• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 Variabel-variabel yang Mempengaruhi Proses Implementas

BAB VI PENUTUP

Pada bab ini peneliti akan menyampaikan kesimpulan penelitian serta rekomendasi atau saran-saran atas proses implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok, sehingga saran-saran tersebut dapat digunakan menjadi solusi atas tindakan-tindakan implementasi di masa yang akan datang.

VI. 1 Kesimpulan

Kesimpulan merupakan inti pokok yang ditarik oleh peneliti dari hasil interpretasi dan analisis yang telah disajikan dalam bab sebelumnya. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Variabel-variabel atau faktor-faktor yang mempengaruhi Proses Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Proses implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok dapat dilihat dari beberapa variabel implementasi yaitu komunikasi sumber daya, disposisi, struktur birokrasi dan kondisi sosial, ekonomi dan politik. Secara lengkap kesimpulan dari penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:

A.Komunikasi

Jika dilihat dari aspek komunikasi adalah bahwa komunikasi sudah dilakukan dan berjalan cukup baik di lingkungan Dinas Kesehatan Kota Medan, baik secara perbidang maupun keseluruhan di internal Dinas Kesehatan Kota Medan. Adapun bentuk komunikasi Dinas Kesehatan Kota Medan kepada SKPD dan kecamatan di kota Medan dalam mengimplementasikan Perda KTR ini dalam bentuk koordinasi saja. Dan bentuk komunikasi Dinas Kesehatan kepada LSM Pusaka Indonesia itu hanya sebatas mitra kerja dan tidak ada ikatan secara khusus. Dimana koordinasi dan mitra kerja Dinas Kesehatan Kota Medan dengan SKPD dan LSM Pusaka itu sudah berjalan cukup baik.

Namun, komunikasi atau sosialisasi kepada masyarakat di kecamatan sendiri belum berjalan dengan baik. Hal ini terbukti dari pernyataan masyarakat bahwa lebih dari setengah menyatakan bahwa sosialisasi tidak pernah dilakukan dan menyatakan kurang mengetahui serta kurang mengerti maksud dari Perda KTR tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa masih sangat minimnya kegiatan sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat.

B.Sumber Daya

Dari aspek sumber daya, dibagi 3 (tiga) yakni: a. Sumber Daya Manusia

Jika dilihat dari aspek sumber daya manusia bahwa secara kuantitas, pegawai di Dinas Kesehatan Kota Medan sudah mencukupi untuk melaksanakan Perda KTR ini. Namun

jika dilihat dari segi kualitasnya maka pegawai Dinas Kesehatan Kota Medan yang menangani tentang Perda KTR ini belum melaksanakan tugasnya dengan baik. Sementara Untuk Tim Pemantau KTR belum bisa di analisis karena sampai penelitian selesai Tim Pemantau tersebut belum beroperasi karena SK Tim Pemantau tersebut masih baru selesai disahkan.

b. Sumber Daya Finansial

Jika dilihat dari aspek sumber daya finansial, maka dapat disimpulkan bahwa sumber daya finansial untuk mengimplementasikan Perda KTR ini belum memadai untuk melaksanakan sebuah Perda. Namun, berhubung karena Perda KTR ini baru keluar sehingga dana yang keluar juga masih bertahap.

c. Fasilitas

Jika dilihat dari aspek fasilitas maka dapat disimpulkan bahwa fasilitas yang digunakan untuk mengimplementasikan Perda KTR ini belum memadai. Karena fasilitas yang ada masih sebatas alat bantu tulisan saja seperti stiker, brosur, spanduk,

billboard dan rolling banner elektrik serta pendistribusian buku Perda dan Perwal tentang Kawasan Tanpa Rokok dan klinik UBM (Upaya Berhenti Merokok) yang disediakan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan juga baru dimulai di beberapa Puskesmas sejak Januari 2016.

C.Disposisi

Disposisi yang ditunjukkan untuk mengimplementasikan Perda KTR ini sudah baik, namun belum mendukung sepenuhnya Perda KTR ini. Hal itu di tunjukkan oleh

jawaban sebagian masyarakat bahwa Dinas Kesehatan Kota Medan dalam mengimplementasikan Perda KTR ini masih kurang berkomitmen. Hal itu diperkuat oleh pernyataan informan tambahan bahwa program kerja dari Dinas Kesehatan untuk Perda KTR ini masih belum dioptimalkan karena masih di dukung oleh LSM Pusaka Indonesia. Serta yang mempunyai program kerja yang lebih banyak itu LSM Pusaka Indonesia dibandingkan Dinas Kesehatan kota Medan yang mempunyai tanggung jawab untuk mengimplementasikan Perda KTR ini.

D.Struktur Birokrasi

Dari aspek struktur birokrasi jika dilihat dari struktur Tim Pemantau KTR sudah bagus karena mewakili setiap kawasan dari ke tujuh kawasan yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Namun jika dilihat dari internal Dinas Kesehatan Kota Medan belum melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedur kerja yang ada. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan masyarakat, bahwa Dinas Kesehatan dalam menerapkan Perda KTR ini belum sesuai dengan prosedur kerjanya yang seharusnya mensosialisasikan seluas-luasnya Perda KTR ini satu tahun pertama dikeluarkannya Perda KTR ini. Dan seiring dengan lahirnya Perda KTR ini, maka penambahan struktur birokrasi di kantor camat untuk penerapan Perda KTR ini tidak ada.

E.Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik

Jika dilihat dari aspek kondisi sosial, ekonomi dan politik dapat disimpulkan bahwa masyarakat sebagai penerima kebijakan yang dibuat, belum mendukung Perda

KTR ini dengan tindakan nyata. Karena masyarakat sudah terbiasa untuk merokok dan dengan jumlah yang cukup banyak juga per harinya. Sehingga tanpa sadar masyarakat masih terbiasa merokok dimana saja di tempat-tempat yang mereka suka tanpa mempedulikan kawasan yang ada. Hal ini juga sejalan dengan pedagang rokok yang belum mendukung adanya Perda KTR ini. Selain itu, anggota DPRD sebagai pembuat kebijakan juga masih mendukung secara normatif saja dan belum mendukung sepenuhnya Perda KTR ini. Namun, ormas atau LSM sudah mendukung adanya Perda KTR ini, khususnya ormas atau LSM yang bergerak di bidang kesehatan dan perlindungan anak serta ormas-ormas keagamaan.

2. Proses Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Adapun tujuan dari Perda KTR ini adalah untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari dampak buruk rokok baik secara langsung maupun tidak langsung di Kawasan Tanpa Rokok yang terdiri dari: fasilitas layanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum.

Maka berdasarkan hasil analisis penelitian dapat disimpulkan bahwa Proses Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok belum dilaksanakan dengan baik. Hal ini dapat dibuktikan dari pengetahuan masyarakat yang masih rendah tentang Perda KTR ini dan masih minimnya sumber daya yang ada untuk pelaksanaan Perda KTR. Selain itu dari tujuh kawasan yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok, yang

mengimplementasikan Perda KTR ini dengan cukup baik baru di fasilitas layanan kesehatan dan tempat kerja. Sedangkan untuk tempat belajar, yang menerapkannya masih sedikit seperti MAN 1 Medan, Yayasan Pendidikan Harapan dan penerapannya di tempat belajar masih rendah. Di tempat umum, yang menerapkannya masih sebatas fasilitas mall. Di tempat ibadah, yang menerapkannya masih Yayasan Don Bosco. Namun untuk tempat umum, tempat belajar dan tempat ibadah lainnya, tempat anak bermain dan angkutan umum belum menerapkan Perda KTR ini. Hal ini dapat diartikan bahwa, sebagai sebuah Perda yang telah di undangkan selama 2 tahun, proses implementasinya belum bisa direalisasikan setengah dari kawasan yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Hal ini juga dapat dibuktikan dari Pencapaian Program dan Kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan terkait KTR. Dimana Penegakan Perda KTR ini sendiri belum bisa direalisasikan.

VI. 2 Saran

Adapun saran dari peneliti tentang proses implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok ini adalah sebagai berikut:

1. Perlunya melakukan sosialisasi secara maksimal dan berkelanjutan kepada SKPD dan masyarakat. Agar masyarakat mengetahui, memahami dan mau mematuhi Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok tersebut.

2. Perlu dibenahi lagi sumber daya manusia untuk melaksanakan Perda KTR ini. Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial dan fasilitas untuk mengimplementasikan Perda KTR ini juga sangat perlu di tingkatkan, karena dengan dana dan fasilitas yang kurang suatu peraturan tidak akan bisa berjalan dengan baik sebagai mana yang telah di harapkan.

3. Perlunya meningkatkan komitmen kerja dan kerja nyata untuk melaksanakan Perda KTR ini. Karena sebuah program bisa berjalan harus dilakukan dengan komitmen yang nyata. Selain itu perlu di tingkatkannya dan di fokuskannya program kerja untuk mengimplementasikan Perda KTR ini.

4. Perlu digerakkannya Tim Pemantau KTR secepatnya agar program-program yang telah dibuat bisa dilaksanakan sesuai yang diharapkan.

5. Dinas Kesehatan Kota Medan sebagi penanggung jawab implementasi Perda KTR ini perlu memperhatikan aspek sosial, ekonomi dan politik dalam mengimplementasikan Perda KTR ini. Karena aspek sosial, ekonomi dan politik tersebut merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan suatu peraturan.

6. Perlunya dukungan nyata dari masyarakat dan anggota DPRD agar tidak melanggar Perda KTR yang telah dibuat.

7. Perlunya dukungan Ormas dan LSM untuk membantu Dinas Kesehatan Kota Medan untuk mengimplementasikan Perda KTR ini.

BAB II

METODE PENELITIAN II. 1 Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan, kemudian menggambarkan fakta-fakta dan menjelaskan keadaan dari objek penelitian yang sesuai dengan kenyataan dan mencoba menganalisis untuk memberikan kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh. Pada pendekatan kualitatif ini menekankan analisisnya pada proses penyimpulan hubungan masalah-masalah penelitian yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah.

II. 2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kantor Dinas Kesehatan Kota Medan, di Jl. Rotan No. 1 – Komplek Petisah Medan Telp. 4520331 dan di Kecamatan Medan Deli, Medan.

II. 3 Informan Penelitian

Dalam penelitian deskriptif kualitatif, subyek penelitian telah tercermin dalam fokus penelitian yang ditentukan secara sengaja. Subyek penelitian inilah yang akan menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian.38

38

Husaini Usman, Metode Penelitian Sosial (Edisi Kedua). (Jakarta: Bumi Aksara, 2009).

Dalam penelitian ini menggunakan populasi dan sampel. Dimana populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari data yang memiliki karakteristik tertentu dalam penelitian. Maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai di Dinas Kesehatan Kota Medan dan seluruh masyarakat yang tinggal di Kota Medan.

Sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin di teliti. Oleh karena itu sampel harus dilihat berdasarkan suatu pendugaan terhadap populasi dan bukan populasi itu sendiri. Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling dimana sampel dalam penelitian ini dipilih dengan sengaja dan mereka yang benar-benar paham mengenai permasalahan yang diteliti serta dengan pertimbangan tertentu demi keakuratan data yang akan diperoleh. Dalam hal ini yang menjadi sampel dari aparatur pemerintah adalah Kepala Bidang PMK (Pengendalian Masalah Kesehatan) dan pegawai yang menangani tentang Kawasan Tanpa Rokok di Dinas Kesehatan Kota Medan.

Dan untuk masyarakat Kota Medan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Kecamatan Medan Deli karena Kecamatan Medan Deli merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak dari 21 kecamatan di Kota Medan yakni sebayak 171.951 jiwa pada data BPS tahun 201339

1. Informan Kunci yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan oleh peneliti. Adapun yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah Kepala Bidang dan pegawai yang menangani tentang Kawasan Tanpa Rokok Kota Medan.

dan merupakan kecamatan dengan gejala yang kompleks.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini, penulis menggunakan informan yang terdiri dari:

2. Informan Utama adalah mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Adapun yang menjadi informan utama dalam penelitian ini adalah beberapa orang masyarakat kota Medan. Dalam hal ini adalah masyarakat di Kecamatan Medan Deli.

3. Informan Tambahan adalah mereka yang dapat memberikan informasi tambahan terkait dengan apa yang sedang di teliti. Adapun yang menjadi informan tambahan dalam penelitian ini adalah LSM Pusaka Indonesia dan Sekretaris Camat Medan Deli.

39 http://pemkomedan.go.id/new/hal-kependudukan.html. Diakses pada 27 November 2015 pukul

II. 4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini diperlukan data atau keterangan dan informasi. Untuk itu peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Teknik pengumpulan data primer, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan dengan instrumen sebagai berikut:

a. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara mendalam untuk memperoleh data yang lengkap dan mendalam dari informan. Metode ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan mendalam serta terbuka kepada informan atau pihak yang berhubungan dan memiliki relevansi terhadap masalah yang berhubungan dengan penelitian.40

b. Kuesioner, yaitu suatu daftar yang berisi rangkaian pertanyaan mengenai masalah yang akan diteliti dan bertujuan untuk memperoleh informasi yang relevan.

2. Teknik pengumpulan data sekunder, yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui studi bahan-bahan kepustakaan yang diperlukan untuk mendukung data- data primer. Pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen sebagai berikut:

40 Burhan Bungin,

Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial lainnya. (Jakarta: Kencana, 2007).

a. Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan berbagai literatur seperti buku, karya ilmiah, pendapat para ahli yang berkompetensi dan lainnya yang berkenaan dengan penelitian ini.

b. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan atau foto-foto dan rekaman video yang ada di lokasi penelitian serta sumber- sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.

II.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak awal penelitian dan selama proses penelitian dilaksanakan. Data diperoleh, kemudian dikumpulkan untuk diolah secara sistematis. Teknik analisis data kualitatif dilakukan dengan menelaah seluruh data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah, dan menyusunnya dalam satuan-satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya, dan memeriksa keabsahan dan serta menafsirkannya dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian.

Menurut Burhan Bungin terdapat beberapa aktifitas dalam analisis data yaitu:41

1. Data reduction / reduksi data

41

Burhan Bungin, Metodologi penelitian kualitatif (akualisasi metodologis kearah ragam varian kontemporer) (Jakarta: PT Rajagrafindo, 2011)

Reduksi dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung secara terus

menerus sejalan pelaksanaan penelitian berlangsung. Tentu saja proses reduksi data ini tidak harus menunggu data terkumpul semuanya dahulu baru melaksanakan analisis namun dapat dilakukan sejak data masih sedikit sehingga selain meringankan kerja peneliti juga memudahkan peneliti dalam melakukan kategorisasi data yang telah ada.

2. Data display / penyajian data

Display data bermakna sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan penarikan tindakan. Kegiatan reduksi data dan proses penyajian data adalah aktivitas-aktivitas yang terkait dengan proses analisis data model interaktif. Dengan demikian kedua proses ini berlangsung selama proses penelitian berlangsung dan belum berakhir sebelum laporan hasil akhir penelitian disusun. Display data dilakukan untuk mempermudah peneliti memahami data yang diperoleh selama penelitian memahami data yang diperoleh selama penelitian dibuat dalam bentuk uraian atau teks yang bersifat naratif, bagan atau bentuk tabel.

3. Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Kesimpulan ini sebagai hipotesis, dan bila didukung oleh data maka akan dapat menjadi teori.

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang

Merokok sangat berbahaya dan merusak kesehatan baik bagi perokok aktif maupun orang-orang yang berada disekitar perokok tersebut, karena rokok mengandung zat-zat sangat yang berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida. Selain itu, dalam sebatang rokok juga mengandung bahan-bahan kimia lain yang tak kalah beracunnya.

Dampak kesehatan yang diakibatkan penggunaan tembakau atau kebiasaan merokok dapat kita lihat bahwa pada tahun 2001, angka kejadian akibat penyakit yang berkaitan dengan kebiasaan merokok yang dilaporkan di Indonesia adalah 22,6% atau 427,948 kematian. Insidensi kanker paru pada laki-laki di tahun 2001 menunjukkan 20 per 100.000 ribu penduduk, sementara pada wanita 6,8 per 100.000. Penyebab kematian nomor 1 di Indonesia pada tahun 1999 adalah penyakit sistem sirkulasi, termasuk di dalamnya adalah penyakit kardiovaskular, Kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor risiko kanker paru-paru dan penyakit kardiovaskular. Dampak perokok pasif dengan bukti yang sugestif menyebabkan tumor otak, limfoma dan leukemia. Data kematian pada perokok pasif cukup tinggi. Data yang didapatkan dari survei pada 23 negara di Eropa pada tahun 2002 menunjukkan bahwa kematian yang berkaitan dengan perokok pasif sebesar 79.449, dengan rincian sebesar 32.342 kematian karena penyakit jantung iskemik, 28.591 karena stroke, serta kanker paru

sebesar 13.241 dan PPOK sebesar 5.275.3 Data di Amerika menunjukkan sebanyak 38.000 perokok pasif meninggal setiap tahunnya akibat kanker paru dan penyakit jantung.1

Indonesia merupakan salah satu dari lima negara dengan konsumsi rokok terbanyak. Data Tobacco Atlas 2012 menunjukkan bahwa Indonesia masih merupakan salah satu dari lima konsumsi terbanyak, meskipun sudah menduduki peringkat keempat sejajar dengan Jepang. Persentase di lima negara tersebut, yaitu Cina (38%), Rusia (7%), Amerika serikat (5%), Indonesia dan Jepang (4%).2

Beberapa negara dan kota di dunia telah membuktikan bahwa Undang- Undang Kawasan Tanpa Rokok (UU KTR) yang diikuti dengan penegakan hukum yang ketat, memiliki dukungan dan tingkat kepatuhan masyarakat yang cukup tinggi. Negara-negara yang memiliki dukungan dan tingkat kepatuhan tinggi, yaitu Irlandia (90%), Uruguay (80%), New York (75%), California (75%), dan New Zealand (70%). Hasil penelitian di California menunjukkan bahwa terjadi perubahan sikap yang positif dan signifikan terkait hukum bebas asap rokok dimana pada survei tahun 1998 (43,0%), meningkat pada survei tahun 2002 (82,1%) pemilik bar dan staf akan meminta untuk berhenti atau merokok di luar ketika ada pelanggan yang merokok di bar. Selain itu, penelitian yang dilakukan di Meksiko untuk menilai tentang sikap dan

1

Yayi Suryo Prabandari. dkk, Jurnal: Kawasan Tanpa Rokok sebagai Alternatif Pengendalian Tembakau Studi Efektivitas Penerapan Kebijakan Kampus Bebas Rokok terhadap Perilaku dan Status

Merokok di Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta (Yogyakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat,

2009), hal 220.

2

Intan Fatmasari. dkk, Jurnal: Perilaku Supir Angkutan Pasca penetapan PERDA Kawasan Tanpa

Rokok di Kota Makassar (Makassar: Bagian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM Universitas

keyakinan terhadap hukum bebas asap rokok memberikan hasil adanya dukungan tinggi yang meningkat untuk 100% kebijakan bebas asap rokok, meskipun 25% bukan perokok dan 50% dari perokok setuju dengan hak perokok untuk merokok di tempat umum.3

Namun hal tersebut tidak sejalan dengan fakta yang ada di Indonesia. Indonesia sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggara yang belum menandatangani dan meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), jumlah perokok di Indonesia dari tahun ke tahun tidak beranjak turun, justru naik. Pada tahun 2001 menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) prevalensi perokok pria di atas 15 tahun adalah 58.3%, sementara pada tahun 2004 menurut SKRT prevalensi perokok pria di atas 15 tahun adalah 63.2%. Angka tersebut meningkat seiring dengan naiknya jumlah konsumsi rokok dari 198 milyar batang di tahun 2003 menjadi 220 milyar batang di tahun 2005. Rata-rata perokok menghabiskan 10-11 batang per hari di tahun 2004. Naiknya jumlah rokok yang dikonsumsi oleh para perokok mencerminkan hasil produksi rokok yang terus naik dari 141.000 ton di tahun 2001 menjadi 177.895 ton pada tahun 2004.4

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 diketahui bahwa prevalensi penduduk umur lebih dari atau sama dengan 10 tahun yang merokok sebesar 29,2% dimana 81,2 % diantaranya merokok setiap hari dan 85,4% merokok di dalam rumah bersama anggota keluarga yang lain. Pada tahun 2010 prevalensi

3 World Health Organization (WHO). WHO Report on the Global Tobacco Epidemic; 2008. 4

perokok meningkat menjadi 34,7% dimana 81,3% diantaranya merokok setiap hari. dan berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, proporsi penduduk umur >15 tahun yang merokok dan mengunyah tembakau cenderung meningkat dalam Riskesdas 2010 (34,7%) dan Riskesdas 2013 (36,3%). 5

Seperti penerapan kebijakan kampus bebas rokok di Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta. Dimana dari hasil penelitian bahwa dengan adanya pelaksanaan

Sehingga untuk menanggulangi meningkatnya prevalensi perokok dan masalah yang ditimbulkan oleh paparan asap rokok, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mengharapkan para kepala daerah baik gubernur maupun bupati/walikota mengembangkan kebijakan kawasan tanpa rokok di daerah masing-masing (Kemenkes RI, 2007 dan 2010) yang di dasari oleh UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan dan PP Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Maka sebagai bentuk implementasi dari himbauan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tersebut, daerah-daerah di Indonesia membentuk Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok. Dimana dalam implementasi Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok tersebut ada daerah atau kawasan yang telah dapat dikatakan

Dokumen terkait