• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL,ANALISIS DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan

2. Variabel Yang Tidak Berpengaruh

Hasil analisis regresi ganda logistik (Tabel 8) menunjukkan bahwa

variabel : umur ibu, pendapatan keluarga, jumlah anak/paritas, biaya

pelayanan antenatal dan tenaga pemberi pelayanan antenatal tidak mempunyai

pengaruh yang bermakna dengan kelengkapan pelayanan antenatal.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak nampak perbedaan pengaruh

antara variabel : umur ibu, pendapatan keluarga, jumlah anak/paritas, biaya

pelayanan antenatal dan tenaga pemberi pelayanan antenatal tidak mempunyai

pengaruh yang bermakna dengan kelengkapan pelayanan antenatal. Ada beberapa hal yang menyebabkan variabel tersebut tidak berpengaruh secara

signifikan oleh beberapa hal. Berikut penjelasan lebih rinci per variabel di

bawah ini:

a. Umur Ibu Hamil

Hasil analisis regresi ganda logistik (Tabel 8) menunjukkan bahwa

umur ibu hamil tidak mempunyai pengaruh yang bermakna dengan

kelengkapan pelayanan antenatal. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ibu hamil peserta JPKM yang berusia lebih dari 25 tahun persentase

kelengkapan pelayanan antenatalnya cenderung sama jika dibandingkan

menunjukkan faktor umur memiliki kurang berperan dalam pemeriksaan

dan perawatan kehamilan, sebab ibu hamil dengan usia muda keadaannya

belum siap menghadapi kehamilan dan merupakan faktor penyulit.

Menurut Jaswadi dkk (2000) usia ibu hamil terlalu muda (kurang

dari 20 tahun) dan diatas 35 tahun merupakan faktor penyulit dalam

kehamilan, sebab ibu hamil terlalu muda keadaan tubuhnya belum siap

menghadapi kehamilan, sedangkan usia di atas 35 tahun apabila

mengalami komplikasi maka resiko kesulitas lebih besar.

Pernikahan pada usia remaja serta kehamilan pada usia muda

sangat merugikan wanita secara fisik dan mental, sehingga kunjungan

antenatalnya juga harus lebih sering. Untuk perlakukan dan perawatan

kehamilan yang dibutuhkannya.

b. Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga tidak mempunyai pengaruh yang bermakna

dengan kelengkapan pelayanan antenatal. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa ibu hamil yang pendapatan keluarganya tinggi persentase

kelengkapan pelayanan antenatalnya hampir sama dibanding yang

berpenghasilan rendah.

Penelitian ini tidak sejalan dengan hasil studi Peacock, Band,

Anderson (1995) pada 1513 ibu hamil menunjukkan bahwa rendanya

pendapatan keluarga, minimnya pendidikan, depresi, hubungan sosial yang

rendah berpengaruh signifikan terhadap kelahiran belum genap bulan

(preterm delivey). Hal ini menunjukkan bahwa pada ibu-ibu yang berpendapatan rendah akses ke pelayanan kesehatan minim, sehingga juga

tidak bisa menjaga dan merawat kehamilannya sesuai standar yang

ditentukan (minimal K4).d

Menurut Azrul Azwar sejak krisis ekonomi kondisi kesehatan

khususnya perawatan maternal yang standar semakin mengkhawatirkan.

Penyebabnya adalah beban hidup yang ditanggung penduduk makin tinggi

sementara penghasilan keluarga tidak mencukupi untuk mengakses ke

pelatayanan kesehatan karena rata-rata tiap hari hanya berpenghasilan

Rp.5000,00 (Dursin, 2000).

Keterbatasan penghasilan keluarga juga menyebabkan terbatasanya

akses ke pelayanan kesehatan. Beberapa survei menunjukkan rendahnya

pendapatan keluarga khususnya di pedesaan, menyebabkan tidak

terjangkaunya akses ke pelayanan kesehatan dasar, misalnya ke dokter. Di

Indonesia pada tahun 1991 menunjukkan bahwa rumah tangga dengan

pendapatan keluarga tinggi hampir 3 kali menggunakan tenaga kesehatan

untuk perawatan kesehatannya dibanding masyarakat yang berpenghasilan

rendah (World Bank, 1994; Kristanti, Tin Afifah, Yuana Wiryawan, 2002;

WHO, 2003).

Penelitian Muh Arif dan Chusnul (1997) menunjukkan dari 5% ibu

hamil yang tidak melakukan ANC semuanya dan keluarga berpendapatan

rendah (kurang dari Rp.200.000,00). Menurut Hani K. Atrash (1996)

berdasarkan survei Pertumbuhan Keluarga Nasional Washington

menunjukkan bahwa 61% ibu yang berpendapatan rendah kualitas

kehamilan dan persalinannya kurang baik dibandingkan dengan 29% ibu

Hasil penelitian dan beberapa studi di atas menunjukkan bahwa

pendapatan keluarga berpengaruh terhadap akses perawatan ibu hamil.

Pada ibu hamil yang pendapatan keluarganya tinggi cenderung dapat

memanfaatkan pelayanan kesehatan modern dengan baik, sedangkan pada

keluarga berpenghasilan rendah akan mengalami kesulitan dalam

mengakses pelayanan kesehatan selam kehamilannya.

Sebagai bentuk perhatian pemerintah Indonesia untuk rakyat

miskin maka diperkenalkan program kartu sehat pada tahun 1994 sebagai

bagian dari strategi mengurangi beban bagi rakyat miskin. Rakyat yang

tidak mampu bila membawa kartu sehat, maka mendapat bebas biaya

berobat di Puskesmas atau di rumah sakit (Marzolf, 2002:25). Masalahnya

kenyataan di lapangan masih banyak kepemilikan Kartu Sehat, sedangkan

keluarga yang kurang mampu justru tidak memiliki Kartu Sehat (Kristanti,

Tin Arifah, Yuana Wiryawan, 2002).

c. Jumlah Anak

Jumlah anak tidak mempunyai pengaruh yang bermakna dengan

kelengkapan pelayanan antenatal. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah anak yang dimiliki ibu hamil, maka ada

kecenderungan semakin tidak lengkap pelayanan antenatalnya. Hal

tersebut mungkin disebabkan oleh adanya sikap pada ibu hamil yang telah

mempunyai anak bahwa mereka sudah berpengalaman, sehingga tidak

intensif merawat kehamilan dibandingkan mereka yang belum mempunyai

atau kurang dari 1 anak. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian

101 responden yang menunjukkan bahwa pada ibu yang sudah memiliki

anak hanya melakukan ANC satu kali.

Selain itu pada ibu hamil yang telah memiliki banyak anak juga

mempunyai kecenderungan kualitas antenatal nya semakin turun. Hasil survei di India pada 4745 ibu hamil tahun 2001 juga menunjukkan

kecenderungan yang sama, dimana yang melakukan ANC pada dokter

persentase terbanyak dijumpai pada ibu hamil yang baru mempunyai satu

anak yaitu 27,4%, diikuti jumlah anak 2-3 orang (18,5%); jumlah anak 4-5

(11,3%) dan jumlah anak lebih dari 5 orang (5,4%). Survei yang sama juga

menunjukkan bahwa ibu hamil yang memperoleh informasi komplikasi

kehamilan dengan jumlah anak 1 orang (55,9%); jumlah anak 2-3 orang

(46,8%); jumlah anak 4-5 orang (44,1%); dan jumlah anak lebih dari 5

orang (34,2%) (Vaessen, 2002: 139-168).

Hasil studi di 8 negara bagian (Alabama, Florida, Georgia,

Michigan, New York, Oklahoma, South Carolina dan Virginia Barat) pada

wanita yang mempunyai anak dari tahun 1993-1995 menunjukkan bahwa

ibu yang mempunyai anak lebih dari 1 dan berpendidikan kurang dari 12

tahun mempunyai kecenderungan mengalami kesulitan kehamilan dan

persalinan yang semakin besar (Dietz, et al, 1999). Hal tersebut

dimungkinkan karena tidak adanya perawatan yang insentif selama

kehamilannya.

Hasil penelitian dan beberapa studi di atas menunjukkan bahwa

kualitas dan kuantitas perawatan ibu hamil yang sudah mempunyai anak

Dengan demikian jumlah anak ibu hamil berpengaruh terhadap

kelengkapan pelayanan antenatal nya. d. Biaya Pelayanan Antenatal

Biaya Pelayanan antenatal tidak mempunyai pengaruh yang

bermakna dengan kelengkapan pelayanan antenatal. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada ibu hamil yang mengeluarkan biaya pada setiap

pelayanan antenatalnya mempunyai kecenderungan tidak lengkap

pelayanan antenatalnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor biaya

merupakan faktor yang diperhitungkan ibu hamil dalam perawatan

kesehatan selama kehamilannya.

Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian, meskipun 53,3% ibu

hamil lengkap pelayanan antenatalnya, namun 68,3% memilih melahirkan

di rumah dengan alasan biaya murah, tidak merepotkan dan dapat

ditunggui sanak famili. Hal ini sejalan dengan penelitian Djaswadi D.,

Joko S., Saribin H (2000) di Kabupaten Purworejo yang menunjukkan

bahwa karena alasan tenang, aman, biaya murah dan tidak merepotkan,

banyak ibu hamil yang memilih melahirkan di rumah dengan bantuan

dukun.

Keadaan tersebut disebabkan pada masyarakat pedesaan, dukun

bayi biasanya tidak memasang tarif khusus untuk menolong persalinan,

karena jarang yang merupakan profesi pokok. Selain itu sebagian besar

dukun bayi tidak hanya membantu mengurusi persalinan saja tetapi juga

para ibu yang baru melahirkan, dan tidak hanya dibayar dalam bentuk

uang tetapi juga barang kebutuhan pokok (Dursin, 2000).

Sedangkan pada tenaga kesehatan (bidan atau dokter) biayanya

juga bervariasi tergantung fasilitas yang diberikan pada ibu hamil. Pada

bidan puskesmas maupun pada bidan desa juga tidak terdapat standar

khusus. Demikian juga pada praktek dokter maupun rumah sakit

berbeda-beda tergantung fasilitas pelayanannya.Rumah sakit yang besar dan

kualitasnya baik akan memberikan diagnosa yang lebih teliti dibanding

rumah sakit kecil dengan keterbatasan peralatan dan pelayanannya

(Pheleps, 1997: 274-289).

Hasil penelitian Ali Ghufron M., Abdul Wahab, dan Mohammad

Hakimi (1997) juga menunjukkan dari 857 ibu hamil di Kabupaten

Purworejo sebanyak 44% menyatakan biaya periksa pada bidan tidak

murah. Sebagai contoh rata-rata biaya persalinan pada bidan paling murah

adalah Rp.50.000,00 sedang pada dukun biaya rata-rata hanya

Rp.10.000,00-Rp.15.000,00. Pernyataan tentang beratnya biaya

kemungkinan berkaitan erat dengan status ekonomi rumah tangga ibu

sebagain besar ekonomi rendah.

Penelitian pada masyarakat Tanzania juga menunjukkan jika biaya

pelayanan kesehatan mengalami kenaikan maka akan menurunkan minat

masyarakat yang akan memanfaatkan pelayanan kesehatan tersebut. Oleh

karena itu masyarakat Tanzania sangat menyambut baik kebijaksanaan

pengaturan biaya pelayanan kesehatan yang disesuaikan dengan tingkat

pembenahan untuk mengefektifkan biaya pelayanan persalinan dengan

sistem pembiayaan pada masyarakat dapat meningkatkan akses pelayanan

ke pelayanan kesehatan di pedesaan (Thind and Andersen, 2002).

Hasil penelitian Detty S.N., Djaswadi D., dan Mohammad Hakimi

(1996) tentang morbitas maternal dan pemanfaatan upaya kesehatan ibu

dan anak di Kabupaten Purworejo pada 280 ibu hamil di perkotaan dan

2165 ibu hamil di pedesaan menunjukkan bahwa tidak semua ibu hamil

memeriksakan kehamilannya (3,8%). Selain itu terdapat perbedaan yang

bermakna antara ketaatan ibu periksa kehamilan di perkotaan dan di

pedasaan. Hal tersebut dikarenakan ibu-ibu di pedesaan beralasan jarak

terlalu jauh (25,8%) dan kesulitan sarana transportasi (11,2%) sehingga

harus mengeluarkan biaya tambahan.

Penelitian tersebut senada dengan hasil penelitian Adik Wibowo

(1997) pada 893 ibu hamil di Ciawi Jawa Barat yang menunjukkan bahwa

anak merupakan masalah bagi ibu hamil untuk melakukan ANC, selain itu

biaya dan tingkat pendidikan. Menurut penelitian Dwi Hari Wibowo

(2001) alasan 70 ibu hamil di Pekalongan memeriksakan kehamilannya ke

pelayanan swasta karena dekat dan terjangkau.

Hal ini menunjukkan bahwa selain biaya pemeriksaan komponen

penting lainnya yang diperhitungkan adalah biaya transportasi sehingga

menimbulkan keengganan ibu hamil memeriksakan kehamilannya.

Menurut Nasrin Kodim (2001) salah satu penyebab keterlambatan ibu

bersalin untuk mendapatkan pelayanan yang tepat adalah akibat jarak yang

trasportasi Rp.3.570,00. Hal ini merupakan faktor yang menentukan

kelengkapan pelayanan antenatal bagi ibu hamil.

e. Tenaga Pemberi Pelayanan Antenatal

Tenaga pemberi pelayanan antenatal tidak mempunyai pengaruh

yang bermakna dengan kelengkapan pelayanan antenatal. Berdasarkan survei fasilitas pelayanan antenatal yang terdekat di tempat penelitian

adalah polindes dan puskesmas, sehingga mayoritas ibu hamil diperiksa

oleh bidan atau perawat. Selain itu karena tidak adanya perbedaan biaya

yang cukup besar pada tenaga pemberi pelayanan antenatal sebagian besar

ibu hamil memeriksakan kehamilannya kepada Nakes. Hal ini tidak

berlaku dalam memilih tenaga penolong persalinan dan tempat persalinan.

Keadaan tersebut menyebabkan bahwa tenaga pemberi pelayanan

antenatal tidak berpengaruh terhadap kelengkapan pelayanan antenatal

ibu hamil di Kabupaten Purbalingga. Hal ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Esti Dharmastuti (2003) yang menyebutkan bahwa

tenaga pemberi pelayanan antenatal tidak berpengaruh bermakna terhadap

kelengkapan pelayanan antenatal pada program Tabulin dalam gerakan sayang ibu yang dilakukan di Kabupaten Pati.

Dokumen terkait