• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

7. Variabel yang Mempengaruhi Penelitian

a. Reputasi Underwiter

Saat melakukan IPO biasanya perusahaan bekerja sama dengan banker investasi. Proses pembelian sekuritas oleh banker investasi yang nantinya akan dijual kembali ke publik disebut dengan

underwriting (Jogiyanto, 2003). Banker investasi yang melakukan proses underwriting ini disebut dengan underwriter.

Penjualan sekuritas di pasar perdanadilakukan oleh penjamin emisi (underwriter) yang ditunjuk oleh perusahaan dengan bantuan agen penjualan. Pada umumnya underwriter mempunyai 3 fungsi,

28 yaitu advisory function, underwriter function dan marketing function.

Sebagai advisory, underwriter memberikan saran kepada perusahaan yang akan go public mengenai jenis sekuritas yang akan dikeluarkan, penentuan harga sekuritas dan waktu penawarannya.

Underwriter function adalahfungsi penjaminan dimana emiten akan meminta underwriter untuk menjamin penjualan saham perdana emiten tersebut.Jika emiten meminta underwriter untukmemberikan jaminan full commitment, maka underwriter menjamin seluruh sekuritas akan terjual, dan bersedia membeli sisanya jika sebagian sekuritas tidak terjual. Dalam prakteknya, tidak semua underwriter

bersedia memberikan jaminan full commitment, terutama untuk sekuritas perusahaan-perusahaan yang belum mapan dan memiliki resiko yang tinggi. Untukperusahaan-perusahaan yang belum mapan tersebut, biasanya underwriter hanya berani memberikan jaminan

best effort saja, artinya underwriter hanya akan berusaha sebaik mungkin untuk menjual sekuritas yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut.

Harga sekuritas yang dijual di pasar perdana (offering price) telah ditentukan terlebih dahulu oleh perusahaan yang akan

melakukan go public dan penjamin emisi. Dalam menentukan

offering price, underwriter dan emiten sering menghadapi kesulitan untuk memperkirakan harga yang wajar. Underwriter cenderung untuk menetapkan offering price lebih rendah dari harga yang

29 diharapkan oleh perusahaan yang akan go public, dengan tujuan

untuk menekan resiko tanggung jawab bila sekuritas yang

ditawarkan pada saat IPO tidak laku atau tidak habis terjual.

Harga penawaran yang relatif rendah inilah yang menjadi salah satu penjelas mengapa harga saham pada saat dibuka di pasar sekunder harganya cenderung meningkat. Kecenderungan naiknya harga di pasar sekunder ini menjadi daya tarik utama bagi investor untuk membeli saham di pasar perdana, karena kenaikan harga ini hampir selalu terjadi pada setiap IPO. Pola yang cenderung sama dan berulang ini dianggap sebuah anomali kerena bertentangan dengan hipotesis pasar modal yang efisien.

Penelitian reputasi underwriter dalam penelitian ini menggunakan variabel dummy. Apabila perusahaan termasuk dalam daftar peringkat 50 penjamin emisi yang teraktif dalam perdagangan di bursa setiap tahunnya yang diperoleh dari fact book, maka perusahaan listing di tahun tersebut yang dijamin oleh salah satu penjamin emisi diberi nilai 1, dan sebaliknya apabila yang tidak dijamin oleh salah satu penjamin emisi tersebut maka diberi nilai 0.

b. Jenis Industri

Setiap kelompok industri mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda dari kelompok industri lain. Jenis industri merupakan variabel dummy. Pada hakekatnya variabel dummy ini dimaksudkan untuk menunjukkan tingkat underpriced perusahaan perusahaan dari

30 industri manufaktur berbeda dengan perusahaan non manufaktur (Suyatmin, 2006:16).

Jenis industri digunakan sebagai variabel independen bertujuan untuk melihat apakah underpricing terjadi pada hampir semua jenis industri yang IPO atau hanya pada jenis industri tertentu saja dan apakah terdapat perbedaan signifikan dalam tingkat

underpricingnya (Kristiantari, 2012:30).

Penelitian jenis industri dalam penelitian ini menggunakan variabel dummy. Apabila perusahaan tersebut termasuk dalam kategori perusahaan manufaktur maka akan diberi nilai 1 tetapi jika tidak termasuk dalam kategori perusahaan non manufaktur maka akan diberi nilai 0.

c. Reputasi Auditor

Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi

yang digunakan oleh investor atau calon investor dan

underwriter untuk menilai perusahaan yang akan go public. Salah satu persyaratan dalam proses go public adalah laporan keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik (Keputusan Menteri Keuangan RI No.859 /KMK.01/1987). Laporan keuangan yang telah diaudit akan memberikan tingkat kepercayaan yang lebih besar kepada pemakainya. Investor membutuhkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor yang berkualifikasi (Rosyati dan Sebeni, 2002).

31 Penggunaan adviser yang profesional (KAP Big Four) dapat digunakan sebagai tanda atau petunjuk terhadap kualitas perusahaan emiten. Dengan memakai jasa KAP Big Four akan mengurangi kesempatan emiten untuk berlaku curang dalam menyajikan informasi yang tidak akurat ke pasar. Dengan demikian, investor akan lebih mempercayai laporan keuangan yang diaudit oleh KAP

Big Four dan percaya untuk menginvestasikan dananya pada emiten

tersebut. Dengan signal positif yang diberikan emiten, tingkat

underpricing dapat di minimalisir (Ratnasari dan Hudwinarsih, 2013:89).

Reputasi auditor berpengaruh pada kredibilitas laporan keuangan ketika suatu perusahaan go public. Auditor yang bereputasi tinggi dapat digunakan sebagai tanda atau petunjuk terhadap kualitas perusahaan emiten (Holland dan Horton, 1993). Emiten yang memilih untuk menggunakan auditor yang berkualitas akan dinilai positif oleh investor yaitu emiten mempunyai informasi yang tidak menyesatkan mengenai prospeknya di masa mendatang. Hal ini berarti penggunaan auditor yang memiliki reputasi tinggi akan mengurangi ketidakpastian pada masa mendatang. Ketidakpastian yang rendah berasosiasi dengan tingkat underpricing yang rendah (Kristiantari, 2013:792).

Penelitian reputasi auditor dalam penelitian ini menggunakan variabel dummy. Apabila auditor termasuk dalam KAP Big Four

32 maka perusahaan listing di tahun tersebut diberi nilai 1, dan sebaliknya apabila auditornya tidak termasuk dalam KAP Big Four

maka diberi nilai 0.

d. Hot and Cold Market ( TIME )

Saham “Hot” didefinisikan sebagai saham dengan Initial Return (IR) di atas rata-rata. Pasar saham IPO “Hot” terjadi bila Initial Return (IR) saham baru secara rata-rata sangat tinggi untuk jangka waktu yang panjang. Ibbotson dan Jaffe (1975) dan Ritter (1984) menemukan bahwa tingkat underpricing bervariasi dari periode satu ke periodelainnya dan membentuk siklus initial return

yang tinggi (Hot) dan rendah (Cold). Tingkat underpricing juga bervariasi dari satu sektor ke sektor lainnya. Siklus ini juga dapat dilihat pada volume IPO (Sembel, 1996).

Hot market dapat ditentuan berdasarkan tingkat underperice

rata-rata tahunan, dimana periode hot market merupakan periode dimana underpricing rata-rata dalam satu periode lebih besar dari 25% dan sebaliknya berlaku pada cold market (Arifin, 2010).

Hot IPO ditenggarai tidak hanya dari besarnya underpricing, tetapi juga adanya volume penawaran saham yang banyak, seringnya terjadi over-subscription dalam permintaan, dan kadang ada konsentrasi penawaran yang dilakukan oleh industri tertentu (Helwege dan Liang, 2004).

33 tidak langsung berhubungan dengan penjelasan IR positif. Sebagai

contoh, Ritter (1984) mencobamenggunakan model Winner’s Curse

dari Rock sebagai dasar pengembangan hipotesis perubahan

komposisi resiko (changing risk composition). Dalam hal ini model Rock menyatakan bahwa ada hubungan positif antara uncertainty

dan underpricing, hipotesis Ritter ini memprediksi bahwa pasar IPO selama periode “Hot” terdiri dari perusahaan yang beresiko tinggi. Tetapi ternyata Ritter tidak menemukan bukti yang menyakinkan untuk mendukung hipotesisnya karena hubungan antara resiko dan

initial return bukanlah linear danstasioner.

Penjelasan teoritis tentang fenomena hot IPO dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

1) Model asymmetric information

Model ini memprediksi bahwa hot market mendorong

perusahaan yang kualitasnya bagus untuk melakukan IPO atau

penawaran saham baru tambahan karena biaya asymmetric

information pada hot market akan lebih rendah.

2) Model keputusan melakukan IPO

Fischer (2000) menemukan bahwa kebanyakan perusahaan di Jerman yang melakukan IPO adalah perusahaan yang memiliki kesempatan pertumbuhan yang tinggi.

3) Model behavioral finance.

34 perusahaan IPO yang kinerja saham jangka panjangnya mengalami underperformance, utamanya yang hot IPO. Dalam kelompok ini ada, misalnya, Lerner (1994) yang mengemukakan

bahwa underperformance terjadi karena perusahaan IPO

mengeksploitasi overoptimism investor saat IPO.

Variabel Time dalam penelitian ini dilihat dari siklus Hot dan

Cold market dimana variabel ini merupakan variabel dummy untuk perusahaan yang IPO pada hot market dan cold market. Tolak ukurnya yaitu berdasarkan tingkat underprice IPO tahunan.

e. Return On Asset (ROA)

Return on asset itu menunjukkan seberapa efektifnya

perusahaan beroperasi sehingga menghasilkan keuntungan atau laba bersih bagi perusahaan. Return On Asset adalah rasio antara keuntungan bersih setelah pajak terhadap jumlah aset secara keseluruhan, atau ukuran untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari aset perusahaan. ROA merupakan salah satu rasio profitabilitas. Tingkat profitabilitas merupakan informasi tingkat keuntungan yang dicapai dari efektifitas perusahaan (Prastica, 2012).

Return on asset (ROA) merupakan rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan manajemen dalam menghasilkan pendapatan dari pengelolaan aset (Kasmir, 2010: 115).

ROA merupakan ukuran profitabilitas perusahaan.

35 mengenai efektifitas operasional perusahaan, hal inilah yang menjadi pertimbangan memasukan variabel ini sebagai salah satu faktor yang

mempengaruhi underpricing. Kemampuan perusahaan menghasilkan

laba di masa yang akan datang ditunjukkan dengan profitabilitas perusahaan yang tinggi dan laba merupakan informasi penting bagi investor sebagai perimbangan dalam menanamkan modalnya.

Profitabilitas yang tinggi suatu perusahaan mengurangi

ketidakpastian bagi investor sehingga menurunkan tingkat

underpricing, Yasa (2002). Hendrajaya (2005) menyatakan bahwa prestasi perusahaan, khususnya tingkat keuntungan, memegang peranan penting dalam penilaian prestasi usaha perusahaan dan sering digunakan sebagai dasar dalam keputusan investasi, khususnya dalam pembelian saham.

f. Return On Equity (ROE)

Menurut Brigham dan Houston (2010:149) Pengembalian Ekuitas Biasa atau Return on Equity (ROE) adalah Rasio laba bersih

terhadap ekuitas biasa, untuk mengukur tingkat pengembalian

investasi pemegang saham biasa sedangkan menurut Menurut Keown et al (2008:75) Pengembalian Ekuitas Biasa atau Return on Equity (ROE) yaitu tingkat pengembalian saham biasa menunjukan rata-rata perhitungan pengembalian atas investasi pemegang saham yang diukur dengan membandingkan pendapatan bersih terhadap ekuitas saham biasa.

36 Pengembalian atas ekuitas atau Return on Equity (ROE) adalah mengukur daya untuk menghasilkan laba pada investasi nilai buku pemegang saham dengan membandingkan laba bersih setelah pajak dengan ekuitas yang telah diinvestasikan pemegang saham di perusahaan. Dimana ROE yang tinggi akan mencerminkan penerimaan perusahaan atas peluang investasi yang baik dan manajemen biaya yang efektif (Horne & Machowicz, 2005:225)

g. Debt Equity Ratio (DER)

Debt to equity ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh hutangnya baik jangka pendek

maupun jangka panjang. Debt to equity ratio yang tinggi

mencerminkan resiko perusahaan yang tinggi sehingga

ketidakpastian investor meningkat dan akhirnya dapat meningkatkan

underpricing (Gatot dkk, 2013:152).

Sedangkan menurut Riyanto (2013:333) Rasio hutang atau

Debt to Equity Ratio (DER) yaitu bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan utang. Rasio hutang atau Debt to Equity Ratio (DER) adalah rasio yang

menunjukan sejauh mana perusahaan dibiayai oleh hutang. Semakin

rendah rasio ini, semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham, dan semakin besar perlindungan bagi kreditor (margin perlindungan) jika terjadi penyusutan nilai aktiva atau kerugianbesar. Horne dan Machowicz (2005:209)

37 Semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri semakin sedikit dibanding dengan hutangnya. Bagi perusahaan, sebaliknya besarnya hutang tidak boleh melebihi modal sendiri agar beban tetapnya tidak terlalu tinggi (Sutrisno, 2001:233).

h. Earning Per Shared (EPS)

Membeli saham berarti membeli prospek perusahaan, yang tercermin pada laba per saham. Jika laba per saham lebih tinggi, maka prospek perusahaan lebih baik, sementara laba per saham lebih rendah berarti kurang baik, dan laba per saham negatif berarti tidak baik (Samsul, 2006). Menurut Fahmi (2013) earning per shared

(EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham dari setiap lembar saham yang dimiliki. Informasi EPS suatu perusahaan menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan bagi semua pemegang saham perusahaan (Tandelilin, 2010). Investor cenderung lebih memilih membeli saham perusahaan dengan nilai EPS yang tinggi. EPS yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan mampu memberikan tingkat kesejahteraan yang menjanjikan.

(Munawir, 2004) laba perlembar saham digunakan sebagai indikator laba yang yang diperhatikan oleh investor yang merupakan angka dasar yang diperlukan. (Senada, Munawir & Sartono, 2001) menjelaskan para pemegang saham biasa dan calon investor sangat tertarik pada EPS yang tinggi, karena saham dengan EPS yang tinggi

38 merupakan tolak ukur keberhasilan suatu perusahaan. Syamsuddin (2007) menambahkan, EPS yang besar merupakan salah satu indikator keberhasilan perusahaan. Seorang investor membeli dan

mempertahankan saham perusahaan dengan harapan agar

memperoleh deviden dan capital gain.

i. Umur Perusahaan

Umur perusahaan dapat menjadi bukti bahwa perusahaan mampu bersaing dan dapat mengambil kesempatan bisnis yang ada dalam perekonomian. Umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dapat bertahan hidup dan banyaknya informasi yang bisa diserap oleh publik. Semakin panjang umur perusahaan semakin banyak informasi yang bisa diserapmasyarakat (Daljono, 2000).

Dalam kondisi normal, perusahaan yang telah lama berdiri akan mempunyai publikasi perusahaan lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang masih baru. Calon investor tidak perlu mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk memperoleh informasi dari perusahaan yang melakukan IPO tersebut. Jadi perusahaan yang telah lamaberdiri mempunyai tingkat underpriced yang lebih rendah daripadaperusahaan yang masih baru (Aini, 2009:42).

j. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan dapat di jadikan sebagai proxy tingkat ketidakpastian saham. Perusahaan yang berskala besar cenderung lebih dikenal masyarakat sehingga informasi mengenai prospek

39 perusahaan berskala besar lebih mudah diperoleh investor daripada perusahaan berskala kecil. Tingkat ketidakpastian yang akan dihadapi oleh calon investor mengenai masa depan perusahaan emiten dapat diperkecil apabila informasi yang diperolehnya banyak (Ardiansyah,2004).

Tingkat ketidakpastian perusahaan berskala besar pada umumnya rendah karena dengan skala yang tinggi perusahaan cenderung tidak dipengaruhi pasar sebaliknya dapat mewarnai dan mempengaruhi keadaan pasar secara keseluruhan. Keadaan ini dapat dinyatakan sebagai kecilnya tingkat resiko investasi Perusahaan berskala besar dalam jangka panjang. Sedangkan pada perusahaan berskala kecil tingkat ketidakpastian dimasa yang akan datang besar, sehingga tingkat resiko investasinya lebih besar dalam jangka panjang ( Nurhidayati dan Indriantoro, 1998).

Dipasar riil ada beberapa cara untuk mengelompokan perusahaan perusahaan. Ada pengelompokan yang didasarkan pada jenis industri, ukuran perusahaan dan lain-lain. Pengelompokan perusahaan berdasarkan ukuran perusahaan, yaitu perusahaan besar dan kecil dapat dilihat dari berbagai cara antara lain dengan market value (kapitalisasi pasar) dimana kapitalisasi ini diperoleh dengan cara mengalikan jumlah saham beredar dengan harga saham pada akhir tahun sebelumnya atau berdasarkan pada total asetnya (Machfoedz, 1994). Salah satu faktor fundamental dari perusahaan

40 adalah besarnya total aset faktor ukuran perusahaan ini turut menggambarkan kemungkinan kemampuan perusahaan dalam menjalankan bisnisnya.

Dokumen terkait