• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Variasi muka laut

Variasi muka laut di setiap stasiun pasang surut yang dikaji dianalisis dengan menggunakan metode wavelet 1-D, dengan metode ini dapat dilihat variasi muka laut yang terjadi di setiap stasiun pasang surut sepanjang tahun 2007. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian bahan dan metode (Bab 3) jenis wavelet yang digunakan dalam penelitian adalah wavelet daubechius 1 level 5 sehingga akan diperoleh variabel s, d1, d2, d3, d4 dan a5 di setiap gambar variasi muka laut yang disajikan yang terjadi di setiap stasiun pasang surut. Variabel s merupakan sinyal asli yang kemudian pertama kali akan dilewatkan ke dalam Low Pass Filter (LPF) dan High Pass Filter (HPF) melalui proses transformasi wavelet.

HPF menghasilkan komponen detail yang merupakan komponen sinyal berfrekuensi tinggi dan berskala rendah (d1, d2, d3 dan d4) sedangkan LPF menghasilkan komponen aproksimasi yang merupakan komponen sinyal berfrekuensi rendah dan berskala tinggi (a1, a2, a3, a4 dan a5). Variabel

aproksimasi dan detail yang dihasilkan melalui proses pemfilteran ini kemudian melewati proses down sampling (telah dijelaskan pada bagian tinjauan pustaka di Bab 2).

Dalam penelitian ini untuk menunjukkan sinyal muka laut dari sinyal asli maka perlu dilakukan proses transformasi wavelet seperti yang diungkapkan di atas karena untuk menghilangkan pengaruh frekuensi tinggi yakni pengaruh pasut harian. Analisis mengenai variasi muka laut dapat dilihat dari variabel a5 yang dihasilkan dari proses transformasi wavelet. Variabel ini diperoleh setelah

menggunakan induk wavelet daubechius 1 level 5. Variabel a5 merupakan turunan terakhir dari induk wavelet daubechius 1 level 5.

Berdasarkan gambar tinggi muka laut di setiap stasiun yang dikaji dalam penelitian ini secara umum memperlihatkan adanya periode tengah tahunan (semi

annual), dimana tinggi muka laut mencapai dua kali maksimum dan dua kali

minimum dalam setahun. Pada stasiun Sibolga dan Padang terlihat jelas periode tengah tahunan (semi annual) yang terjadi pada perubahan muka lautnya, tetapi di stasiun-stasiun lainnya tidak terlalu jelas.

4.1.1. Variasi muka laut di Sabang

Variasi tinggi muka laut di stasiun Sabang periode Januari 2007 – Desember 2007 disajikan pada Gambar 11. Pada gambar ini dapat dilihat naik turun perubahan kedudukan muka laut yang terjadi di stasiun Sabang.

 

Waktu (bulan)

Gambar 11.Variasi muka laut di Stasiun Sabang dari bulan Januari 2007 sampai dengan Desember 2007 dengan analisis wavelet 1-D

Muka laut tertinggi (maksimum) di Sabang terjadi sekitar bulan April hingga Mei selanjutnya terjadi pada bulan Agustus dan terjadi lagi pada bulan November. Periode tengah tahunan di Sabang tidak begitu jelas jika

dibandingkan dengan periode tengah tahunan yang terjadi di Sibolga dan Padang. Variasi muka laut maksimum yang terjadi pada bulan April hingga Mei dan bulan Agustus serta bulan November diduga berhubungan erat dengan perubahan muka laut yang terjadi di bagian selatan di daerah khatulistiwa. Perubahan muka laut di daerah khatulistiwa diwakili oleh stasiun Sibolga dan Padang.

Menurut Pariwono (1993), mengikuti teori perambatan dan hukum kekekalan massa (conservation of mass), maka peninggian muka laut di perairan pantai barat Sumatera sekitar khatulistiwa akan merambat ke dua arah, selatan dan utara. Perambatan perubahan muka laut akan berbentuk gelombang. Gelombang ini akan merambat sepanjang pantai Sumatera dari Padang ke arah selatan, kemudian berbelok ke timur dengan merambat sepanjang pantai selatan Jawa. Jika energi dari gelombang tersebut masih mampu mengatasi gesekan yang ditemui sepanjang jalur lintasannya, maka gelombang tersebut masih dapat diamati di perairan pantai selatan Jawa. Pada penelitian ini ada dua stasiun yang digunakan untuk keperluan ini, yaitu Cilacap dan Benoa.

Gelombang yang merambat dari khatulistiwa ke arah utara di sepanjang pantai barat Sumatera, juga akan mengalami keadaan yang serupa. Jika energinya masih memungkinkan untuk gelombang tersebut merambat terus ke utara, maka keberadaan gelombang tersebut diduga dapat diamati di daerah Sibolga yang berada berseberangan dengan daerah Padang pada garis khatulistiwa dan Sabang

yang berada di ujung Pulau Sumatera. Stasiun Sabang dan Sibolga ini digunakan untuk melihat kemungkinan tersebut.

4.1.2. Variasi muka laut di Sibolga

Variasi muka laut di Sibolga ditampilkan pada gambar di bawah ini (Gambar 12), berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat perubahan muka laut (variasi muka laut) yang terjadi sepanjang tahun 2007. Variasi muka laut di Sibolga menunjukkan adanya pola periode tengah tahunan (semi annual) dimana tinggi muka laut mencapai dua kali maksimum dan dua kali minimum. Tinggi muka laut di Sibolga mengalami tinggi maksimum pada periode bulan April hingga bulan Mei (musim peralihan 1) dan terjadi kembali tinggi maksimum pada bulan November (musim peralihan 2).

Waktu (bulan)

Gambar 12. Variasi muka laut di Stasiun Sibolga dari bulan Januari 2007 sampai dengan Desember 2007 dengan analisis wavelet 1-D

Terjadinya tinggi maksimum pada musim peralihan 1 dan musim peralihan 2 di Sibolga diperkirakan disebabkan oleh adanya gelombang Kelvin. Menurut (Wyrtki, 1973) gelombang Kelvin dibangkitkan oleh westerly wind burst di barat ekuatorial Samudera Hindia pada bulan April – Mei dan Oktober – November. Hal yang sama mengenai gelombang Kelvin juga dikemukakan oleh Sprintall et

al. (2000) yang menyatakan bahwa Gelombang Kelvin terbentuk akibat gangguan

yang berasal dari Samudera Hindia. Gangguan tersebut berupa angin baratan (westerly wind burst) yang bertiup di bagian barat ekuator Samudera Hindia sekitar April-Mei dan Oktober-November menghasilkan Coastally Trapped

Kelvin Wave. Gelombang ini menjalar di ekuator lalu menabrak Pulau Sumatera

dalam waktu sekitar sebulan kemudian terpecah ke utara dan selatan.

Karakteristik gelombang di utara ekuator menjalar di kiri daratan sedangkan di selatan ekuator menjalar di sebelah kanan daratan.

Menurut pengamatan yang dilakukan oleh Wyrtki (1973), Creswell dan Fieux (1981), maupun Quadfasel (1982) in Pariwono (1993) menjelaskan bahwa pada musim peralihan ini terjadi arus deras (jet stream) di daerah khatulistiwa dari lautan Hindia bagian tengah yang mengalir dari barat ke timur. Akibat arus deras ini muka laut di pantai Sumatera bagian barat meninggi.

4.1.3. Variasi muka laut di Padang

Pola variasi muka laut di Padang dapat diamati pada Gambar 13, dari gambar ini dapat dilihat perubahan muka laut di Padang sepanjang tahun 2007. Pola variasi muka laut di Padang hampir sama dengan variasi muka laut yang terjadi di Sibolga yaitu menunjukkan adanya pola semi annual (periode tengah tahunan) dimana tinggi muka laut mengalami dua kali maksimum dan dua kali

minimum dalam periode satu tahun. Tinggi muka laut maksimum di Padang juga terjadi pada bulan April hingga Mei dan terjadi lagi pada bulan November. Hal ini terjadi diduga karena adanya pengaruh dari gelombang Kelvin.

Waktu (bulan)

Gambar 13. Variasi muka laut di Stasiun Padang dari bulan Januari 2007 sampai dengan Desember 2007 dengan analisis wavelet 1-D

Adanya kesamaan pola variasi muka laut di Padang dan Sibolga atau dengan kata lain terjadinya perubahan muka laut di Padang juga akan ditemui di Sibolga, hal ini terjadi dikarenakan Stasiun Padang dan Sibolga berseberangan pada garis khatulistiwa.

4.1.4. Variasi muka laut di Cilacap

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa data yang ada di Cilacap tidak sampai satu tahun dikarenakan pada stasiun Cilacap terdapat gap (sela), sehingga analisis variasi muka laut di Cilacap dimulai pada bulan Maret 2007 hingga Desember 2007. Pola variasi muka laut dapat dilihat pada Gambar 14.

Stasiun Cilacap terletak di Pantai Selatan Jawa, dimana diasumsikan bahwa penjalaran gelombang Kelvin akan mengenai perairan selatan Jawa maka stasiun ini masih akan dipengaruhi oleh gelombang Kelvin. Hal ini dapat dilihat dari gambar variasi muka laut yang terjadi di Cilacap, stasiun ini mengalami dua kali puncak maksimum dari tinggi muka laut yaitu terjadi pada bulan April hingga Mei dan terjadi lagi pada bulan November. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa gelombang Kelvin ini akan merambat sepanjang pantai Sumatera dari Padang ke arah selatan yang kemudian akan berbelok ke timur dengan merambat sepanjang pantai selatan Jawa, sehingga akan melewati stasiun Cilacap.

Waktu (bulan)

Gambar 14. Variasi Muka Laut di Stasiun Cilacap dari bulan Maret 2007 sampai dengan Desember 2007 dengan analisis wavelet 1-D

Pada stasiun Cilacap tidak begitu jelas pola semi annual dari variasi muka lautnya dikarenakan data yang dikaji kurang dari satu tahun, tetapi dapat dilihat

pada gambar variasi muka lautnya (Gambar 14) bahwa terjadi dua kali puncak maksimum dari tinggi muka laut di Cilacap.

4.1.5. Variasi muka laut di Benoa

Berdasarkan Gambar pola variasi muka laut di stasiun Benoa (Gambar 15) dapat dilihat mengenai variasi muka laut yang terjadi pada sepanjang tahun 2007. Stasiun Benoa yang terletak di selatan perairan Bali diperkirakan masih akan dipengaruhi oleh perambatan gelombang Kelvin, yang sebelumnya gelombang Kelvin ini merambat melewati pantai selatan Jawa kemudian ke perairan selatan Bali. Ini dapat dilihat pada Gambar pola variasi muka laut di stasiun Benoa mengalami peninggian muka laut pada bulan Februari, kemudian terjadi lagi pada bulan April hingga Mei serta pada bulan November. Peninggian muka laut yang terjadi pada bulan April hingga Mei yang merupakan musim peralihan 1 dan bulan November yang merupakan musim peralihan 2, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Sprintall et al. (2000), sehingga diperkirakan terjadinya peninggian muka laut di Benoa dipengaruhi oleh

Waktu (bulan)

Gambar 15.Variasi Muka Laut di Stasiun Benoa dari bulan Januari 2007 sampai dengan Desember 2007 dengan analisis wavelet 1-D

Dokumen terkait