• Tidak ada hasil yang ditemukan

Variasi nilai koefisien perpindahan kalor

BAB IV. METODE PENELITIAN

5.2. Pembahasan

5.2.1. Variasi nilai koefisien perpindahan kalor

Laju Perpindahan Kalor Sirip Aluminium Saat 4 Detik Pertama dengan Kondisi h2 =10W/m2oC, Tb=Ti=200oC, Tf luida=50oC

0 100 200 300 400 0 1 2 3 Waktu, detik Laj u A lir an K al or , W 4 h1=1000 h1=2000 h1=3000 h1=4000 h1=5000

Gambar 5.44 Laju Perpindahan Kalor Sirip Aluminium dengan h1 divariasi dan h2 tetap

Efektivitas Sirip Aluminium Saat 4 Detik Pertama dengan Kondisi h2 =10W/m2oC, Tb=Ti=200oC, Tf luida=50oC

2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 0 1 2 3 Waktu, detik E fe k tiv ita s 4 h1=1000 h1=2000 h1=3000 h1=4000 h1=5000

Gambar 5.45 Efektivitas Sirip Aluminium dengan h1 divariasi dan h2 tetap

Pada perhitungan dengan variasi nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h1 digunakan sirip dari bahan Aluminium dengan nilai perpindahan kalor konveksi h2 yang tetap sebesar 10 W/m2oC. Hasil perhitungan laju aliran

kalor yang ditampilkan oleh Gambar 5.44 di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h1 maka laju aliran kalor semakin besar. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa jika nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h diperbesar maka laju perpindahan kalor yang dilepas oleh benda juga menjadi semakin besar dan menyebabkan benda semakin cepat menyesuaikan dengan kondisi lingkungan (fluida). Dengan kata lain benda semakin cepat mencapai keadaan tunak.

Namun demikian Gambar 5.45 menunjukkan bahwa efektivitas sirip justru menurun jika nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h1 semakin besar. Hal ini terjadi karena banyaknya kalor yang dilepas oleh sirip ke lingkungan menyebabkan perbedaan suhu (∆T) antara sirip dengan lingkungan semakin kecil.

5.2.2. Variasi nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h2)

Laju Perpindahan Kalor Sirip Aluminium Saat 4 Detik Pertama dengan Kondisi h1 =1000W/m2oC, Tb=Ti=200oC, Tf luida=50oC

60 65 70 75 80 85 90 0 1 2 3 4 Waktu, detik Laj u A lir an K al or , W h2=100 h2=200 h2=300 h2=400 h2=500

Gambar 5.46 Laju Perpindahan Kalor Sirip Aluminium dengan h2 divariasi dan h1 tetap

Efektivitas Sirip Aluminium Saat 4 Detik Pertama dengan Kondisi h1 =1000W/m2oC, Tb=Ti=200oC, Tf luida=50oC

4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 0 1 2 3 Waktu, detik E fe k tiv ita s 4 h2=100 h2=200 h2=300 h2=400 h2=500

Gambar 5.47 Efektivitas Sirip Aluminium dengan h2 divariasi dan h1 tetap

Pada perhitungan dengan variasi nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h2 digunakan sirip dari bahan Aluminium dengan nilai perpindahan kalor konveksi h1 yang tetap sebesar 1000 W/m2oC. Gambar 5.46 menunjukkan hasil perhitungan laju aliran kalor yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h2 atau dengan kata lain semakin besar nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h2 semakin cepat benda mencapai keadaan tunak.

Hasil perhitungan efektivitas yang ditampilkan dalam Gambar 5.47 menunjukkan bahwa efektivitas sirip meningkat seiring bertambahnya nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h2. Hal ini terjadi karena dengan semakin tinggi laju aliran udara yang dilewatkan ke dalam rongga sirip (nilai h2 semakin tinggi) kalor yang dilepaskan sirip dan terkumpul di dalam rongga dapat lebih cepat dilepaskan ke lingkungan luar sehingga perbedaan suhu (∆T) antara sirip dengan fluida di dalam rongga tidak menjadi semakin kecil.

5.2.3. Variasi nilai koefisien perpindahan kalor konveksi (h1 dan h2) dengan nilai yang sama

Laju Perpindahan Kalor Sirip Aluminium Saat 4 Detik Pertama dengan Kondisi Tb=Ti=200oC, Tf luida=50oC

0 20 40 60 80 100 0 1 2 3 Waktu, detik Laj u A lir an K al or , W 4 h1=h2=300 h1=h2=400 h1=h2=500 h1=h2=600 h1=h2=700

Gambar 5.48 Laju Aliran Kalor Sirip Aluminium dengan variasi h1 = h2

Efektivitas Sirip Aluminium Saat 4 Detik Pertama dengan Kondisi Tb=Ti=200oC, Tf luida=50oC

6.00 6.25 6.50 6.75 7.00 7.25 0 1 2 3 Waktu, detik E fek tiv ita s 4 h1=h2=300 h1=h2=400 h1=h2=500 h1=h2=600 h1=h2=700

Gambar 5.49 Efektivitas Sirip Aluminium dengan variasi h1 = h2

Pada perhitungan dengan variasi nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h2 digunakan sirip dari bahan Aluminium. Hasil perhitungan laju aliran kalor ditampilkan oleh Gambar 5.47 dan menunjukkan bahwa laju aliran kalor meningkat seiring bertambahnya nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h1

dan h2. Hasil perhitungan efektivitas ditunjukkan pada Gambar 5.49 dan tampak bahwa efektivitas sirip justru menurun seiring dengan meningkatnya nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h1 tersebut. Hal ini terjadi karena banyaknya kalor yang dilepas oleh sirip ke lingkungan menyebabkan perbedaan suhu (∆T) antara sirip dengan lingkungan semakin kecil.

5.2.4. Variasi bahan

Laju Perpindahan Kalor Sirip Aluminium Saat 4 Detik Pertama dengan Kondisi h1 =1000W/m2oC, h2=100W/m2oC, Tb=Ti=200oC, Tf luida=50oC 50 55 60 65 70 75 0 1 2 3 Waktu, detik Laj u A lir an K al or , W 4

Aluminium Tembaga Baja Perak Kuningan Besi

Gambar 5.50 Laju Aliran Kalor Sirip dengan variasi bahan

Efektivitas Sirip Aluminium Saat 4 Detik Pertama dengan Kondisi h1 =1000W/m2oC, h2=100W/m2oC, Tb=Ti=200oC, Tf luida=50oC 3 3.5 4 4.5 5 5.5 0 1 2 3 4 Waktu, detik E fek tiv ita s

Aluminium Tembaga Baja Perak Kuningan Besi

Pada perhitungan ini digunakan 6 macam bahan yang berbeda dengan menggunakan nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h1 = 1000 W/m2oC dan h2 = 100 W/m2oC. Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui bahan yang memiliki laju aliran kalor dan efektivitas paling baik.

Besar laju aliran kalor suatu bahan sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat yang dimiliki bahan tersebut yakni nilai konduktivitas termal (k), kalor jenis (Cp) dan massa jenis (ρ). Dari Gambar 5.50 dan 5.51 dapat dilihat bahwa bahan yang memiliki laju aliran kalor dan efektivitas yang baik berturut-turut adalah perak, tembaga, baja, aluminium, kuningan dan besi.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil perhitungan dan pembahsan yang telah dilakukan selama penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

a. Pembuatan program dengan metode beda hingga cara eksplisit untuk menghitung laju aliran kalor dan efektivitas sirip tiga dimensi pada keadaan tak tunak dapat diselesaikan dengan baik.

b. Semakin besar nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h1 maka laju perpindahan kalor yang dilepas oleh sirip semakin besar sedangkan efektivitasnya menurun. Untuk sirip Aluminium saat t = 4 detik pada kondisi h2= 10 W/m2oC, Tb = Ti = 200oC dan Tfluida = 50oC jika nilai h1 berturut-turut sebesar 1000 W/m2oC, 2000 W/m2oC, 3000 W/m2oC, 4000 W/m2oC, 5000 W/m2oC dihasilkan laju aliran kalor berturut-turut sebesar 62,2 W; 112,5 W; 154,9 W; 191,9 W; 224,7 W dan nilai efektivitasnya berturut-turut sebesar 4,1; 3,7; 3,4; 3,2; 2,9.

c. Semakin besar nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h2 maka laju aliran kalor dan efektivitas sirip meningkat. Untuk sirip Aluminium saat t = 4 detik pada kondisi h1= 1000 W/m2oC, Tb = Ti = 200oC dan Tfluida = 50oC jika nilai h2 berturut-turut sebesar 100 W/m2oC, 200 W/m2oC, 300 W/m2oC, 400 W/m2oC, 500 W/m2oC dihasilkan laju aliran kalor

berturut-turut sebesar 64,7 W; 67,6 W; 70,4 W; 73,1 W; 75,9 W dan nilai efektivitasnya berturut-turut sebesar 4,3; 4,5; 4,7; 4,9; 5,1.

d. Semakin besar nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h1=h2 maka laju aliran kalor meningkat sedangkan efektifitas sirip menurun. Untuk sirip Aluminium saat t = 4 detik pada kondisi Tb = Ti = 200oC dan Tfluida = 50oC jika nilai h1=h2 berturut-turut sebesar 300 W/m2oC, 400 W/m2oC, 500 W/m2oC, 600 W/m2oC, 700 W/m2oC dihasilkan laju aliran kalor berturut-turut sebesar 29,9 W; 39,3 W; 48,2 W; 56,9 W; 65,4 W dan nilai efektivitasnya berturut-turut sebesar 6,7; 6,5; 6,4; 6,3; 6,2.

e. Laju perpindahan kalor dan efektivitas sirip keadaan tak tunak dipengaruhi oleh sifat bahan sirip. Pada penelitian ini bahan yang memiliki laju aliran kalor dan efektivitas yang baik berturut-turut adalah perak, tembaga, baja, aluminium, kuningan dan besi.

6.2. Saran

Beberapa saran yang perlu dikemukakan lebih lanjut adalah :

a. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat maka jarak antar node (∆x) perlu diperkecil. Namun hal ini akan menyebabkan ∆t menjadi sangat kecil sehingga penyelesaiannya membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk membantu pengerjaan yang lebih cepat dapat digunakan peralatan Komputer dengan kapasitas memori (RAM) yang cukup besar.

b. Objek penelitian dapat dikembangkan dengan mempergunakan sifat-sifat bahan yang berubah terhadap suhu.

Holman, J.P., 1995, Perpindahan Kalor, Erlangga, Jakarta.

Kreith, F. & Arko Prijono, 1991, Prinsip-prinsip Perpindahan Panas, Erlangga, Jakarta

Purwadi, PK., 2007, Panduan Praktikum Perpindahan Kalor, USD, Yogyakarta Purwadi, PK., 2005, Perpindahan Kalor II, USD, Yogyakarta

Dokumen terkait