2.1. Pupuk Organik Granul
Pupuk organik granul adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) berbentuk bulatan dengan ukuran 3 [mm],4 [mm],5 [mm]. Pupuk organik granul umumnya memiliki kepadatan tertentu sehingga tidak mudah diterbangkan angin dan hanyut terbawa air. Bahan yang terkandung pada pupuk organik granul berupa pupuk kandang. Pupuk kandang adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak. Pupuk kandang adalah bahan baku utama pembuatan pupuk organik granul. Kualitas pupuk organik mempengaruhi kualitas pupuk yang digunakan. Pupuk kandang berupa penguraian materi organik, seperti sisa makanan, kotoran ternak, limbah ikan. Proses penguraian menjadi bentuk yang lebih sederhana ini dilakukan secara biologis dengan bantuan mikroorganisme seperti bakteri, fungi, dan aktinomicetes. Proses penguraian memerlukan kondisi yang optimal seperti ketersediaan nutrisi yang memadai, udara yang cukup, dan kelembaban yang tepat. Semakin sesuai kondisi lingkungannya, maka semakin cepat proses penguraiannya dan semakin tinggi pula mutu kandangnya.
Oleh karena itu, tim rancang bangun menggunakan pupuk kandang sebagai bahan granul. Dalam dunia pupuk kandang, dikenal istilah pupuk panas dan pupuk dingin. Pupuk panas adalah pupuk kandang yang proses penguraiannya berlangsung cepat sehingga terbentuk panas. Pupuk dingin terjadi sebaliknya, proses penguraiannya berlangsung lebih lama dan tidak menimbulkan panas. Ciri-ciri pupuk kandang yang baik dapat dilihat secara fisik atau kimiawi. Ciri fisiknya yaitu berwarna cokelat kehitaman, cukup kering, tidak menggumpal, dan tidak berbau menyengat. Ciri kimiawinya adalah bahan pembentuknya sudah tidak terlihat dan temperaturnya relatif stabil. Jika dibandingkan pupuk organik granul dengan pupuk kandang berbentuk curah dari daya serapnya pupuk organik granul lebih lama habisnya daripada pupuk kandang berbentuk curah.
8 2.2. Cara Membuat Pupuk Granul
Pupuk organik bisa dibuat dalam bermacam-macam bentuk. Bisa dibuat curah, tablet, pelet, briket, atau granul. Pemilihan bentuk ini tergantung pada penggunaan, biaya, dan aspek-aspek pemasaran lainnya. Salah satu bentuk yang banyak dipakai adalah granul. Membuat pupuk granul sebenarnya tidak terlalu sulit. Secara garis besar pupuk granul dapat dibuat dengan cara seperti di bawah ini :
a. Pengeringan Bahan
b. Penggilingan dan Pengayakan
c. Penambahan Bahan-Bahan Lain
d. Granulasi
e. Pengemasan
Proses pembentukan pupuk organik menjadi butiran-butiran pupuk/granul yaitu dengan proses granulasi.
2.3. Proses Granulasi
Pupuk kandang dimasukkan ke dalam piringan granulator. Pengisian pupuk ke dalam piringan granulator dilakukan secara bertahap dengan menggunakan sekop atau menumpahkannya dari dalam karung. Sebaiknya, proses ini dilakukan dalam keadaan piringan berotasi sehingga pupuk dapat langsung bergerak mengikuti perputaran piringan.
Selama proses granulasi berlangsung, semprotkan larutan molase 5%. Sebaiknya, penyemprotan dilakukan secara merata dan sedikit demi sedikit agar pupuk tidak menggumpal. Pupuk yang saling merekat akan berputar mengikuti gerakan piringan. Gerakan perputaran ini akan menyebabkan terbentuknya butiran-butiran granul yang semakin besar. Karena itu, perlu dilakukan pengadukan untuk mencegah terbentuknya butiran berukuran lebih dari 5 [mm] yang terakumulasi di bagian bawah piringan. Pengadukan juga berfungsi untuk mencegah terbentuknya kerak pada dinding piringan.
9 2.4. Bagian Utama Mesin
Mesin pembuat pupuk organik granul ini terdiri dari berbagai macam komponen, sebagai berikut:
a. Motor AC
Gambar 2.1 Motor Listrik
Motor AC 1 fasa dengan arah putaran searah jarum jam yang berfungsi sebagai penggerak utama, menyalurkan putaran ke reducer, poros, dan memutarkan pan mempunyai spesifikasi daya 1 [Hp], putaran motor 2800 [rpm], dengan voltage 220 [volt].
b. Reducer
Gambar 2.2 Reducer
Reducer berfungsi untuk menurunkan putaran motor dengan perbandingan putaran yang digunakan adalah 1 : 30.
c. Rangka Mesin
10
Rangka mesin berfungsi untuk menopang semua komponen mesin. Terdiri dari : rangka atas dengan dimensi 850 [mm] x 700 [mm] x 750 [mm] dan bawah berdimensi 800 [mm] x 900 [mm] x 760 [mm], rangka bawah menopang rangka atas dengan bantuan poros dan pillow block yang terpasang pada rangka bawah, rangka atas menopang motor AC, reducer, pillow block, poros, pan, dan sprayer.
d. Pan
Gambar 2.4 Pan
Pan berfungsi untuk menampung pupuk yang akan dibentuk menjadi pupuk granul dengan cara diputar. Pan mempunyai dimensi ø 1000 [mm] x 150 [mm].
e. Poros
Gambar 2.5 Poros
Poros terdiri dari: poros pada rangka bawah yang berfungsi sebagai penghubung ke rangka atas, poros yang sesumbu dengan pan berfungsi sebagai penghantar daya dari roda gigi yang ditransmisikan ke pan. Poros pada rangka bawah berdimensi ø38 [mm] x 800 [mm], poros yang sesumbu dengan pan berdimensi ø48 [mm] x 1000 [mm].
11 f. Roda gigi
Gambar 2.6 Roda Gigi
Roda gigi lurus berfungsi sebagai penerus daya antara reducer ke poros pan. Roda gigi dari reducer berdimensi ø115 [mm] dengan modul 2, roda gigi dari poros pan berdimensi ø380 [mm] dengan modul 2.
g. Pillow Block
Gambar 2.7Pillow Block
Berfungsi sebagai rumah bantalan (bearing) poros untuk menahan beban dari poros. Terdapat 4 pillow block, 2 dipasang di rangka bawah untuk rumah bantalan poros penghubung ke rangka atas jenis pillow block 205, 2 dipasang di rangka atas untuk rumah bantalan poros yang sesumbu dengan pan jenis pillow blosk 206.
h. ’V’ Belt
Gambar 2.8 V-Belt
’V’ Belt berfungsi sebagai penerus daya antara puli motor listrik ke puli
reducer. Terdapat 1 v belt yang menghubungkan dari puli motor listrik ke puli reducer.
12 i. Puli
Gambar 2.9 Puli
Puliberfungsi sebagai penerus daya dari motor listrik ke reducer. Terdapat 2 puli, puli di motor listrik dan puli di reducer.
j. Batang Sudut
Gambar 2.10 Batang Sudut Berfungsi untuk mengatur sudut kemiringan pan.
2.5 Perhitungan Massa Pupuk Organik Granul Setiap Sekali Proses Penggranulan
Target produksi tiap hari =
Target produksi tiap jam =
2.6 Perhitungan Perbandingan Transmisi Putaran 1 2 2 1 d d n n (Sularso, 2008)
Dengan : n1 = putaran poros pertama (rpm) n2 = Putaran poros kedua (rpm) d1 = diameter puli penggerak (mm)
13
2.7 Perhitungan Vaya Motor untuk Menggerakan Pan atau Piringan
Kecepatan sudut yang terjadi pada pan atau piringan ( ) menurut (R.S. Khurmi, 2005) dapat dihitung dengan rumus :
ω= .π. Keterangan :
ω = Kecepatan sudut [rad/s]
n = Putaran [rpm]
Torsi yang digunakan untuk menggerakan poros dapat dihitung menggunakan rumus :
T = ω ( R.S. Khurmi, 2005) T = F . r
Keterangan :
ω : Kecepatan sudut [rad/s] n : Putaran [rpm ]
Daya yang digunakan untuk menggerakan poros (P) menurut ( R.S. Khurmi, 2005) dapat dihitung menggunakan rumus :
P = T.ω
Keterangan :
T : Torsi [ Nm ]
Pd : Daya rencana [Nm/s] ω : Kecepatan sudut [rad/s]
2.8 Perhitungan Gaya Sentrifugal Pan atau Piringan
Fc = m.v2 (Sularso, 2008) Keterangan :
Fc = Gaya Sentrifugal [N] m = Massa pan [kg] v = Kecepatan Pan [m/s]
14 2.9 Perhitungan sabuk
Untuk mentransmisikan daya dengan jarak poros yang relatif jauh digunakan sabuk. Sabuk yang digunakan dalam perencanaan ini adalah sabuk V tipe A berdasarkan atas daya yang ditransmisikan 1 [Hp] dan putaran 2800 [rpm].
Alasan pemilihan transmis sabuk-V dengan tipe A adalah : a. Alasan pemilihan sabuk jenis V :
- Mampu bekerja dengan halus dan tidak bersuara berisik jika dibanding dengan transmisi roda gigi maupun transmisi rantai
- Mudah didapatkan dipasaran
- Harga murah
- Memiliki gaya gesek yang besar karena pangaruh bentuk puli sehingga tidak
mudah selip. (Sularso, 2008)
- Menghasilkan transmisi daya yang besar pada tegangan yang relative rendah.
(Sularso,2008)
b. Alasan pemilihan sabuk tipe A :
- Putaran puli kurang dari 6000 (rpm)
2.9.1 Perhitungan Luas Penampang Sabuk ( )
A = (l . t ) − 2( . t . l ) (R.S. Khurmi, 2005) Keterangan :
A = luas penampang sabuk [mm²]
l = lebar sabuk [mm]
t = tinggi sabuk [mm]
l = selisih tinggi dengan lebar puli [mm]
2.9.2 Perhitungan Kecepatan Linier Sabuk
= . .. [m/s] (Sularso,2008)
Dengan : v = kecepatan sabuk [m/s]
15
n1 = putaran motor listrik [rpm]
2.9.3 Perhitungan panjang sabuk
= 2 + + + ( − ) (R.S. Khurmi, 2005) Keterangan :
L = Panjang keliling sabuk [mm]
Dp = Diameter puli penggerak [mm]
dp = Diameter puli yang digerakkan [mm]
X = Jarak sumbu poros [mm]
2.9.4 Perhitungan Sudut Kontak Sabuk
Sin α = ( ) (R.S. Khurmi, 2005) θ = (180 – 2. α ) [0] . π ° [rad]
Keterangan :
α = Sudut yang mempengaruhi sudut kontak [0]
r2 = Jari – jari puli besar [mm]
r1 = Jari – jari puli kecil [mm]
θ = Sudut kontak [0]
2.9.5Perhitungan Gaya Tegang Sabuk
Koefisien antara sabuk dan puli (µ) :
µ = 0,54 − ( ,, ) (R.S. Khurmi, 2005) 2,3 log = .µ
P = ( F1 – F2 ) . v Keterangan :
P = Kapasitas daya satu sabuk [Watt]
F1 = Gaya tegang sabuk sisi tegang [N]
F2 = Gaya tegang sabuk sisi kendor [N]
16 2.10 Perhitungan Poros
t = ( Sularso, 2008) Keterangan :
t = tegangan geser [N/mm2]
Ft = gaya tangensial pasak [N]
A = luas penampang [mm2] 2.11 Perhitungan Puli Beban total (W) : W = m . g ( Sularso, 2008) Keterangan : m = Massa puli [kg] g = Percepatan grafitasi [m/s2] W = Beban puli [kg m/s2] Daya yang dibutuhkan oleh puli :
P = W . vp . jumlah puli Keterangan :
P = Daya puli [watt] vp = Kecepatan puli [m/s2] W = Beban puli [kg m/s2] 2.12 Perhitungan Bantalan 2.12.1 Tekanan Bantalan p = . (Sularso ,2008) Keterangan :
p = Tekanan yang diterima bantalan [N/mm2]
W = Beban yang diterima bantalan [N] l = Panjang bantalan [mm]
17 2.12.2 Umur Bantalan
Pengertian umur bantalan gelinding menurut (Stolk-Kros,1986) yaitu sebuah bantalan gelinding didefinisikan laju putaran L (atau jumlah jam kerja Lh
pada jumlah perputaran konstan ) yang dijalani oleh bantalan sebelum terjadi gejala kelelahan bahan pada satu elemen gelindingnya.
L = [ ]k x 106
Dimana :
L = Umur bantalan [putaran] C = Beban gerak dasar [N] W= Beban gerak equivalent [N] k = Koefisien ball bearing
2.13 Perhitungan Pasak
Gaya tangensial pada pasak (Ft) :
Ft = (Sularso, 2008 )
Keterangan :
Ft = Gaya tangensial pasak [N] T = Torsi pada poros [Nmm] d = Diameter Poros [mm] Tegangan geser pada pasak ( ) :
τ = . (Sularso, 2008)
Keterangan :
= tegangan geser [N/mm2]
Ft = gaya tangensial pasak [N]
b = lebar pasak [mm] l = panjang pasak [mm] Tegangan geser yang diizinkan( ) :
τ = τ
18
Keterangan :
Harga untuk pasak Sf1 : 6 , Sf2 : 3 (Sularso,2008)
Sf1 = faktor keamanan untuk pengaruh massa.
Sf2= faktor keamanan untuk pengaruh kekasaran dan alur pasak
τ ≥ . (Sularso, 2008 )
τ ≥ τ
Tekanan permukaan yang terjadi pada pasak (Ps) :
Ps = .( ) (Sularso, 2008)
Keterangan :
Ft = gaya tangensial pada pasak [N] l = panjang pasak [mm]
t1 = kedalaman alur pasak pada poros [mm] t2 = kedalaman alur pasak pada puli [mm]
2.14 Perhitungan Kekuatan Sambungan Las
Konstruksi pembuatan pupuk granul menggunakan sambungan las sudut. Menurut (Rilles M.Wattimena 2008) las sudut adalah logam tambahan harus ditambahkan pada sudut tegak lurus antara bagian-bagian yang hendak dilas,sebagai alat penyambung permanen dari bagian mesin , pengelasan merupakan sambungan
yang lebih kuat dan ringan dibandingkan dengan sambungan keling .Gaya ( ) yang
mampu di tahan oleh sambungan las sudut ini sebagai berikut .
=√ . Dimana :
L : lebar yang hendak dilas [mm] t : tebal benda kerja [mm]
19 2.15 Perhitungan Baut
t = (Khurmi,2005)
g = 0,8 x t
Dimana : t : Tegangan tarik ijin [N/mm2] t : Tegangan tarik [N/mm2]
g : Tegangan geser ijin [N/mm2] v : Faktor keamanan
2.15.1 Perhitungan Baut pada Poros Rangka
Beban yang diterima pada poros rangka adalah
F =
Diameter minimal baut yang digunakan
g ≥ . 2 ...(Sularso.2008)
Dimana : g = Tegangan geser yang diijinkan [N/mm2]
F = Gaya yang diterima tiap baut [N]
d = Diameter baut yang digunakan [mm]
2.15.2 Perhitungan Baut pada Poros Pan
Beban yang diterima pada poros pan adalah
F =
Diameter minimal baut yang digunakan
g ≥ . 2 ...(Sularso.2008)
Dimana : g = Tegangan geser yang diijinkan [N/mm2]
F = Gaya yang diterima tiap baut [N]
20