (interest bearing liabities)

Ekitas pemegang saham xxx

3. Biaya Modal

Tunggal (2001:3) menyatakan “biaya modal (cost of capital) adalah tingkat pengembalian minimum atas modal yang dibutuhkan untuk mengganti pinjaman dan ekuitas investor”.

Sedangkan Young dan O’Bryne (2006:149) menyatakan biaya modal untuk investasi maupun dalam suatu proyek, sebuah divisi bisnis atau suatu perusahaan keseluruhan adalah tingkat dari pengembalian yang diharapkan oleh penyedia dana, jika modal itu diinvestasikan ditempat lainnya, dalam suatu proyek, aktiva, atau perusahaan dengan resiko yang sebanding. Dengan kata lain biaya modal adalah suatu biaya kesempatan. Biaya modal untuk perusahaan A adalah manfaat yang dilewatkan dengan tidak menginvestasikan pada kesempatan lain dari resiko yang serupa karena menginvestasikan pada proyek A dengan harapan investasi tersebut memberikan hasil yang lebih tinggi dari yang dapat diharapkan jika menginvestasikan pada alternatif terbaik berikutnya.

Menurut Young dan O’Bryne (2006:149) dalam biaya modal ada dua hal yang penting yang perlu dipelajari dalam biaya modal:

a. Biaya modal berdasarkan pengembalian yang diharapkan bukan pada pengembalian historis.

b. Biaya modal adalah biaya kesempatan yang mencerminkan pengembalian yang diharapkan investor dari investasi lain dengan resiko yang serupa. Elemen resiko penting untuk memahami biaya modal dan bagaimana menghitungnya sebab semua investor adalah penghindar resiko, dan lebih menyukai resiko yang lebih kecil dari pada lebih banyak tetapi tidak berarti investor tidak menanggung resiko, tetapi sebaliknya investor harus dibayar untuk

menanggung resiko dalam bentuk pengembalian yang lebih tinggi. Biaya modal berdasarkan pada pengembalian yang diharapkan bukan pengembalian historis karena bentuk pembiayaan yang berbeda-beda dari perusahaan akan membangun resiko yang berbeda bagi investor pula. Besar kecilnya biaya modal, baik untuk perusahaan maupun proyek khususnya dipengaruhi oleh empat macam faktor, yaitu:

a. Kondisi ekonomi umum

Variabel ekonomi makro, seperti tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi, akan menentukan besarnya tingkat pengembalian bebas resiko. Tingkat pengembalian bebas resiko banyak digunakan sebagai patokan tingkat pengembalian investasi.

b. Kondisi pasar

Kemampuan untuk dipasarkan suatu sekuritas yang meningkat, tingkat pengembalian yang diisyaratkan para investor akan menurun, yang berarti biaya modal perusahaan akan mengecil.

c. Keputusan operasi dan pembelanjaan

Suatu perusahaan yang menginvestasikan dananya pada investasi yang berisiko tinggi dan banyak menggunakan sumber dana dari utang dan saham preferen, maka akan menanggung resiko yang tinggi karena sifatnya penghasilan tetap. Akibatnya, pemilik akan menuntut tingkat pengembalian diisyaratkan tinggi.

d. Jumlah pembelanjaan

Permintaan terhadap jumlah dana yang meningkat cepat, akan membawa konsekuensi semakin meningkatnya biaya modal (Warsono, 2003:137)

Biaya modal mempunyai tiga asumsi yang diterapkan dalam suatu konsep keuangan, yaitu:

b. Resiko bisnis bersifat konstan

Biaya modal rata-rata tertimbang hanya tepat digunakan pada kriteria investasi untuk suatu investasi yang mempunyai tingkat resiko bisnis sama untuk aset-aset yang ada. Dalam kenyataannya, resiko bisnis yang bersumber karena adanya keputusan investasi tentunya akan berubah setiap waktu. Kondisi ekonomi makro, jumlah pesaing yang baru yang masuk ke pasar, dan faktor resiko bisnis lainnya akan berubah setiap saat. c. Resiko keuangan bersifat konstan

Resiko keuangan ini ditemukan oleh perbandingan sumber pembelanjaan jangka panjang dalam struktur modal. Komponen biaya modal merupakan fungsi struktur keuangan pada saat yang berlaku. Dari waktu ke waktu perbandingan antara sumber dana yang berasal dari utang dengan ekuitas tentu akan berubah.

d. Kebijakan dividen bersifat konstan

Kebijakan dividen akan menentukan tingkat pertumbuhan perusahaan. Dengan peningkatan pertumbuhan ini akan menentukan perubahan dalam biaya modal (Warsono, 2003:138)

Biaya modal suatu perusahaan terdiri dari dua komponen yaitu: 1 . Biaya utang

Menurut Young dan O’Bryne (2006:150) “biaya utang adalah tingkat sebelum pajak yang dibayar perusahaan kepada perusahaan pemberi pinjaman”. Jika perusahaan memiliki beberapa sumber pembiayaan utang, masing-masing

dengan tingkat berbeda, biaya utang yang digunakan dalam rumus WACC adalah suatu rata-rata tertimbang. Biaya utang lebih murah dibandingkan pembiayaan ekuitas sebab bunga yang ada pada utang dapat mengurangi pajak tetapi biaya ekuitas tidak. Dan inilah manfaat dasar dari memasukkan utang kedalam stuktur modal perusahaan. Perhitungan biaya utang pada EVA menggunakan biaya utang setelah pajak, dan bunga yang ada dapat melindungi laba kena pajak perusahaan.

Menurut Brigham and Houston (2006:470) biaya utang setelah pajak (after

tax cost of debt) dihitung dengan rumus:

Komponen biaya utang = tingkat suku bunga – pengurang pajak Setelah pajak utang perusahaan = Kd – KdT

= Kd (1-T)

Alasan menggunakan biaya utang setelah pajak dalam menghitung rata-rata tertimbang biaya modal adalah karena nilai saham perusahaan yang ingin dimaksimalkan akan bergantung pada arus kas setelah pajak. Karena bunga adalah biaya yang dapat dikurangkan, bunga akan memberikan pengurangan pajak yang mengurangi biaya utang bersih.

2. Biaya saham preferen

Sebagai sumber modal jangka panjang perusahaan, saham preferen perusahaan menduduki posisi antara long term debt dengan saham biasa. Seperti halnya saham biasa, saham preferen juga merupakan bagian dari modal sendiri. Seperti halnya long term debt, saham preferen juga memberikan pendapat yang relatif konstan disamping itu biaya modal saham preferen cenderung lebih tinggi dari pada biaya utang, karena resiko yang dihadapi pemegang saham preferen

lebih besar dari resiko pemegang obligasi. Pemegang saham preferen memiliki preferensi atau prioritas dalam pembayaran deviden.

Terdapat dua jenis saham preferen yaitu saham preferen yang kumulatif dan tidak kumuilatif. Saham preferen kumulatif selalu diperhitungkan kewajiban pembayaran deviden sebelum membayar deviden kepada pemegang saham biasa. Dalam proses likuidasi, pemeganga saham preferen juga didahulukan pembayaran hak-haknya sebelum pemenuhan kewajiban kepada pemegang saham biasa.

Menurut Agus Sartono (2001:330) saham preferen memiliki beberapa ciri khusus diantaranya saham preferen selalu dijual dengan harga pari, saham preferen memberikan hak suara kepada pemegang saham preferen untuk memilih manajer perusahaan jika pada waktu tertentu perusahaan tidak membagikan deviden, saham preferen juga di back up oleh sinking fund yang cukup, dan saham preferen juga dapat ditarik kembali sebelum jatuh temponya dengan harga yang telah ditentukan sebelumnya. Kelemahan utama penggunaan saham preferen adalah biaya modal setelah pajak yang tinggi dibandingkan dengan biaya modal dari utang, karena deviden saham preferen dibayar setelah pajak atau tidak dapat dipergunakan sebagai pengurang pajak. Itu berarti biaya modal saham preferen setelah pajak dapat dua kali lipat dari biaya modal utang dan kelemahan lainnya saham preferen tidak memiliki hak untuk memaksakan pembayaran deviden.

Menurut Brigham and Houston (2006:471) biaya saham preferen yang digunakan untuk menghitung rata-rata tertimbang biaya modal dapat dihitung dengan :

Kp =

Pp Dp

Keterangan :

Kp = Tingkat biaya saham preferen Dp = Deviden saham preferen Pp = Harga saham preferen

Tidak ada penyesuaian pajak ketika menghitung Kp, karena deviden saham preferen tidak seperti bunga atas utang, bukanlah suatu pengurang pajak.

3. Biaya ekuitas

Menurut Young dan O’Bryne (2006:150) “biaya ekuitas adalah pengembalian yang diminta investor untuk membuat investasi ekuitas dalam perusahaan”.

Kebutuhan pengembalian biaya ini tidak dapat diamati secara langsung, seperti biaya utang yang terdapat syarat-syarat pembayaran kembali yaitu tingkat bunga akan tetapi, tidak terdapat analogi seperti itu untuk pembiayaan ekuitas.

Menurut Brigham and Houston (2006:469), modal ekuitas didapat melalui dua cara: (a) melalui saldo laba ditahan (ekuitas internal) atau (b) melalui penerbitan saham biasa baru (ekuitas eksternal). Ekuitas yang diperoleh dengan menerbitkan saham akan membutuhkan biaya yang sedikit lebih besar jika dibandingkan dengan ekuitas yang diperoleh melalui saldo laba ditahan akibat adanya biaya emisi yang terkait dengan penebitan saham baru.

a. Biaya saldo laba ditahan

Biaya utang dan saham preferen didasarkan pada pengembalian yang diminta para investor dari sekuritas tersebut. Demikian pula biaya dari ekuitas biasa yang juga didasarkan pada tingkat pengembalian yang

diminta investor dari saham biasa sebuah perusahaan. Tetapi biaya ekuitas baru dapat diperoleh melalui dua cara yaitu: dengan menahan sebagian dari laba tahun berjalan dan dengan menerbitkan saham biasa baru. Menurut Brigham and Houston (2006:474), alasan memperhitungkan biaya modal dari saldo laba ditahan berhubungan dengan prinsif biaya kesempatan. Laba yang tersisa setelah bunga dan deviden saham preferen akan menjadi milik dari pemegang saham biasa, dan laba tersebut akan digunakan untuk mengkompensasi para pemegang saham atas izin digunakannya modal mereka. Manajemen dapat membayarkan laba tersebut dalam bentuk deviden atau menahan laba dan menginvestasikannya kembali dalm bisnis. Jika manajemen memutuskan untuk menahan laba, maka dalam dalam hal ini biaya kesempatan akan terlibat.

Biaya utang dan saham preferen yang merupakan suatu kewajiban kontraktual dan memiliki biaya yang mudah untuk diperhitungkan, mengukur laba ditahan (Ks) adalah suatu yang cukup sulit, oleh karena itu jika suatu saham berada dalam keadaan ekuilibrium, maka tingkat pengembalian yang diminta(Ks) harus sama dengan tingkat pengembalian yang diharapkan. Lebih jauh pengembalian yang diminta akan sama dengan tingkat bebas risiko (Krp), plus premi risiko (Rp), sedangkan pengembalian yang diharapkan dari saham dengan pertumbuhan konstan adalah imbal hasil deviden saham tersebut, D1/Po plus ekspektasi tingkat pertumbuhannya (g) atau : Ks = Krf + Rp = g Ks P D = + 0 1

Jadi kita dapat mengestimasikan Ks sebagai Ks = Krf + Rp atau sebagai Ks = g P D = 0 1

b. Biaya saham biasa baru

Perusahaan pada umumnya akan membayar seorang bankir investasi untuk membantu ketika perusahaan akan menerbitkan saham biasa, saham preferen, atau obligasi . sebagai imbalan arus pembayaran tersebut bankir investasi akan membantu perusahaan menstruktur persyaratan-persyaratan dan menentukan harga untuk penerbitan, dan menjualnya kepada para investor. Biaya bankir tersebut sering kali disebut sebagai biaya emisi (flotation), dan total biaya modal seharusnya akan mencerminkan pengembalian yang diminta akan dibayarkan kepada bankir investasi. Untuk saham dengan pertumbuhan konstan, biaya saham biaya baru (cost

of new common stock), Ke dapat dinyatakan sebagai:

Ke = g F P D + − ) 1 ( 0 1

Disini F adalah persentase dari biaya emisi (flotation) yang dibutuhkan untuk menjual saham baru, sehingga Po (1-F) adalah harga per lembar saham bersih yang diterima oleh perusahaan.

Pada kasus pembiayaan utang, sebuah kontrak menetapkan syarat-syarat pembayaran kembali melalui tingkat bunga, akan tetapi tidak terdapat analogi seperti itu untuk pembiayaan ekuitas. Apabila pengembalian ini ditanyakan kepada investor ekuitas, tidak akan mungkin dapat dilakukan karena perusahaan-perusahaan yang diperdagangkan kepada publik memiliki banyak pemegang saham, dan tentu saja para investor akan menginginkan pengembalian setinggi

mungkin yang tidak memberikan pedoman konkret untuk memperkirakan biaya ekuitas. Opsi satu-satunya bagi manajer adalah dengan mencoba menarik kesimpulan mengenai persyaratan investor dengan mengamati perilaku pasar modal yaitu bagaimana aktiva berisiko seperti saham dalam suatu perusahaan bisnis dihargai oleh pasar modal. Model yang paling populer untuk untuk tujuan ini disebut model penetapan harga aktiva modal (Capital Asset Pricing

Model/CAPM). CAPM dikembangkan secara independen oleh Profesor William

Sharpe dari Univertas Stanford dan Jhon Lintner dari Universitas Harvad, menarik sumbangsih sebelumnya terhadap teori keuangan oleh James Tobin dan Harry Markowtz, dirumuskan sebagai berikut:

EVA(R) = Rf + beta { E (Rm) – Rf} Keterangan :

E (R) = Harapan pengembalian dari aktiva berisiko manapun,

Rf = Pengembalian atas suatu aktiva bebas resiko (seperti obligasi pemerintah),

Beta = Pengukuran dari resiko

E(Rm) = Harapan pengembalian atas pasar saham

Beta merupakan ukuran yang berasal dari hubungan antar tingkat keuntungan suatu saham dengan pasar. Resiko ini berasal dari beberapa faktor karakteristik pasar saham perusahaan. Untuk menghitung Beta dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan regresi yang dirumuskan sebagai berikut :

= 2 2 ) ( X Y X n Y X XY n ∑ ∑ − ∑ Keterangan : n = Jumlah observasi

x = Tingkat portofolio pasar (Rm) y = Tingkat keuntungan saham (Ri)

Untuk menghitung Ri dilakukan dengan menjumlahkan nilai return pasar selama satu tahun sedangkan Rm dicari dengan menjumlahkan tingkat keuntungan pasar yaitu melalui Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Rm dan Ri dirumuskan sebagai berikut :

Ri = 1 1 + − t t t t Pi Di Pi Pi Rm = 1 1 t t t IHSG IHSG IHSG Keterangan :

Pit = Harga penutupan saham pada periode t Pit-1 = Harga penutupan saham pada periode t-I Dit = Deviden yang dibayarkan pada periode t-I IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan pada periode t ISHGt-I = Indeks Harga SahamGabungan pada periode t-1

CAPM adalah pengembalian yang diharapkan atas aktiva berisiko seperti investasi ekuitas sama dengan pengembalian aktiva tanpa resiko ditambah suatu premi risiko pasar (market risk premium), yang mencerminkan harga yang dibayar oleh pasar saham untuk seluruh investor ekuitas disesuaikan untuk beta, suatu faktor risiko. Menurut Brigham and Houston (2006:486), biaya modal dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang terdiri atas :

1. Faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan perusahaan, dua faktor penting yang berada diluar kendali langsung perusahaan adalah tingkat suku bunga dan pajak.

a. Tingkat suku bunga

Jika tingkat suku bunga dalam perekonomian naik, biaya utang akan ikut naik karena perusahaan akan harus membayar lebih banyak uang kepada pemegang obligasi untuk memperoleh modal utang. Begitu pula pula pengaruhnya terhadap CAPM, bahwa tingkat suku bunga yang lebih tinggi akan meningkatkan juga biaya modal ekuitas biasa dan preferen. b. Tarif pajak

Tarif pajak digunakan dalam perhitungan komponen biaya utang dan juga akan mempengaruhi biaya modal. Penurunan tarif pajak atas keuntungan modal secara relatif terhadap pendapatan rutin akan membuat saham menjadi lebih menarik, dan hal tersebut akan mengurangi biaya ekuitas serta menurunkan WACC karena terjadi perubahan dalam struktur modal perusahaan kearah utang yanga lebih kecil dan ekuitas yang lebih besar.

2. Faktor-faktor yang dapat dikendalikan perusahaan a. Kebijakan struktur permodalan

Perubahan dalam struktur modal perusahaan akan mempengaruhi biaya modalnya karena dalam perhitungan WACC digunakan pembobotan atas struktur modal perusahaan. Jika perusahaan menggunakan biaya utang yang lebih banyak dari pada ekuitas biasa, maka perubahan pembobotan

utang akan meningkatkan tingkat resiko dari utang maupun ekuitas. Struktur modal yang optimal akan dapat meminimalkan biaya modalnya. b. Kebijakan deviden

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya perusahaan dapat memperoleh ekuitas baru melalui saldo laba maupun dengan menerbitkan saham biasa baru. Tetapi karena terdapat biaya emisi saham biasa baru akan lebih mahal dari pada saldo laba ditahan. Karena saldo laba diatahan yang belum dibayarkan sebagai deviden, akan dapat mempengaruhi biaya modal karena akan mempengaruhi biaya modal karena akan mempengaruhi sejumlah saldo laba ditahan

c. Kebijakan investasi

Ketikan mengestimasikan biaya modal, akan digunakan tingkat pengembalian yang diminta dari saham dan obligasi perusahaan yang masih beredar sebagai suatu titik awal. Tingkat pengembalian tersebut akan mencerminkan seberapa beresikonya aktiva suatu perusahaan, sehingga secara tidak langsung bahwa modal barui akan diinvestasikan kedalam aktiva dengan jenis yang sama dan dengan jenis yang sama dan dengan tingkat resiko yang sama seperti yang terdapat dalam aktiva yang sudah ada.

Investor membutuhkan pengembalian lebih tinggi untuk pembelian saham suatu perusahaan daripada pengembalian melalui pemberian pinjaman yang lebih beresiko. Oleh karenanya biaya modal suatu perusahaan bergantung tidak hanya pada biaya utang dan pmbiayaan ekuitas tetapi juga seberapa banyak dari masing-masing itu dimiliki dalam struktur modal. Hubungan ini digabungkan

dalam biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost of Capital /

WACC ). Yang dihitung sebagai berikut:

WACC = Utang / Pembiayaan Total (biaya utang ) (1-T) + Ekuitas Pembiayaan total (biaya ekuitas)

Menurut Tunggal (2001:3) “Weighted Average Cost of Capital ( WACC) adalah jumlah biaya dari masing-masing komponen modal misalnya pinjaman jangka pendek dan pinjaman jangka panjang (cost of debt) serta setoran modal saham (cost of equity) yang diberikan bobot sesuai dengan proporsinya dalam struktur modal”. Tunggal memformulasikan : rA = ( xrE) V E xrD V D + keterangan :

rA = WACC/Weighted Average Cost of Capital D = Debt

V = D + E rD = Borrowing E = Equity

rE = Expected return by investor

Rumus tersebut sama dengan yang dinyatakan oleh Brigham and Houston (2006:469) yaitu :

WACC = Wd.Kd (1-T) + Wp.Kp + Wc. Kc

Wd, Wp, dan Wc adalah masing-masing pembobotan untuk utang, saham preferen, dan ekuitas biasa. Seperti yang ditunhukkan pada rumus, untuk menghitung biaya WACC suatu perusahaan perlu diketahui : jumlah utang dalam

struktur modal, jumlah ekuitas dalam struktur modal, biaya untuk, tingkat pajak dan biaya ekuitas. Pembobotan nilai utang dan ekuitas didasarkan pada nilai pasar, bukan nilai buku akuntansi tetapi beberapa perusahaan menggunakan nilai buku akuntansi sebagai target pembobotannya.

Dokumen terkait