• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Verifikasi Kualitatif-Kuantitatif Kandungan Senyawa

Densitometri

Verifikasi kualitatif-kuantitatif kandungan senyawa EGCG dilakukan oleh Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada. Identifikasi kualitatif EGCG dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) sesuai prosedur kerja dari LPPT UGM Yogyakarta. Prinsip KLT adalah pemisahan senyawa campuran berdasarkan perbedaan polaritas antara fase diam dan fase gerak. Volume penotolan sampel yang ditotolkan adalah 10 µL sedangkan standar adalah sebesar 4 µL. Sampel ditotolkan lebih banyak karena kadar EGCG dalam ekstrak tersebut belum diketahui dan dikhawatirkan jumlah EGCG dalam ekstrak terlalu sedikit maka digunakan volume penotolan yang lebih banyak daripada standar. Hasil perambatan yang didapatkan diidentifikasi kualitatif dengan menggunakan sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm. Jika dilihat secara visual bercak tidak menunjukkan warna apapun. Namun ketika dideteksi kualitatif pada sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm, didapatkan warna sampel dan standar adalah warna redam/ gelap. Dari hasil pengamatan, didapatkan Rf sampel yang setara dengan standar, yaitu 0,60.

Identifikasi kuantitatif EGCG dilakukan dengan menggunakan KLT Densitometri. Prinsip KLT Densitometri adalah pengukuran kadar senyawa berdasarkan kepekatan atau dense dengan melihat luas area di bawah kurva dari kurva densitometri yang didapatkan dari alat KLT Densitometri. Standar EGCG diencerkan menjadi beberapa konsentrasi (Tabel II):

Tabel II. Pengenceran standar EGCG Konsentrasi

Standar EGCG (µg)

Volume Stok Standar EGCG (µL) Volume Pelarut (µL) 0,5 125 875 1,0 250 750 2,0 500 500 µg 1000 0

Masing-masing konsentrasi standar EGCG tersebut kemudian dihitung luas area di bawah kurva / Area Under Curve (AUC) untuk mendapatkan hasil regresi linearnya. Profil kromatogram (Lampiran 6) yang terbentuk kemudian dihitung regresinya (Lampiran 5). Regresi yang telah didapatkan digunakan untuk menghitung kadar EGCG dalam sampel dengan melihat AUC sampel (Tabel III):

Tabel III. Kadar epigallo catechine-3-gallate

Sampel Konsentrasi sampel (µg/mL) Jumlah penotolan sampel (µg) AUC EGCG dalam sampel (µg) Kadar EGCG (%) Ekstrak 11,18 111,8 73309.8 1,43153 1,28

E. Uji Kemurnian dan Identifikasi Bakteri Uji

Uji kemurnian dan identifikasi bakteri uji bertujuan untuk memastikan bahwa kultur bakteri yang digunakan merupakan kultur murni S.mutans dan bukan kultur campuran sehingga dapat meminimalkan variabel pengacau dan meningkatkan validitas hasil zona hambat yang didapatkan. Uji kemurnian dilakukan dengan mereisolasi kultur bakteri uji ke dalam media cawan NA dengan metode streak plate beberapa kali untuk mendapatkan koloni terpisah. Koloni terpisah tersebut selanjutnya diuji identifikasi. Menurut Holt, dkk. (2000), uji identifikasi ini dilakukan dengan menggunakan beberapa metode pengujian,

yaitu pengecatan Gram, uji katalase, uji oksidasi-fermentasi (OF), uji Methyl Red

(MR), uji Voges-Proskaeur (VP), dan uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA).

Sebelum dilakukan pengecatan, bakteri dioleskan dahulu pada gelas obyek lalu ditetesi aquadest dan difiksasi dengan melewatkan gelas obyek tersebut di atas bunsen hingga bakteri kering. Fiksasi bertujuan untuk mematikan bakteri tanpa mengubah bentuk dan struktur bakteri, melekatkan bakteri di atas gelas benda, mencegah mengkerutnya globula-globula protein sel, membuat sel bakteri menjadi kaku sehingga ketika diamati dengan mikroskop bakteri dapat terlihat dengan mudah. Pengecatan Gram bertujuan untuk memberi kekontrasan warna pada sel sehingga dapat mengetahui jenis Gram bakteri uji. Pengecatan ini merupakan pengecatan positif karena dilakukan dengan mewarnai bakteri dengan berbagai cat. Zat warna atau cat yang digunakan adalah Gram A (Kristal violet), Gram B (Larutan iodium), Gram C (Alkohol 96%), dan Gram D (Safranin). Kristal violet merupakan zat pewarna utama yang akan memberikan warna ungu pada sel bakteri Gram positif. Larutan iodium berfungsi sebagai zat pewarna sekunder yang akan memperkuat zat warna utama. Alkohol 96% berfungsi sebagai zat peluntur dinding sel bakteri. Safranin berfungsi sebagai zat lawan yang akan mewarnai dinding sel bakteri Gram negatif dengan warna merah.

Bakteri Gram positif memiliki lapisan peptidoglikan yang jauh lebih tebal daripada dinding sel bakteri Gram negatif. Penambahan kristal violet dan iodium akan menyebabkan terbentuknya kompleks kristal violet iodium ribonukleat berwarna ungu yang berikatan kuat pada peptidoglikan. Ketika ditambahkan zat peluntur (alkohol 96%) bakteri akan mengalami dehidrasi yang

menyebabkan pori-pori mengkerut sehingga mempertahankan warna ungu, sedangkan lapisan peptidoglikan pada dinding sel bakteri Gram negatif sangat tipis sehingga ketika ditambahkan alkohol 96% peptidoglikan akan tereksitasi yang menyebabkan pori-pori melebar sehingga warna ungu memudar. Pengecatan Gram memiliki beberapa kelemahan, antara lain terbacanya bakteri Gram positif sebagai Gram negatif yang disebabkan karena adanya kerusakan pada dinding sel oleh fiksasi, pemberian pewarna dan pencucian alkohol yang berlebihan.

Hasil pengecatan Gram menunjukkan bahwa bakteri uji merupakan bakteri Gram positif (berwarna ungu), berbentuk bulat oval memanjang, berkoloni membentuk rantai, dan tidak berspora (Lampiran 8a). Hasil ini sesuai dengan karakteristik S.mutans yang ada dalam buku panduan determinasi bakteri (Holt,

dkk., 2000), sehingga dapat diambil kesimpulan sementara bahwa bakteri uji yang digunakan merupakan kultur murni S.mutans. Namun tetap diperlukan uji lanjutan untuk dapat menegaskan kesimpulan sementara tersebut.

Uji katalase bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri uji dalam menghasilkan enzim katalase yang mengkatalisis peruraian hidrogen peroksida menjadi O2 dan air. Hidrogen peroksida merupakan senyawa toksik yang dapat menginaktifkan enzim esensial di dalam sel sehingga keberadaannya dalam sel bakteri perlu diuraikan menjadi senyawa tidak berbahaya, yaitu air dan O2. Biasanya bakteri yang bersifat aerob dapat menghasilkan enzim katalase untuk menguraikan hidrogen peroksida yang ditandai dengan terbentuknya buih atau gelembung udara, sedangkan bakteri anaerob obligat tidak menghasilkan enzim

katalase sehingga tidak terbentuk gelembung. Hasil yang didapatkan adalah negatif, sesuai dengan buku panduan determinasi bakteri (Holt, dkk., 2000).

Uji O-F bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam memetabolisme karbohidrat secara oksidatif-fermentatif. Media yang digunakan adalah media O-F yang ditambah 1% dekstrosa. Pada uji O-F ini digunakan 2 tabung reaksi media O-F yang ditutup dan tidak ditutup parafin. Tujuan penutupan dengan parafin adalah supaya tidak terjadi kontak dengan udara luar dan menciptakan suasana anaerob dalam tabung. Secara teoritis bakteri yang bersifat aerob akan mengubah warna media O-F pada tabung reaksi yang tidak ditutup parafin dari hijau menjadi kuning tetapi tidak mengubah warna media O-F pada tabung reaksi yang ditutup parafin. Sedangkan bakteri anaerob ataupun anaerob fakultatif akan mengubah warna kedua media O-F baik yang ditutup atau tidak ditutup parafin dari hijau menjadi kuning. Perubahan media menjadi kuning disebabkan karena terbentuknya asam piruvat dari hasil metabolisme karbohidrat bakteri. Hasil yang didapatkan adalah pada kedua tabung media O-F terjadi perubahan warna dari hijau menjadi kuning. Hal tersebut membuktikan bahwa bakteri uji yang digunakan merupakan bakteri anaerob atau fakultatif anaerob, sesuai dengan karakteristik S.mutans dalam buku manual determinasi bakteri (Holt, dkk., 2000).

Uji methyl red digunakan untuk menentukan adanya fermentasi campuran. Beberapa bakteri memfermentasikan glukosa dan menghasilkan berbagai produk yang bersifat asam sehingga akan menurunkan pH media tumbuh. Penambahan indikator methyl red dapat menunjukkan perubahan pH

media menjadi asam karena indikator methyl red akan berwarna merah pada lingkungan dengan pH 4,4 dan berwarna kuning pada lingkungan dengan pH 6,2. Hasil yang didapatkan adalah terjadi perubahan warna media MR dari kuning menjadi merah. Hal ini membuktikan bahwa bakteri uji melakukan fermentasi dan menghasilkan produk asam.

Uji VP digunakan untuk mengidentifikasi mikroorganisme yang melakukan fermentasi karbohidrat menjadi 2,3-butanadiol. Penambahan 40% KOH dan 5% alfa naftol dapat menentukan adanya asetoin, suatu senyawa pemuka dalam sintesis 2,3-butanadiol. Jika dibandingkan kontrol yang berwarna hijau kehitaman, hasil perlakuan yang berwarna merah oranye menunjukkan bahwa bakteri uji memfermentasikan glukosa dan menghasilkan produk asam. Berdasarkan hasil berbagai uji identifikasi di atas dan dicocokkan dengan buku panduan determinasi bakteri (Holt, dkk., 2000) dapat disimpulkan bahwa bakteri uji yang digunakan benar merupakan S. mutans.

Dokumen terkait