BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
B. Variabel yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Saham
Telah dijelaskan bahwa ketika suatu perusahaan melakukan IPO maka secara rata-rata biasanya harga saham yang ditawarkan cenderung mengalami
under pricing. Fenomena terjadinya under pricing dijumpai hampir pada semua
commit to user
mempengaruhi under pr icing saham dari sisi keuangan dan non keuangan yang
akan diteliti:
1. Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to Equity Ratio merupakan salah satu dari rasio leverage. DER
mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh
kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang (Munawir, 2008). DER menunjukkan
imbangan antara tingkat levera ge (penggunaan hutang) dibandingkan modal
sendiri perusahaan. Semakin besar nilai DER menandakan struktur permodalan usaha lebih banyak memanfaatkan hutang-hutang relatif terhadap ekuitas. Semakin besar DER mencerminkan resiko perusahaan yang relatif tinggi, akibatnya para investor cenderung menghindari saham-saham yang memiliki nilai DER yang tinggi (Ang, 1997). Dengan demikian,
semakin tinggi DER maka semakin besar pula tingkat under pricing-nya
(Daljono, 2000).
2. Return on Equity (ROE)
Retur n on Equity atau ROE mengukur kemampuan perusahaan
dalam memperoleh laba bagi pemegang saham perusahaan (Sartono, 2001). Investor tentunya ingin mengetahui seberapa besar kemampuan perusahaan untuk memberikan laba atas investasi yang telah ditanamkan di perusahaan.
commit to user
Tingkat r etur n on equity (ROE) terhadap kemampuan perusahaan untuk
mengembalikan investasi dihitung dengan perbandingan laba setelah pajak dengan modal sendiri (Munawir, 2008 ).
Nilai ROE yang semakin tinggi akan menunjukkan bahwa perusahaan mampu menghasilkan laba di masa yang akan datang dan laba merupakan informasi penting bagi investor sebagai pertimbangan dalam menanamkan modalnya. Profitabilitas yang tinggi dari suatu perusahaan akan mengurangi ketidakpastian bagi investor sehingga akan menurunkan
tingkat under pr icing (Kim, dkk, 1995).
3. Earning per Share ( EPS )
Ear ning per Shar e (laba per saham) yang dibagikan merupakan
salah satu informasi penting bagi investor di pasar modal untuk pengambilan keputusan investasinya. EPS merupakan jumlah laba yang didapat oleh setiap lembar saham umum selama satu periode akuntansi (Munawir, 2008 ). Jadi, EPS menggambarkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa atau laba bersih per lembar saham biasa.
Menurut Ang (1997), EPS merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak pada satu tahun buku dengan jumlah saham yang
diterbitkan (Outstanding Shar es). Variabel EPS merupakan proksi laba per
commit to user
bagi investor mengenai bagian keuntungan yang dapat diperoleh dalam suatu periode tertentu dengan memiliki suatu saham. Hasil penelitian Ardiansyah (2004) menyatakan bahwa EPS berpengaruh signifikan negatif terhadap initial r etur n.
4. Umur Perusahaan
Umur perusahaan merupakan salah satu hal yang dipertimbangkan investor dalam menanamkan modalnya. Bagi perusahaan yang sudah lama berdiri, keikutsertaannya dalam pasar modal merupakan salah satu jalan untuk mengembangkan usahanya. Kepercayaan investor lebih besar pada perusahaan yang memiliki banyak pengalaman dan dikenal oleh publik. Perusahaan yang beroperasi lebih lama mempunyai kenaikan yang lebih besar untuk menyediakan informasi perusahaan yang lebih banyak dan luas daripada yang baru saja berdiri (Nurhidayati dan Indriantoro, 1998). Selain itu, perusahaan yang sudah lama berdiri pastinya telah memiliki banyak
informasi mengenai bagaimana memilih under wr iter yang berkompeten
dibidangnya, dan investor yang berpotensi terhadap penanaman modal
sehingga menghasilkan retur n. Dengan demikian, akan mengurangi adanya
informasi asimetri dan memperkecil ketidakpastian pasar yang pada
commit to user 5. Reputasi Underwriter
Penjamin emisi atau sering disebut dengan under wr iter adalah
perantara antara perusahaan yang membutuhkan modal dan investor sebagai
pemodalnya. Dalam prakteknya under wr iter membeli saham yang
ditawarkan oleh perusahaan di pasar perdana dan kemudian menjualnya kembali kepada investor di pasar sekunder. Apabila saham tersebut dijual dengan harga rendah maka semakin banyak saham tersebut terjual, dan sebaliknya bila harga saham tinggi maka investor yang tertarik akan lebih sedikit. Saham yang tidak terjual tersebut akan dibeli sendiri oleh
under wr iter, resiko inilah yang harus ditanggung sendiri oleh under wr iter
(Jogiyanto, 2008).
Perusahaan yang go public biasanya belum mengetahui pangsa pasar
saham di pasar bursa. Ketidaktahuan inilah yang membuat perusahaan
menggunakan under wr iter sebagai penjamin sahamnya di bursa efek.
Pengaruh under wr iter menyebabkan tinggi rendahnya harga saham
perusahaan pada publik, dalam hal ini dikarenakan proses tawar menawar yang terjadi pada pasar sekunder dengan investor. Dalam prakteknya,
commit to user
a. Kesanggupan Penuh (Full/Fir m Commitment)
Under witer tidak bertanggung jawab atas sisa efek yang tidak
terjual, tetapi under wr iter akan berusaha dengan sebaik-baiknya untuk
menjual efek emiten. Dengan metode ini, perusahaan sekuritas bertindak hanya sebagai agen penjual (tidak membeli saham), pada harga penawaran tertentu, dan memperoleh komisi untuk saham yang terjual. Jika ada saham yang tidak terjual, saham tersebut akan ditarik oleh perusahaan.
b. Kesanggupan Terbaik (Best Effort Commitment)
Under wr iter bertanggung jawab penuh terhadap penjualan efek.
Dengan metode ini, under wr iter membeli saham yang dijual oleh emiten
dengan harga yang lebih rendah dari harga penawaran. Selisih antara
harga penawaran dengan harga pembelian disebut sebagai spr ead atau
discount. Sprea d tersebut merupakan keuntungan yang diperoleh oleh
penjamin emisi.
c. Kesanggupan Siaga (Sta ndby Commitment)
Tanggung jawab under wr iter disini hampir sama dengan full
commitment, hanya saja bedanya under wr iter bertanggung jawab
commit to user
lebih murah dibawah harga pada penawaran perdana yang telah disepakati sebelumnya.
d. Kesanggupan Semua atau Tidak Sama Sekali (All of None Commitment)
Apabila minat di masyarakat terhadap saham yang ditawarkan
tidak memenuhi target yang telah ditetapkan, maka under writer tidak
akan melanjutkan proses emisi.
Pada dasarnya under writer mempunyai 2 fungsi di IPO, yaitu
menjamin terjualnya saham dan menentukan harga penawaran yang tepat
bersama-sama dengan emiten (Sunariyah, 2004). Under wr iter dinilai
berdasarkan kemampuannya untuk memberikan penawaran dengan initial
r etur n yang tinggi bagi para investor. Under wr iter dengan reputasi tinggi
lebih memiliki kepercayaan diri terhadap kesuksesan penawaran saham yang diserap oleh pasar. Dengan demikian, ada kecenderungan mereka
menetapkan diskon rendah dan akibatnya underpr icing-pun rendah.
6. Fractional Holding
Ritter (1984) dalam Rachmawati (2007) mengemukakan bahwa
besarnya saham yang ditahan (fractional holding) oleh pemilik berpengaruh
signifikan positif dengan under pr icing. Hal ini disebabkan karena emiten
memiliki informasi yang baik mengenai saham yang akan terjual, sehingga emiten akan menahan sebagian sahamnya dengan harapan pada pasar
commit to user
sekunder nanti nilai sahamnya akan meningkat. Sehingga diduga semakin besar persentase saham yang ditahan maka semakin besar tingkat
under pr icing.
Allan dan Faulhaber (1989) menyatakan perusahaan yang menahan sebagian besar sahamnya memiliki informasi mengenai nilai sahamnya di
masa yang akan datang. Semakin besar tingkat under pricing yang dilakukan
oleh perusahaan maka semakin besar jumlah saham yang ditahan oleh perusahaan pada penawaran perdana, perusahaan akan cenderung menjual sahamnya pada pasar sekunder dengan harga yang lebih diinginkan. Selain itu, dengan menahan sebagian besar sahamnya maka perusahaan akan
terhindar dari biaya yang terlalu besar dalam melakukan underpr icing.