• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN

4.1 Konstruksi Realitas dalam Tingkatan Pengiklan dan Pencipta Iklan. 46

4.1.2 Versi Pencipta Iklan

Informasi tentang penciptaan iklan rokok Sampoerna A Mild peneliti mulai dengan melakukan wawancara terhadap Teguh Handoko. Beliau adalah salah seorang tim perencanaan periklanan rokok Sampoerna A Mild. Menurutnya, proses terbentuknya

positioning suatu produk atau merek dalam periklanan merupakan bagian proses

Gambar 8. Proses perencanaan periklanan suatu produk

Berdasarkan Gambar 8, Teguh Handoko mengatakan bahwa ada dua (2) tahapan proses terbentuknya positioning dalam periklanan : yang pertama lebih rational proses dan kedua lebih magic proses. Rational proses maksudnya membikin iklan tidak semata-mata mengandalkan intuisi, tetapi ada juga satu hal yang dilakukan, yaitu harus mengetahui produknya, harus mengetahui target audiens dan yang lebih jauh lagi adalah harus mengetahui target audiens tersebut bukan hanya tentang gaya hidup, karakteristik demografis, psikografis dan segala macamnya. Jadi mengenal karakter target audiens lebih jauh. Ketika mengenal karakternya lebih jauh mendapatkan, maka diperoleh data dan informasi tentang target tersebut. Tetapi tidak semua data dan informasi dapat dipakai.

Dalam hal ini yang dipilih dan digunakan adalah yang benar-benar sebagai

insight dari target audiens. Consumer insight dilakukan untuk mendapatkan data

mendalam tentang sistem distribusi, competitor, target market. Melalui consumer insight ini pula akan didapat positioning yang tepat. Melalui insight tersebut didapatkan sesuatu yang benar-benar tidak pernah terpikirkan bahkan oleh target audiens sendiri tentang realitasnya atau sesuatu yang sudah pernah ada sebelumnya, tetapi dikemas dalam bentuk baru. Intinya adalah iklan harus memiliki ciri-ciri seperti suatu kado, maka harus

surprise. Jika memberi tahu sesuatu yang khalayak sudah mengetahuinya, maka tidak

akan diperhatikan orang. Jadi memang harus selalu ada yang baru. Brand Idea / Positioning Client and Agency Creative Idea Creative Execution

Bellow the Line Radio Print Billboard, etc Television Agency Creative Brief Client’s

Brief Marketing Strategy:

- Competitor - Positioning - Target Market - Communication Strategy Research Big Idea

Bagi biro iklan, positioning sangat diperlukan. Tapi saat ini susah membedakan

positioning produk dalam iklan karena kecenderungannya memiliki kesamaan.

Meskipun begitu tetap harus ada differ (perbedaan) yaitu unique, ownable dan

campaign. Sebagai kreator iklan harus selalu menunjukkan hal-hal yang baru, karena

tidak boleh mengulang sesuatu yang sudah pernah dilakukan. Hal tersebut tidak akan membuatnya menjadi briliant, dan yang penting adalah keunikan. Dalam hal ini selalu dicari sesuatu yang unik dari target audiens tersebut. Selain itu melakukan hal yang sama untuk analisis produk dan menemukan sesuatu yang unik.

Dalam positioning ada istilah unique selling proposition yang sebenarnya sebagai terminologi yang tepat. Namun banyak praktisi iklan melihatnya dari kebaikan-kebaikan produk dibandingkan dengan yang lain. Bila melihat kebaikan-kebaikan, maka belum tentu menang. Misalnya, hari ini iklan membicarakan yang paling baik, atau paling murah, besok sudah berubah lagi, atau hari ini bilang yang paling canggih, maka besok sudah berubah lagi. Kalau yang dicari keunikan, maka hal itu tidak akan mungkin dapat ditiru secepat itu oleh pihak lain. Dua (2) keunikan, yaitu target audiens dan produk kalau digabungkan, maka jadilah hal tersebut sebagai sebuah button atau garis besarnya. Dua (2) hal yang tidak berhubungan dijadikan satu, atau menghubungkan dua (2) hal yang tidak berhubungan, maka lahirlah big idea sebagai konsep besar yang belum ada nilai apapun, atau masih sebuah konsep besar.

Untuk menemukan big idea, dibutuhkan partner kreatif, karena ketika berpikir hal tersebut akan dimulai dari yang bersifat umum dan mengkerucut sampai sangat sempit hingga keluar big idea. Ketika tercipta big idea, maka hal tersebut diinginkan terbang setinggi-tingginya dan hidup dalam dunianya sendiri, maka diperlukan teman-teman kreatif. Sampai tahap ini, proses yang bersifat rational berakhir. Selanjutnya, bersama teman-teman kreatif memulai tahap yang disebut dengan proses magic, yaitu berpikir dari hal sempit menjadi lebih luas, dengan data sebagai patokannya. Jadi, dengan kunci big idea akan dibuat aplikasinya atau pengejawantahannya. Nantinya ide dapat bermacam-macam, terserah cara memandang idenya seperti apa, tetapi yang pasti, idenya sudah sangat jelas, karena ada big idea di belakangnya.

Berkaitan dengan pembentukan big idea rokok Sampoerna A Mild, Teguh Handoko mengatakan :

Dalam teori iklan, big idea itu tidak boleh lebih dari tiga (3) kata. Jadi semakin singkat dapat dirumuskan konsep-konsepnya, maka itu lebih baik. Contohnya seperti A Mild. Saya dulu pernah terlibat hampir tiga tahun. A Mild sejak

pertama kali didefinisikan brand-nya, maka target audiensnya 17-25 tahun (sudah punya karakter). Hal tersebut sesuai dengan hasil riset bertahun-tahun, yang namanya ’bukan basa basi’. ’Bukan Basa Basi’ adalah gambaran perilaku

target audiens yang selalu berkomentar atau menyuarakan sejujur-jujurnya hati

nuraninya ketika melihat situasi yang ada di dunia ini, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya. Hal itu didapatkan dari riset, bahwa memang karakter itu begitu tipe-nya, yaitu tidak mau anak-anak muda sekarang bilang ”sok jaim” (menutupi hal sebenarnya), atau ”itu basa basi”.

Iklan tersebut akhirnya selalu muncul dikaitkan dengan konteksnya. Misalnya, bila saat musim pemilihan umum, maka akan dimunculkan situasi Pemilihan Umum dalam kacamata audiens tersebut, yaitu hal yang paling sejujur-jujurnya yang dapat dilihat tentang pemilu, atau lainnya, seperti lebaran, puasa. Hal yang paling sejujur-jujurnya tentang suatu realitas dan tentang musik.

Definisi tentang brand dijaga betul sampai bertahun-tahun hingga hari ini masih melakukan, meskipun dimensi isunya berbeda, karena mengambil realitas sosial bermacam-macam dan berkembang terus. Namun selalu dilihat dari kacamata anak muda yang memang brutally honest, yaitu jujur yang sejujur-jujurnya terhadap diri sendiri dan keadaan sekitarnya.

Core target audiens berusia 17–25 tahun. Yang diluar itu lebih bersifat

aspirasional, misalnya yang berusia di atasnya ingin jadi anak muda atau yang berusia di bawahnya yang ingin masuk dan menjadi kelompok tersebut. Tetapi memang generasi tersebut, ada yang baru kerja dan ada yang masih sekolah, yang mana dunianya selalu menciptakan tema-tema bagi Sampoerna A Mild. Hal tersebut yang membuat Sampoerna A Mild selalu konsisten.

Bila dilihat apapun bentuk output kreatifnya, maka yang disebut sebagai reproduksi sosial, Sampoerna A Mild akan selalu diciptakan berdasarkan dimensi tersebut. Kelompok ini tidak akan terpisah dari dunianya. Nuansa lokalnya akan terlihat kuat dan menyoroti apapun yang terjadi di dunia sosialnya. Selamanya akan seperti itu terus. Hal itu dibuktikan hingga sekarang dijalankan terus padahal sudah sepuluh tahun. Total hingga sekarang mungkin sudah 18 atau 19 tahun, dan Sampoerna A Mild tetap konsisten dan tetap relevan. Hal itu adalah proses yang dilakukan Sampoerna A Mild, atau secara umum hampir semua biro iklan melakukannya.

Pengaruh dari klien atau pengiklan, menurut Teguh Handoko hanya bersifat mandatori, yaitu sesuatu yang tidak diinginkan klien seperti tidak boleh menggunakan simbol atau warna tertentu. Lebih lanjut dikataknnya bahwa orang punya kemampuan tersendiri yang tidak dimiliki untuk menghadirkan sosok unik target audiens

disandingkan dengan sosok unik produknya, kemudian menemukan sebuah ide. Ide ini disebut Big Idea. Ide ini yang akan dibangun untuk brand dan menjaganya. Menjaga

brand sama seperti mengkultuskan sesuatu. Hal itu membutuhkan dedikasi, pemahaman

dan komitmen. Mungkin orientasi bagi produsen (klien) bersifat short-term atau menjual produk. Padahal produk brand itu bersifat live forever. Bagi pencipta iklan yang dipikirkan adalah brand. Seperti apa brand di mata target audiens. Image apa yang tertanam dibenaknya serta mau dibangun dan diisi dengan apa. Pada dasarnya pencipta iklan mengharapkan komitmen pengiklan, sebagaimana komitmen pengiklan Sampoerna A Mild.

Ada hal menarik dari wawancara dengan Teguh Handoko bahwa pemiliknya sangat luar biasa berkomitmen untuk Sampoerna A Mild. Berikut adalah ungkapannya :

Misalnya, mengkoleksi mobil Roll-Royce yang di dunia tidak ada yang punya, sebagai syarat. Warnanya merah marun yang dipilih dengan syarat orang lain tidak ada yang punya, meskipun dia harus keluarkan uang yang besar untuk itu. hal yang dilakukan pemilik adalah demi kepentingan brand, yaitu menjaga kesakralan brand bahwa dengan merah marunnya ada di mana-mana, sehingga membuat stakeholders menghargainya. Brand tercipta bukan hanya peranan

agency (pencipta iklan), tetapi pemilik juga harus menjaganya untuk sesuatu

yang lebih long-term. Jadi pemilik merepresentasikan personal experience supaya brand harus hidup sebagai suatu brand yang selalu diomongin orang. A Mild merupakan keberhasilan semua, karena komitmen semua pihak.

Pembentukan dan penempatan positioning dalam gambaran di Iklan bersifat abstrak dan konkrit. Teguh Handoko menyatakan bahwa Positioning sebenarnya adalah apa dan bagaimana menempatkan sesuatu dibenak konsumen berbentuk respon, atau tidak harus berbentuk stimulus, atau abstrak, atau konkrit. Yang paling mudah adalah orang menempatkannya dalam bentuk tagline. Seperti A Mild dengan tagline ”Bukan Basa Basi”, di mana value yang ditanamkan dua (2) hal tersebut.

Belakangan ini banyak juga iklan yang abstrak, yang tidak menyebut stimulus sama sekali di mana semua bentuk komponen komunikasinya diarahkan supaya orang meresponnya. Misalnya, kampanye iklan politik, dari mulai stimulus sama respon berbeda, yaitu ”lanjutkan”, tetapi sebenarnya buka itu positioning yang dimaui. Ada sesuatu yang lain yang ada di kepala konsumen adalah positioning yang sebenarnya.

Berkaitan dengan penempatan positioning dalam gambaran iklan Sampoerna A Mild, Teguh Handoko mengungkapkan selengkapnya :

A Mild dalam hal ini, berupa positioning stimulus yang disampaikan ”Bukan Basa Basi”, tetapi positioning yang ada dibenak konsumen sebagai brand yang ”paling cool”, dan ”paling mengertinya”. A Mild adalah brand yang paling

mengerti konsumennya. Brand yang paling mengerti kelompok audiens perokok dengan sifat sejujur-jujurnya. ”Itu memang brand yang ngerti gue”, katanya, ”Yang lain nggak ngerti gue”. Sifat penempatan positioning A Mild adalah bersifat konkrit maupun abstrak. Sebenarnya A Mild sudah keluar dari kategori sebuah rokok. A Mild sudah menjadi gaya hidup. A Mild sudah keluar dari area itu, meskipun tidak boleh menyebutkan kelebihan produk, area yang diambil adalah gaya hidup target audiens. Misalnya, ketika sesorang mengeluarkan A Mild, maka akan direspon oleh yang lain “Wih! A Mild loe!”. A Mild selalu menjadi benchmark atau patokan untuk kelompok kategori tersebut, A Mild yang terbaik, dan A Mild sudah mendapatkan keuntungannya, meskipun dengan harga premium dan dengan positioning mendapatkan value.

Peran pengiklan dan pencipta iklan sebenarnya berlangsung ketika proses pemahaman terhadap target audiens dan produk berdasarkan informasi rasional yang dikumpulkan. Semua orang terlibat dalam proses ini, termasuk kreatif, media, dan lain-lain. Jadi sejak awal proses periklanan, semua ikut terlibat. Semua belajar bareng-bareng, semua mengenali target audiens dan produk bersama-sama sampai sepakat ke satu big idea.

Meskipun punya spesialisasi sendiri-sendiri, tetapi tidak terpisahkan dalam proses tersebut. Misalnya satu tentang strategi, satu tentang kreatifnya dan satu lagi tentang medianya. Ketiga bidang tersebut harus tahu dan terlibat sejak awal untuk mengetahui masalah apa yang dihadapi klien. Bagi pencipta iklan, tidak akan dapat bekerja tanpa mengetahui masalah. Tetapi adakalanya ada klien yang tidak dapat merumuskan apa masalah yang dihadapinya, maka dibantu untuk menemukan masalah yang sebenarnya dihadapi klien, sampai semua komitmen dengan masalah tersebut, baru dapat bekerja.

Masa proses mendapatkan big idea bersifat relatif. Kalau yang tough dengan penelitian kualitatif untuk mendukung asumsi-asumsi, maka diperlukan satu (1) bulan untuk dapat big idea. Dalam hal ini ada juga yang memakai paket cepat. Meski demikian, tetap melakukan metode yang sama, tetapi dalam cakupan yang lebih, dengan istilah ’quick and the fee’, namun dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Misalnya, ngobrol dengan beberapa orang, tetapi secara mendalam hingga merumuskan hasilnya sebagai insight formula.

Sekali lagi hal tersebut bergantung pada kesepakatan masing-masing. Dalam hal ini dapat dilakukan degan penelitian melalui prosedur formal atau langsung menjawab hipotesis. Misalnya, bila sudah tahu masalah apa, hipotesisnya apa, lalu dapat penelitian langsung untuk menemukan jawabannya, maka tidak perlu melakukan penelitian yang lebih besar dan luas lagi, dengan persiapan lebih lama dan biaya lebih besar. Bahkan

adakalanya, penelitian yang singkat tersebut tidak hanya menghasilkan big idea, tetapi juga sudah sampai eksekusi kreatifnya.

Menurut Teguh Handoko ketika bagian kreatif dilibatkan dalam proses penentuan dan pembetukan positioning, masa proses yang dilakukannya berlangsung relatif sebagaimana yang dituturkannya :

Masa proses di bagian kreatif malah lebih lucu, bila dikasih waktu tiga (3) hari, maka dapat diselesaikan sebelum tiga (3) hari. Bila dikasih waktu lima (5) hari, maka hari ke lima (5) ditemukan. Kasih waktu satu (1) hari, satu (1) jam pertama, maka ketemu. Jadi sebenarnya tidak ada rumusan waktu yang baku dan pasti, yaitu selama paham betul big idea tersebut maknanya apa, akan berpikir sendiri secara langsung dari situ. Yang penting big idea itu harus menginspirasi orang kreatif, supaya dapat mengembangkan big idea tersebut menjadi sesuatu lebih real (nyata) yang sudah tidak bersifat konsep lagi.

Masa proses inkubasi di bagian kreatif tergantung apakah big idea tersebut menginspirasinya. Proses tersebut disebut creative briefing. Ketika menemukan big

idea, bagian kreatif dapat langsung melakukan brief kreatif. Hal ini memperlihatkan

apakah orang-orang kreatif terinspirasi atau tidak. Kalau terinspirasi, berarti big idea benar, tetapi bila tidak terinspirasi dan tenang-tenang saja tidak ada respon, maka big

idea kurang benar.

Bagian kreatif bekerja untuk mencari key word yang pas, bentuk isi pesannya baik verbal, non verbal, simbol-simbol, latar, dan lain-lain. Orang-orang kreatif sangat subyektif, tetapi dalam bekerja landasannya adalah big idea, maka kreatifitasnya harus dijaga dan memberi kebebasan dalam berkreatif, yang penting patokannya dari big idea. Dapat dikatakan bahwa orang kreatif sebagai orang yang berbakat, atau terlatih, namun tetap subyektif. Meskipun subyektif, tetapi dapat dipertanggung- jawabkan secara obyektif, dengan cara mengumpulkan dulu simbol-simbolnya lalu diuji. Dalam hal ini bila diterima, berarti dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya, merumuskan warna biru untuk simbol laki-laki, lalu diuji melalui iklan, tetapi orang menangkapnya tidak demikian (persepsi apa saja), tetapi beauty of advertising berada di situ. Dalam hal ini, persepsi konsumen yang penting, misalnya suatu simbol berupa gambar gunung, tetapi konsumen dapat menangkapnya sebagai gambar lain. Yang penting persepsi konsumen (Perception is reality).

Kasus Sampoerna A Mild sudah berkali-kali dilakukan pretest bahwa tidak pernah mengkaitkan ekspektasi produk dengan benefit, teapi konsumen dapat menghubung-hubungkan ekspektasi produk dengan produk benefit. Hal itu dikarenakan

permainan persepsinya konsumen (tidak dapat melarang). Seperti, Sampoerna A Mild mahal, maka demikian ekspektasinya, tetapi itu tidak masalah.

Penggunaan simbol-simbol dalam iklan bagi orang kreatif datang dari langit, tidak ada dasarnya, yaitu intuisi, tetapi memang ada juga yang dapat dipelajari dan dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya, ada pretest berdasarkan eksekusi yang dibuat, lalu melakukan pilihan mana yang dapat dipakai. Hal itu merupakan karunia Tuhan, yaitu kemampuan yang tidak dimiliki oleh semua orang.

Pemilihan media termasuk proses penting dalam periklanan. Teguh Handoko mengatakan bahwa ketika melakukan proses pencarian big idea, harus dilakukan media dan budget netral. Untuk dapat ide yang terbaik, tidak boleh dibatasi oleh hal-hal tersebut. Biarkan ide tersebut berkembang dahulu sampai dapat dilihat pijakannya ada di mana, maka target audiens bagaimana dan point of context bagaimana secara detail.

Di awal saat mencari big idea, tidak boleh dipengaruhi oleh penggunaan media yang diinginkan klien. Ketika ada isu di milis, tidak ada yang menyangka bahwa asumsi-asumsi untuk media berubah. Jadi penggunaan media dapat dipengaruhi atau berlandaskan big idea. Kontribusi televisi bagi penempatan iklan, kalau dari data penelitian atau AcNielson, televisi memang masih teratas. Hingga saat ini televisi masih dianggap sebagai media paling tepat dan cepat dalam membangun awareness khalayak. Namun begitu masih bergantung pada produk, sistem distribusi, target market, dan lain-lain. Tetapi keefektifannya masih unggul di banding media lain-lain.

Penentuan dan efektivitas media berhubungan langsung dengan biaya yang besar. Fakta bahwa konsumen target audiens terhadap televisi di Indonesia sangat besar dibanding media lain, tetapi juga untuk jam-jam tertentu bukan televisi. Untuk target

audiens Sampoerna A Mild berusia 17-25 tahun, mungkin yang menonton televisi lebih

sedikit dibandingkan ber-internet, menonton bioskop, menonton pertunjukkan musik. Secara umum, televisi memang paling efektif dan belum berubah.

4.2. Konstruksi Realitas dalam Tingkatan Teks Iklan Rokok Sampoerna A Mild di

Dokumen terkait